Anda di halaman 1dari 23

KEBIJAKANPENDIDIKN

“Kebijakan Pendidikan di Pondok Pesantren "

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Materi MPI 4


Semester VII

Disusun Oleh:
Nurhamimah

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A. 2018 – 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT karena hanya
berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tersanjungkan kepada ruh
Rasulullah SAW beserta keluarga sahabat dan pengikut-pengikutnya yang telah
membawa kita dari alam yang gelap gulita kepada alam yang terang benderang yaitu
Islam, semoga kita mendapatkan syafaatnya jua di Yaumil Akhir.
Penulisan makalah ini guna melengkapi atau memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Multikulturan yang berjudul “kebijakan pendidikan di pesantren”.
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis dengan ikhlas menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung
khususnya kepada dosen Mata Kuliah “kebijakan pendidikan”,. Sebagai manusia
biasa yang tak lepas dari kekhilafan, demi perbaikan makalah ini selalu di harapkan
kritik dan saran dari semua pihak. Semoga makalah ini bermafaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Akhirul kalam semoga segala usaha kita dalam peningkatan mutu pendidikan
mendapat ridho dari Allah SWT, Amin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................1


B. Rumusan Masalah..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. pengertian pondok pesantren..........................................................................3


B. pendidikan pondok pesantren.........................................................................5
C. karakteristik pondok pesantren......................................................................6
D. tipologi pondok pesantren..............................................................................11
E. sistem pendidikan pondok pesantren.............................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesipulan ......................................................................................................20
B. Saran .............................................................................................................20

Daftar Pustaka..........................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, prosentasenya mencapai 88%.


Bahkan merupakan jumlah muslim terbesar di dunia. Berkaitan dengan itu pendidikan
yang ada di Indonesia tidak hanya di sekolah umum, ataupun di madrasah, melainkan
ada juga pondok pensantren. Tetapi masih banyak masyarakat yang belum memehami
betul tentang pondok pesantren.

Keberhasilan pembangunan harus ditunjang dengan pendidikan dan pengajaran


agama. Dengan pendidikan dan pengajaran agama, warga negara akan memperoleh
pendidikan moral dan budi pekerti yang akan membentuk bangsa Indonesia menjadi
warga negara yang bermoral, bertanggung jawab dan tahu nilai-nilai luhur yang
dijunjung tinggi bangsa Indonesia. Dengan modal jiwa yang bersih, beriman dan
bertakwa serta berbudi luhur, maka pembangunan Indonesia dapat berjalan dengan
sukses dan lancar.

Kebijakan pemerintah tersebut dapat dilihat dari ditetapkannya Undang-Undang


RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai hasil revisi UU
Sisdiknas No. 02 Tahun 1989. Pemerintah juga telah menetapkan UU RI Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, selanjutnya menetapkan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.

Dengan penetapan dan penerapan Undang-undang dan peraturan tersebut, maka


diharapkan  output pendidikan dapat mencapai tujuan pendidikan itu sendiri dan tujuan
pembangunan nasional lebih lanjut.

Salah satu lembaga pendidikan yang turut mengalami perubahan dengan adanya
perubahan kebijakan pemerintah adalah Pondok Pesantren. Dari segi historisnya pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Pendidikan agama Islam
pada saat itu mulanya berbasis di pesantren sebagai tempat pembinaan umat
Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang pondok pesantren, mulai dari
pengertian, tujuan, bagaimana karakteristik pondok pesantren, tipologi atau model-
model pondok pesantren dan juga dibahas pula tentang sistem pendidikan yang ada
dipondok pesantren. Sehingga  masyarakat mengenal betul tentang pondok pesantren,
dan tidak lagi menganggap sebelah mata tentang pondok pesantren.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian pondok pesantren?


2. Apa tujuan pendidikan pondok pesantren?
3. Apa karakteristik pondok pesantren ?
4. Bagaimana tipologi pondok pesantren?
5. Bagaimana sistem pendidikan pondok pesantren?

C. Tujuan Pembahasan

Dari rumusan masalah diatas, maka makah ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Memahami tentang pengertian pondok pesantren.


2. Mengetahui tujuan pendidikan pandok pesantren.
3. Mengetahu karakteristik pondok pesantren.
4. Memahami tipologi pndok pesantren.
5. Memahami sistem pendidikan pondok pesantren.
BAB II 
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pondok Pesantren

Kehadiran kerajaan Bani Umayah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan,


sehingga anak-anak masyarakat islam tidak hanya belajar dimasjid tetapi juga pada
lembaga-lembaga yaitu “kuttab” (pondok pesantren). Kuttab, dengan karakteristik
khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan islam yang semula sebagai
lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya
kuttab mengalami perkembangan yang sangat pesat karena dengan didukung oleh dana
dari iuran masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik
dan peserta didik.

Di Indonesia istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren”,


yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik)
yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan terebut, serta didukung adanya
pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.1

Dalam kamus besar bahas Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat


santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara
istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri biasanya tinggal
di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum,
bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya
sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam
kehidupan bermasyarakat.

Berbicara tentang pondok pesantren, tidak bisa terlepas dari sejarah masuknya
Islam di Jawa. Salah satu upaya penyebaran agama Islam kepada masyarakat Jawa
adalah melalui jalur pendidikan. Lembaga pendidikan Islam yang didirikan pada masa
awal penyebaran Islam merupakanprototype dari sistem pendidikan pesantren.

1 Abdul,Mujib.Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta: Kencana Penada


Media,2006).hal 234-235
Pendidikan Islam pada waktu itu difokuskan pada ajaran-ajaran Islam yang terdapat
dalam al-Qur’an, Hadits maupun yang telah dikupas oleh ulama-ulama salaf seperti
yang tertuang dalam kitab-kitab klasik.[2]

Di Jawa pada awal penyebaran Islam murid-murid mendatangi pusat-pusat


keilmuan yang memiliki ulama berpengaruh. Kajian literatur tentang sejarah Islam di
Jawa juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan tradisional adalah berangkat dari pola
pengajaran yang sangat sederhana dari sejak semula timbulnya yakni pola
pengajaran sorogan, bandongan atau wetanon, dalam mengkaji kitab-kitab agama yang
ditulis ulama salaf. Pada awalnya diseluruh pusat pendidikan Islam langgar, mesjid atau
rumah sang guru menggunakan sistem tersebut, dimana murid-murid duduk dilantai,
menghadap sang guru dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada
malam hari. Tempat-tempat pendidikan Islam non formal seperti inilah yang menjadi
“embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.”[3] Pelembagaan pesantren
sebagai pelaksana pendidikan bagi umat Islam diperkirakan muncul pada abad ke-13
dan mencapai perkembangan yang optimal pada abad ke-18.

Gairah umat Islam mendalami ajaran agamanya terus meningkat kemudian


disusul dengan adanya pelancongan (baca :Rihlah ilmiah) sebagai lulusan pesantren
melanjutkan pendidikan ke beberapa pusat kajian Islam di Timur Tengah. Sekaligus
mereka menjadi pemrakarsa pendirian-pendirian madrasah-madrasah di Indonesia.

Pada dasarnya eksistensi dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia


berasal dari proses interaksi misi Islam dengan tiga kondisi. Pertamainteraksi Islam
dengan budaya lokal -pra Islam- telah melahirkan pesantren. Meskipun pandangan ini
masih kontraversial, tetapi pelembagaan pesantren bagaimanapun tidak bisa dilepaskan
dari proses akulturasi Islam dalam konteks budaya asli (indigenous). Kedua,  interaksi
misi pendidikan Islam dengan tradisi timur tengah modern telah melahirkan lembaga
madrasah. Dan ketigainteraksi Islam dengan politik Hindia Belanda telah membuahkan
lembaga Sekolah Islam.[8]

Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia mengembangkan lembaga


pendidikan sekolah sebagai mainstraimsistem pendidikan nasional. Hal ini dilakukan
2 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2005), h.57
3 Abdullah Syukri Zarkasyi, op., cit., h. 58
agaknya karena untuk memudahkan pengelolaan pendidikan yang diwariskan oleh
pemerintahan Hindia Belanda. Dengan demikian, pergumulan antara sistem pendidikan
nasional dengan sistem pendidikan Islam pun terus berlangsung. Melalui proses yang
panjang dan seringkali melibatkan ketegangan politik antara eksponen yang berbeda
pandangan, kecenderungan untuk mensintesikan dua kutub pendidikan “nasional” dan
pendidikan Islam tampaknya semakin terbukti. Perkembangan ini tercermin pada saat
ditetapkannya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional. Selanjutnya UU ini
mengalamai penyempurnaan dengan penetapan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional serta diikuti dengan penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan penetapan Peraturan Pemerintah
RI Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.

Dengan perkembangan di atas, posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan


nasional dapat diidentifikasi sedikitnya kedalam tiga pengertian. Pertama,pendidikan
adalah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren, pengajian dan
madrasah diniyah. Kedua,Pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan
agama Islam dalam kurikulum pendidikan nasional. Ketiga,Pendidikan Islam
merupakan ciri khas dari lembaga pendidikan sekolah diselenggarakan oleh Departemen
Agama dalam bentuk madrasah dan oleh organisasi serta yayasan keagamaan Islam
dalam bentuk sekolah-sekolah Islam.[9]

Berdasarkan gambaran  tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sejak


munculnya pondok pesantren terus mengalami perubahan dan pembaharuan, sehingga
menjadi salah satu ciri dari pendidikan Islam. Pendidikan Islam baik secara
kelembagaan maupun dari segi muatan kurikulumnya yang selanjutnya disintesiskan
dengan sistem pendidikan nasional.

B. Asal-usul Pesantren
Pesantren yang merupakan “Bapak” dari pendidikan islam di indonesia,
didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuha zaman. Hal ini bisa dilihat dari
perjalanan sejarah, dimana bila dirunut kembali, sesungguhnya pesantren dilahirkan atas
kesadaran kewajiban dakwah islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan
Ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader Ulama atau Da’i.
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “ Tempat Belajar Para
Santri “. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat
dari bambu. Disamping itu kata “Pondok” mungkin juga berasal dari bahasa Arab
“Funduq” yang berarti “Hotel atau Asrama”.[4]

Pembangunan suatu pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan adanya


lembaga pendidikan lanjutan. Namun demikian, faktor guru yang memenuhi
persyaratan keilmuan yang diperlukan akan sangat menentukan bagi tumbuhnya suatu
pesantren. Pada umumnya berdiri suatu pesantren yang diawali seorang Guru atau Kiai.
Karena keinginan menuntut dan memperoleh ilmu dari Guru tersebut, maka masyarakat
sekitar, bahkan dari luar daerah datang kepadanya untuk belajar. Mereka lalu
membangun tempat tingggal yang sederhana disekitar tempat tinggal guru tersebut.
Semakin tinggi ilmu seorang guru tersebut, semakin banyak pula orang dari luar daerah
yang datang untuk mentut ilmu kepadanya dan berarti semakin besar pula pondok dan
pesantrennya.

Kelangsungan hidup suatu pesantren amat tergantung kepada daya tarik tokoh
sentral (Kiai atau Guru) yang memimpin, menuruskan atau mewarisinya. jika pewaris
menguasi sepenuhnya baik pengetahuan agama, wibawa, ketermpilan mengajar dan
kekayaan lainnya yang diperlukan. Sebaliknya pesantren akan menjadi mundur atau
hilang, jika pewaris atau keturunan Kiai yang mewarisinya tidak memenuhi persyaratan.
Jadi seorang figur pesantren memang sangat menentukan dan benar-benar diperlukan.

Biasanya santri yang telah menyelesaikan dan diakui telah tamat, diberi izin oleh
Kiai untuk membuka dan mendirikan pesantren baru didaerah asalnya. Dengan cara
demikian pesantren-pesantren berkembang diberbagai daerah terutama pedesaan dan
pesantren asal dianggap sebagai pesantren induknya.

C. Perkembangan Lembaga Pesantren Di Indonessia

Pesantren di Indonesia memang dan tumbuh berkembang sangat pesat.


Berdasarkan laporan pemerintah kolonial belanda, pada abad ke 19 untuk di jawa saja
terdapat tidak kurang dari 1.853 buah, dengan jumlah santri tidak kurang 16.500 orang.
Dari jumlah tersebut belum masuk pesantren-pesantren yang berkembang diluar jawa

4 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren,LP3ES, Jakarta,1983, Hal.18


terutama Sumatra dan Kalimantan yang suasana kegiatan keagamaanya terkenal sangat
kuat.

1. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Dalam mekanisme kerjanya, sistem yang ditampilkan pondok pesantren


mempunyai keunikan dibandingkan dengan system yang diterapkan dalam pendidikan
pada umumnya, yaitu :

 Memakai system tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan


dengan sekolah moderen, sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dan
kiai
 Kehidupan di pesantren menampakan semangat demokrasi karena mereka
praktis berkerja sama mengatasi problem nonkurikuler mereka.
 Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar atau ijazah,
karena sebagian besar pesantren tidak mengelurkan ijazah.
 Sitem pondok pesanten mengutamakan kesederhanaan,idealisme, persaudaraan,
persamaan, rasa percaya diri dan keberanian hidup.
 Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan,
sehingga mereka hampir tidak dapa dikuasi oleh pemerintah.[5]

Sementara itu yang menjadi cirri khas pesantreen dan sekaligus menujukan
unsure-unsur pokoknya, yang memebedakannya dengan lembagapendidikan lainnya,
yaitu :
a. Pondok

Merupakan tempat tinggal kiai bersama para santrinya,. Adanya pondok sebagai
tempat tingggal bersama anatara kiai dengan para santrinya dan bekerjas sama untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehaari-hari, merupakan pembe da dengan lembaga
pendidikan yang belangsung di mesjid atau langgar.

b. Adanya Mesjid

5 Amin Rais, Cakrawala Islam, Antara Cita Dan Fakta,Mizan, Bandung, 1989, Hal.162
Sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar mengajar. Mesjid yang merupakan
unsure pokok kedua dari pesantren, disamping berfungsi sebagai tempat unuk
melakukan sholat berjama’ah setiap waktu shalat, juga berfungsi sebagia tempat belajar-
mengajaar.

c. Santri

Merupakan unsur pokok dari suatu pesantren, biasanya terdiri dari dua
kelompok, yaitu :

 Santri Mukim Ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap
dalam pondok pesantren.
 Santri Kalong Ialah santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar
pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren. Mereka pulang
kerumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran di peantren.
d. Kiai

Merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberikan pengajaran. Karena


itu kiai adalah salah satu unsur yang paling dominant dalam kehidupan suatu pesantren.
Kemasyuran, perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu pesantren banyajk
bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, kharismatis dan wibawa, serta
keterampilan kiai yang bersangbkutan dalam mengelola pesantrennya.

e. Kitab-kitab islam klasik

Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga


pendidikan lainnya adalah bahwa pada pesaantren diajarkan kitab-kitab klasik yang
dikarang para ulama terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama
islam dan bahasa arab.

2. Sistem Pendidikan Dan Pengajaran Pesantren

Sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran


yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode
pengajaran sorongan dan wetonan atau bendungan (Menurut Istilah Dari Jawa Barat).

Sorongan, disbut juga sebagai cara mengajar perkepala yaitu setiap santri
mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pembelajaran seara langsung dari
Kiai. Dengan cara sorongan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu Kiai yang disebut
“Badal”. Mula-mula Badal tersebut membacakan matan kitab yang tertulis dalam
bahasa arab, kemudian menerjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah, dan
menerangkan maksudnya, setelah itu santri disuruh membaca dan mengulangi pelajaran
tersebut satu persatu, sehingga setiap santri menguasinya.

Metode Bendungan atau Halqah dan sering juga disebut Wetonan, para santri
duduk disekitar kiai dengan membentuk lingkaran, dengan cara bendungan ini kiai
mangajarkan kitab tertentu pada sekelompok santri. Karena itu metode ini biasa juga
dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. Dimana baik kiai maupun
santri dalam halaqah tersebut memegang kitab masing-masing. Kiai membacakan teks
kitab, kemudian menerjemahkannya kata demi kata, dan menerangkan maksudnya.
Santri menyimak kitabnya amasing-masing dac mendengarkan dengan seksama
terjemahan dan penjelasan-penjelasan kiai. Kemudian santri mengulang dan
mempelajari kembali secar sendiri-sendiri.

Perkembagan berikutnya, disamping teap mempertahankan sistem


ketradisionalannya, pesantren juga mengembangkan dan mengelola sistem pendidikan
madrasah. Begitu pula, untuk mencapai tujuan bahwa nantinya para santri mampu hidup
mandiri, kebanyakan sekarang ini pesantren juga memasukan pelajaran keterampilan
dan pengetahuan umum.

Pada sebagian pondok, sistem penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran


makin lama makin berubah karena dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan ditanah
air serta tututan dari masyarakat dilingkungan pondok pesantren itu sendiri. Dan
sebagian pondok Lagi tetap mempertahankan sistem pendidikan yang lama.

D. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren

Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah menciptakan kepribadian


muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia
bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi
kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di
tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin di tuju ialah
kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.[6]

Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya pendidikan pesantren


pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:

1. Tujuan Khusus

Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang ‘alim dalam ilmu agama
yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.

2. Tujuan Umum

Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam
yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar
dan melalui ilmu dan amalnya.[7]

E. Karakteristik Pondok Pesantren

Karakteristik atau ciri-ciri umum pondok pesantren  adalah

a) Adanya kiai
b) Adanya santri
c) Adanya masjid
d) Adanya pondok atau asrama

Sedangkan ciri-ciri  khusus pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat


terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi arab,hukum
islam, tafsir Hadis, tafsir Al-Qur’an dan lain-lain.8

Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang ciri-ciri pesantren dan juga
pendidikan yang ada didalamnya, maka ciri-cirinya adalah

a. Adanya hubungan akrab antar santri dengan kiainya.


b. Adanya kepatuhan santri kepada kiai.

6  SulthonMasyhud dan Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. (Jakarta:


DivaPustaka, 2003).h 92-93
7 Arifin HM.Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum.(Jakarta:Bumi Aksara,1991),
Hal 248
8 Abdul mujib.Opcit. hal 235
c. Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan
pesantren.
d. Kemandirian sangat terasa dipesantren.
e. Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di
pesantren.
f. Disiplin sangat dianjurkan.
g. Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini sebagai akibat kebiasaan
puasa sunat, zikir, dan i’tikaf, shalat tahajud dan lain-lain.
h. Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu daftar rantai pengalihan
pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi.[9]

Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren dalam bentuknya yang


masih murni (tradisional). Adapun penampilan pendidikan pesantren sekarang yang
lebih beragam merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong
terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut melakukan berbagai
adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi pada masa sekarang ini, pondok pesantren
kini mulai menampakan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang
mumpuni, yaitu didalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal.

Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di pondok
pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah
berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas
kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam
sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya

1. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem


klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah).
2. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan
agama dan bahasa arab.
3. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang islami.

9 Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo.Opcit. Hal 93-94


4. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari
pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan
ijazah negeri.10

F. Tipologi Pondok Pesantren

Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka pendidikan pesantren baik


tempat, bentuk, hingga substansi telah jauh mengalami perubahan. Pesantren tak lagi
sesederhana seperti apa yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren dapat
mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman.

Menurut Yacub ada beberapa pembagian tipologi pondok pesantren yaitu :[11]

 Pesantren Salafi yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajaran dengan


kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model
pengajarannya pun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf
yaitu dengan metode sorogan dan weton.
 Pesantren Khalafi yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal
(madrasi) memberikan ilmu umum dan ilmu agama serta juga memberikan
pendidikan keterampilan.
 Pesantren Kilat yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu
relatif singkat dan biasa dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini
menitik beratkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan
santri terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan
keagamaan dipesantren kilat.
 Pesantren terintegrasi yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan
vocasional atau kejuruan sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga
Kerja dengan program yang terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari
kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja.

Sedangkan menurut Mas’ud dkk ada beberapa tipologi atau model pondok
pesantren yaitu

10 Abdul mujib.Opcit. hal 237-238


11 Khosin.Tipologi Pondok Pesantren.(Jakarta: diva Pustaka,2006). Hal 101.
1. Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat
mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) bagi para santrinya. Semua
materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang
bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para
ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga
sekarang seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur beberapa pesantren di
daerah Sarang Kabupaten Rembang Jawa tengah dan lain-lain
2. Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran namun
dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tak mengikuti
kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang
dikeluarkan tak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal.
3. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalam baik berbentuk
madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG)
maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai
jenjang bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tak hanya meliputi
fakultas-fakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum.
Contohnya adalahPesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur.
4. Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar
disekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan agama
dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti
oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yang terbanyak
jumlahnya.[12]

G. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan


dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada
umumnya, yaitu:

12 Mas’ud, dkk. Tipologi Pondok Pesantren (Jakarta: Putra Kencana,2002), hal 149-


150.
1. Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh dibandingkan
dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan 2 arah antara kiai dan santri.
2. Kehidupan dipesantren menampakkan semangat demokrasi, karena mereka
praktis bekerjasama mengatasi problem non kurikuler mereka sendiri.
3. Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah,
karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri
dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanyaijazah tersebut. Hal itu
karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridhoan Allah SWT semata.
4. Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme,
persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5. Alumni pondok pesantren tak ingin menduduki jabatan pemeritahan, sehingga
mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[13]

Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah


wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan merupakan metode kuliah dimana para
santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai yang menerangkan pelajaran.
Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Metode sorogan sedikit
berbeda dari metode weronan dimana santri menghadap guru satu-persatu dengan
membawa kitab yang dipelajari sendiri. Kiai membacakan dan menerjemahkan kalimat
demi kalimat, kemudian menerangkan maksudnya, atau kiai cukup menunjukan cara
membaca yang benar, tergantung materi yang diajukan dan kemampuan ssantri.

Adapun metode hafalan berlangsung dimana santri menghafal teks atau kalimat
tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi hafalan biasanya dalam bentuk syair atau
nazham. Sebagai pelengkap metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat
(memorizing) santri terhadap materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik
didalan maupun diluar kelas.14

Sedangkan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam


lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya, kenaikan
tingkat seorang santri didasarkan isi mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat
13 Amien Rais M.Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta.(Bandung: Mizan,1989).
Hal 162
14 Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo. Opcit.hal 89.
dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu
kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh kiainya, maka ia
berpindah kekitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan
pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab
yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.

Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok pesantren banyak yang
menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari tidak hanya agama saja,
melainkan ilmu umum juga dipelajari.  

Posisi Pondok Pesantren dalam sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan pondok pesantren sebagai bahagian dari pendidikan nasional di


Indonesia memiliki dasar yang cukup kuat, dasar tersebut diantaranya dasarsocial
psychologist maupun dasar yuridis Formal[10] Kedua dasar ini dapat dikemukakan
sebagai berikut:

1. Dasar Social Psychologist

Semua manusia di dalam hidupnya selalu membutuhkan adanya pegangan hidup


yang disebut agama, yakni adanya perasaan yang mengakui adanya dzat yang Maha
Kuasa, tempat manusia berlindung. Oleh karenanya manusia berusaha untuk
mendekatkan diri pada Tuhan dalam rangka mengabdi kepada-Nya. Dalam hal ini umat
muslim membutuhkan pendidikan agama Islam agar dapat mengarahkan fitrahnya
kepada jalan yang benar, sehingga mereka dapat mengabdi dan beribadah secara benar
pula.

2. Dasar Yuridis / Hukum

Pelaksanaan pendidikan pondok pesantren sebagai bahagian dari pendidikan


Islam di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang secara langsung
mupun tidak, dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan dilembaga-
lembaga formal. Adapun dasar yuridis dalam pelaksanaan pendidikan tersebut adalah:
dasar Ideal yakni falsafah negara yaitu Pancasila, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia memiliki kepercayaan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan untuk merealisasikan hal tersebut maka
diperlukan pendidikan agama, baik muatan materi pendidikannya maupun lembaga
pendidikan keagamaan itu sendiri termasuk pondok pesantren. Tanpa pelaksanaan
pendidikan agama maka ketakwaan kepada Tuhan sulit untuk terwujud.

Disamping itu dasar pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia adalah UUD


1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi: Negara berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa,
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan
untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Oleh karenanya dalam hal ini
pendidikan agama adalah hal yang urgent untuk diselenggarakan dalam rangka
melaksanakan ibadah dan kewajiban agama lainnya.

Berbagai peraturan perundang-undangan lainnya mulai dari UU No. 4/1950 jo,


No. 12/1954 dan peraturan pelaksanaannya oleh Menteri PP dan Kebudayaan tentang
pelaksanaan pendidikan agama di sekolah rakyat (dasar) Negeri, di samping berbagai
peraturan yang mengatur lembaga-lembaga pendidikan Islam (Madrasah dan Pondok
Pesantren disemua jenjang) melalui SKB tiga menteri tahun 1975

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional


No. 2 Tahun 1989, merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam dalam
sistem pendidikan nasional. Beberapa pasal yang dapat dijadikan dasar sebagai
pelaksanaan pendidikan Islam termasuk didalamnya pondok pesantren adalah:

Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang


berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pondok pesantren merupakan warisan budaya bangsa yang
berakar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pendidikan pondok pesantren merupakan
bagian integral dari sistem pendidikan nasional

 Pasal 4 diungkapkan tentang tujuan pendidikan nasional, yakni unutk


mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya
yaitu manusia yang beriman dan bertkawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesahatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Nilai-nilai dan aspek tujuan pendidikan nasional sepenuhnya adalah nilai-
nilai ajaran Islam yang dapat ditransformasikan dalam pendidikan dipondok pesantren.
Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa jenis pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan sekolah, terdiri atas pendidikan umum, kejuruan, PLB, kedinasan,
keagamaan, akademik dan profesional. Penjelasan pasal 6 tentang pendidikan
keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran
agama yang bersangkutan

Pasal 39 ayat 2 dinyatakan, isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang
pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan Agama dan pendidikan
kewarganegaraan. Sehubungan dengan hal tersebut pendidikan pondok pesantren
merupakan bagian dasar dan inti dari kurikulum nasional, dengan demikian juga
merupakan perpaduan dalam sistem pendidikan nasional.

Pasal 47 ayat dinyatakan bahwa cirikhas suatu pendidikan yang diselenggarakan


oleh masyarakat tetap diindahkan. Artinya satuan-satuan pendidikan Islam baik yang
berada pada jalur sekolah maupun luar sekolah akan tetap tumbuh dan berkembang
secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional.

Gerakan reformasi tahun 1998 juga menuntut adanya reformasi dalam bidang
pendidikan. Tuntutan reformasi tersebut dipenuhi oleh DPR bersama Pemerintah untuk
penyempurnaan dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989,
maka ditetapkanlah UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada tanggal 11 Juni 2003.[12]

Adapun  posisi pondok pesantren sebagai pendidikan keagamaan dalam UU No.


20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional antara lain ssebagai berikut:

Pasal 1 ayat 1 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 1 ayat 2 Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan


Pancasila dan UUD 1945yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pasal 1 ayat 16 Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan
pendidikan berbasis agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai
perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat

Pada pasal 1 ayat 1 dan 2 dan 16 diatas sangat jelas bahwa pendidikan,
pendidikan nasional dan pendidikan berbasis masyarakat berakar dan bersumber pada
pengembangan agama yang kesemuanya menjadi tradisi dan kebudayan dalam pondok
pesantren yang merupakan pendidikan berbasis masyarakat.

Pasal 3 Tujuan Pendidikan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar


menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Tujuan ini dapat tercapai melaui pendidikan kegamaan yang maksimal, maka
pondok pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang dapat mempercepat dan
mempermudah pencapaian tujuan yang dimaksud.

Pasal 17 dan 18 tentang pendidikan dasar dan menengah mengatur tentang


lembaga pendidikan termasuk Madrasah dalam setiap jenjang

Pelaksanaan pendidikan dengan menggunakan jenjang pendidikan dalam bentuk


madrasah banyak pula diselenggarakan oleh pesantren.

Pasal 30, khusus menyangkut pendidikan keagamaan yang terdiri dari 5 ayat dan
salah satu ayatnya yaitu ayat 4 secara eksplisit menyebutkan lembaga pesantren sebagai
bahagian dari pendidikan nasional yaitu: Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan
diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang didalamnya


terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik)
dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan terebut,
serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.

Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan kepribadian muslim yaitu


kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat
bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau
menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian,
menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah
masyarakat dan mencintai ilmu.

Karakteristik pondok pesantren adalah ada kyai, santri, masjid, dan asrama.
Tipologi pondok pesantren yaitu Pesantren Salafi , Pesantren Khalafi ,Pesantren Kilat ,
dan Pesantren terintegrasi.

Sistem pendidikan di pondok pesantren yang lazim digunakan dalam pendidikan


pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Tetapi seiring dengan perkembangan
zaman kini pondok pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu
yang dipelajari tidak hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari. 

B. Saran-saran

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional telah memainkan


peran yang cukup penting dalam kerangka pembangunan nasional, sehingga bagi umat
Islam tidak boleh melupakan jasa-jasa pesantren setidaknya belajar memahami
perjuangan pesantren tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Amien Rais M.Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta. Bandung: Mizan. 1989.

Arifin HM.Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta:Bumi Aksara. 1991.

Khosin.Tipologi Pondok Pesantren. Jakarta: diva Pustaka. 2006.

Mas’ud, dkk. Tipologi Pondok Pesantren. Jakarta: Putra Kencana. 2002.

Mujib,Abdul.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2006.

Masyhud, Sulthon dan Khusnurdilo. ManajemenPondokPesantren. Jakarta: Diva

Pustaka. 2003.

Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren,LP3ES, Jakarta,1983

Rais Amin, Cakrawala Islam, Antara Cita Dan Fakta,Mizan, Bandung, 1989.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2001

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam,Cet II,  Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001

Anda mungkin juga menyukai