COVER
Oleh:
ANISAUL KHOMSAH
NIM. 22308404111006
Dosen Pengampu:
FAHRUROZI, S. HI. M. Pd
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan petunjuk Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang jauh dari kata sempurna ini. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing
manusia ke jalan yang benar.
Makalah ini disusun supaya pembaca dapat mengetahui tentang Perkembangan kreativitas
peserta didik yang disusun dan disajikan berdasarkan sumber yang ada di internet maupun buku.
Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan,namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Alloh SWT akhirnya karangan ilmiah ini dapat terselesaikan.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar- lebarnya bagi pembaca yang ingin memberikan saran
dan kritik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan sehingga dapat kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Penulis
ii
Daftar isi
COVER……..................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………….ii
Daftar isi………………………………………………………………………………………………….iii
BAB I……………………………………………………………………………………………………...1
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………...1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………....1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………...2
C. Tujuan………………….…………….…………………………………………………………...2
D. Manfaat……………………………………………………………………………………..…….3
BAB II………………………………………..……………………………………………………………4
A. Landasan Teori………………………………………………………………………………...….4
BAB III…………………………………………………………………………………………………....5
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………..5
BAB IV………………………………………………………………………………………………......17
PENUTUP………………………………………………………………………………………………..17
A. Kesimpulan………………………………………………………..…………………………….17
B. Saran…………………………………………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………....19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar Belakang Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam.Jumlah
masyarakat Indonesia yang memeluk agama Islam menjadikan Indonesia
menjadi negara muslim yang terbesar di dunia. Pada abad millenium saat ini,
pendidikan di Indonesia berkembang sangat pesat. Dari mulai pendidikan yang
berbasis murni ilmu pengetahuan, hingga pendidikan yang berbasis murni agama.
Masyarakat telah menikmati fasilitas berbagai bidang pendidikan ini guna
memperkaya akan kebutuhan ilmu pengetahuan, serta mendedikasikan diri menjadi
insan yang berwawasan luas. Sebagai masyarakat yang baik, kita tidak cukup hanya
puas dengan pendidikan yang telah kita dapatkan selama ini. Kita harus mengetahui
pula bagaimana sejarahnya pendidikan dapat berkembang pesat hingga saat ini.
Apakah berjalan lancar atau banyak hambatan.Berkaitan dengan itu pendidikan
yang ada di Indonesia tidak hanya di sekolah umum ataupun di madrasah,
melainkan ada juga pondok pesantren. Tetapi masih banyak masyarakat yang belum
memahami betul tentang pondok pesantren. Pesantren merupakan salah satu jenis
pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama
Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah hidup
sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan
masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah
ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung,
pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi
masyarakat dalam mencerahkan dunia pendidikan. Berkembangnya pesantren
hingga saat ini sudah mengalami berbagai rintangan-rintangan. Hal ini terdapat
pada saat generasi awal Pesantren yaitu saat adannya agama Hindu-Buddha. Hal
itu menjadi permasalahan yang berat bagi waktu itu. Pada waktu itu,masyarakat
masih percaya dengan tahayul dan mereka kurang percaya dengan keberadaan
tuhan. Selain itu masyarakat pada saat itu mayoritas beragama Hindu-Buddha.
1
Banyak masyrakat yang melakukan kemaksiatan. Namun pada akhir pertarungan
dengan kemaksiatan dimenangkan oleh pesantren, yang me-ngubah wajah
masyarakat maksiat menjadi masyarakat aman, tenteram dan rajin ibadah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
D. Manfaat
3
BAB II
LANDASAN TEORI
Sejarah perkembangan pesantren merupakan hal yang penting dalam konteks sejarah
Indonesia. Landasan teori untuk memahami perkembangan pesantren dapat dibagi
menjadi beberapa poin utama yaitu Asal Usul Pesantren: Pesantren berasal dari kata
“santren” dalam bahasa Jawa yang berarti tempat tinggal. Pesantren merupakan lembaga
pendidikan Islam tradisional di Indonesia yang fokus pada pendidikan agama Islam.
Perkembangan pesantren dimulai pada masa sejarah Indonesia kuno, terutama di pulau
Jawa, sejak abad ke-13.
4
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pesantren
Pengertian Pondok Pesantren
Pondok Pesantren merupakan rangkaian kata yang terdiri dari pondok dan
pesantren. Kata pondok (kamar, gubuk, rumah kecil) yang dipakai dalam bahasa
Indonesia dengan menekankan kesederhanaan bangunannya. Ada pula
kemungkinan bahwa kata pondok berasal dari Bahasa arab “fundūk” yang berarti
ruang tempat tidur, wisma atau hotel Sederhana. Pada umumunya pondok
memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh
dari tempat asalnya.Sedangkan kata pesantren berasal dari kata dasar “santri” yang
dibubuhi awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal para santri.
1
Muhammad Idris Usman , Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Jurnal Al Hikmah Volume XIV
Nomor 1/2013, diakses pada tanggal 01/11/2023, Pukul 21:11 PM
5
pesantren di tanah Jawa. 2
2
Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, (Bandung:1979), hal.263.
3
Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, (Yogyakarta : Lkis, 2004), hal.63.
6
Indonesia.
Alwi Shihab menegaskan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik merupakan orang pertama yang membangun pesantren sebagai tempat
mendidik dan menggembleng para santri. Tujuannya, agar para santri menjadi juru
dakwah yang mahir sebelum mereka diterjunkan langsung di masyarakat luas. 4
Terdapat kesepakatan diantara ahli sejarah Islam yang menyatakan bahwa pendiri
pesantren pertama adalah dari kalangan Walisongo, namun terdapat perbedaan
pendapat mengenai siapa dari mereka yang pertama kali mendirikannya. Ada yang
mengganggap bahwa Maulana Malik Ibrahim-lah pendiri pesantren pertama,
adapula yang menganggap Sunan Ampel, bahkan ada pula yang menyatakan
pendiri pesantren pertama adalah Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah. Akan
tetapi pendapat terkuat adalah pendapat pertama. Karena pendirian pesantren pada
periode awal ini terdapat di daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa, seperti
Giri (Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, Cirebon,
dan sebagainya.5
a. Perkembangan Pesantren
Sekitar abad ketiga atau keempat Hijriyah, awal kemunculan tasawuf
relative lebih moderat dan belum banyak mengalami penyimpangan.Tasawuf
dalam periode ini telah berkembang menjadi mistisisme dalam Islam. Tasawuf
coba disandarkan pada teks-teks al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Para
sufi menyadari bahwa ketekunan dalam beribadah, tak cinta pada kenikmatan
dunia, pasrah hanya kepada Allah,cinta penuh kepada Allah adalah jalan-jalan
menuju pemerolehan ridha Allah dan tersingkapnya hijab-tirai yang memisahkan
manusia dengan Allah. Kehidupan sufi saat itu dipenuhi dengan kedisiplinan
dalam menjalankan ibadah wajib dan kedisiplinan dalam melaksanakan ibadah
sunnah seperti shalat tahajjud, membaca al-Qur’an, puasa Senin-Kamis, dan
sebagainya.
Pada abad ketiga Hijriyah mulai bermunculan sejumlah tokoh sufi yang
menulis buku. Di antaranya adalah Haris al-Muhasibi (w. 243H./857 M.) yang
menulis buku al-Ri’ayah li Huquq Allah, Abu Sa’id al-Kharraz (w. 277H.) dengan
4
Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung : Mizan, 2002), hal.23.
5
Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren, (Jakarta : IRD PRESS, 2004), hal.7.
7
bukunya al-Thariqila Allahaw Kitab al-Shidq, Dzun Nun al-Mishri dengan
bukunya, al-Mujarrabat, dan Junaidal-Baghdadi dengan kitab Rasa’il al-Junaid.
Pada abad ketiga Hijriyah juga muncul sufi Abu Manshur al-Hallaj (224
H./857 M.-309 H./922) yang mengintroduksi konsep hulul. Ia sering
mengeluarkan ungkapan-ungkapan spiritual tak lazim (syathahat). Ungkapannya
yang berbunyi “ana al-Haqq” (aku adalah Tuhan) menimbulkan badai kontroversi
di tengah masyarakat. Al-Hallaj tampaknya tak sendirian. Beberapa tahun
sebelum al-Hallaj bicara tentang konsep Hulul, al-Junaid sudah bicara tentang
konsep yang mirip, yaitu konsep Tauhid-Fana’-Uluhiyyah dan Abu Yazid al-
Busthami (w.261 H./875 M.) bicara tentang konsep Ittihad yang nanti di tangan
Muhyiddin Ibn Arabi (560 H./1165 M.-638 H./1240 M) berkembang menjadi
wihdatul wujud. Model tasawuf ini dikenal dengan tasawuf falsafi.
Dan pada awal abad keenam Hijriyah sebagai abad berakhirnya peletakan
pokok-pokok ajaran tasawuf yang berperan besar dalam marhalah ini, muncul
tokoh-tokohnya antara lain Abu Hamid Al Ghazaly yang digelari dengan Hujjatul
Islam menulis kitab Ihya’ Ulum al-Din. Kemudian juga banyak diwarnai
pemikiran tasawuf Abdul Qadir ibn Musa al-Jilani (470 H.-561 H.) Al-Jilani (di
Indonesia lebih sering disebut al-Jailani) banyak merujuk kepada al-Qur’an dan
Hadits dan pengalaman spiritual individualnya.
6
Abdurrahman Mas’ud, dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hal.10.
8
tahun 1639. Agaknya Mekkah telah lama memainkan peran penting dalam
memperkuat legitimasi politik, keagamaan, serta orientasi pendidikan
dunia Islam. Sultan Agung menawarkan tanah perdikan.7
• bagi kaum santri serta memberi iklim sehat bagi kehidupan intelektualisme
keagamaan hingga komunitas ini berhasil mengembangkan lembaga
pendidikan mereka tidak kurang dari 300 pesantren. 8
• Pada masa penjajahan Belanda, pesantren mengalami ujian dan cobaan
dari Allah, pesantren harus berhadapan dengan dengan Belanda yang
sangat membatasi ruang gerak pesantren, dikarenakan kekhawatiran
Belanda akan hilangnya kekuasaan mereka. Sejak perjanjian Giyanti,
pendidikan dan perkembangan pesantren dibatasi oleh Belanda. Belanda
bahkan menetapkan resolusi pada tahun 1825 yang membatasi jumlah
jama’ah haji. Selain itu, Belanda juga membatasi kontak atau hubungan
orang Islam Indonesia dengan negara-negara Islam yang lain. Hal-hal ini
akhirnya membuat pertumbuhan dan pekembangan Islam menjadi
tersendat.
Sebagai respon atas penindasan Belanda, kaum santri pun mengadakan
perlawanan. Menurut Clifford Geertz, antara 1820-1880, telah terjadi
pemberontakan besar kaum santri di Indonesia, yaitu pemberontakan kaum
Paderi di Sumatra dipimpin oleh Imam Bonjol, pemberontakan
Diponegoro di Jawa, pemberontakan Banten akibat aksi tanam paksa yang
dilakukan Belanda, pemberontakan di Aceh yang dipimpin antara lain oleh
Teuku Umar dan Teuku Ciktidiro.
• Pada masa penjajahan Jepang untuk menyatukan langkah, visi dan misi
demi meraih tujuan, organisasi-organisasi tertentu melebur menjadi satu
dengan nama Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Pada masa
Jepang ini pula kita saksikan perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari beserta
kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang yang memerintahkan
setiap orang pada pukul tujuh pagi untuk menghadap arah Tokyo
menghormati kaisar Jepang yang dianggap keturunan dewa matahari
sehingga beliau ditangkap dan dipenjara delapan bulan.
7
Tanah perdikan, tanah dengan beberapa privileges, adalah sebuah lokasi untuk kepentingan kehidupan beragama
yang dibebaskan dari pajak Negara. Lihat Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19,
(Jakarta, 1984), hal.165-172.
8
Ibid, hal.11-12.
9
• Pada masa awal-awal kemerdekaan kalangan santri turut berjuang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. K.H. Hasyim Asy’ari pada
waktu itu mengeluarkan fatwa, wajib hukumnya mempertahankan
kemerdekaan. Fatwa tersebut disambut positif oleh umat Islam sehingga
membuat arek-arek Surabaya dengan Bung Tomo sebagai komando,
dengan semboyan “Allahhu Akbar!! Merdeka atau mati” tidak gentar
menghadapi Inggris dengan segala persenjataanya pada tanggal 10
November. Diperkirakan sepuluh ribu orang tewas pada waktu itu. Namun
hasilnya, Inggris gagal menduduki Surabaya.
• Setelah perang kemerdekaan, pesantren mengalami ujian kembali
dikarenakan pemerintahan sekuler Soekarno melakukan penyeragaman
atau pemusatan pendidikan nasional yang tentu saja masih menganut
sistem barat ala Snouck Hurgronje. Akibatnya pengaruh pesantren pun
mulai menurun, jumlah pesantren berkurang, hanya pesantren besar yang
mampu bertahan. Hal ini dikarenakan pemerintah mengembangkan
sekolah umum sebanyak-banyaknya. Berbeda pada masa Belanda yang
terkhusus untuk kalangan tertentu saja dan disamping itu jabatan-jabatan
dalam administrasi modern hanya terbuka luas bagi orang-orang
bersekolah di sekolah tersebut.
Pada masa Soekarno pula, pesantren harus berhadapan dengan kaum
komunis. Banyak sekali pertikaian di tingkat bawah yang melibatkan
kalangan santri dan kaum komunis. Sampai pada puncaknya setelah
peristiwa G30S/PKI, kalangan santri bersama TNI dan segenap komponen
yang menentang komunisme memberangus habis komunisme di
Indonesia. Diperkirakan lima ratus ribu nyawa komunis melayang akibat
peristiwa ini. Peristiwa ini bisa dibilang merupakan peristiwa paling
berdarah di republik ini, namun hasilnya komunisme akhirnya lenyap dari
Indonesia.
Biarpun begitu, dengan jasa yang demikian besarnya, pemerintahan Soeharto
seolah tidak mengakui jasa pesantren. Soeharto masih meneruskan lakon
pendahulunya yang tidak mengakui pendidikan ala pesantren. Kalangan santri
dianggap manusia kelas dua yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke
perguruan tinggi dan tidak bisa diterima menjadi pegawai-pegawai pemerintah.
Agaknya, hal ini memang sengaja direncanakan secara sistematis untuk
10
menjauhkan orang-orang Islam dari struktur pemerintahan guna melanggengkan
ideologi sekuler.
Namun demikian, pesantren pada kedua orde tersebut tetap mampu mencetak
orang-orang hebat yang menjadi orang-orang penting di negara kita seperti, K.H.
Wahid Hasyim, M. Nastir, Buya Hamka, Mukti Ali, K.H. Saifuddin Zuhri, dl
Pada dekade pertama abad 20 ditandai dengan munculnya “anak pesantren” yang
berupa lembaga pendidikan madrasah. Lembaga ini tumbuh menjamur pada
dekade pertama dan kedua dalam rangka merespons sistem klasikal yang
dilancarkan pemerintah Belanda sebelumnya. Meskipun ada beberapa perbedaan
antara pesantren dan madrasah, tapi hubungan historis, kultural, moral, ideologis
antara keduanya tidak dapat dipisahkan. 9
Populasi pondok pesantren ini semakin bertambah dari tahun ke tahun, baik
pondok pesantren tipe salafiyah maupun khalafiyah yang kini tersebar di penjuru
tanah air.
Pesatnya pertumbuhan pesantren ini akan sekan mendorong pemerintah untuk
melembagakannya secara khusus. Sehingga keluarlah surat keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia nomor 18 tahun 1975 tentang susunan organisasi dan
tata kerja Departemen agama yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan
keputusan Menteri Agama RI nomor 1 tahun 2001. Dengan keluarnya surat
keputusan tersebut, maka pendidikan pesantren dewasa ini telah mendapatkan
perhatian yang sama dari pemerintah terutama Departemen Agama. Data yang
diperoleh dari kantor Dinas Pendidikan, Departemen Agama serta Pemerintahan
Daerah, sebagaian besar anak putus sekolah, tamatan sekolah dasar dan madrasah
ibtidaiyah, mereka tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
namun mereka tersebar di pondok pesantren dalam jumlah yang relatif banyak.
9
Ibid, hal.23.
11
teknis penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar pada pondok
pesantren salafiyah. Lahirnya UU nomor 02 tahun 1989, yang disempurnakan
menjadi UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal
30 ayat 1 sampai ayat 4 disebutkan pendidikan keagamaan, pondok pesantren
termasuk bagian dari sistem pendidikan nasional.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak memiliki formulasi tujuan yang jelas,
baik dalam tataran institusional, kurikuler maupun instruksional umum dan khusus.
Tujuan yang dimilikinya hanya ada dalam angan-angan. Mastuhu melaporkan bahwa
tidak pernah dijumpai perumusan tujuan pendidikan pesantren yang jelas dan standar
yang berlaku umum bagi pesantren. 10
• Pokok persoalannya bukan karena ketiadaan tujuan, melainkan tidak tertulisnya
tujuan. Perkiraan mungkin hanya didasarkan pengamatan dari sudut pandang
parsial bukan holistik, sehingga tujuan yang dirumuskan belum merefleksikan
realitas sebenarnya atau hanya menunjuk pada rincian yang global.
Hiroko Horikoshi melihat dari segi otonominya, maka tujuan pesantren
menurutnya adalah untuk melatih para santri memiliki kemampuan mandiri. 11
• Sedang Manfred Ziemek tertarik melihat sudut keterpaduan aspek perilaku dan
intelektual. Tujuan pesantren menurutnya adalah membentuk kepribadian,
memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan pengetahuan. 12
• Sedangkan menurut Mastuhu tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan
dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau
berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi
masyarakat tetapi rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana
kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti Sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri,
bebas, dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan
Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam
rangka mengembangkan kepribadian manusia. 13
10
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan
Pesantren, (Jakarta : INIS, 1994), hal.59.
11
Ibid, hlm.59.
12
Manfred Ziemek, Pesantren dan Perubahan Sosial, (Jakarta : P3M, 1986), hal.157.
13
Mastuhu, op.cit, hal.55-56.
12
C. Keunikan dari Pola Pendidikan Pesantren
Ada beragam motif orang tua memilih pesantren sebagai tempat pendidikan anak.
Misalnya, ada orang tua yang sengaja memondokkan anaknya ke pesantren yang
sederhana tanpa memikirkan kualitas gedung dan fasilitasnya, melainkan ingin
menitipkan anaknya kepada kiai dengan kekuatan sanad keilmuan yang kuat dan
mendalam. Kadang-kadang sebagian orang tua memondokkan anaknya agar belajar
hidup sederhana, memahami arti kehidupan, rela berbagi dan bekerjasama dengan
orang lain.
13
waktu, karena pengajian dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu
seperti di waktu-waktu sebelum atau sesudah menjalankan shalat lima
waktu.
Metode wetonan ini di wilayah Jawa Barat dikenal dengan bandongan,
sedangkan di daerah Sumatera dikenal dengan sistem halaqoh.Metode
ini tidak menggunakan absensi, para santri boleh tidak mengikuti
kegaitan pembelajaran dan juga tidak ada penilaian berupa ujian. Adapun
metode sorogan, santri menghadap kepada kyai atau ustadz masing-
masing dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Para santri akan
mulai membaca sedangkan kyai atau ustadz yang membimbing
mendengarkan sambil memberikan beberapa pembetulan berupa
komentar, arahan, dan bimbingan yang diperlukan. Istilah sorogan
berasal dari kata bahasa Jawa sorog yang artinya menyodorkan, karena
para santri akan menyodorkan kitab mereka masing-masing pada kyai
atau ustadz di hadapan mereka.
2) Sikap santri
Sikap santri sekarang ini ada dua macam, yaitu :
• Sikap taat dan patuh yang sangat tinggi kepada kiainya, tanpa pernah
membantah. Sikap ini dimiliki santri dan lulusan pesantren an sich.
• Sikap taat dan petuh sekedarnya. Sikap ini ada pada santri yang
memperoleh pendidikan umum.
Masjid memiliki fungsi ganda, selain tempat shalat dan ibadah lainnya
juga tempat pengajian terutama yang masih memakai metode sorogan dan
wetonan (bandongan). Menurut Abdurrahman Wahid, masjid sebagai
tempat mendidik dan menggembleng santri agar lepas dari hawa nafsu.
14
3) Model Model Pesantren
Pada awal abad kedua puluhan ini, unsur baru berupa sistem pendidikan
klasikal mulai memasuki pesantren. Sejalan dengan perkembangan dan
perubahan bentuk pesantren, Menteri Agama RI mengeluarkan peraturan
nomor 3 tahun 1979, yang mengklasifikasikan pondok pesantren sebagai
berikut :
a. Pondok Pesantren tipe A, yaitu dimana para santri belajar dan
bertempat tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren dengan
pengajaran yang berlangsung secara tradisional (sistem wetonan
atau sorogan).
b. Pondok Pesantren tipe B, yaitu yang menyelenggarakan pengajaran
secara klasikal dan pengajaran oleh Kyai bersifat aplikasi, diberikan
pada waktu-waktu tertentu. Santri tinggal di asrama lingkungan
pondok pesantren.
c. Pondok Pesantren tipe C, yaitu pondok pesantren hanya merupakan
asrama sedangkan para santrinya belajar di luar (di madrasah atau
sekolah umum lainnya), Kyai hanya mengawasi dan sebagai
pembina para santri tersebut.
d. Pondok Pesantren tipe D, yaitu yang menyelenggarakan sistem
pondok pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah.
Dari sekian banyak tipe pondok pesantren, dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran bagai para santrinya, secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam dua bentuk pondok pesantren:
• Pondok Pesantren Salafiyah, yaitu yang menyelenggarakan
pengajaran Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama Islam, serta
kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang
berlangsung sejak awal pertumbuhannya.
• Pondok Pesantren Khalafiyah, yaitu pondok pesantren yang
selain menyelenggarakan kegiatan pendidikan kepesantrenan,
juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal (sekolah
atau madrasah).
15
D. Analisis Terhadap Perkembangan Pesantren
Di era reformasi hingga sekarang, kita juga harus mengapresiasi kinerja pemerintah,
bahwasannya pemerintah telah mendukung sepenuhnya bagi pendidikan pesantren
di Indonesia. Dimana ruang gerak pondok pesantren tidak dibatasi, dan bahkan telah
berkembang menjadi pondok pesantren yang modern, dengan memberikan porsi
yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.
16
BAB IV
PENUTUP
A. kesimpulan
Pesantren telah memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah dan
perkembangan Indonesia, terutama dalam pengembangan agama Islam dan pendidikan.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, pesantren terus beradaptasi dan berperan
penting dalam memajukan bangsa ini. Dengan pembaruan yang tepat, pesantren tetap
menjadi aset berharga dalam keberagaman budaya dan agama Indonesia.
Dimana pesantren sebagai pusat penyebaran agama Islam lahir dan berkembang
semenjak masa-masa permulaan kedatangan agama Islam di negeri kita. Asal-usul
pesantren tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan pengaruh Walisongo abad 15-16 di
Jawa. Satu abad setelah masa Walisongo, abad 17, pengaruh Walisongo diperkuat oleh
Sultan Agung yang memerintah Mataram dari tahun 1613-1645. Pada masa penjajahan
Belanda, pesantren mengalami ujian dan cobaan dari Allah, pesantren harus berhadapan
dengan dengan Belanda yang sangat membatasi ruang gerak pesantren, dikarenakan
kekhawatiran Belanda akan hilangnya kekuasaan mereka. Pada masa penjajahan Jepang
untuk menyatukan langkah, visi dan misi demi meraih tujuan, organisasi-organisasi
tertentu melebur menjadi satu dengan nama Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia). Pada masa Jepang ini pula kita saksikan perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari
beserta kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang. Pada masa awal-awal
kemerdekaan kalangan santri turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pesantren mengalami ujian kembali dikarenakan pemerintahan sekuler Soekarno
melakukan penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional yang tentu saja masih
menganut sistem barat ala Snouck Hurgronje.
Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian
Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia,
bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi
kawula atau abdi masyarakat. Para pengamat mencatat ada lima unsur, yaitu Kiai, santri,
masjid, pondok, dan pengajian. Pada awal abad kedua puluhan ini, unsur baru berupa
sistem pendidikan klasikal mulai memasuki pesantren. Sejalan dengan perkembangan
dan perubahan bentuk pesantren, Menteri Agama RI mengeluarkan peraturan nomor 3
tahun 1979.
17
B. Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dengan adanya makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan kita dalam mengenal sejarah pondok pesantren. Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi
tulisan maupun referensi yang menjadi bahan rujukan. Untuk itu penulis dengan
senang hati menerima kritik dan saran yang diberikan, guna penyempurnaan makalah
penulis berikutnya.
18
DAFTAR PUSAKA
Haedari, Amin dkk, Masa Depan Pesantren, Jakarta : IRD PRESS, 2004.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian Tentang Unsur dan
Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994.
Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, (Jakarta, 1984)
19