Disusun
Oleh :
Aulia Hudamahya (20329118)
Rapi Pernandes (20329019)
Irma Hazriyanti (20329135)
Yulia Sarianti (20329028)
Zahara Fajri Hayati (20329109)
Puji syukur kepada Allah Subhanuahu wata’ala karena dengan rahmat, karunia, serta
taufiq dah hidayahNya kepada kita semua. Shalawat beriringan salam semoga dilimpahkan
kepada junjungan semesta alam Rasulullah Shalallahu ‗alaihi wasallam. Alhamdulillah berkat
izin serta rahmat Allah Subhanahu wata’ala kami memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
makalah ini.
Makalah dengan judul ―Pemikiran Pendidikan Ahmad Dahlan, Hasyim Asy‘ari, dan
Sulaiman Ar Rasuli, Riwayat Hidup dan Konsep Pendidikannya‖, Alhamdulillah akhirnya
terselesaikan dan kami bersyukur kepada Allah Subhanahu wata’ala dan berterima kasih kepada
Bapak Ahmad Rivauzi, S.PdI., Ma., teman-teman sekalian, serta semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini . Kami sebagai penyusun tentunya makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh sebab itu dengan senang hati kami menerima kritikan, masukan serta saran untuk
perbaikan makalah kami kedepannya, mengingat sesuatu itu tidak akan berubah ke yang lebih
baik tanpa perbaikan.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan
menjadi pahala jariyah untuk teman-teman yang menyusun makalah ini, Amin Ya Rabbal
‘alamin. Kami yang menyusun makalah ini mohon maaf atas segala kesalahan, kata-kata yang
kurang berkenan dan kami mohon kritikan dan saran dari saudara-saudara, terima kasih.
Penyusun
ii | P a g e
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................iv
1.1. LATAR BELAKANG........................................................................................................iv
1.2. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................v
1.3. TUJUAN PENULISAN......................................................................................................v
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................
2.1. PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H. AHMAD DAHLAN ..................................................1
2.2. PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H. HASYIM ASY‘ARI ..................................................5
2.3. PEMIKIRAN SYEKH SULAIMAN AR RASULI ............................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................16
iii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
iv | P a g e
1.2. RUMUSAN MASALAH
v|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan yaitu membentuk manusia yang
alim dalam ilmu agama, berpandangan luas dengan memiliki pengetahuan umum, siap berjuang
mengabdi untuk Muhammadiyah dalam menyantuni nilai-nilai keagamaan pada masyarakat.
Rumusan tujuan pendidikan tersebut merupakan sikap pembaharuan terhadap tujuan pendidikan
pesantren, yang hanya menciptakan individu shaleh dan mengajarkan ilmu agama saja. Dalam
pendidikan pesantren, murid tidak diajarkan sama sekali ilmu umum serta tidak menggunakan
tulisan latin. Semua kitab dan tulisan yang diajarkan menggunakan bahasa dan tulisan Arab.
Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan ―sekuler‖ yang tidak
diajarkan ilmu agama sama sekali serta pelajaran di sekolah ini menggunakan huruf latin. Akibat
dualisme pendidikan tersebut dilahirkan dua kutub inteligensia; lulusan pesantren yang
menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan lulusan sekolah Belanda yang
menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.Melihat ketimpangan tersebut, K.H
Ahmad Dahlan berpendapat qbahwa tujuan pendidikan yang utuh adalah membentuk individu
yang paham ilmu agama serta ilmu umum. Ini merupakan satu kesatuan ilmu yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Atas jasa-jasa KH.
Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam
dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan
Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah:
KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam dengan menyadarkan
masyarakat akan nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.Keinginannya mendirikan sekolah juga dilatarbelakangi kelemahan pesantren yang
biasanya ikut mati jika kiainya meninggal. Untuk itu tanggal 18 Nopember 1912 K.H Ahmad
Dahlan mulai mendirikan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah) yang bertempat
di rumahnya dengan ukuran yang sederhana. Madrasah tersebut merupakan madrasah pertama
yang dibangun dan dikelola secara mandiri oleh pribumi.
2|Page
sistem pesantren sehingga kontrapun muncul dan menganggap Dahlan kafi r.Dalam madrasah
tersebut K.H Ahmad Dahlan menerapkan Q.S 96 ayat 1 yang menekankan kepada murid-
muridnya untuk membaca. Melalui pendidikan, Ahmad Dahlan berpikir tidak ada lagi buta
huruf, mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai agamanya. K.H. Ahmad
Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia
pendidikan mampu mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya.
Cita-cita pendidikan yang digagasnya adalah lahir manusia-manusia baru yang mampu
tampil sebagai ―ulama-intelek‖ atau ―intelekulama‖, yaitu seorang muslim yang memiliki
keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Ide K.H. Ahmad Dahlan tentang
model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulamaintelek masih terus dalam
proses pencarian. Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolah yang ia dirikan, maka atas
saran muridmuridnya ia akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan K.H Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses
penyadaran. Contoh klasikadalah ketika ia menjelaskan surat al-Ma‘un kepada santri-santrinya
secara berulang-ulang hingga santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita
memperhatikan dan menolong fakirmiskin, dan harus mengamalkan isinya.
Setelah para santri mengamalkan perintah itu, baru diganti surat berikutnya. Gagasan
Abdul Mukti Ali, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling
baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena didalamnya
diresapi dengan suasana keagamaan. Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-
sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model
pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari tidak terkecuali di
lingkungan Muhammadiyah.
K.H. Ahmad Dahlan menerapkan sistem kooperatif dalam bidang pendidikan dengan
pemerintah Belanda. Keduanya sama-sama memperoleh keuntungan. Pertama, dari sikap non
oposisional. Kedua, mendukung program pembaharuan keagamaan termasuk di dalam bidang
3|Page
pendidikan. Sikapnya yang akomodatif dan kooperatif memberikan ketentuan mutlak untuk
bertahan hidup di tengah iklim yang sangat tidak ramah terhadap gerakan nasionalis pribumi dan
disaat tidak satupun gerakan yang sebanding dengannya dapat bertahan saat itu. Sehingga K.H
Ahmad Dahlan dapat masuk lebih dalam pada lingkungan pendidikan kaum misionaris yang
diciptakan oleh pemerintah Belanda, yang saat itu lebih maju kedepan dari pada sistem
pendidikan pribumi yang tradisional.
Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa catatan yang direntaskan oleh K.H Ahmad
Dahlan, antara lain:
d. Dakwah
Menyeru atau mengajak merupakan aktivitas dakwah. Dengan dakwah, ada dinamika
kehidupan umat Islam menjadi lebih dinamis dan agama menjadi lebih hidup. Sebaliknya,
apabila tidak ada dakwah, maka tidak ada dinamika kehidupan beragama. Karena itulah harus
ada sekelompok orang yang mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dengan ini
Ahmad Dahlan telah mengamalkan surat Ali-Imran ayat 104.Dalam kongres Islam besar di
4|Page
Cirebon Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa orang Islam itu bersifat dua, yaitu: sifat guru dan
sifat murid. Dengan itu kewajiban orang Islam adalah belajar dan mengajar.
Konsep pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan bahwa tujuan pendidikan berupa
pembentukan kepribadian serta menjadi manusia yang unggul. Pendidik bagi K.H. Ahmad
Dahlan harus bisa memberi contoh kepada peserta didik. Peserta didik harus mempunyai ilmu
yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari hari serta memiliki kemampuan. Kurikulum
pendidikan K.H. Ahmad Dahlan bersumber dari al-Quran dan Hadis, Materi Pendidikan meliputi
pengajaran al-Quran dan Hadits, membaca, menulis, menghitung, ilmu bumi. materi Al-Quran
dan Hadits seperti ibadah, persamaan derajat, Akidah, Akhlak. Metode pendidikan yang
dilakukan berupa metode sorogan, bandongan dan wetonan menjadi bentuk madrasah atau
sekolah dengan menerapkan metode belajar secara klasikal. K.H Ahmad Dahlan tidak
menggamblangkan bentuk evaluasi, akan tetapi dari materi yang didapat diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
K.H. Hasyim Asy‘ari lahir pada tanggal 10 April 1875, di Desa Gedang, Kecamatan
Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Dan pada tanggal 25 Juli 1947 (72 tahun) beliau
dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang. Beliau merupakan pendiri Nahdhatul Ulama, organisasi
massa Islam terbesar di Indonesia serta putra dari Kyai Asy‘ari. Beliau adalah ulama sekaligus
pemimpin dari Pondok Pesantren Keras, berada di selatan Jombang. Sementara ibunda beliau
bernama Halimah, memiliki silsilah keturunan dari Raja Brawijaya VI, yang dikenal dengan
Lembung Peteng, ayahanda dari Jaka Tingkir (Raja Pajang). Sedangkan keturunan ke delapan
dari Jaka Tingkir adalah kakenya, Kyai Ustman yang memimpin Pondok Pesantren Gedang,
dengan seluruh santri berasal dari Jawa pada akhir 19. Ayah dari kakek beliau yaitu Kyai Sihah
yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang.
5|Page
Di kalangan Nahdhiyin dan ulama pesantren KH. Hasyim Asy‘ari dijuluki Hadratus
Syeikh yang berarti maha guru. KH. Hasyim merupakan putra ketiga dari sebelas bersaudara.
Sejak beliau berumur 14 tahun telah banyak mendapat wejangan serta pengajaran tentang ilmu
agama langsung dari ayah dan kakek beliau. Berbagai motivasi besar yang beliau dapatkan dari
kalangan keluarga, serta minat besar dalam menuntut ilmu yang beliau miliki, membuat KH.
Hasyim Asy‘ari muda tumbuh menjadi seorang yang pandai. Beliau juga pernah mendapat
sebuah kesempatan yang diberikan sang ayah untuk membantu mengajar di pesantrennya, karena
kepandaian beliau.Ketika usia menginjak 15 tahun, beliau berkelana (mondok) di pesantren lain.
Hal ini karena beliau merasa belum cukup menimba ilmu yang diterima sebelumnya. Tak hanya
satu pondek pesantren saja beliau singgahi, tapi banyak pondok pesantren yang disinggahinya,
antara lain menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban),
Pesantren Trenggilis (Semarang), Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Ketika beliau merantau di
Ponpes Siwalan beliau belajar kepada Kyai Jakub, dan akhirnya beliau dijadikan menantu Kyai
Jakub.
Pada tahun 1892, KH. Hasyim Asy‘ari menunaikan ibadah Haji, beliau di Mekkah
sekaligus menimba ilmu kepada Syech Ahmad Khatib dan Syech Mahfudh At-Tarmisi,
merupakan guru di bidang Hadist. Ketika pulang, KH. Hasyim Asy‘ari menyempatkan diri untuk
singgah ke Johor, Malaysia. Di sana beliau mengajar kepada para santri sampai tahun 1899.Kyai
Hasyim Asy‘ari mendirikan ponpes di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan
terpenting di tanah Jawa pada abad ke-20. Mulai tahun 1900, beliau memosisikan Pesantren
Tebuireng menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam Tradisional.
1. Signifikasi pendidikan
6|Page
2. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‘ari adalah: a. menjadi insan yang
bertujuan mendekatkan diri kepada Allah swt, b. Insan yang bertujuan mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat, (Rohina M. Noor, t.th.: 19).
3. Karakteristik guru
K.H. Hasyim Asy‘ari menyebutkan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru antara
lain :
Kehati-hatian dalam hal memilih pendidik didasarkan atas pandangannya bahwa ilmu itu
sama dengan agama. Olehnya itu, peserta didik harus mengetahui dari mana agama itu
diperoleh.
4. Sistem pendidikan
5. Kurikulum pendidikan
7|Page
Kurikulum yang ditetapkan oleh K.H Hasyim Asy‘ari adalah; al-Qur‘an dan al-
Hadis, ushul fiqih, fiqih, nahwu, sharaf, dan cenderung menerapkan sistem kurikulum
pendidikan yang mengajarkan kitab kitab klasik. Pada tahun 1916-1919 kurikulum
madrasah memasukkan pelajaran umum di samping pelajaran agama seperti bahasa
Melayu, matematika dan ilmu bumi, Sejak tahun 1926 ditambah dengan bahasa Belanda dan
sejarah Indonesia. Kedua pelajaran terakhir ini diperkenalkan oleh Kiai Ilyas, keponakan Kiai
Hasyim yang telah menamatkan pelajaran di HIS Surabaya. Sistem yang dikembangkan oleh
K.H. Hasyim Asy‘ari ini ternyata sangat efektif dan berhasil melahirkan kader-kader yang
kelak mendirikan pesantren besar di daerah.
Dengan demikian, K.H. Hasyim Asy‘ari, secara tidak langsung telah membangun
sistem pendidikan Islam tradisional yang baru sekaligus mendistribusikan pemerataan
pendidikan pada kelas sosial yang paling bawa. Semua pelajaran umum ini dirasakan
sangat berguna setelah Jepang datang dan tidak lama kemudian Indonesia merdeka. Sejak saat
itulah para tokoh tradisional pesantren harus berhadapan dengan berbagai tokoh nasional.
6. Metode pengajaran
8. Evaluasi
8|Page
Menurut K.H Hasyim Asy'ari dalam proses penilaian, tidak hanya untuk mengetahui
sejauh mana siswa menguasai materi, tetapi juga untuk mengetahui sejauh mana upaya
menginternalisasi nilai-nilai di antara siswa dapat diserap dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengukur tingkat partisipasi guru dalam mendidik akhlak pada peserta didik lebih
baik untuk partisipasi kehidupan santri sehari-hari. Nilai tentang hal tidak perlu
standarisasi nilai, namun mereka sudah mempertimbangkan baik jika mereka sudah bisa
mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pesantren tersebut bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, namun juga
pengetahuan umum ikut mengiringi pengajaran agama Islam. Para santri belajar membaca huruf
latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan
berpidato. Cara demikian mendapat sambutan tidak mengenakkan dirinya, karena dikecam
bid‘ah. Meskipun kecamatan itu terus bergulir tapi beliau tetap teguh dalam pendiriannya.
Nama lengkap beliau adalah Muhammad Sulaiman bin Muhammad Rasul. Ia lahir
padapetang Ahad malam Senin tanggal 10 Desember 1871 M bertepatan bulan Muharram 1297
H di Surau Pakan Kamis, Nagari Canduang Koto Laweh, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera
Barat. Di antara gurunya adalah: Syekh Muhammad Arsyad (1899–1924 M), anak dari Syekh
Abdurrahman al-Khalidi (kakek Abdussamad Tuanku Samiak Ilmiyah, di suraunya di Biaro IV
9|Page
Angkat Agam, tahun 1309 H; Syekh Mohammad Ali Tuanku Kolok—kakek pihak ibu dari Prof.
Mahmud Yunus—di Tanjung Sungayang Kab. Tanah Datar; Syekh Abdussalam, di Lokok
Banuhampu; Syekh Muhammad Salim al-Khalidi di Sungai Dareh Situjuh Payakumbuh; dan
Syekh Abdullah di Halaban.Tahun 1322 H, ia naik haji dan belajar selama 3,5 tahun (1903-1907
M). Di antara gurunya:
Sekembalinya ke tanah air, ia berkiprah di bidang pendidikan, tabligh dan politik. Dialah
tokoh utama dalam pendirian Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang yang kemudian
menjadi sentral bagi MTI lain. Ia tidak saja berdakwah di sekitar Canduang dan Baso, tetapi juga
membina masyarakat di Pandai Sikat Padang Panjang yang nyaris terjerumus kepada
kemusyrikan. Pada tahun 1341 H, ia pergi berkhalwat ke Batu Hampar melalui tarekat
Naqsyabandiyah dan setelah itu ia tampil mempertahankan ajaran tarekat tersebut (Muhammad
Rusli Kapau, 1938: 56).Pada masa Belanda, sejumlah jabatan yang diembannya adalah: sebagai
Qadhi di nagari Canduang dalam Sidang Sabuah Balai tahun 1917-1944; Ketua Umum Syarikat
Islam (SI) untuk daerah Canduang – Baso tahun 1918 M. Bersama Syekh H.
Abbas al-Qadhi Ladang Lawas dan Syekh H. Muhammad Jamil Jaho serta ulama yang
sepaham, ia mendirikan organisasi ―Vereeniging Ittihadul Oelama Sumatera‖ (VIOS) tahun 1921
M; pendiri utama dan direktur bidang Pendidikan Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah
(PMTI) yang terbentuk pada tanggal 5 Mei 1928 M/15 Zulkaedah 1346 H. Tahun 1932 M ia
menolak ordonansi sekolah liar yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Tahun
10 | P a g e
1937, ia turut menolak ordonansi kawin bercatat. Ia pernah dikunjungi oleh utusan Belanda,
begitu juga tokoh nasional, Ir. Soekarno sebelum menjadi presiden RI. Tahun 1939, bersama
ulama lain ia membentuk kepanduan al-Anshar, tahun 1942 ia turut menentang Politik Bumi
Hangus Kolonial (Yusran Ilyas, 1955: 8).
Pada masa penjajahan Jepang, Ia menjadi Ketua Umum Majelis Islam Tinggi
Minangkabau (MITM). Ia turut mewakili MITM menghadiri Rapat Besar Ulama Islam
Sumatera–Malaya di Singapura (Syonanto). Masa Pascakemerdekaan, PERTI menjadi partai
politik Islam, tanggal 22 Nopember 1945, ia ditetapkan sebagai Penasehat Tertinggi. Tahun 1947
berdirilah Mahkamah Syar‘iyah di Sumatera Tengah dan ia diangkat menjadi Ketua oleh Menteri
Agama RI, tanggal 17 Juni 1947 dan berakhir tahun 1960 M. Tahun 1948, ia diangkat sebagai
penasehat Gubernur Militer Sumatera Tengah. Tahun 1956, ia menghadiri Muktamar Ulama
Seluruh Indonesia (MUSI) di Palembang dan ia dipercaya sebagai ketua salah satu komisi yang
membahas upaya untuk menentang komunis. Ia juga menjadi anggota Konstituante berdasarkan
hasil PEMILU pertama tahun 1955, pada sidang pertama dibuka 10 Nopember 1956 di Kota
Bandung dan ia terpilih menjadi ketua sidang pertama konstituante tersebut.
Dalam memimpin sidang, ia mengenakan sarung dan sorban, pakaian yang biasa
dipakainya (Hasril Chaniago, 2010: 475).Ia juga ahli di bidang adat Minangkabau dan menulis
beberapa buku tentang adat Minangkabau. Tahun 1927, ia diundang untuk menjadi nara sumber
tentang keterkaitan Islam dengan adat Minangkabau di daerah raja-raja Gunung Sahilan (Zelf
Besturder van Kampar Kiri), Teluk Kuantan dan Pulau Gadang. Tahun 1954 dilaksanakan
―Kongres Segi Tiga‖ berdasarkan inisiatifnya dan ia ditetapkan sebagai ketua umum (Bahruddin
Rusli, 1978: 69). Bahkan Gusti Asnan (2003: 308) menyebutkan: ―Pada tahun 1950-an, Syekh
Sulaiman al-Rasuli sangat bersemangat menyebarluaskan gagasan tentang keterpaduan adat dan
Syarak. Ungkapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang dewasa ini populer
merupakan hasil ―sosialisasi‖ dari ulama besar ini dalam berbagai kesempatan sepanjang
dasawarsa 1950-an.‖Tepat pada hari Sabtu, tanggal 28 Rabi‘ul Akhir 1390 H/1 Agustus 1970,
Syekh Sulaiman al-Rasuli wafat dalam usia 99 tahun. Tidak kurang dari enam ribu pelayat yang
mengantarkan jenazahnya ke pemakaman di halaman madrasah induk yang asli dari MTI
Canduang, termasuk yang hadir Gubernur Sumatera Barat, Harun Zein. Bahkan Gubernur,
11 | P a g e
memerintahkan agar pemerintah dan rakyat mengibarkan bendera setengah tiang, sebagai tanda
belasungkawa. Di hari itu, sedang berlangsung seminar sejarah Islam di Minangkabau yang
dihadiri oleh sejumlah cendikiawan, termasuk Buya Hamka.
Buya Hamka langsung menuju Canduang dan shalat jenazah di atas pusara. Dalam
pidatonya Hamka menyebut bahwa Syekh Sulaiman al-Rasuli seperti pohon pisang, sekali
dipancung, ia tidak akan mati tetapi akan tumbuh pohon pisang yang baru ditambah dengan
pisang-pisang yang lain di sekelilingnya. Ungkapan ini menggambarkan bahwa perjuangan dan
ajaran Syekh Sulaiman al-Rasuli tidak akan pernah mati, tetapi akan dilanjutkan oleh ribuan
murid-muridnya (Maruzi Kari Batuah, Wawancara, 8 Juli 2013).
12 | P a g e
khalīfah yang ideal tersebut, maka penguasa harusbertanya dan bekerjasama dengan
ulama (SSA, 1927: 2)
4. Manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Ia mengklasifikasikan tipe manusia
dalam lingkungan masyarakatnya, seperti yang ia tulis dalam kitabnya ―Pedoman
Hidoep di Alam Minangkabau‖ khususnya pada satu sub bahasan dengan judul
―pembagian manusia.‖ Secara garis besar, manusia itu dikelompokkannya kepada
lima kategori, yaitu penghulu (pemimpin), ulama, urang mudo (pemuda), padusi
(perempuan), dan urang tuo (orang tua). Setiap komponen masyarakat itu ada yang
ideal, ada pula yang tidak. Pemuda, misalnya, yang ideal disebutnya pemuda
pesurau, yaitu pemuda shaleh yang memakmurkan surau. Tetapi ada pemuda yang
buruk, yaitu pemuda palapau (suka duduk di kedai dan kurang tanggung jawab pada
keluarga), pemuda parinsau (suka mengeluh dan menyia-nyiakan waktu), pemuda
pengusu (suka membuat onar), dan pemuda lingkisau (berpenyakit hati) (SSA, 1930:
59-65). Pengelompokan manusia seperti ini membuktikan bahwa ia juga memahami
karakter manusia yang berbeda antara satu dengan lainnya. Setiap manusia harus
berupaya untuk memposisikan dirinya sesuai dengan peran dan kapasitasnya masing-
masing.
1) Memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Orang yang bahagia dunia akhirat
dijelaskannya sebagai ―orang yang iman lagi shaleh lagi membayarkan segala hak Allah
Ta‘ala dan hak segala makhluk lagi mengikut dari syari‘at pada zahir dan batin lagi
berpaling dari pada perhiasan dunia yang lata inI‖.
2) Menjadi hamba Allah. Menuntut ilmu lewat proses pendidikan pada hakikatnya
dilakukan agar manusia itu mampu beribadah kepada-Nya secara benar. Setiap aktivitas
yang tidak didasari oleh ilmu yang benar, maka ia tidak termasuk dalam kategori ―amal
dalam pandangan Syarak.‖
13 | P a g e
3) Memiliki akhlak mulia. Mendidik akhlak yang baik itu perlu pendidikan di lembaga
formal. Seseorang yang tidak sekolah atau tidak berpendidikan cenderung terpengaruh
dengan lingkungannya. Tentang orang yang tidak berpendidikan, ia menggambarkannya
sebagai berikut: duduk dalam kampung, atau duduk banagari, tidak ada sekolahnya,
hanya nan banyak tiru-tiruan, caliaklah kanak-kanak kini, dibiar sajo salironyo, kadang
kandaknyo nan diturut, nan tak dimakan alur patut, lah babanak ka ampu kaki, batareh ka
ujuang dahan, alamat dunia ka binaso, dangalah pepatah Minangkabau, maso ketek
taranjaranja, lah gadang tabao-bao, sampai tuo tarubah tido.
4) Menjadi insan yang cerdas. Dengan belajar ke sekolah, maka seorang anak akan mampu
tulis-baca dan berhitung. Dengan begitu ia bisa berbuat sesuatu dengan senang hati
sehingga memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang sesungguhnya.
14 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pendidikan Islam sangatlah penting, ilmu ini berguna sampai kapanpun. Jika manusia
putus asa, lalai, terlupa, kehilangan arah bahkan bahagia sekalipun maka disinilah Ilmu itu
berperan penting, menjadi pengingat bahawa ― semua milik Allah dan semuanya akan kembali
kepadaNya‖. Orang yang belajar dan mengajarkan Syari‘at Islam adalah sebaik-baiknya
manusia, dalam Hadist Rasulullah Shalallahu ‗alaihi wasallam bersabda, ― Seabaik-baiknya
kalian adalah yang mengamalkan Alqur‘an dan yang mengajarkannya‖. Dalam kemajuaanya
pendidikan Islam memliki tokoh-tokoh yang berperan sangat penting, diantarannya K.H. Ahmad
Dahlan, K.H. Hasyim Asy‘ari dan Syekh Sulaiman Ar Rasuli, mereka memiliki peranan yang
sangat besar dalam Pendidikan Islam. Dari mereka kita dapat belajar untuk memajukan
Pendidikan Islam berikutnya.
3.2. SARAN
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat memacu pembaca untuk lebih mengetahui
tentang tokoh pendidik Islam dan semoga semua yang membaca bisa mengambil pelajaran serta
manfaat dengan adanya makalah ini, sehingga kita semua bisa memahami materi ini dan
mengaplikasikan dalam kehidupan kita. Dan tak lupa kritik, masukan, saran dalam bentuk
apapun agar kedepannya penulisan makalah kami menjadi lebih baik.
15 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
https://journals.ums.ac.id/index.php/tajdida/article/view/1889/1332
http://digilib.uinsgd.ac.id/1132/
https://www.researchgate.net/publication/343117273
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://osf.io/njvy7/download&ved=
2ahUKEwjv29eCuNfyAhXQV30KHWMpAcMQFnoECBsQAQ&usg=AOvVaw2lhCroep9uHnj
ZT2hABwm
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://osf.io/njvy7/download&ved=
2ahUKEwjv29eCuNfyAhXQV30KHWMpAcMQFnoECBsQAQ&usg=AOvVaw2lhCroep9uHnj
ZT2hABwm8&cshid=1630281910335
www.galerisholawat.com
16 | P a g e
17 | P a g e