TESIS
Diajukan Kepada Program Pascasarjana
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Dalam Bidang Sejarah Kebudayaan Islam
Oleh :
Muksin Masduqi
Nim: 13.01.01.025
Pembimbing :
1. Dr. Muh. Ulinnuha, MA
2. Dr. Rumadi, MA
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) JAKARTA
1436 H / 2015 M
ABSTRAK
v
khazanah ilmiah bagi pengembangan bidang pendidikan Sejarah
Kebudayaan Islam Nusantara serta memberikan kontribusi
pemikiran bagi masyarakat, khususnya peneliti sehingga bisa
memberikan gambaran ide bagi para peneliti selanjutnya. Kegunaan
praktis sebagai salah satu usaha melestarikan, memelihara,
mengembangkan dan meneruskan warisan budaya lokal di era
globalisasi ini.
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis senandungkan
kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan beragam rahmat,
ni’mat dan karunia-Nya, di antaranya ni’mat Islam, Iman, dan Ihsan
sehingga tesis ini dapat dirampungkan penulisnya yang berjudul
“Kesenian Jamjaneng: Sejarah, Isi dan Peranannya dalam
Penyebaran Islam Di Kebumen” ini meskipun masih dalam segala
keterbatasan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
penyelesaian studi pada program pascasarjana STAINU Jakarta.
Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan keharibaan
Baginda Nabi Muhammad SAW. Seorang manusia pilihan yang telah
menghantarkan umat manusia dari alam yang penuh dengan segala
kebodohan menuju ke alam yang syarat dengan kemilau ilmu
pengetahuan seperti yang bisa kita rasakan sekarang ini. Semoga kita
semua akan mendapat curahan Syafa’at dari Beliau di hari akhir nanti.
Walau waktu, tenaga, dan segenap pikiran telah penulis
kerahkan untuk penyusunan tesis ini, namun sebagai manusia biasa
penulis sadar bahwa apa yang penulis sajikan ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik itu dari segi tata bahasa, tanda baca, ketelitian,
ataupun analisa-analisa yang penulis sampaikan. Besar harapan penulis
kiranya goresan-goresan yang terdapat dalam tesis ini bisa menjadi
bahan kajian lebih lanjut guna memperoleh hasil yang lebih sempurna.
Di sisi lain, penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak
akan terselesaikan tanpa adanya bantuan dan bimbingan yang penuh
ketulusan baik secara moral maupun material dari semua pihak. Sebab
vii
itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Najib Qulyubi, MA Ketua Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAINU) Jakarta, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menimba ilmu dalam proses pendewasaan
intelektual.
2. Bapak Prof. Dr. H. M. Ishom Yusqi, MA, Direktur Program
Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam (STAINU) Jakarta,
yang telah banyak memberikan pelayanan, pengajaran, dan
perhatian selama menimba ilmu di Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAINU) Jakarta.
3. Bapak Dr. Muh. Ulinnuha, MA selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Dr. Rumadi, MA selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan
dan petunjuk dengan sabar serta saran-saran yang berarti kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
4. Bapak Dosen Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAINU) Jakarta yang telah memberikan bekal
pengetahuan kepada penulis, baik secara teoritis maupun praktis
selama penulis berada di perkuliahan.
5. Seluruh Civitas Akademika Program Pascasarjana Sekolah
Tinggi Agama Islam (STAINU) Jakarta yang telah membantu
dari proses awal hingga akhir penulisan tesis ini.
6. Ayahanda tersayang H. Abdullah Marsum dan Ibunda tercinta
Bawon serta mertua Bapak H. Sonhaji, S.Ag dan Ibu Hj.
Umidah S.Ag yang telah mengasuh, mendidik, membesarkan,
sekaligus tempat berharap untuk selalu dimintai do’a demi
viii
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kakak dan adik-
adikku tercinta, semoga Allah Swt senantiasa mempersatukan
kita dalam keimanan.
7. Teruntuk istri dan anakku tercinta, yang telah memberikan
kekuatan serta support yang sangat luar biasa.
8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
tesis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah senantiasa meridhai langkah kita semua. Bahagia
selalu menyertai kita. Amin.
Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya bisa
memanjatkan do’a kepada Allah Swt, semoga kebaikan yang telah
diberikan dapat bernilai ibadah sehingga Allah selalu membalasnya
dengan pahala yang berlipat ganda, Amin.
Akhirnya penulis serahkan segala urusan hanya kepada Allah
Swt, dan berdo’a semoga hasil penelitian yang penulis lakukan dapat
bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridho dari Allah SWT.
Dengan semua kemampuan dan keterbatasan, penulis mencoba
untuk mempersembahkan tesis ini. Semoga bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin
Muksin Masduqi
ix
DAFTAR ISI
x
I. Kesenian Sebagai Pertunjukan ..........................................52
J. Sejarah Kesenian di Indonesia ...........................................54
BAB III. MENGENAL KESENIAN JAMJANENG DI KEBUMEN
A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Kebumen ..........................65
B. Struktur Kesenian Jamjaneng di Kebumen .......................72
C. Perkembangan Kesenian Jamjaneng di Kebumen .............79
BAB IV. ISI, INTERPRETASI DAN PERANAN JAMJANENG DI
KEBUMEN
A. Isi Kesenian Jamjaneng .....................................................88
B. Interpretasi Kesenian Jamjaneng .......................................94
C. Peranan Kesenian Jamjaneng dalam Penyebaran Islam ....98
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................102
B. Saran ................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Edi Setyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal.124
1
2
2
Koentjaraningrat, Kebudayaan, mentalitas dan pembangunan, (Jakarta
: PT. Gramedia, 1987), hal. 2
3
M. Darori Amin (ed), Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), hal. 3
3
4
Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal, ( Jakarta:
CV.Sejahtera Kita, 2013), hal. 5
5
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar
Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1, hal.
45
4
6
Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998).
Cet. Ke-1, hal. 186
5
7
Akhmad Arif Junaidi, dkk. Janengan sebagai Seni Tradisional Islam-
Jawa, (Semarang: Walisongo, 2013), hal.470
8
Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal, hal. 2
7
9
Nasution, Media Dakwah: Kebebasan Beragama, (Jakarta: Gramedia,
1992), hal.
10
KR. Mutamim Muis Al Kaff, Mengenal lebih dekat jamjaneng
(Kebumen, 2014), hal. 5
8
11
Wawancara dengan bapak Sugiono selaku pemimpin group jamjaneng
di kec. Kebumen tanggal 31 Mei 2015 jam 13.00 wib
9
12
Wawancara dengan KR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April
2015 jam 09.00 wib
10
B. Identifikasi Masalah
1. Sejarah Jamjaneng di Kebumen
2. Peranan Jamjaneng dalam penyebaran agama Islam
3. Fungsi Jamjaneng bagi masyarakat Kebumen
4. Unsur-unsur dan isi kandungan Jamjaneng
5. Mulai punahnya kesenian Jamjaneng di Kebumen
6. Shalawat Jamjaneng merupakan kebudayaan lokal yang harus
tetap dilestarikan
7. Bentuk pelestarian jamjaneng sebagai kebudayaan lokal
kabupaten Kebumen.
13
KR. Mutamim Muis Al Kaff, Mengenal Lebih Dekat Jamjaneng,
(Kebumen, Paguyuban seni tradisional jamjaneng, 2012), hal. 3
11
E. Kajian Pustaka
Setelah melakukan survey di Perpustakaan Nasional,
Perpustakaan KEMENDIKBUD RI, Perpustakaan Daerah
Kebumen, Perpustakaan UIN Yogyakarta, Perpustakan UIN
Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, dan Perpustakaan
Universitas Sebelas Maret melalui program OPAC computer dan
cara manual serta setelah melakukan pencarian melalui website
http: //ern.pendis.kemenag.go.id, sebuah website dari Pendis
Kemenag electronic Research Network ini memuat daftar Tesis dan
Disertasi pada Perguruan Tinggi Islam (PTAI) seluruh Indonesia14
maka menunjukkan bahwa kajian mengenai topic Kesenian
Jamjaneng : Sejarah dan Peranannya dalam penyebaran Islam di
Kebumen sejauh yang penulis ketahui sampai saat ini belum
ditemukan.
Kajian tentang kesenian Jamjaneng telah dihasilkan oleh
para peneliti terdahulu, sehingga beberapa karya tersebut dijadikan
komparasi dan referensi, di antara karya-karya tersebut yang
terpenting adalah :
Rabimin dengan judul “shalawatan jamjaneng di kabupaten
Kebumen" kajian Rabimin mengenai shalawatan jamjaneng ini
berbeda dengan kajian yang akan peneliti lakukan, kajian Rabimin
14
Lihat http://ern.pendis.kemenag.go.id, di akses tanggal 20 April 2015
13
15
Rabimin, Shalawatan Jamjaneng di kabupaten Kebumen,(Surakarta:
Skripsi Akademi Karawitan, 1979)
16
Akhmad Arif Junaidi, dkk. Janengan sebagai Seni Tradisional Islam-
Jawa, (Semarang : Jurnal IAIN Walisongo, 2013)
14
17
Akhmad Dwi Prawirayudha, Pelestarian Seni Tradisional Jamjaneng
di Kebumen, (Surakarta: Skripsi UNS, 2014)
18
Chotibul Umam, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Syair Kesenian
Tradisional Jamjaneng “Sa Wayah-Wayah” di desa Krakal, kecamatan Alian
kabupaten Kebumen, (Kebumen: Skripsi STAINU, 2012)
15
F. Metodologi Penelitian
Setiap kegiatan untuk lebih terarah dan rasional diperlukan
suatu metode, karena metode berfungsi sebagai cara mengerjakan
sesuatu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Disamping itu
metode merupakan cara bertindak supaya penelitian berjalan lancar
dan mencapai hasil yang maksimal.19 Penelitian dapat diartikan
sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan
untuk memperoleh fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, tekun,
hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.20
Dalam penelitian ini, penulis memerlukan sebuah metode
penelitian yang berguna untuk memperoleh data yang akan dikaji.
Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai
tujuan mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Tujuan
untuk mengetahui haruslah dicapai dengan menggunakan metode
atau cara-cara yang akurat.21
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
sejarah, yaitu sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan
penafsiran gejala, peristiwa, ataupun gagasan yang timbul di masa
lampau, untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha
untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan
yang akan datang.22
19
Anton Bekker, Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesi, 1986), hal.
10
20
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta:
Bina Aksara, 1995), hal. 24
21
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), hal. 91
22
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode
dan Tekhnik, (Bandung: Tarsito, 1980), hal. 123
16
23
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Bandung : Pustaka Setia
2014), hal. 75
24
Sutrisno Hadi, Metode Reseach Jilid 2, (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2004), hal. 151
17
25
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta:
Bina Aksara, 1995), hal. 64
26
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi
Aksara, 1999), hal. 85.
18
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber sekunder yaitu
penulis melaporkan hasil observasi orang lain yang satu
kali atau lebih, dengan mengembangkan bahasa sendiri
lepas dari aslinya.
Penelitian ini menggunakan kritik historis yaitu cara-cara
untuk meneliti otentisitas dan kredibilitas sumber yang
diperoleh.28 Kritik dilakukan dengan cara kritik ekstern dan
intern.
a. Kritik ekstern
Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui tingkat keaslian
sumber data guna memperoleh keyakinan bahwa penelitian
telah dilakukan dengan mempergunakan sumber data yang
27
Heluis Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,(Yogyakarta: Ombak, 1994),
hal. 73
28
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, hal. 135.
19
29
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1998), hal. 80
30
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, hal. 135
20
4. Historiografi
Sebagai tahap terakhir dalam metode sejarah,
historiografi di sini merupakan cara penulisan, pemaparan atau
laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan sehingga
menjadi sebuah karangan sistematis yang dapat dibaca orang
lain dan di dalamnya mengandung pelukisan tentang kehidupan
suatu masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah.33
31
Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian sejarah, (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu 1998), hal. 44
32
Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian sejarah, hal. 67
33
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru,
1980), hal. 44
21
A. Pengertian Kebudayaan
Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan yang ingin
dipenuhi, dalam memenuhi kebutuhan hidup tersebut manusia
menciptakan sesuatu dengan akal pikiran sesuai dengan inspirasi
yang di dapat, yang disebut kebudayaan.
Menurut Pranjoto Setjoatmojo bahwa sebagai homo pluralis
yang memiliki cipta, rasa, dan karsa, manusia menciptakan tata
kehidupan yang unik yang menandai eksistensinya sebagai
manusia budaya. Dengan budi dayanya dan ditopang oleh
kemampuan berpikir, merasakan dan berbuat, manusia
mengembangkan pola dasar kehidupan dengan cara memberikan
penilaian, penafsiran, dan predikat terhadap alam lingkungan.1 Inti
perjuangan hidup manusia pada dasarnya adalah menentukan
1
Pranjoto Setjoatmojo, Dasar-dasar Seni Lukis, (Malang: OPF, 1982), hal.
84
22
23
2
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
(Djakarta: Badan FEUI, 1964), hal. 78
3
Joko Tri Prasetyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
hal.29
4
JWM Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Yayasan Kanisius, 1984), cet. 11, hal. 22
24
5
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), hal.
180
6
Djoko Widagdo, Ilmu Budaya Dasar, (PT. Bumi Aksara, 2001), cet. 6, hal.
20
7
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, hal. 86
25
8
Imam Budhi Santoso, Saripati Ajaran Hidup Dahsyat Dari Jagad Wayang,
(Yogyakarta: Flash Books, 2011), hal. 60
9
JWM Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, hal. 17
10
Djoko Widagdo, Ilmu Budaya Dasar, cet. 6, hal. 18
26
11
Koentjaraningrat, Metode-metode penelitian masyarakat,(Jakarta: PT.
Gramedia, 1992), hal.7
12
S. Saripin, Sejarah Kesenian Indonesia,(Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
1976), hal. 5
13
Mahjunir, Mengenal Pokok-pokok Antropologi dan Kebudayaan, (Jakarta:
Bratara, 1967), hal. 17
27
14
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
(Djakarta: Badan FEUI, 1964), hal. 113
15
Djoko Widagdo, Ilmu Budaya Dasa, hal. 19-21
16
WJS Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta tp, tth), hal.
169
17
WJS Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 392
28
18
WJS Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 729
19
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka
Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penerbit UI, 1976), hal. 24
29
20
Woro Aryandini S, Manusia dalam tinjauan ilmu budaya dasar, (Jakarta :
UI press. 2000), cet. I, hal. 16
31
21
Fred Wibowo, Kebudayaan Menggugat, (Yogyakarta: Pinus Book
Publisher, 2007), hal.31
22
DR. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia,
(Yogyakarta: Kanisius, 1972), hal. 9
23
T.O. Ihromi (ed), Pokok-pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1994), cet. 7, hal.18
32
B. Wujud Kebudayaan
Koentjaraningrat berpendapat bahwa secara garis besar
kebudayaan paling sedikit memiliki tiga wujud yaitu:24
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat .
24
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1994), cet. 17, hal. 5
33
25
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 5
26
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 6
34
27
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 6
28
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 7
35
29
Alfian, Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan, (Jakarta: Gramedia,
1985), hal. 100
30
Abdul Aziz Said, Toraja Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional
(Yogyakarta : Ombak 2004), hal. 1-2
36
C. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan sebagai suatu sistem memiliki unsur-unsur yang
besar maupun kecil dan merupakan satu rangkaian yang bulat serta
menyeluruh atau bersifat universal.
Kebudayaan fisik yang dimiliki atau dihasilkan oleh suatu
bangsa itu, harus lebih dulu digolong-golongkan menurut
tingkatnya masing-masing. Sebagai pangkal penggolongan dapat
kita pakai unsur-unsur kebudayaan terbesar, ialah unsur-unsur
universal artinya unsur-unsur kebudayaan yang pasti itu dapat
ditemukan dalam semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup
dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam
masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks dengan suatu
jaringan yang luas. Adapun unsur-unsur universal itu, yang
37
31
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 1
38
D. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kebudayaan itu sendiri. Faktor kebudayaan
diartikan sebagai penggerak manusia untuk menciptakan
kebudayaan, antara lain:
1. Interaksi manusia dan alam, adanya interaksi manusia dengan
alam berpeluang menciptakan kebudayaan. Karena kebudayaan
merupakan hasil interaksi, namun tidak semua interaksi tersebut
menciptakan kebudayaan.
2. Evolusi, proses budaya adalah ciptaan manusia, bebas,
superorganis, dan pluriform. Evolusi dalam kontek ini adalah
pergeseran perubahan karena berbagai faktor diantaranya
32
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 2
33
Soemardjan, Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES,
1982), hal. 53
39
34
Bakker, Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kanisius,
1984), hal. 58 - 78
40
E. Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai kedudukan, peranan, fungsi dan
kegunaan yang sangat besar didalam kehidupan bagi manusia dan
masyarakat sekitarnya.35 Oleh karena itu, manusia mempunyai
kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga akan merasa lebih puas
apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dan tidak puas apabila
tidak terpenuhi.
Adapun hasil karya manusia atau masyarakat menimbulkan
teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan
utama didalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan
alam.36
Selo Soemardjan mengatakan bahwa kebudayaan
masyarakat pada intinya juga berfungsi menghubungkan manusia
dengan alam sekitarnya dan dengan masyarakat tempat manusia
tersebut menjadi warga.37
Kebudayaan juga berfungsi memenuhi kebutuhan hidup
manusia mulai dari kebutuhan biologis, kebutuhan social dan
kebutuhan psikologis. Dengan kebudayaan, manusia dapat
menciptakan teknologi, dan mewujudkannya dengan benda.
Dengan kebudayaan, manusia bisa menghasilkan aturan dan nilai
yang dianggap benar, sehingga dapat mengatur pergaulan
kehidupan dalam bermasyarakat. Kebudayaan mengajarkan
manusia untuk bertindak sesuai dengan aturan yang telah
35
Soerjono soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum, hal. 24
36
Soerjono soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum, hal. 52
37
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Sleman: Ar-Ruzz media,
2010), hal. 319
41
F. Pengertian Kesenian
Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang
menjadi ekspresi dari apa yang dirasakan dan dituangkan dalam
gerak-gerik nada dalam kombinasi keduanya atau dalam bentuk
gambar dan lainnya.
Kesenian adalah segala hasrat manusia akan keindahan.
Kesenian sebagai salah satu rasa keindahan merupakan kebutuhan
manusia yang universal, milik semua masyarakat. Hal ini tidak
dapat dipungkiri karena semua orang pasti menginginkan adanya
rasa keindahan yang tercermin dalam karya seni. Kesenian tidak
pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian penting
dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreatifitas dari
kebudayaan itu sendiri.
Seni merupakan unsur budaya yang fungsional untuk
mengobjektifkan pengalaman rasa dan kehidupan batin manusia
sehingga dapat dikontemplasi dan dipahami maknanya.
Pengalaman rasa dan kehidupan batin yang bersifat dinamik pada
saatnya menjelma menjadi ekspresi formal berupa lambang-
lambang komunikasi yang menerjemahkan perasaan bagi
kesadaran kita. Dalam pengertian ini fungsi seni setara dengan
fungsi bahasa sebagai media komunikasi simbolik.38
Seni yang sering dipandang sebagai semacam taman sarinya
kebudayaan atau pajangan tata kehidupan lahiriah ternyata
38
Pranjoto Setjoatmojo, Dasar-dasar Seni Lukis, hal. 84
42
39
Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990),
hal. 525
43
40
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), hal.
380
41
Hartono, Apresiasi Kesenian Tradisional, (Jakarta: CV. Rajawali, 2010),
hal. 23
42
Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta: Depdikbud, 1990), hal.
177
43
T.O Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: PT. Gramedia,
1986) hal. 75
44
44
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 685
45
Johanes Mardimin, Dimensi Kritis Proses Pembangunan di Indonesia
(Yogyakarta: Yayasan Kanisius,1994), hal. 145
45
46
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1987), hal. 25
46
47
Selo Sumardjan, Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan, (Jakarta: CV.
Rajawali, 1980), hal. 32
47
48
Hasil Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff, 11 April 2015,
jam 09.00
48
49
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 125
50
50
Triyanto, Media Visual untuk Pengajaran Teknik, (Bandung: Tarsito,
1993), hal. 15
53
51
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta: Sinar Harapan,
1981), hal 52
52
Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya,
(Yogyakarta: Kemenbud DIY, 2003), hal 50
54
4. Fungsi hiburan
Adapun fungsi seni pertunjukan yang berupa tari-tarian
dengan iringan bunyi-bunyian merupakan pengemban dari
kekuatan-kekuatan magis yang diharapkan hadir, tetapi juga
semata-mata merupakan tanda syukur pada terjadinya peristiwa-
peristiwa tertentu.53
Kesenian jamjaneng merupakan seni pertunjukan yang juga
memiliki fungsi seperti yang disebutkan di atas, yaitu berupa syair-
syair yang mengandung nilai-nilai Islam, bersosialisasi dengan
masyarakat, mengandung pendidikan agama Islam, dan juga
hiburan melalui permainan music dan lantunan syair-syair yang
disajikan.
53
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, hal 52
54
Seni rupa yaitu segala macam kesenian yang hanya dapat dinikmati
keindahannya dengan penginderaan mata. Seni suara yaitu meliputi apa yang disebut
seni instrumental, seni suara vocal, dan seni sastra. Seni gerak yaitu meliputi seni tari,
seni pencak, seni sandiwara. Lihat S. Saripin, Sejarah Kesenian Indonesia, (Jakarta:
PT. Pradnya Paramita, 1976), hal. 12
55
55
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1,
(Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1973), hal. 22
56
Lily Turangan dkk, Seni Budaya dan Warisan Indonesia: Sejarah Awal,
(Jakarta : PT. Aku Bisa, 2014), hal. 13
56
57
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 23
58
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 290
59
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Seni Pertunjukan dan
Seni Media, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 20
57
60
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 22
61
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 49
62
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 290
58
63
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia, hal. 20
64
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 78
65
Seni Budaya dan Warisan Indonesia: Sejarah Awal, hal. 54
59
66
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia, hal. 21
67
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 291
68
Ahmad Mansyur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 73
60
antara lain: teori India, teori Arab, teori Persia dan teori Cina.
Pijnapel mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia (Nusantara)
bukan dari Arab maupun Persia secara langsung, tetapi berasal dari
India. Sebelum Islam sampai ke Nusantara banyak orang Arab
yang bermazhab Syafi‟i yang bermigrasi ke India kemudian Islam
bergerak ke Nusantara.69
Selain itu, berdasarkan data arkeologisnya proses Islamisasi
terbagi dalam tiga fase, yaitu: fase kehadiran para pedagang
muslim, fase terbentuknya kerajaan Islam, fase kelembagaan
Islam.70
Zaman ini memperlihatkan suatu masukan tersendiri dalam
perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Khususnya dalam
seni musik dengan ciri khasnya berupa permainan. Di daerah-
daerah tertentu pengaruh ini langsung dapat dari suatu sosok kuat
zaman prasejarah, namun di daerah-daerah lain pengaruh Islam ini
menumpuk di atas budaya yang sebelumnya telah menyerap
banyak unsur India. Dalam hal ini unsur-unsur budaya masa hindu-
budha masih banyak yang terbawa meskipun di sana-sini dalam
ekspresi budaya terlihat unsur islam yang jelas.71
Fungsi dari pertunjukan yang diteguhkan pada masa hindu
budha pun masih ada yang berlanjut, dikarenakan struktur
sosialkerajaan Islam kurang lebih diteruskan dalam format yang
sama meskipun di sana-sini ada perkembangan dan penyesuaian.
69
Nor Huda, Islam Nusantara, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007), hal. 31-
32
70
Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban: jejak Arkeologis dan
Historis Islam Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu), hal. 55
71
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 291-292
61
72
Mukhlis Paeni, Sejarah KebudayaanIndonesia, hal. 23
73
Islam dalam Budaya Indonesia, (Debdikbud, 2000), hal. 5
62
74
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 292
75
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia, hal. 24
63
76
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 292
77
Lily Turangan, Seni Budaya dan Warisan Indonesia: Seni Pertunjukan,
(Jakarta: PT. Aku Bisa, 2014), hal. 54
64
78
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan, hal. 24
BAB III
65
66
Gujarat atau kawasan Persia dan bangsa Arab sekitar abad ke 11.
Dengan meningkatnya jaringan perdagangan di luar kepulauan
Nusantara yang didukung oleh para pedagang dan seluruh
bangsawan dari kerajaan besar Nusantara.
Sugiono mengatakan bahwa agama Islam menjadi agama
yang paling banyak pemeluknya di Indonesia karena cara
penyebaran agama Islam dengan berbagai cara, diantaranya melalui
perdagangan, pendidikan, dakwah di kalangan masyarakat dan
kesenian yang disesuaikan dengan keadaan. Adapun cara
penyebaran agama Islam yang dilakukan para ulama di kabupaten
Kebumen melalui jalur kesenian.2 Hal ini juga diperkokoh oleh
seluruh lapisan masyarakat yang meyakini bahwa masyarakat
Kebumen beragama Islam karena adanya kesenian yang dijadikan
sebagai media berdakwah.
Pada zaman kesultanan Demak, agama Islam tersebar
diberbagai penjuru wilayah Jawa Tengah, salah satu kabupaten di
Indonesia yang penyebaran agama Islam melalui jalur kesenian
adalah kabupaten Kebumen yang bernama kesenian Jamjaneng.
Salah satu tokoh penyebar agama Islam di Jawa Tengah pada saat
itu adalah Sunan Kalijaga. Kesenian yang diciptakan sunan
Kalijaga menggunakan alat musik yang cara membunyikannya
dengan cara dipukul, bunyi alat musik tersebut istilah orang desa
pating klening dan ternyata suara itu menarik simpati masyarakat
yang menyaksikan acara sekaten salah satunya adalah masyarakat
2
Wawancara dengan sugiono salah satu pemimpin group jamjaneng tanggal
10 April 2015 jam. 16.00 wib
68
3
Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April 2015
jam 10.00
4
Alat Gamelan ialah alat musik tradisional Jawa, Bali dan Sunda yang pada
dasarnya menggunakan laras slendro dan pelog. Lihat Prof. R.M. Soedarsono,
Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hal. 18. Gamelan juga
memiliki filosofi baik dari namanya maupun bunyi yang dihasilkannya. Filosofi dari
namanya yakni “G” bermakna Gusti, “A” bermakna Alloh, “M” bermakna Maringi
(memberi), “E” bermakna Emut (ingat), “L” bermakna Lakonono (mengerjakan), “A”
bermakna ajaran, “N” bermakna Nabi. Sedangkan untuk bunyinya bernada Nang,
ning, nung, neng, nong yang masing-masing bermakna menang, wening (berpikir),
ndhunung (berdo’a), meneng (diam) dan Tuhan. Lihat Lily Turangan dkk, Seni
Budaya dan Warisan Indonesia: Seni Pertunjukan, (Jakarta : PT. Aku Bisa, 2014),
hal. 41-42
69
menyuruh membuat alat musik dari kayu sawo, karena kayu sawo
sangat keras dan dengan peralatan yang seadanya pula akhirnya
gagal.
Kemudian mencoba lagi dengan menggunakan kayu randu
namun gagal lagi karena terlalu empuk, baru tahapan yang ke 3 itu
menggunakan kayu yang mudah di dapat dan mudah di buat yaitu
menggunakan kayu pokol pohon kelapa. Setelah potongan pokol
pohon kelapa dilubangi (arah muka lebih lebar dari pada arah
belakang) dan sudah sesuai dengan keinginan meraka kemudian
permukaannya ditutup dengan kulit binatang.
Mereka berdiskusi sambil berfikir keras, kulit apa yang akan
digunakan sebagai penutupnya. Ada yang mencoba kulit kerbau
namun suaranya tidak bagus dan kyai Jamjani tidak menyukainya,
kemudian memakai kulit kambing, ternyata menghasilkan bunyi
bagus dan Kyai jamjani menyukainya sesuai dengan yang
diinginkan. Akhirnya para seniman bisa menerima dan spontan
alat musik setelah beberapa ratus tahun dari perjalanan sekaten itu
dan diperkirakan 300 tahunan.5
Pada awalnya kesenian ini menggunakan lagu dan syair
yang diambil dari kitab al barzanji karangan Syeikh Ja’far al
Barzanji dari Timur Tengah seperti lagu: َمىْ نِ ُد selain itu mereka
5
Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April 2015
jam 10.00
6
KHR. Mutamim Muis al Kaff, Mengenal Lebih Dekat Jamjaneng, … hal.
10
71
8
Wawancara dengan Darsono, Sekretaris Paguyuban Jamjaneng Kebumen
9
Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April 2015
jam 11.00
73
10
Untuk baju meskipun mereka mengenakan seragam yang sama dalam satu
group, salah satu diantara mereka ada yang membeli di pasar terdekat agar warna dan
coraknya bisa seragam dan di pandang penontonnya lebih enak ketika dalam
pertunjukan tersebut.
11
Prof. R.M. Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta: Balai Pustaka,
1992), hal. 19 gong adalah alat musik yang sangat populer sebagai alat musik
tradisional jawa. Biasanya gong berfungsi sebagai penanda akhir dari bagian lagu
yang liriknya panjang. Nada suara “dunggg” yang panjang sangat pas di dengar pada
akhir dalang bernyanyi.
12
Terbang digunakan sebagai sebutan alat musik yang diambil dari kata atau
bahasa Jawa yang mempunyai kesamaan arti dengan rebana. Fungsinya selain sebagai
76
alat hiburan, juga untuk mengiringi kidungan yakni menyanyikan lagu-lagu rohani
seperti sholawatan dll terbang ini adalah sebutan orang jawa biasa dikenal dengan
rebana berbentuk bundar atau pipih. Bingkai terbentuk lingkaran dari kayu yang
dibubut, dengan salah saatu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Lihat.
Moercipto, Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa
Yogyakarta, (Jakarta: Depdikbud, 1993), hal. 65
13
Alat ini digunakan untuk mengiringi seni slaka, bentuk seperti tabung
panjang 55 cm, dengan sisi kanan dan kiri di tutup dengan kulit binatang kendang
sendiri terdiri dari tiga ukuran yaitu : kendang yang paling kecil namanya ketipung,
yang ukurannya menengah namanya kendang ciblon atau bisadisebut juga dengan
kendang kebar dan kendang yang paling besar dinamkan kendang gedhe atau nama
lainnya kendang kalih. Lihat Moercipto, Peralatan Hiburan dan Kesenian
Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, hal. 98
14
Fungsi kempul sebagai pengisi akor dalam setiap permainannya. Kempul
juga berfungsi sebagai pemangku irama atau menegaskan irama melodi.
77
َ انهّهُ َّم
ص ِّم َعهًَ ُم َح َّمد
Kalimat ini adalah kalimat salam yang selalu digunakan oleh
vokalis kesenian jamjaneng pada permulaan setiap lagu yang
akan disajikan dalam pementasan. Kalimat salam tersebut
kemudian dijawab oleh seluruh anggota jamjaneng dengan
15
Soedarsono, Keadaan dan Perkembangan Bahasa, Sastra, Etika,
Tatakrama dan Seni Pertunjukan Jawa, Bali, dan Sunda, (Yogyakarta: Depdikbud,
1985), hal. 261
81
16
Soedarsono, Keadaan dan Perkembangan Bahasa, Sastra, Etika,… hal.
263
83
18
Wawancara dengan bapak sugi salah satu pemimpin group Jamjaneng di
Kecamatan Kebumen.
89
Perkusi adalah nama atau sebutan bagi semua instrument (alat musik)
yang cara atau teknik permainannya dengan cara di pukul. Memukul
instrument perkusi ini dapat menggunakan tangan atau stik (batang atau
alat pemukul). Dalam hal ini banyak sekali alat musik yang tergolong
dalam instrument perkusi, alat musik tersebut diantaranya adalah:
gamelan, arumba, kendang, kolintang, tifa, talempong, rebana, bedug,
jimbe dan masih banyak lagi yang lainnya.
Gamelan adalah alat musik yang terbuat dari bahan logam. Logam
tersebut di bentuk sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang indah.
Gamelan berasal dari daerah Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur
juga dari Jawa Barat. Di Jawa Barat, gamelan biasa disebut dengan
degung dan di daerah Bali disebut gamelan Bali. Satu perangkat
lengkap gamelan terdiri dari instrument saron, demung, goong, kenong,
slenthem, boning dan beberapa instrument pelengkap lainnya. Gamelan
ini memiliki jenis nada pentatonis.
BAB IV
1
Syair adalah puisi lama yang tiap-tiap bait yang terdiri atas 4 lirik (baris
yang berakhir dengan bunyi yang sama). Lihat Depdiknas, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 114
2
Arab pegon yaitu bahasa jawa yang ditulis dengan menggunakan tulisan
Arab
88
89
agar tidak terputus di tengah jalan. Yang mengawali lagu atau yang
mengomando lagu dalam shalawatan jamjaneng sering disebut
dengan Dalang (pemimpin). Dalang dibantu oleh tiga atau empat
orang dalam memimpin jalannya musik sedangkan anggota grup
lainnya menjadi backing vocal maupun pemain musik.
Lagu-lagu dalam kesenian jamjaneng ini hampir 80%
mengambil dari kitab Al-Barzanji, yakni seperti lagu pertama atau
salam pembuka biasa menggunakan syair sebagai berikut :
Assalamu’alaik Assalamu’alaik
Ngalal Mugu Damilil Imamah
Assalamu’alak Assalamu’alak
Ngalal Musyafangi Fil Qiyamah
Assalamu’alak Assalamu’alak
Ngalal Mudhollali Bil Ghomaah
Assalamu’alak Assalamu’alak
Ngalal Mutawwaji Bil Karomah.3
Lagu dan syair ini adalah salam pembuka dari setiap
shalawatan jamjaneng ketika akan dimulai pertunjukan.
Adapun Pertunjukan shalawatan jamjaneng ini biasanya
memakan waktu panjang dan biasanya dilakukan dimalam hari.
Ketika waktu sudah menunjukan pukul 21.00 sampai menjelang
subuh dini hari atau sekitar jam empat dini hari. Jadi lama
pertunjukan shalawatan jamjaneng ini sekitar tujuh jam. Tahapan-
tahapan yang dilakukan pada pertujukan shalawatan jamjaneng
sendiri yaitu : Pertama salam pembuka yang dimulai dengan lagu
berjudul “Assalam” yang berjalan sekitar satu jam.
3
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen) Jl. Kolopaking Rt.08/Rw. 06 Kebumen 543111(tidak diterbitkan),
Dokumen diperoleh dari bapak Muhammad Zain tanggal 17 Agustus 2015.
90
4
Mahalul qiyam merupakan suatu kebiasaan masyarakat Islam untuk berdiri
sebagai penghormatan kepada Nabi muhammad SAW karena pada saat mahalul
qiyam dipercaya bahwa Nabi Muhammad sedang hadir dihadapan kita.
5
Wawancara dengan Muhammad Zain tanggal 31 Mei 2015 Jam 13.00 WIB
6
Lagu bahasa Arab berjudul Assalam dan Annabi. Lagu-lagu Kesenian
Jamjaneng Group Asifa
91
7
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
92
8
Untuk huruf “E” tidak ada arti khusus, dalam setiap baris itu sebagai variasi
saja yang berfungsi sebagai awalan ketika akan mengangkat suara atau masuk dalam
liriknya. Wawancara dengan bapak sugi tanggal 31 Mei 2015. Jam 16.00 WIB
9
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
10
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
93
11
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
94
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Awal kemunculan kesenian jamjaneng berkaitan dengan
adanya acara sekaten di Yogyakarta. Karena masyarakat Kebumen
yang nota-benenya berbahasa jawa masih sedikit yang beragama
Islam maka seorang ulama membuta kesenian ini sebagai media
penyebaran Islam. Kesenian Jamjaneng terinspirasi dari acara
Sekaten yang menggunakan alat musik bermacam-macam, di
adakan di kota Yogyakarta oleh sunan Kalijaga. Dari alat musik
yang bermacam-macam itu, pada tahun 1824 M seorang ulama
bernama Kyai Jamjani berasal dari desa Mrentul, Kecamatan
Prembun, Kabupaten Kebumen, ingin memiliki alat musik yang
sama dengan alat yang digunakan pada acara sekaten tersebut.
Kemudian para seniman dikumpulkan untuk membantu membuat
alat-alat musik bersama Kyai Jamjani.
Isi kesenian jamjaneng berupa syair lagu sholawat yang
dipadukan dengan syair Jawa. Kesenian jamjaneng ini lebih
populer dengan menggunakan huruf latin yang ditranliterasi dari
Arab pegon dikarenakan makin banyak masyarakat awam yang
kesusahan dalam membaca naskah Arab Pegon. Syair-syair yang
digunakan dalam kesenian jamjaneng ini ada yang masih
menggunakan bahasa Arab asli dan ada yang menggunakan bahasa
Jawa. Adapun isi dari lagu-lagu jamjaneng yang biasa dibawakan
102
103