Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KH. HASYIM ASY’ARI


Disusun Guna Memenuhi Tugas Studi Tokoh
Dosen Pengampu : Ali Romdhoni, M.A

Disusun Oleh :
1. Siwi Ardiyani (19106011081)
2. Ananda Qomaruzzaman (19106011090)
3. Nilnamuna Cahyarozi (19106011093)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVWESITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Studi Tokoh. Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas
dari bantuan pihak yang mendorong atau motivasi kami dalam pembuatan makalah ini
supaya lebih baik dan efisien. Maka dari itu kami mengucapkan terima kasih kepada
bapak Ali Romdhoni M.A selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Tokoh.
Kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak
senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini
dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................2
C. TUJUAN.............................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari.........................................................................................3
B. Latar Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari...........................................................................3
C. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari...................................................................................7
D. Sistem pendidikan pada masa KH. Hasyim Asy’ari.......................................................9
KESIMPULAN...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejarah Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga saat ini, posisi dan
peran ulama dalam proses perubahan sosial cukup penting, karena ulama merupakan
contoh bagi umat Islam yang merupakan agama terbesar di Indonesia. Agama pada
hakekatnya independen, secara teoritis dan dogmatis sebanyak mungkin terkait
dengan realitas sosial, ekonomi dan politik. Sebagai satu kesatuan yang mandiri,
agama memiliki kemungkinan yang tinggi bahwa pemeluknya menentukan pola-pola
perilaku manusia dan bentuk-bentuk struktur sosial. Ajaran agama (aspek budaya
agama) dapat memfasilitasi atau bahkan memperlambat proses perubahan sosial,
sedangkan dalam Islam ulama dan pendidikan (pesantren) sangat strategis.
Jika ditelaah lebih jauh mengenai peran ulama dalam membentuk perubahan
sosial di Indonesia, perlu diketahui bahwa beberapa tokoh penting dari berbagai
kalangan dan kelompok masyarakat, termasuk KH. Hasyim Asyari. KH Hasyim
Asy'ari adalah seorang imam yang terkenal pada masanya karena beliau adalah
pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng dan ikut serta dalam perlawanan terhadap
penjajahan, di sisi lain beliau merupakan tokoh penting dalam pendirian yang
kemudian menjadi Nahdlatul Ulama. organisasi Islam terbesar dalam sejarah
Indonesia dan akan berperan penting dalam perkembangan Islam, berperan penting
dalam berbagai perubahan sosial dan politik di Indonesia. Berlawanan dengan
pemikiran tersebut, penulis secara singkat menghadirkan KH dalam artikel ini.
Dalam perkembangan awal dan modern Hasyim Asy'ar dan Nahdlatul Ulama, tentu
saja dimaksudkan untuk membongkar gagasan dan pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran modern dalam Islam, khususnya di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana biografi KH. Hasyim Asy’ari?
2. Bagaimana latar pendidikan KH. Hasyim Asy’ari?
3. Apa saja karya-karya KH. Hasyim Asy’ari?
4. Bagaimana sistem pendidikan pada masa KH. Hasyim Asy’ari?

1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui biografi tentang KH. Hasyim Asy’ari
2. Untuk mengetahui latar pendidikan KH. Hasyim Asy’ari
3. Untuk mengetahui karya-karya KH. Hasyim Asy’ari
4. Untuk mengetahui sistem pendidikan pada masa KH. Hasyim Asy’ari

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari


Hadhratuyaikh KH. Hasyim Asy’ari lahir di Jombang pada 14 Februari 1871
M. atau 24 Dzulqo’dah 1287 H. Dengan nama Muhammad Hasyim. KH. Hasyim
Asy’ari merupakan anak ketiga dari sebelas bersaudara, Ayahnya bernama KH.
Asy’ari pengasuh Pondok Pesantren Keras Jombang, sedangkan ibunya bernama
Halimah.
Pada usia 13 tahun beliau sudah membantu ayahnya mengajar dan pada usia
15 tahun beliau mulai berkelana menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren yang
lain, mulai dari Pesantren Wonokoyo di Purbolinggo, Pesantren Langitan di Tuban,
Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan dan Bangkalan dibawah
asuhan Kyai Cholil, dan Pesantren Siwalan selama lima tahun dibawah asuhan KH.
Ya’qub.

B. Latar Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari


Di masa KH. Hasyim Asy'ari, ada dua sistem pendidikan bagi penduduk
pribumi Indonesia. Pertama, sistem pendidikan yang disediakan untuk para santri
Muslim di pesantren yang fokus pelajarannya adalah ilmu agama, Kedua, sistem
pendidikan Barat yang dikenalkan oleh pemerintahan Belanda dengan tujuan
menyiapkan para siswa untuk menempati posisi administrasi pemerintahan baik
tingkat rendah maupun tingkat menengah.
Namun, jumlah sekolah Belanda untuk pribumi (Holland Inlandsche Scholen),
mulai didirikan pada awal 1914, sangat terbatas hagi masyarakat pribumi. Dari
kalangan masyarakat pribumi, hanya anak-anak keluarga priyai tinggi yang dapat
mendaftarkan diri. Masa belajar juga dibatasi hanya tujuh tahun dan mereka yang
berharap melanjutkan pendidikan mereka harus ke Negeri Belanda, karena itu hanya
beberapa orang saja yang mendapatkan kesempatan ini. Namun, orang orang Eropa
dan Asia Timur (yaitu Cina dan Arab) mendapat kesempatan yang lebih baik untuk
belajar di sekolah model barat yang berkualitas. Sehingga, mayoritas masyarakat
pribumi yang sebagian besar Muslim, tidak mendapatkan kesempatan pendidikan
Belanda. Bahkan jika mereka mempunyai akses, kebanyakan Muslim menganggap
haram pendidikan Belanda karena karakter sekularnya. Jadi, Karena pembatasan

3
pemerintah dan keyakinan kaum Muslim, institusi pendidikan yang tersedia bagi
mayoritas penduduk pribumi hanyalah pesantren.
Belajar di pesantren tidak hanya terjangkau, tetapi juga ada nilai ibadah.
Jumlah pesantren yang cukup banyak dapat menampung masyarakat, khususnya
karena pesantren seringkali terletak di dalam atau di dekat desa. Ada banyak jenis
pesantren. Secara umum dapat dikatakan bahwa beberapa pesantren memfokuskan
pengajaran tingkat tinggi, sementara yang lain hanya menyediakan pengajaran tingkat
dasar. Ketenaran suatu pesantren tergantung pada reputasi pemimpinnya,
kemampuannya menarik murid, dan ketinggian ilmu agamanya. Pada tingkat dasar,
para siswa diberi pembelajaran cara membaca Alquran dan dasar-dasar keimanan.
Mereka yang pintar dapat melanjutkan ke pesantren yang menyediakan ilmu
pengetahuan tingkat menengah sementara beberapa orang yang lain melanjutkan di
lanjutan ke Mekkah dan Kairo
Di pesantren ini para santri mengamalkan ajaran agama Islam dan belajar
berbagai cabang ilmu agama Islam. Suasana ini tidak diragukan lagi mempengruhi
KH Heyim Asy'ari yang sederhana dan rajin belajar Pada 1876, ketika KH. Hasyim
Asy'ari berumur enam tahun, ayahnya mendirikan Pesantren Keras, sebelah selatan
Jombang suatu pengalaman yang mempengaruhi dirinya untuk kemudian mendirikan
pesantren sendiri. Oleh karena itu jelaslah bahwa kehidupan masa kecilnya di
lingkungan pesantren berperan besar pembentukan wataknya yang haus ilmu
pengetahuan dan kepeduliannya pada pelaksanaan ajaran ajaran agama dengan baik.
Pendidikan awal KH. Hasyim Asy'ari sampal berumur 15 tahun diperoleh
dengan bimbingan ayahnya, la mendapat pelajaran dasar-dasar tauhid, fiqih, tafsir dan
hadits, untuk menyebut beberapa KH. Hasyim Asy'ari kemudian meneruskan studi ke
beberapa pesantren di Jawa dan Madura, yaitu. Pesantren Wonokoyo (Probolinggo),
Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis, Pesantren Kademangan
(Bangkalan, Madura) dan Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo).
Pada umur 15 tahun, KH. Hasyim Asy'ari mulai mengembangkan ke berbagai
pesantren di Jawa untuk mencari ilmu pengetahuan keagamaan. Kemudian akhirnya
ia tinggal selama lima tahun di Pesantren Silawan Panji (Sidoarjo). Di pesantren ini,
ia diminta untuk menikah dengan putri pak kiai. Permintaan ini karena pak kiai
terkesan dengan kedalaman pengetahuan dan karakter KH. Hasyim Asy'ari.
Sebagaimana yang dikemukakan di atas, permintaan seperti ini merupakan tradisi

4
pesantren. Setelah menikah yaitu pada 1891 ketika ia berumur 2 tahun, KH. Hasyim
Asy'ari dan istrinya menunaikan ibadah haji ke Mekah atas biaya mertuanya.
Mereka tinggal di Mekah selama tujuh bulan KH. Hasyim Asy'ari harus
kembali ke tanah air sendiri karena istrinya meninggal setelah melahirkan seorang
anak yang bernama Abdullah. Perjalanan ini sangat mengharukan karena sang anak
juga meninggal dalam umur dua bulan. Pada 1893, KH. Hasyim Asy'ari kembali lagi
ke Mekah ditemani saudaranya. Anis, yang kemudian meninggal di sana. Pada
kesempatan ini, ia tinggal Mekah selama tujuh tahun menjalankan ibadah haji, belajar
berbagai ilmu agama Islam dan bahkan bertapa di Gua Hira. Dilaporkan bahwa KH.
Hasyim Asy'ari juga sampai mengajar di Mekah, sebuah awal karier pengajaran yang
kemudian diteruskan ketika kembali ke tanah air pada 1900. Di rumah, ia pertama
mengajar di pesantren ayah dan kakeknya, kemudian, antara 1903-1906, mengajar di
kediaman mertuanya, Kemuring (Kediri).
KH. Hasyim Asy'ari kemudian pergi ke Hijaz untuk melanjutkan pelajarannya.
Selama tiga tahun ia ditemani oleh saudara iparnya, Kiai Alwi, yang kemudian
menjadi pembantu terdekatnya dan teman yang paling setia dalam mendirikann
Pesantren Tebuireng Di Mekah, mula-mula KH. Hasyim Asy'ari belajar di bawah
bimbingan Syeikh Mahfudz dari Termas (w. 1920), ulama Indonesia pertama yang
mengajar Sahih Bukhari di Mekah Syeikh Mahfudz pewaris terakhir dari pertalian
penerima (isnad) hadits dari 25 generasi penerima karya ini
Di bawah bimbingannyalah, KH. Hasyim Asy'ari juga belajar tariqat
Qadariyah dan Naqsyabandiyah, ilmu yang diterima oleh oleh Syeikh Mahfudz dari
Syeikh Nawawi. Sebelumnya, Syeikh yang terakhir ini menerima ilmu tersebut dari
Syeikh Ahmad Khatib dari Sambas (dikenal dengan Syeikh Sambas, dari Kalimantan
Barat), seorang asli yang pertama kali menggabungkan ajaran tariqat Qadinyah dan
Naqsyabandiyah" Jadi, Syeikh Mahfudz merupakan penghubung bentuk tradisi sufi
yang menghubungkan Syeikh Nawawi dari Banten dan Syeikh Sambas dengan KH.
Hasyim Asy'ari. Pengaruh tradisi ini juga tercermin dari kenyataan bahwa Syeikh
Sambas yang masih mempertahankan tradisi pemikiran bermazhab dan pendekatan
sufisme juga dapat ditemukan dalam pemikiran KH. Hasyim Asy'ari.
Walaupun KH Hasyim Asy'ari mengikuti satu tarekat, ia melarang santrinya
menjalankan praktik sufi di pesantrennya agar mereka tidak terganggu dalam belajar.
la juga menolak tarekat yang dianggap menyimpang dari ajaran islam. Sebagai
contoh, ia mengutuk sikap Kiai Romli yang terlalu menyanjung Kial Khalil

5
Bangkalan sebagai wali Untuk mempertahankan sikap ini, ia menerangkan bahwa
gurunya, Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, telah melarang berbagai praktik
tarekat. Namun, berbeda dengan pendekatan gurunya yang satu ini, KH. Hasyim
Asy'ari tidak menolak segala bentuk praktik sufi. Ia hanya melarang praktik sufi yang
dianggapnya tidak murni Islam.
KH. Hasyim Asy'ari juga belajar fiqh Mazhab Syafi'l di bawah bimbingan
Ahmad Khatib yang juga ahli bidang Astronomi ('ilm falak), matematika ('ilm hisab)
dan Aljabar (al-jabr) Ahmad Khatib juga seorang ulama liberal yang mendorong
kemajuan dan pembaharuan. Namun, dia tidak setuju dengan berbagai pembaharuan
yang dilontarkan oleh Muhammad Abduh. Ahmad Khatib setuju dengan pendapat
Abduh mengenai tarekat, tetapi tidak setuju dengan pendapatnya mengenai
pembentukan mazhab fiqh baru. Namun demikian, ia memperbolehkan para muridnya
untuk belajar Abduh di Mesir.
Kemungkinan di bawah pengaruh Ahmad Khatiblah sehingga KH. Hasyim
Asy'ari mempelajari Tafsir al-Manar karya Abduh, yang jelas KH. Hasyim Asy'ari
memuji rasionalitas penafsiran Abduh, tapi tidak menganjurkan kitab ini untuk dibaca
muridnya, karena Abduh mengejek ulama tradisionalis karena dukungan mereka pada
praktik-praktik islam yang dia anggap tidak dapat diterima. KH. Hasyim Asy'ari juga
setuju dengan dorongan Abduk untuk meningkatkan semangat Muslim, tetapi tidak
setuju dengan pendapat Abduh untuk membebaskan umat dari tradisi mazhab.
Berbeda dengan Abduh KH. Hasyim Asy'ari percaya dengan dorongan Abduh untuk
meningkatkan semangat Muslim, tetapi tidak setuju dengan pendapat Abduh untuk
membebaskan umat dari tradisi mazhab. Berbeda dengan Abduh, KH. Hasyim Asy'ari
percaya bahwa tidak mungkin memahami Al-Qur'an dan hadits tanpa memahami
perbedaan pendapat pemikiran hukum. Penolakan terhadap mazhab, menurut beliau,
akan memutarbalikkan ajaran Islam.
Guru-guru KH. Hasyim Asy'ari yang lain adalah termasuk ulama terkenal
Syekh Nawawi dari Banten dan guru-guru "non jawi" (bukan dari Nusantara) seperti
Syekh Shata dan Syekh Dagistani yang merupakan ulama-ulama terkenal pada masa
itu. Oleh karena itu, bisa dianggap perkembangan intelektual KH. Hasyim Asy'ari
juga didorong oleh intelektual Muslim internasional sehingga tidak heran jika banyak
muridnya kemudian menjadi ulama yang disegani.
Sudah biasa para santri mengikuti pelajaran di berbagai pesantren mengingat
masing-masing pesantren memiliki spesifikasi dalam pengajaran ilmu agama. Para

6
santri menerima pengajaran dari berbagai ahli agama dengan jalan berkalana ke
pesantren-pesantren yang berbeda untuk mencari ilmu. Tradisi pesantren dalam
mencari ilmu ini memberikan kesempatan pada KH. Hasyim Asy'ari untuk belajar
tatabahasa dan sastra Arab, fiqih, dan sufisme dari kiai Khalil dari Bangkalan selama
3 tahun, sebelum memfokuskan diri dalam bidang fiqh selama dua tahun di bawah
bimbingan kiai Yaqub di Pesantren Siwalan Panji.
Pada akhir perjalanan mencari ilmunya, KH. Hasyim Asy'ari telah mahir
dalam tauhid, fiqh, bahasa Arab, tafsir dan hadits. Diperkirakan juga bahwa KH.
Hasyim Asy'ari pernah belajar bersama sama Ahmad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah, di Semarang.1

C. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari


Adapun di antara beberapa karya KH. Hasyim Asy’ari yang masih bisa
ditemui dan menjadi kitab wajib untuk dipelajari di pesantren-pesanttren Nusantara
sampai sekarang antara lain2 :
1. Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma Yanhaju Ilaih al-Muta’allim fi Maqamati
Ta’limih.
Kitab ini membahas bagaimana adab seorang dalam menuntut ilmu dan
juga adab pendidik. Pada dasarnya, kitab ini merupakan ringkasan dari karya
ulama terdahulu diantaranya Adab al-Mu’allim karya Syekh Muhamad bin
Sahnun, Ta’lim al-Muta’allim fi Thariqat al-Ta’allum karya Syekh Burhanuddin
az-Zarnuji, dan Tadzkirat al-Syaml wa al-Mutakalli fi Adab al-Alim wa al-
Muta’allim karya Syekh Ibnu Jamaah. Kitab tersebut sudah cukup menunjukkan
betapa besar peran dan perhatian KH. Hasyim Asy’ari terhadap dunia pendidikan.
2. Risalah Ahl aas-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa
Bayani Mafhum as-Sunnah wa al-Bid’ah
Kitab risalah Ahlu Sunnah sangat masyhur keberadaanya dan menjadi
bacaan wajib umat Islam saat ini khususnya kalangan Nahdhiyyin, didalamnya
membahas tentang bagaimana sebenarnya penegasan dan penjelasan antara sunah
dan bid’ah. Kitab Risalah Ahl aas-Sunnah wa al-Jamaah ini sangat relevan untuk

1
Syamsu Nahar, Gugusan Ide-ide Pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari, (Indramayu: CV. Adanu Abimata,
2020), hlm. 19-24.
2
Drs. Abdul Hadi, KH. Hasyim Asy’ari Sehimpun Cerita, dan Karya Maha Guru Ulama Nusantara,
(Yogyakarta, 2018) hal. 28-32

7
dikaji saat ini. Secara tidak langsung, didalamnya juga menyinggung
permasalahan-permasalahan yang akan muncul di kemudian hari terutama saat ini
3. At-Tibyan fi al-Nahy’an Muqatha’at al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan.
Kitab tersebut berisi penjelasan mengenai pentingnya membangun
persaudaraan atau ukhuwah di tengah-tengah perbedaan serta memberikan
penjelasan akan bahaya memutus hubungan persaudaraan atau silatuhrrahim
4. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat. Nahdlatul Ulama
Kitab ini berisikan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Terutama berkaitan
dengan NU. Dalam kitab tersebut, KH. Hasyim Asy’ari menguntip beberapa dalil
ayat dan hadits yang menjadi landasannya dalam mendirikan NU. Bagi
penggerak-penggerak NU, kitab tersebut barangkali dapat dikatakan sebagai
pegangan wajib.
5. Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah
Dalam kitab ini, KH. Hasyim Asy’ari tidak sekedar menjelaskan
pemikiran empat imam madzhab, yakni Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu
Hanifah dan Imam Abu Ahmad bin Hanbal. Beliau juga memaparkan alasan-
alasan kenapa pemikiran keempat imam itu layak untuk dijadikan rujukan.
6. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
Sebagaimana judulnya, kitab ini berisi empat puluh hadits pilihan yang
sangat tepat dijadikan pedoman oleh warga NU. Hadits yang dipilih oleh KH.
Hasyim Asy’ari terutama berkaitan dengan hadits-hadits yang mejelaskan
pentingnya memegang prinsip dalam kehidupan saat ini.
7. Mawa’idz.
8. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid Al-Mursalin.
Kitab tersebut menjelaskan tentang rasa cinta kepada Rosulullah Muhammad
SAW. sifat-sifatnya, silsilah keluarganya dan menjadikannya sebagai suri tauladan
serta menaati perintah perintah Allah seperti yang telah disampaikan kepada
Rosulullah baik melalui Al-Qur’an maupun hadits.
9. Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Mawlid bial-Munkarat.
Kitab tersebut berisi keprihatinan KH. Hasyim Asy’ari tentang peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW. yang disertai perbuatan maksiat.
10. Al-Risalah fi al-Aqaid
Kitab ini membahas masalah aqidah, hubungan manusia dengan Allah, serta
hubungan manusia kepada sesama dan alam semesta.

8
11. Al-Risalah fi al-Tasawuf.
12. Ziyadat Ta’liqat ala Mandzumah Syaikh Abdullah bin Yasin al-Fasuruani.
Kitab ini berisi perbedaan pendapat dan pandangan antara NU dengan KH.
Abdullah bin Yasin Pasuruan.
13. Dhaw’il Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah
Kitab tersebut membahas pemikiran dan pandangan KH. Hasyim Asy’ari
tentang lembaga pernikahan.
14. Al-Dzurrah al-Muntasyirah fi Masail Tis’a Asyarah
Adapun karya-karya beliau yang belum dicetak dan masih berbentuk lembaran
lembaran yaitu: Hasyiyah ala Fath al-Rahman bi Syarah Risalah al-Wali Ruslan li
Syaikh al Islam Zakariyya al-Anshori, al-Jasus fi Ahkami Nuqus, Al-Risalah al-
Tauhidiyah, Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min al-Aqaid, al-Risalat al-Jamaah,
Tamyuz al-Haqq min al-Bathil, dan Manasik Sughra.3

D. Sistem pendidikan pada masa KH. Hasyim Asy’ari


Sejak berdiri hingga tahun 1916, Pesantren Tebuireng menggunakan sistem
pengajaran sorogan dan bandong. Tidak semua bentuk pendidikan dibedakan pada
tingkat kelas. Penambahan kelas diwujudkan dengan mengganti buku yang dibaca
(khatam). Materinya juga hanya berkisar pada pengetahuan Islam dan bahasa Arab.
Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa dengan aksara Pegon (huruf Arab Jawa).
Seiring waktu, sistem dan metode pembelajaran ditambahkan, termasuk
penambahan kelas reflektif sebagai kelas tertinggi. Jumlah siswa yang masuk kelas
bobot sangat sedikit, karena pemilihannya sangat sulit. Selama 20 tahun pertama
pertumbuhan Tebuireng, Kiai Hasyim banyak dibantu oleh iparnya KH. Alwi yang
menuntut ilmu selama 7 tahun di Makkah. Pada tahun 1916, KH. Menantu
pertamanya, Ma'shum Ali, meluncurkan sistem klasik (madrasah).
Sistem madrasah adalah Hadratusy Sheikh Mekah. Pada tahun 1916,
Madrasah Tebuireng membuka tujuh tingkat kelas dan dibagi menjadi dua. Tahun
pertama dan kedua disebut sifir awal dan tsan sifir, yaitu periode awal di mana lima
tahun masrasah berikutnya masuk. Peserta siffir dan tsani-sifir awal dilatih secara
khusus untuk memahami bahasa Arab, yang merupakan dasar penting dari pendidikan
madrasah lima tahun.

3
Mukhlis, Konsep Pendidikan Menurut Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, Jurnal As-Salam, Vol. 4 No. 1, Januari-
Juni 2020.

9
Sejak tahun 1919, Madrasah Tebuireng resmi bernama Madrasah Salafiyah
Syafi'iyah. Kurikulum dilengkapi dengan materi bahasa Indonesia (Melayu),
matematika dan geografi. Kemudian, setelah kedatangan Kiai Ilyas pada tahun 1926,
pelajaran bahasa dan sejarah Belanda ditambahkan ke dalam pelajaran. Pada tahun
1928, Kiai Maksum sebagai kepala madrasah digantikan oleh Kiai Ilyas, sedangkan
Kiai Maksum sendiri menunjuk Kiai Hasyim untuk mendirikan Pondok Pesantren
Seblak (sekitar 200 meter sebelah barat Tebuireng).
Meskipun sistem pengajaran Tebuireng berkembang pesat, tradisi pengajian
yang diajarkan oleh Kiai Hasyim tetap ada. Ia juga bisa sangat disiplin dan istiqamah
dalam Al-Qur'an. Mahasiswa tidak pernah bosan menonton ceramahnya. Kajian Kiai
Hasyim ditutup dua kali seminggu, yakni pada hari selasa dan jumat. Kiai Hasyim
biasanya membutuhkan waktu 2 hari untuk mencari nafkah. Dia mengawasi
perkembangan sawah dan ladangnya sekitar 10 km selatan Tebuireng. Selain itu juga
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menyelenggarakan kegiatan
kemasyarakatan seperti jam'iyah. Sementara itu, pada hari Selasa, selain mengunjungi
sawah, Kiai Hasyim juga kerap bersilaturahmi dengan kerabat dan santri yang
menggagas pesantren.
Anaknya, Abdul Wahid, memanfaatkan hari libur untuk memberikan pelajaran
bahasa asing bahasa Inggris dan Belanda kepada siswa. Meski awalnya Kiai Hasyim
tidak setuju, Abdul Wahid mampu meyakinkan bahwa materi bahasa asing sangat
penting bagi santri, sehingga akhirnya Kiai Hasyim setuju. Pada bulan Ramadhan,
Hadratus Syekh membacakan kitab Shahih Bukhari (4 jilid) dan Shahih Muslim (4
jilid) secara rutin. Pengajian ini dimulai pada tanggal 15 Sya’ban dan selesai pada
tanggal 27 Ramadhan (kurang lebih 40 hari). Seorang gurunya pernah mengikuti ngaji
kepada beliau. Berdasarkan salah satu sumber, guru Kiai Hasyim yang pernah ngaji
ke Tebuireng adalah Kiai Kholil Bangkalan, dan menurut sumber lainnya adalah Kiai
Khozin Panji, Sidoarjo.
Kiai Hasyim dikenal sebagai ulama yang mampu menelaah secara cermat
berbagai tradisi keagamaan yang menurutnya tidak memiliki dasar hadis, dan ia
mengikuti dengan seksama perkembangan tradisi tarekat di pulau Jawa yang nilainya
berbeda-beda menurut kebenaran ajaran Islam. Menurut Hasyim Asy'ari, ia terus
mengikuti ajaran mazhab dalam menafsirkan Al-Qur'an dan Hadits serta pentingnya
mengamalkan tarekat.4
4
Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: Putra Rizki Putra, 2007), hlm. 55-57.

10
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
KH. Hasyim Asy’ari telah mencontohkan dirinya sebagai publik figur
yang terjun di setiap sisi kehidupan masyarakat demi menyiarkan syariat
islam. Seperti dengan pendidikan pesantren beliau ingin menghapus
kebodohan, edngan organisasinya beliau ingin menyejahterakan umat, dan
dengan mengakui kemajemukan sebagai realitas sosbud dan sospol bangsa ini.
Beliau ingin menunjukkan bahwa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
adalah salah satu ciri-ciri mencintai tanah air, dan merupakan sebagain dari
keimanan, dan itulah nilai-nilai kemanusiaan yang di ajarkan beliau.

12
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Abdul, KH. Hasyim Asy’ari Sehimpun Cerita, dan Karya Maha Guru Ulama
Nusantara, Yogyakarta, 2018.
Mukhlis, Konsep Pendidikan Menurut Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, Jurnal As-
Salam, Vol. 4 No. 1, Januari-Juni 2020.
Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, Semarang: Putra Rizki Putra, 2007.
Nahar, Syamsu, Gugusan Ide-ide Pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari, Indramayu:
CV. Adanu Abimata, 2020.

13

Anda mungkin juga menyukai