Anda di halaman 1dari 22

RUANG LINGKUP PESANTREN DAN SEJARAH MUNCULNYA

PESANTREN

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Islam Nusantara

Dosen Pengampu: Shoni Rahmatullah Amrozi., S.Pd.I., M.Pd.I.

HALAMAN DEPAN

Disusun Oleh:

Qoimatu Dinillah (T201710022)

Iklila Muzayyana Dini Fazria (T20182086)

Nur Ashlin (T20182104)

Nazilatul Mughitsah (T20182109)

Nahdiyatul Karimah (T20182123)

Vikria Tahta Alvina (T20182124)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul “Ruang Lingkup Pesantren dan Sejarah Munculnya
Pesantren” guna memenuhi tugas mata kuliah Islam Nusantara.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih


kepada pihak-pihak yang membantu pada penulisan dan penyusunan makalah ini,
khususnya kepada Dosen Pengampu mata kuliah Islam Nusantara, Shoni
Rahmatullah Amrozi., S.Pd.I., M.Pd.I., yang telah membimbing dan
mengarahakan bagaiamana seharusnya makalah ini harus dibuat.

Dengan dibuatnya makalah ini, semoga pembaca dapat memahami


pembahasan yang telah ditulis oleh penulis. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca sehingga memudahkan para pembaca
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Jember, 5 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ................................................................................................i

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Pesantren .................................................................................... 3

B. Unsur-unsur dalam Pesantren ...................................................................... 5

C. Karakteristik Pesantren ................................................................................ 7

D. Fungsi dan Tujuan dari Pesantren ................................................................ 8

E. Sejarah Munculnya Pesantren .................................................................... 10

F. Penyebaran Pesantren................................................................................. 12

G. Tipologi Pesantren ..................................................................................... 14

H. Nilai-nilai dalam Pesantren ........................................................................ 15

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17

A. Kesimpulan ................................................................................................ 17

B. Saran........................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami,
mengahayati, dan mengamalkan ajaran Islam. Salah satunya dengan cara
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup
bermasyarakat sehari-hari. Lembaga pendidikan pesantren berbentuk asrama
yang merupakan suatu komunitas tersendiri di bawah pimpinan kiai dan
dibantu oleh para ulama atau ustadz yang hidup bersama di dalamnya. Dan
sebagai masjid atau surau sebagai pusat kegiatan peribadatan keagamaan,
gedung-gedung sekolah sebagai pusat kegiatan belajar mengajar serata
pondok-pondok sebagai tempat tinggal bagi para santri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pesantren?

2. Apa saja unsur-unsur dalam Pesantren?

3. Apa saja karakteristik Pesantren?

4. Apa fungsi dan tujuan dari Pesantren?

5. Bagaimana sejarah munculnya Pesantren?

6. Bagaimana penyebaran Pesantren?

7. Apa saja tipologi Pesantren?

8. Apa saja nilai-nilai dalam Pesantren?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Pesantren.

2. Untuk mengetahui unsur-unsur dalam Pesantren.

1
3. Untuk mengetahui karakteristik Pesantren.

4. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari Pesantren.

5. Untuk mengetahui sejarah munculnya Pesantren.

6. Untuk mengetahui penyebaran Pesantren.

7. Untuk mengetahui tipologi Pesantren.

8. Untuk mengetahui nilai-nilai dalam Pesantren.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pesantren
Islam yang pertama kali ke Indonesia adalah versi sufisme. Pendapat ini
menurut Karel A. Streenbrink, merupakan pendapat umum para sarjana Barat
dan pendapat yang belum pernah dibantah oleh orang Indonesia sendiri.
Terdapat kesepakatan dikalangan sejarahwan dan peneliti, orientalis dan
cendikiawan Indonesia bahwa tasawuf adalah fakta terpenting bagi
tersebarnya Islam secara luas di Asia Tenggara.
Pondok pesantren lahir dan berkembang semenjak masa-masa pemulaan
kedatangan islam di Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan
pusat penyebaran agama islam lahir dan berkembang semenjak masa-masa
permulaan kedatangan agama islam di Nusantara. Lembaga ini berdiri untuk
pertama kalinya di zaman walisongo Syeikh Maulana Malik Ibrahim di
anggap sebagai pendiri pesantren pertama di Jawa. Lembaga pendidikan ini
telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Bahkan secara
historis, pesantren yang merupakan lembaga pendidikan islam dan
dikembangkan secara indigenous oleh masyarakat Indonesia. Enam abad
sebelum berkembangnya imperium Sriwijaya dan Mataram Kuno, penduduk
wilayah nusantara dikenal sebagai bangsa bahari dan mampu meramu
peradaban dari luar menjadi bagian dari peradaban nusantara yang hebat. Bisa
dilihat dari peninggalan-peninggalannya, yakni; Candi Borobudur,
Prambanan, kekayaan peradaban melayu dan jawa kuno, huruf sanskrit
menjadi huruf honocoroko, sistem pemerintahan kepulauan, dan sistem
pertahan kelautan yang sangat tangguh. Masa penjajahan Belanda, Indonesia
diisolasikan dari pencaturan bangsa-bangsa lain sehingga pesantren tidak
mengenal sains dan teknologi serta dinamikanya juga melemah. Melemahnya
perkembangan pesantren berimbas pada melemahnya ketangguhan bangsa
Indonesia. Bangsa yang dahulunya dikenal sabagai bangsa bahari dan
pedagang menjadi bangsa petani. Disadari betapa besar peran pesantren dalam
kancah perkembangan bangsa ini.

3
Karena keaslian tersebut, sebenarnya pesantren merupakan produk budaya
masyarakat Indonesia yang sadar sepenuhnya akan pentingnya sebuah
pendidikan bagi orang pribumi yang trumbuh secara natural. Pesantren juga
dianggap sebagai satu-satunya sistem pendidikan di Indonesia yang menganut
sistem tradisional. Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan yang relatif
tua berdiri dengan tujuan untuk menyampaikan dan mengembangkan ajaran-
ajaran islam sesuai dengan misi awalnya yaitu tafaqohu fiddin. Kemudian,
karena podnok pesantren tumbuh dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat yang plural, maka pondok pesantren mendapatkan porsi dalam
bidang sosial yaitu pada dimensi dakwah Islamiyah.
Pesantren berarti tempat para santri. Poerwadarminta mengartikan
pesantren sebagai asrama dan tempat murid-murid belajar menagaji. Pondok
juga bermakna rumah sementara waktu seperti yang didirikan di ladang, hutan
dan sebagainya. Secara definitif Imam Zarkasyi mengartikan pesantren
sebagai lemabag pendidikan islan dengan sistem asrama atau pondok, dimana
kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan dan menjiwainya,
dan ajaran agama islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai
sebagai kegiatan utamanya.
Menurut Ahmad Syalabi, Kuttab merupakan awal mula tempat belajar
yang ada di dunia Islam, yang di ambil dari kata Taktib yang berarti mengajar
menulis, dan memang itulah funsi Kuttab. Akan tetapi, karena yang belajar di
Kuttab adalah anak-anak dan mereka yang mempelajari al-qur’an serta
pengetahuan agama, maka Kuttab berarti tempat pengajaran anak-anak. Pada
masa awal Islam, Kuttab hanya mengajarkan baca tulis saja dengan
menggunakan puisi kuno sebagai buku pelajaran, sedangkan pengajaran
tentang agama islam (terutama al-qur’an) berlangsung di forum-forum
informal. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutanya Kuttab justru
digunakan untuk kegiatan mengajar al-qur’an dan mengajar ajaran islam.
Adapun pengertian secara terminologi, dapat dikemukakan beberapa
pendapat yang mengarah pada definisi pesantren. Pesantren secara teknis
dapat didefinisikan sebagai A place where student live, and the word
pesantren stems from “santri”which means one who seeks islamic knowladge.

4
Ussually the word pesantren refers to a place where the santri devotes most of
his or her time to live in and acquire knowladge. Dalam penyebutan sehari-
hari, istilah pesantren biasanya dikaitkan dengan kata pondok. Sehingga
penyebutan pesantren akan lebih pas dengan menyandingkan istilah pondok
pesantren. Kata pondok berasal dari bahasa arab Funduqun (wisma,tempat
tidur,hotel sederhana,asrama).
Secara bahasa, kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalam “pe”
dan akhiran “an” (pesantrian) yang berarti tempat tinggal para santri.
Sedangkan kata santri berasal dari kata “sastri” sebuah kata sansekerta yang
artinya melek huruf. Santri adalah kelas literary bagi orang jawa yang
berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab.

B. Unsur-unsur dalam Pesantren


Ada beberapa unsur-unsur dalam pesantren yang perlu diperhatikan yaitu;
1. Kiai
Kyai didalam dunia pesantren merupakan penggerak dalam mengemban
dan mengembangkan pesantren. Kyai bukan hanya memimpin pondok
pesantren tetapi juga pemilik pondok pesantren. Dengan demikian kemajuan
dan kemunduran pondok pesantren benar-benar terletak pada kemampuan
kyai dalam mengatur pelaksanaan pendidikan di dalam pesantren. Hal ini
disebabakan karena besarnya pengaruh seorang kyai dan juga tidak hanya
terbatas dalam pesantrennya, namun juga dalam lingkungan masyarakatnya.
Kata “kyai” sebagai sebutan sebagai alim ulama (cerdik dalam agama islam).
Perkataan kyai dalam bahasa jawa di pakai sebagai gelar yang diberikan oleh
masyarakat kepada seorang ahli agama islam yang memiliki atau menjadi
pemimpin pondok pesantren dan pengajar kitab-kitab islam klasik kepada
para santri. Selain gelar kyai, beliau sering disebut orang alim (orang yang
dalam pengetahuan islamnya). Kyai dapat juga dikatakan sebagai ulama
sehingga ucapan-ucapan dan seluruh perilakunya akan dicontoh oleh
komunitas disekitarnya. Beliau bukan hanya menempatkan dirinya sebagai
pengajar dan pendidik santri-santrinya, melainkan juga aktif memecahkan
masalah-masalah krusial yang dihadapi masyarakat.
2. Pondok (asrama)
5
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah sebuah asrama pendidikan
islam tradisional dimana peserta didiknya tinggal bersama dan belajar di
bawah bimbingan seorang kyai atau guru. Asarama untuk para santri terletak
di dalam kompleks pondok pesantren dimana kyai bertempat tinggal dan juga
menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-
kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks pesantren biasanya di kelilingi oleh
tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai
peraturan yang berlaku.
3. Masjid
Masjid di masa perkembangan islam, selain tempat ibadah berfungsi juga
untuk sarana pendidikan. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh
Rosulullah bersama sahabat-sahabatnya ketika berhijrah ke Madinah, yang di
bangun pertama kali adalah masjid. Di mana-mana di daerah yang ditaklukan
muslim, di situ dibangun masjid sebagai tempat ibadah sekaligus tempat
studi. Masjid merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan dengan pesantren
dan di anggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri
terutama dalam sembahyang lima waktu, khutbah, dan sholat jum’ah, juga
mengajarkan kitab-kitab kuning atau klasik. Masjid juga merupakan tempat
yang paling penting dan merupaka jantung dari eksitensi pondok pesantren.
4. Santri
Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai pengejewantahan adanya
peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
kyai yang memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu santri pada dasarnya
berkaitan erat dengan keberadaan kyai dan pesantren. Santri memiliki arti
sempit dan luas. Pengertian sempit, santri adalah seorang pelajar sekolah
agama. Pengertian luas, santri adalah mengacu kepada seorang anggota
bagian penduduk jawa yang menganut islam dengan sungguh-sungguh
menjalankan ajaran islam. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren
terdapat dua kelompok santri;
a. Santri mukim yaitu santri yang berasal dari daerah jauh dan menetap
dalam pondok pesantren.

6
b. Santri kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling
pondok pesantren dan tidak bermalam di pesantren.
Hampir semua ulama atau kyai di jawa memimpin sebuah pesantren besar,
memperdalam pengetahuan dan memperluas penguasaan ilmu agamanya
dengan cara mengembara dari pesantren ke pesantren (berkelana). Akan
tetapi, setelah pesantren mengadopsi sistem pendidikan modern seperti
sekolah atau madrasah, tradisi kelana ini mulai ditinggalkan.
5. Pengajaran kitab-kitab islam klasik
Kitab kuning sebagai kurikulum pesantren ditempatkan pada posisi
istimewa. Karena keberadaannya menjadi unsur utama dan sekaligus ciri
pembeda antara pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya.
Pada pesantren di Jawa dan Madura, penyebaran keilmuan, jenis kitab dan
sistem pengajaran kitab kuning memiliki kesamaan, yaitu sorogan dan
bandongan, kesamaan-kesamaan ini menghasilkan homogenitas pandangan
hidup, kultur dan praktik-praktik keagamaan dikalangan santri. Berdasarkan
catatan sejarah, pesantren telah mengajarkan kitab-kitab klasik, khususnya
karangan-karangan madzhab syafi’iyah. Pengajaran kitab kuning berbahasa
Arab dan tanpta harakat atau sering disebut kitab gundul merupakan satu-
satunya metode yang secara formal diajarkan dalam pesantren di Indonesia.
Ada beberapa tipe pondok pesantren misalnya, pondok pesantren salafiyah,
khalaf, modern dan takhassus al-qur’an. Boleh jadi lembaga-lembaga pondok
pesantren mempunyai dasar-dasar ideologi keagamaan yang sama dengan
pondok pesantren yang lain, namun kedudukan masing-masing pondok
pesantren yang bersifat personal dan sangat bergantung pada kualitas
keilmuan yang dimiliki kyai.

C. Karakteristik Pesantren
Pondok pesantren memiliki karakteristik yang pada umumnya pondok
pesantren memiliki tempat-tempat belajar yang saling berdekatan sehingga
memudahkan para santri untuk melangsungkan proses pembelajaran, diantara
tempat itu berupa madrasah sebagai tempat pembelajaran, asrama sebagai
tempat tinggal santri yang mondok, masjid sebagai tempat ibadah para
penghuni pesantren dan juga sebagai pusat belajar para santri, perpustakaan
7
sebagai tempat peminjaman berbagai kitab dan buku-buku pelajaran, rumah
tempat tinggal kyai, ustadz dan ustadzah, dapur umum yang digunakan
sebagai tempat memasak untuk para santri, dan tempat pemandian para santri.

Ada beberapa karakteristik pesantren secara umum dapat dijelaskan


sebagai berikut:

1. Kiai sebagai pemimpin dan pengajar di pesantren.

2. Sebagai sentral peribadatan dan pendidikan islam.

3. Pengajaran kitab-kitab islam klasik.

4. Santri sebagai peserta didik.

5. Pondok pesantren tidak menggunakan batasan umur bagi santri-


santri.

D. Fungsi dan Tujuan dari Pesantren


Pesantren memeiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai
benteng pertahanan moral. Sebab pesantren merupakan lembaga pendidikan
tradisional untuk menghayati dan mangamalkan ajaran agama Islam dengan
menekankan pentingnya moral sebagai pedoman kehidupan masyarakat
sehari-hari, selanjutnya mengenai sistem pendidikan dan komunikasi pondok
pesantren diartikan sebagai gerak perjuangan di dalam menetapkan identitas
diri dan kehadirannya di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan bangsa.
Sebagai lembaga pendidikan pesantren berfungsi untuk menyelenggarakan
pendidikan formal (madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi) dan
pendidikan non formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat
kuat yang dipengaruhi oleh pikiran-pikiran para ulama salafussholeh
khususnya dalam bidang Fikih, Hadits, Tafsir, Tauhid dan Tasawuf. Dalam
pendidikan pesantren, konsep keseimbangan antara Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) dan Iman dan Taqwa (IMTAQ) tertanamkan sejak dini
kepada peserta didik. Fungsi utama pesantren sesungguhnya sangat sederhana
yaitu mensinergikan pelaku pendidikan yakni tenaga pendidik dan santri,
dengan materi yang menjadi objek kajian dalam suatu lingkungan tersendiri.
8
Kemandirian dalam mengelola sistem pembelajaran inilah yang terkadang
diartikan sebagai eksklusif, anti sosial, dan semacamnya.

Di satu sisi pesantren sebagai lembaga sosial, pesantren berfungsi untuk


menampung generasi penerus (putra-putri) dari segala lapisan masyrakat
muslim. Sedangkan sebagai lembaga penyiaran agama islam, maka masjid
pesantren digunakan sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi para
jamaah. Masjid pesantren berfungsi sebagai majlis taklim dan diskusi
keagamaan dan pada prosesnya pesantren berfungsi anatara lain sebagai pusat
kajian Islam, pusat pengembangan dakwah, pusat pelayanan beragama dan
moral serta sebagai pusat pengembangan solidaritas dan Ukhuwah Islamiyah.

Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap


mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara
nasional pernah diputuskan dalam Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi
Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta yang berlangsung pada 2 s/d 6
Mei 1978: “Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar
berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan
menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan
negara”.

Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut:

1. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang


Muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,
memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai
warga negara yang berpancasila.

2. Mendidik siswa atau santri untuk menjadikan manusia muslim


selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah,
tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh
dan dinamis.

9
3. Mendidik siswa atau santri untuk memperoleh kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan
bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa dan Negara

4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga)


dan regional (pedesaan atau masyarakat lingkungannya).

5. Mendidik siswa atau santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap


dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan
mental-spiritual.

6. Mendidik siswa atau santri untuk membantu meningkatkan


kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha
pembangunan masyarakat bangsa.

E. Sejarah Munculnya Pesantren


Sejarah berdirinya pesantren, sejak zaman pra Islam, di Jawa sudah
berkembang desa-desa pendidikan dengan tokoh agama yang karismatik dan
dianggap yang terkemukakan oleh masyarakat. Ketika para penduduk masuk
Islam, dasar-dasar Islam juga terbentuk dengan pesantren-pesantren yang ada
di dalam nya dan mereka dibebaskan dari pajak. Istilah yang hampir sama
juga ada di daerah lain, bahkan lebih dulu dari pada istilah pesantren itu. Di
Aceh misalnya daerah pertama di Indonesia yang menerima ajaran agama
Islam, pesantren disebut juga dengan “dayah” atau “rangkang”. Dipasundan
ada “pondok”, dan di minangkabau ada “surau”. Di dalam pesantren, para
santri melakukan telaah agama, dan disana pula mereka mendapatkan berbagai
macam pendidikan rohani, mental spiritual, dan sedikit banyak pendidikan
jasmani.

Penyebaran Islam di Nusantara terutama di Jawa. Tokoh yang pertama kali


mendirikan pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419 M).
Maulana Malik Ibrahim menggunakan masjid dan pesantren dan ilmu-ilmu
agama Islam, yang pada gilirannya melahirkan tokoh-tokoh Walisongo yang
juga mendirikan pesantren di wilayahnya masing-masing, seperti Sunan
10
Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, Sunan
Drajat di Lamongan dan Raden Fatah di Demak, bahkan tercatat kemudian,
murid-murid pesantren giri yang sangat berjasa dalam penyebaran islam di
Jawa dan Madura, termasuk pulau-pulau di Indonesia bagian timur, seperti
Lombok, Sumbawa Bima, Makassar, Ternate, hingga Maluku.

Pada periode-periode selanjutnya seperti hal nya di masa Walisongo,


proses berdirinya pondok pesantren tidak pernah lepas dari kehadiran seorang
ulama’ yang bercita-cita untuk menyebarkan Islam di daerahnya. Ulama’
tersebut biasanya sudah pernah bermukim selama beberapa tahun untuk
mengkaji dan mendalami pengetahuan agama Islam, baik di pesantren-
pesantren di Indonesia maupun di Mekkah dan Madinah. Setelah kembali ke
tempat asalnya ia lalu mendirikan sebuah surau untuk digunakan bershalat
jamaah dan untuk aktifitas-aktifitas lainnya.

Kebanyakan pesantren didirikan secara pribadi oleh seorang kiai. Hal ini
merupakan faktor yang memperkuat eksistensi pesantren, meski faktor ini pula
yang jika tanpa di perkuat oleh faktor pendukung lain akan menjadikan
pesantren tertentu menjadi lemah atau mati. Bahkan, lantaran harisma dan
pengaruh yang di miliki, tidak sedikit kiai atau ulama’ yang di anggap oleh
masyarakat sebagi cikal bakal berdiri nya suatu daerah.

Lembaga pendidikan islam, setiap pesantren setidaknya memiliki 5 elemen


dasar yaitu: masjid atau musholla, kiai atau pesantren, kitab-kitab (kitab
kuning). Anak- anak dan orang-orang dewasa belajar membaca dan menghafal
al-Qur’an hanya dari orang-orang kampung nya sendiri yang terlebih dahulu
menguasai. Apabila adaa seorang haji atu pedagang Arab yang kebetulan
singgah di desa, orang desa akan memintanya singgah selama beberapa hari
untuk mengajarkan kitab dan ajaran Islam.

Ulama’ setempat di beberapa daerah juga memberikan pengajian umum


pada masyarakat di masjid. Murid yang sangat berminat akan mendatangi nya
untuk belajar dan bahkan tinggal dirumah nya. Murid-murid yang ingin

11
belajar lanjut biasanya akan pergi mondok ke Jawa atau apabila
memungkinkan akan pergi ke Mekkah.1

F. Penyebaran Pesantren
Sebagaimana yang telah diketahui, pesantren merupakan suatu komunitas
yang didalamnya terdapat unsur-unsur dan memiliki budaya tersendiri. Kiai,
ustadz, pengurus pesantren, dan santri hidup bersama dalam satu kalangan
yang berlandaskan nilai-nilai agama Islam dengan norma dan kebiasaan yang
berbeda dengan masyarakat umum sekitarnya. Pesantren bukan hanya untuk
lembaga pendidikan saja, melainkan juga sebagai lembaga sosial dan
penyiaran agama.2

Pesantren mulai dikenal di bumi Nusantara pada abad ke-13 sampai 17 M,


dan di Jawa terjadi pada abad ke-15 sampai 16 M. Dan didirikan setelah
masuknya Islam di Indonesia akan tetapi, menurut sejarah yang bersifat global
dan makro tersebut sulit dalam menunjuk dengan tepat tahun dan tempat
pertama pesantren didirikan. Namun, dalam sejarah tercatat paling sedikitnya
pesantren telah ada sejak 300-400 tahun yang lalu.

Pada abad ke-18, pesantren telah dikenal dengan lembaga pendidikan yang
sangat penting terutama dalam bidang penyiaran agama. Pesantren yang baru
berdiri, selalu diawali dengan cerita “perang nilai” antara pihak pesantren
yang akan berdiri dengan masyarakat sekitarnya, dan diakhiri dengan
kemenangan dari pihak pesantren sehingga pesantren dapat diterima dengan
baik dikalangan masyarakat serta menjadi panutan dalam kehidupan bidang
moral. Tak hanya itu, kehadiran pesantren juga menyebabkan adanya kontak
budaya antar berbagai suku dan masyarakat sekitar dilihat dari jumlah santri
yang banyak yang berasal dari berbagai daerah.

1
Mahasiswa Prodi PBA Angkatan 2016, Islam Nusantara dan Kepesantrenan, (Jember:
Mahasiswa Prodi PBA Angkatan 2016, 2017), hlm.107.
2
Suparman Yassin, H. Yana Sutiana, Kultur Islam Nusantara dari Masa Klasik Hingga
Modern,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2019), hlm.178.

12
Pesantren berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat gerakan
pengembangan Islam, seperti yang diakui oleh Soebardi dan Jhons, yang
dikutip oleh Zamachsyari Dhofier dalam bukunya, Tradisi Pesantren (1982).
Ia menyebutkan bahwa lembaga-lembaga pesantren itulah yang menentukan
watak keislaman dari kerajaan Islam dan yang memegang peranan paling
penting bagi penyebaran Islam sampai pelosok. Dari lembaga-lembaga
pesantren itulah, kita dapat mengetahui asal-usul sejumlah masukrip tentang
pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas, yang
dikumpulkan oleh pengembara pertama dari perusahaan dagang Belanda dan
Inggris sejak akhir abad ke-16.3

Pada masa kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang


paling banyak berhubungan dengan rakyat, bahkan sebagai lembaga
pendidikan grass root people yang sangat menyatu dengan kehidupan mereka.
Pada zaman kolonial juga, pesantren tidak dimasukkan dalam daftar
perencanaan pendidikan pemerintah kolonial Belanda karena menurut mereka,
sistem pendidikan Islam sangat jelek dilihat dari metode, tujuan dan bahasa
(bahasa Arab) yang digunakan dalam sistem pembelajaran sehingga sulit
apabila dimaksukkan dalam daftar perencanaan pendidikan umum pemerintah
kolonial Belanda. Menurut mereka, tujuan pendidikan Islam dinilai tidak
menyentuh kehidupan duniawi, metode dalam pembelajaran yang digunakan
tidak jelas kedudukannya, apakah mereka seorang guru atau pemimpin agama
serta bahasa yang digunakan yaitu tulisan Arab yang berbeda dengan tulisan
Latin sehingga sulit untuk dimasukkan dalam perencanaan pendidikan
pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, mereka menerima sekolah zending
untuk dimasukkan ke dalam sistem pendidikan pemerintah kolonial. Orientasi
sekolah umum diarahkan untuk meningkatkan keterampilan dan kecerdasan
dalam hidup keduniawian, sedangkan orientasi pesantren mengarahkan kepada
sikap moral dalam konteks kehidupan ukhrawi. Selain itu, pemerintah kolonial
takut akan perkembangan Islam.

3
Zamachsyari Dhofier, Op.Cit.

13
Dalam posisi “uzlah” atau hidup secara terpisah dengan pemerintah
kolonial, pesantren terus berkembang dan menjadi pusat pendidikan bagi umat
Islam di pelosok-pelosok pedesaan. Keadaan zaman terus berkembang sampai
zaman revolusi kemerdekaan. Pada saat itu, pesantren merupakan salah satu
pusat bergerilya dalam peperangan melawan Belanda untuk merebut
kemerdekaan. Dan banyak santri, membentuk barisan Hisbullah yang
kemudian menjadi salah satu embrio Tentara Nasional Indonesia.4

G. Tipologi Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengajarkan
tentang agama dengan cara non-klasikal (sistem pesantren), yaitu seorang Kiai
mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab.
Tipologi Pesantren itu dapat dipandang dari sudut sehingga menghasilkan
beberapa kategori yang rinci, antara lain
1. Dilihat dari segi kurikulumnya, pesantren dibagi menjadi tiga macam,
yaitu pesantren modern, pesantren tahassus dan pesantren campuran.
2. Dilihat dari segi kemajuan berdasarkan muatan kurikulumnya,
pesantren dibagi menjadi tiga macam, yaitu pesantren paling
sederhana, pesantren sedang dan pesantren paling maju.
3. Dilihat dari segi jumlah santri dan pengaruhnya, pesantren dibagi
menjadi tiga macam, yaitu pesantren kecil, pesantren menengah dan
pesantren besar.
4. Dilihat dari segi spesifikasi keilmuan, pesantren dibagi menjadi empat
macam, yaitu pesantren alat, pesantren fiqh, pesantren qiro’ah, dan
pesantren tasawuf.
5. Dilihat dari segi santri, pesantren dibagi menjadi tujuh macam, yaitu
pesntren khusus untuk anak-anak balita, pesantren khusus orang tua,
pesantren putra, pesantren putri, pesantren putra-putri, pesantren
mahasiswa, dan pesantren umum.

4
Suparman Yassin, H. Yana Sutiana, Kultur Islam Nusantara dari Masa Klasik Hingga
Modern,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2019), hlm.181.

14
6. Dilihat dari segi kecenderungan pada organisasi sosial keagamaan,
yaitu pesantren NU, pesantren Muhammadiyah, Pesantren Persis,
pesantrel netral dan sebagainya.
7. Dilihat dari segi keterbukaannya terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi, yaitu pesantren salafi dan pesantren khalafi.5
Menurut Zamachsyari Dhofier, jenis-jenis pesantren dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu salaf dan khalaf. Pondok pesantren salaf adalah pondok
pesantren yang masih tetap mempertahankan pengajaran kitab Islam klasik
yang menjadi inti dari pendidikan pesantren. Sedangkan pondok pesantren
khalafi adalah pondok pesantren yang telah memasukkan pelajaran umum
dalam madrasah yang dikembangkan, atau mendirikan tipe sekolah umum
dalam lingkungan pesantren.6

H. Nilai-nilai dalam Pesantren


Imam Zarkasih (1973) mengatakan, nilai-nilai yang dikembangkan dalam
pondok pesantren yaitu,
1. Jiwa keikhlasan
2. Jiwa kesederhanaan (Qona’ah)
3. Jiwa Ukhuwah Islamiyah
4. Jiwa kemandirian7
5. Sholat tepat waktu
6. Sosial yang tinggi
7. Tawaddu’
8. Tawakkal
9. Zuhud
10. Bertafakkur
Seperti yang kita ketahui, kehidupan di pesantren sangatlah sederhana dan
jauh dari keluarga, maka pendidikan di pesantren akan menghasilkan santri
yang memiliki pemikiran theosantric, artinya semua kejadian berasal,

5
Gunawan, Islam Nusantara, (Yogyakarta: Interpena, 2016), hlm. 138.
6
Ibid: 138
7
Mustajab, Masa Depan Pesantren, (Yogyakarta: LkiS, 2015), hlm. 60.

15
berproses, dan kembali pada kebenaran tuhan. Semua aktifitas pendidikan
dipandang sebagai ibadah kepada tuhan.
Kemudian menghasilkan santri yang memiliki pribadi yang sukarela dan
mengabdi, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa semua aktifitas
pendidikan merupakan ibadah kepada tuhan jadi, penyelenggaraan pesantren
dilaksanakan dengan suka rela dan mengabdi kepada sesama dalam rangka
mengabdi kepada tuhan.
Juga menghasilkan santri yang memiliki pemikiran arif, dalam pesantren
pentingnya kearifan dalam menyelenggarakan pendidikan pesantren dan
dalam tingkah laku sehari-hari. Kearifan yang dimaksud disini adalah
bersikap dan berperilaku sabar, mudah hati, mampu mencapai tujuan dengan
tidak merugikan orang lain serta memberikan manfaat bagi kepentingan
bersama.
Dan yang terakhir, mengahasilkan santri yang memiliki pribadi yang
sederhana, dalam pesantren juga menekankan pentingnya berpenampilan
sederhana sebagai saah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman
perilaku sehari-hari bagi warga pesantren. Kesederhanaan ini maksudnya
kemampuan dalam bersikap dan berpikir wajar.8

8
Mahasiswa Prodi PBA Angkatan 2016, Islam Nusantara dan Kepesantrenan, (Jember:
Mahasiswa Prodi PBA Angkatan 2016, 2017), hlm.117.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang
dikembangkan secara indigenous oleh masyarakat Indonesia karena pada
dasarnya, pesantren merupakan sebuah produk budaya masyarakat Indonesia
yang menyadari akan pentingnya pendidikan bagi warga pribumi yang tumbuh
secara natural.

Adapun unsur-unsur yang ada dalam pesantren, yaitu adanya kiai sebagai
pimpinan, dan dibantu oleh para ustadz atau guru yang mengajar, adanya
santri sebagai peserta didik dalam pesantren, dan tempat peribadatan, yaitu
masjid sekaligus sebagai pusat kegiatan pembelajaran berlangsung. Sedangkan
karakteristik pesantren, yaitu kiai, pondok (asrama), masjid, santri dan
pengajaran kitab-kitab klasik

Pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai


benteng pertahanan moral. Sebagai lembaga pendidikan pesantren berfungsi
untuk menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum,
perguruan tinggi). Dan sebagai lembaga penyiaran agama islam, maka masjid
pesantren digunakan sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi para
jamaah. Sedangkan tujuan pendidikan pesantren menurut masuhu adalah
menciptakan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada tuhan, berakhlak
mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat pada masyarakat dengan
jalan menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat yang mampu berdiri
sendiri, bebas dan teguh dalam berkepribadian, dan lain sebagainya.

Sejarah berdirinya pesantren, sejak zaman pra Islam, di Jawa sudah


berkembang desa-desa pendidikan dengan tokoh agama yang karismatik dan
dianggap yang terkemukakan oleh masyarakat. Ketika para penduduk masuk
Islam, dasar-dasar Islam juga terbentuk dengan pesantren-pesantren yang ada
di dalam nya dan mereka dibebaskan dari pajak. Tokoh yang pertama kali
mendirikan pesantren yaitu, Maulana Malik Ibrahim. Kemudian pada masa

17
walisongo beberapa pesantren berdiri dan tidak pernah lepas dari ulama’. Dan
penyebarannya, pesantren mulai dikenal di bumi Nusantara pada abad ke-13
sampai 17 M, dan di Jawa terjadi pada abad ke-15 sampai 16 M. Pada abad
ke-18, pesantren telah dikenal dengan lembaga pendidikan yang sangat
penting terutama dalam bidang penyiaran agama.

Tipologi pesantren dapat dilihat dari berbagai segi, dalam segi kurikulum,
kemajuan muatan kurikulumnya, jumlah santri, dari santri itu sendiri dibagi
menjadi tujuh macam, salah satunya pesantren yang khusus untuk mahasiswa
saja. Kemudian nilai-nilai yang terkandung dalam pesantren yaitu, adanya
jiwa keikhlasan, kesederhanaan, Ukhuwah Islamiyah, kemandirian dan lain
sebagainya.

B. Saran
Makalah ini dibuat dengan harapan, pembaca lebih mengenal dan
memahami lagi apa makna pesantren tersebut. Dalam makalah ini, sudah
disebutkan dan dijelaskan bahwa pesantren sangatlah penting dan berpengaruh
bagi kehidupan masyarakat. Dan setelah pembaca memahami makna
pesantren secara menyeluruh, hendaknya menyampaikan apa-apa saja yang
telah diketahui kepada seluruh masyarakat agar lebih mengenal kembali
makna sebuah pesantren dalam kehidupan khususnya dalam kehidupan Islam.

18
DAFTAR PUSTAKA

Yassin, Suparman.Sutiana, H. Yana. 2019.Kultur Islam Nusantara dari Masa


Klasik Hingga Modern.Bandung: CV Pustaka Setia.

Gunawan.2016.Islam Nusantara.Yogyakarta: Interpena.

Mahasiswa Prodi PBA Angkatan 2016.2017.Islam Nusantara dan


Kepesantrenan.Jember: Mahasiswa Prodi PBA Angkatan 2016.

Amsyari, Fuad.1993.Peluang dan tantangan umat Islam Indinesia.Bandung: Al-


Bayan.

Asrohah, Hanun.1999.Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: PT Logos.

Sukarno.2012.Budaya Politik Pesantren Perspektif Interaksionisme


Simbolik.Yogyakarta: Interprena Yogyakarta.

Ahmad Reza, Sayyid.2015.Mengundang Cinta-Nya, Menghakau Murka-Nya.


Yogyakarta: Sabil.

19

Anda mungkin juga menyukai