Anda di halaman 1dari 116

KESENIAN JAMJANENG:

SEJARAH, ISI DAN PERANANNYA DALAM PENYEBARAN


ISLAM DI KEBUMEN

TESIS
Diajukan Kepada Program Pascasarjana
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Dalam Bidang Sejarah Kebudayaan Islam

Oleh :
Muksin Masduqi
Nim: 13.01.01.025
Pembimbing :
1. Dr. Muh. Ulinnuha, MA
2. Dr. Rumadi, MA

PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) JAKARTA
1436 H / 2015 M
ABSTRAK

Kesenian Jamjaneng merupakan kesenian khas asli


kabupaten kebumen yang hampir setiap desa memiliki satu bahkan
lebih kesenian ini. Kesenian jamjaneng awal berdiri sebagai media
penyebaran Islam karena terinspirasi dari acara Sekaten yang
diadakan oleh sunan Kalijaga dengan menggunakan alat musik
bermacam-macam.
Dari alat musik yang bermacam-macam itu, pada tahun
1824 M seorang ulama bernama Kyai Jamjani berasal dari desa
Mrentul, Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, ingin
memiliki alat musik yang sama dengan alat yang digunakan pada
acara sekaten tersebut. Kemudian para seniman dikumpulkan untuk
membantu membuat alat-alat musik bersama Kyai Jamjani.
Tesis ini menginterpretasikan kesenian jamjaneng dan juga
menjelaskan peranannya dalam penyebaran Islam di Kebumen.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah,
yaitu sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran
gejala, peristiwa, ataupun gagasan yang timbul di masa lampau,
untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha untuk
memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang
akan datang.
Adapun rumusan masalah: Bagaimana sejarah, isi,
interpretasi dan peranan kesenian jamjaneng dalam penyebaran
Islam di Kebumen?. Tujuan penelitian: Untuk menganalisa sejarah,
isi, interpretasi dan peranan kesenian jamjaneng dalam penyabaran
Islam di Kebumen. Kegunaan: sebagai usaha untuk menambah

v
khazanah ilmiah bagi pengembangan bidang pendidikan Sejarah
Kebudayaan Islam Nusantara serta memberikan kontribusi
pemikiran bagi masyarakat, khususnya peneliti sehingga bisa
memberikan gambaran ide bagi para peneliti selanjutnya. Kegunaan
praktis sebagai salah satu usaha melestarikan, memelihara,
mengembangkan dan meneruskan warisan budaya lokal di era
globalisasi ini.

vi
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis senandungkan
kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan beragam rahmat,
ni’mat dan karunia-Nya, di antaranya ni’mat Islam, Iman, dan Ihsan
sehingga tesis ini dapat dirampungkan penulisnya yang berjudul
“Kesenian Jamjaneng: Sejarah, Isi dan Peranannya dalam
Penyebaran Islam Di Kebumen” ini meskipun masih dalam segala
keterbatasan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
penyelesaian studi pada program pascasarjana STAINU Jakarta.
Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan keharibaan
Baginda Nabi Muhammad SAW. Seorang manusia pilihan yang telah
menghantarkan umat manusia dari alam yang penuh dengan segala
kebodohan menuju ke alam yang syarat dengan kemilau ilmu
pengetahuan seperti yang bisa kita rasakan sekarang ini. Semoga kita
semua akan mendapat curahan Syafa’at dari Beliau di hari akhir nanti.
Walau waktu, tenaga, dan segenap pikiran telah penulis
kerahkan untuk penyusunan tesis ini, namun sebagai manusia biasa
penulis sadar bahwa apa yang penulis sajikan ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik itu dari segi tata bahasa, tanda baca, ketelitian,
ataupun analisa-analisa yang penulis sampaikan. Besar harapan penulis
kiranya goresan-goresan yang terdapat dalam tesis ini bisa menjadi
bahan kajian lebih lanjut guna memperoleh hasil yang lebih sempurna.
Di sisi lain, penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak
akan terselesaikan tanpa adanya bantuan dan bimbingan yang penuh
ketulusan baik secara moral maupun material dari semua pihak. Sebab

vii
itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Najib Qulyubi, MA Ketua Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAINU) Jakarta, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menimba ilmu dalam proses pendewasaan
intelektual.
2. Bapak Prof. Dr. H. M. Ishom Yusqi, MA, Direktur Program
Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam (STAINU) Jakarta,
yang telah banyak memberikan pelayanan, pengajaran, dan
perhatian selama menimba ilmu di Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAINU) Jakarta.
3. Bapak Dr. Muh. Ulinnuha, MA selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Dr. Rumadi, MA selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan
dan petunjuk dengan sabar serta saran-saran yang berarti kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
4. Bapak Dosen Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAINU) Jakarta yang telah memberikan bekal
pengetahuan kepada penulis, baik secara teoritis maupun praktis
selama penulis berada di perkuliahan.
5. Seluruh Civitas Akademika Program Pascasarjana Sekolah
Tinggi Agama Islam (STAINU) Jakarta yang telah membantu
dari proses awal hingga akhir penulisan tesis ini.
6. Ayahanda tersayang H. Abdullah Marsum dan Ibunda tercinta
Bawon serta mertua Bapak H. Sonhaji, S.Ag dan Ibu Hj.
Umidah S.Ag yang telah mengasuh, mendidik, membesarkan,
sekaligus tempat berharap untuk selalu dimintai do’a demi

viii
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kakak dan adik-
adikku tercinta, semoga Allah Swt senantiasa mempersatukan
kita dalam keimanan.
7. Teruntuk istri dan anakku tercinta, yang telah memberikan
kekuatan serta support yang sangat luar biasa.
8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
tesis ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah senantiasa meridhai langkah kita semua. Bahagia
selalu menyertai kita. Amin.
Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya bisa
memanjatkan do’a kepada Allah Swt, semoga kebaikan yang telah
diberikan dapat bernilai ibadah sehingga Allah selalu membalasnya
dengan pahala yang berlipat ganda, Amin.
Akhirnya penulis serahkan segala urusan hanya kepada Allah
Swt, dan berdo’a semoga hasil penelitian yang penulis lakukan dapat
bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridho dari Allah SWT.
Dengan semua kemampuan dan keterbatasan, penulis mencoba
untuk mempersembahkan tesis ini. Semoga bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin

Jakarta, 18 September 2015


Penulis

Muksin Masduqi

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................v
KATA PENGANTAR .................................................................. vii
DAFTAR ISI ...................................................................................x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESI .................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................1
B. Identifikasi Masalah ..........................................................10
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................11
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................11
E. Kajian Pustaka ...................................................................12
F. Metodologi Penelitian .......................................................15
G. Teknik dan Sistematika Penelitian ....................................20
BAB II. KEBUDAYAAN DAN KESENIAN DI NUSANTARA
A. Pengertian Kebudayaan .....................................................22
B. Wujud Kebudayaan ...........................................................32
C. Unsur-unsur Kebudayaan ..................................................36
D. Faktor Kebudayaan ............................................................38
E. Fungsi Kebudayaan ...........................................................39
F. Pengertian Kesenian ..........................................................40
G. Kesenian Sebagai Sistem ...................................................48
H. Kesenian Sebagai Fungsi Sosial ........................................49

x
I. Kesenian Sebagai Pertunjukan ..........................................52
J. Sejarah Kesenian di Indonesia ...........................................54
BAB III. MENGENAL KESENIAN JAMJANENG DI KEBUMEN
A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Kebumen ..........................65
B. Struktur Kesenian Jamjaneng di Kebumen .......................72
C. Perkembangan Kesenian Jamjaneng di Kebumen .............79
BAB IV. ISI, INTERPRETASI DAN PERANAN JAMJANENG DI
KEBUMEN
A. Isi Kesenian Jamjaneng .....................................................88
B. Interpretasi Kesenian Jamjaneng .......................................94
C. Peranan Kesenian Jamjaneng dalam Penyebaran Islam ....98
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................102
B. Saran ................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang
tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan bangsa, oleh karena itu harus
dijaga dan dilestarikan sebagai ciri khas daerah masing-masing agar
dapat dibedakan antara kesenian daerah satu dengan daerah yang
lain. Selain itu kesenian sebagai bagian kebudayaan, juga
memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat
pendukungnya1
Dalam sejarah perkembangannya, bangsa Indonesia pernah
menciptakan puncak-puncak kreasi dan karya yang sampai
sekarang masih dikagumi. Kreasi dan karya budaya tersebut
merupakan hasil akal, budi dan pikiran manusia sebagai makhluk
paling sempurna yang tak ternilai harganya.
Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan yang digunakan
manusia sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan.
Selain itu kesenian juga dapat mempererat solidaritas suatu
masyarakat, disamping itu kesenian sebagai mitos berfungsi
menentukan norma perilaku yang sudah diatur untuk melestarikan
adat dan nilai-nilai kebudayaan. Hal ini tentunya juga berpengaruh
pada kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, sebelum agama
baru masuk ke dalam suatu wilayah pasti mereka telah memiliki

1
Edi Setyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal.124
1
2

adat istiadat yang sudah dipakai turun temurun sebagai pembatas


perilaku agar manusia tidak melakukan penyimpangan.
Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa dengan
masyarakatnya yang phluralistic mempunyai berbagai macam,
bentuk, dan variasi dari kesenian budaya. Kemajuan sebuah bangsa
ditentukan oleh peradaban budayanya. Setiap kebudayaan yang
dimiliki manusia mempunyai tujuh unsur yang bersifat universal,
artinya mencakup seluruh kebudayaan manusia dimanapun juga di
dunia. Adapun ketujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal
adalah sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, system pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem
mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan pearalatan.2
Masyarakat Jawa, atau tepatnya suku bangsa Jawa, secara
antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup
kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai
dialeknya secara turun-temurun. Masyarakat Jawa adalah mereka
yang hidup dan bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
serta mereka yang berasal dari kedua daerah tersebut. Secara
geografis suku bangsa Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi
wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang
dan Kediri. Surakarta dan Yogyakarta yang merupakan dua bekas
kerajaan Mataram pada sekitar abad XIV adalah pusat dari
kebudayaan Jawa.3

2
Koentjaraningrat, Kebudayaan, mentalitas dan pembangunan, (Jakarta
: PT. Gramedia, 1987), hal. 2
3
M. Darori Amin (ed), Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), hal. 3
3

Pada awalnya, Jawa sendiri sudah dimasuki kebudayaan


agama Hindu yang sudah lebih dulu berkembang membentuk
berbagai macam tradisi dalam tatanan hidup masyarakat Jawa pada
umumnya tatkala itu. Dengan aksi damai yang dijalankan para wali
selaku orang yang menyebarkan Islam, jelaslah mempunyai teknik
jitu dalam mengambil respon masyarakat pribumi untuk melirik
ajaran Islam. Disinilah berbagai macam sunting dari tradisi non
Islam yang kemudian diramu sedemikian rupa, untuk menarik
simpati masyarakat agar bisa menerima agama baru tersebut.4
Indonesia merupakan negara kepulauan yangterbentang dari
Sabang sampai Merauke, dimana mayoritas penduduknya muslim,
memiliki ragam khazanah seni budaya tradisional Islami yang lahir
dari sebuah dialektika kearifan lokal yang telah ada sebelumnya,
dipadukan dengan budaya Islam yang datang kemudian.
Dakwah dan seni pada hakekatnya merupakan upaya untuk
mempengaruhi seseorang dalam bertindak dan berperilaku. Melalui
keduanya diharapkan dapat mengubah kepribadian baik secara
individu maupun kolektif. Dakwah dapat dilakukan Bil Lisan, yang
lebih banyak memfokuskan pada informatif persuasif, yang mampu
merangsang agar mad’unya lebih cepat melakukan perubahan
dalam kegiatan sehari-hari.5
Banyak hal yang dapat dipergunakan sebagai media
dakwah, salah satu diantaranya melalui kesenian yang mempunyai

4
Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal, ( Jakarta:
CV.Sejahtera Kita, 2013), hal. 5
5
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar
Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1, hal.
45
4

daya tarik dan nilai tersendiri, tidak membosankan penikmatnya


(pendengarnya) adalah dengan musik (lagu). Musik merupakan alat
komunikasi yang cukup efektif dengan melalui seluruh aspek yang
terdapat didalam musik. Musik dapat mempengaruhi orang yang
menikmatinya, musik adalah ekspresi jiwa manusia tentang
keindahan nada dan irama, keindahan musik akan lebih terasa jika
lirik dan syairnya dapat menyentuh jiwa penikmatnya. Oleh karena
itu menjadi hal yang wajar jika manusia menyukai musik sebagai
suatu yang indah. Sidi Gazalba mengatakan kalau kesenian itu
mengandung daya tarik yang terkesan untuk menarik sasarannya,
dan pemanfaatannya sendiri bertujuan untuk menimbulkan
kesenangan yang bersifat estetik (keindahan), juga merupakan
naluri atau fitrah manusia.6
Salah satu realitas budaya yang dihasilkan dari kehidupan
masyarakat Muslim Jawa adalah seni musik tradisional Jawa-Islam.
Ekspresi kebudayaan Islam-Jawa dalam seni musik ini sangat
beragam, dan mencerminkan keberagaman “wajah” Islam yang
telah beradaptasi dengan budaya lokal. Sebut saja misalnya rebana,
hadrah, gambus, jamjaneng dan lain-lain.
Kesenian rebana yaitu sebuah kesenian yang sangat kental
dengan agama Islam. Rebana sangat kental sekali dengan musik
padang pasir, sebab rebana ini berasal dari Timur Tengah. Di
daerah lain Rebana ini disebut pula dengan Gambus, Kasidah dan
Hadroh. Musik ini juga biasa disebut dengan musik terbangan,

6
Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998).
Cet. Ke-1, hal. 186
5

namun dalam bahasa Jawa artinya juga sama dengan Rebana.


Kesenian ini selain sebagai sarana media untuk menyebarkan ajaran
agama Islam juga sebagai sebuah hiburan. Sebab di dalam kesenian
Rebana terdapat sebuah kehendak untuk mengagungkan Asma
Allah dan Nabi Muhammad serta Amar Ma’ruf Nahi Munkar, hal
ini dapat dilihat jelas dari syair-syair yang dilantunkannya.
Sholawatan merupakan salah satu contoh kesenian, jenis
kegiatan tersebut pada awal mulanya dimiliki umat muslim sebagai
pujian terhadap Tuhan dan menceritakan riwayat hidup Nabi
Muhammad, SAW. Kurang lebih abad ke tiga belas Masehi agama
Islam mulai masuk ke Indonesia. Sholawatan dikenalkan oleh salah
satu walisongo yaitu Sunan Kalijaga, untuk menyebarkan agama
Islam di tanah Jawa. Sholawatan tersebut digunakan sebagai media
dakwah dengan mempergunakan tembang-tembang yang sarat
dengan nasehat agama. Cara-cara tersebut kemudian dilestarikan
oleh para Kyai atau Ulama sesudah walisongo, bahkan berkembang
penyebarannya sampai sekarang.
Islam sebagai sebuah tradisi yang berinteraksi dengan tradisi
lain seringkali menghasilkan sebuah tradisi baru. Sebuah tradisi
hasil hibridasi antara Islam di satu sisi dan tradisi lokal di sisi lain.
Masyarakat Jawa menyebut hasil hibridasi itu dengan sebutan
Islam-Jawa yang merupakan benturan dari akulturasi dengan
kebudayaan lokal. Kenyataan ini semakin memperkokoh pandangan
bahwa Islam bukan hanya berupa sekumpulan doktrin saja.
Melainkan juga, Islam dihayati dan diamalkan menjadi sebuah
realitas kebudayaan oleh para pemeluknya. Dengan demikian,
akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal adalah bagian
6

dari sekian banyak ekspresi Islam sebagai pandangan hidup dan


sumber inspirasi bagi tindakan para pemeluknya.7
Muslim di Indonesia merupakan salah satu masyarakat
Islam terbesar di dunia sehingga dapat dijadikan sebagai contoh
konkrit bagaimana masyarakatnya menjalankan syariat Islam yang
berlatar belakang pluralism kebudayaan, sehingga hal ini akan
mempengaruhi pola aplikasi dalam pemahaman ajaran Islam.8
Lebih dari itu, Indonesia juga mempunyai berbagai macam
khazanah budaya tradisional Islami yang berasal dari berbagai
kearifan lokal yang ada diberbagai daerah diantara berbagai macam
kearifan lokal tersebut adalah mauludan, yaitu perayaan hari lahir
Nabi Muhammad SAW yang umumnya diisi dengan berbagai acara
dan nama tersendiri misal di keraton Yogyakarta, Surakarta,
Cirebon menyelenggarakan sekaten dan grebek mulud yang diisi
dengan mengarak sedekah raja berupa makanan dari kediaman raja
ke masjid Agung lalu diberikan kepada rakyat. Ada pula
Batasniah,yaitu pemberian nama pada anak, Batamat Alquran
(Hataman Quran), Batamat Hadist Bukhari (Hataman Hadist),
mamanda, zapin shalawat,berjanji, Membaca mukaddam Alquran,
Maulid Barjanji Sariful anam, Basya'ir, Burdah, Aqikah, hataman
al-Quran, marawis, masak bubur asura, dan berbagai kearifan lokal
lainnya .
Da’wah Islamiah itu merupakan suatu kewajiban bagi
seluruh umat Islam di seluruh dunia. Satu hal yang tidak dapat

7
Akhmad Arif Junaidi, dkk. Janengan sebagai Seni Tradisional Islam-
Jawa, (Semarang: Walisongo, 2013), hal.470
8
Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal, hal. 2
7

dipungkiri bagi setiap muslim bahwa agama Islam merupakan


agama motivasi dan sudah menjadi kewajibannya untuk
menyerukan, menda’wahkan Islam dengan kemampuan masing-
masing. Setiap umat Islam asal sudah tahu mengenai agama maka
sudah mempunyai kewajiban untuk menyampaikan seruan agama
itu kepada orang lain, sehingga kebenaran didunia dan akherat
dapat dipertanggungJawabkan. Pendapat tersebut diperkuat dengan
Hadist Nabi Muhammad, yaitu “Sampaikan (ajaran-ajaran) dari
padaku walaupun hanya satu ayat”9
Cara melakukan da’wah setiap ulama pasti ada yang
berbeda-beda disetiap wilayah seperti di kabupaten Kebumen.
Kesenian jamjaneng adalah salah satu dari kesenian khas Indonesia
khususnya adalah kesenian khas kabupaten Kebumen, kesenian
jamjaneng itu sendiri adalah jenis kesenian musik tradisional asli
dari daerah Kebumen dengan alat yang sederhana yakni terdiri
dari terbang sedikit besar, terbang kecil yang sering orang kenal
dengan sebutan ukel, kemudian terbang yang lebih kecil lagi
bernama kemeng tambah kempul dan terakhir adalah kendang.
Adapun cara membunyikan alat-alat jamjaneng adalah memukul
dengan menggunakan tangan (sistem tabok).10
Kesenian jamjaneng yang menjadi sasaran penelitian ini
menunjukkan suatu bentuk kesenian tradisional dengan sentuhan
modern yang lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai seni dan
hiburan yang bernafaskan Islam. Arus globalisasi pada awal abad

9
Nasution, Media Dakwah: Kebebasan Beragama, (Jakarta: Gramedia,
1992), hal.
10
KR. Mutamim Muis Al Kaff, Mengenal lebih dekat jamjaneng
(Kebumen, 2014), hal. 5
8

21 ini, selain membawa dampak positif juga membawa limbah


budaya dari luar yang mempunyai kecenderungan negatif dalam
kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi informatika misalnya,
telah menyebabkan semakin memendeknya jarak, ruang dan waktu,
yang memungkinkan dapat menikmati berbagai jenis hiburan baik
melalui televisi, radio, internet dan lain sebagainya.
Hampir setiap hari masyarakat telah disuguhi dengan
tontonan yang disajikan pada media masa yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai tradisi dan tata karma bangsa Indonesia. Oleh karena itu
guna menepis limbah budaya luar itu, masyarakat harus mempunyai
filter yang kuat, sehingga peranan dakwah Islamiyah sangat
diperlukan agar budaya nasional yang dianut tidak pudar (rusak).11
Begitu banyaknya seni budaya dan kearifan lokal Islami ini
menunjukan bahwa khazanah budaya Islam Indonesia begitu kaya
dan berlimpah. Karena itu, semua pihak perlu berupaya untuk
melestarikan keunikannya melalui berbagai upaya dalam rangka
menjaga dan meningkatkan kekuatan ukhuwah islamiyah umat
Islam nusantara.
Kesenian daerah khas Kebumen yang diperkenalkan melalui
seni pertunjukkan musik shalawat bernama kesenian jamjaneng
Kebumen, muncul sekitar tahun 1824 dan terus dikembangkan
sampai sekarang. Kreatifitas dari seni jamjaneng sangat terpengaruh
terhadap kesenian jamjaneng yang mengandung tontonan dan
tuntunan pada sajian musik dan syair shalawat jamjaneng.
Pertunjukan kesenian jamjaneng dikemas menarik agar pesan yang

11
Wawancara dengan bapak Sugiono selaku pemimpin group jamjaneng
di kec. Kebumen tanggal 31 Mei 2015 jam 13.00 wib
9

disampaikan dapat dinikmati oleh penikmat seni budaya dan


masyarakat umum.
Kesenian jamjaneng adalah kesenian daerah bernafaskan
Islam yang sejak sekian lama telah menjadi jantung kesenian
tradisional di kabupaten Kebumen. Kesenian jamjaneng merupakan
produk budaya masyarakat Kebumen. Sebagai bentuk kesenian
daerah asli Kebumen, jamjaneng mendapat tempat tersendiri dalam
kehidupan masyarakat Kebumen dan juga dalam peta kesenian
tradisional di Kebumen. 12
Salah satu penyebaran agama Islam di Kebumen adalah
dengan kesenian jamjaneng yang mana sejarah mengungkapkan
bahwa diawali dari zaman sunan Kalijaga , beliau adalah seorang
da’i yang sangat terkenal di Indonesia utamanya di Jawa tengah dan
Jawa Timur. Dakwah yang dilakukan sunan Kalijaga berbeda
dengan dakwah para sunan-sunan yang lain. Beliau mepunyai ciri
khas sendiri yaitu dengan melalui kesenian. Salah satu kesenian
yang beliau gunakan adalah tabuhan yang suaranya istilah ndesa
pating klening. Ada suara komang, saron, gong, dan lain-lain.
Kesenian yang digarap dengan baik oleh sunan Kalijaga ini
ternyata memberikan kesenangan tersendiri bagi masyarakat dan
hasil usaha sunanpun dibilang cukup sukses. Adapun lagu-lagu
yang di kumandangkan adalah lagu Jawa yang mana syair-syair

12
Wawancara dengan KR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April
2015 jam 09.00 wib
10

yang dilantunkan menggunakan bahasa Jawa dengan suara yang


melengking.13
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam masalah kesenian jamjaneng serta
peranannya dalam penyebaran Islam di Kebumen yang akan kami
tuangkan dalam tesis yang berjudul “Kesenian Jamjaneng:
Sejarah, Isi dan Peranannya dalam Penyebaran Islam di
Kebumen”

B. Identifikasi Masalah
1. Sejarah Jamjaneng di Kebumen
2. Peranan Jamjaneng dalam penyebaran agama Islam
3. Fungsi Jamjaneng bagi masyarakat Kebumen
4. Unsur-unsur dan isi kandungan Jamjaneng
5. Mulai punahnya kesenian Jamjaneng di Kebumen
6. Shalawat Jamjaneng merupakan kebudayaan lokal yang harus
tetap dilestarikan
7. Bentuk pelestarian jamjaneng sebagai kebudayaan lokal
kabupaten Kebumen.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah


Dikarenakan keterbatasan waktu dalam penulisan tesis ini,
maka penulis membatasinya dalam penelitian ini pada sejarah, isi,
interpretasi dan peranan kesenian Jamjaneng dalam penyebaran
Islam di Kebumen.

13
KR. Mutamim Muis Al Kaff, Mengenal Lebih Dekat Jamjaneng,
(Kebumen, Paguyuban seni tradisional jamjaneng, 2012), hal. 3
11

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dan agar tidak


terjadi pelebaran pembahasan maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah, isi dan interpretasi kesenian jamjaneng di
Kebumen?
2. Bagaimana peranan jamjaneng dalam penyebaran Islam di
Kebumen?
Dalam penelitian ini, penulis membatasi diri pada sejarah,
isi, interpretasi dan peranan kesenian jamjaneng yang ada di
Kebumen.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Bertitik tolak dari pokok masalah di atas, maka:
1. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisa sejarah, isi, interpretasi dan peranan
kesenian jamjaneng terhadap penyebaran Islam di Kebumen.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Secara teoritis sebagai usaha untuk menambah khazanah
ilmiah bagi pengembangan bidang pendidikan Sejarah
Kebudayaan Islam Nusantara serta memberikan kontribusi
pemikiran bagi masyarakat, khususnya peneliti sehingga
bisa memberikan gambaran ide bagi para peneliti
selanjutnya.
12

b. Kegunaan praktis sebagai salah satu usaha melestarikan,


memelihara, mengembangkan dan meneruskan warisan
budaya lokal di era globalisasi ini.

E. Kajian Pustaka
Setelah melakukan survey di Perpustakaan Nasional,
Perpustakaan KEMENDIKBUD RI, Perpustakaan Daerah
Kebumen, Perpustakaan UIN Yogyakarta, Perpustakan UIN
Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia, dan Perpustakaan
Universitas Sebelas Maret melalui program OPAC computer dan
cara manual serta setelah melakukan pencarian melalui website
http: //ern.pendis.kemenag.go.id, sebuah website dari Pendis
Kemenag electronic Research Network ini memuat daftar Tesis dan
Disertasi pada Perguruan Tinggi Islam (PTAI) seluruh Indonesia14
maka menunjukkan bahwa kajian mengenai topic Kesenian
Jamjaneng : Sejarah dan Peranannya dalam penyebaran Islam di
Kebumen sejauh yang penulis ketahui sampai saat ini belum
ditemukan.
Kajian tentang kesenian Jamjaneng telah dihasilkan oleh
para peneliti terdahulu, sehingga beberapa karya tersebut dijadikan
komparasi dan referensi, di antara karya-karya tersebut yang
terpenting adalah :
Rabimin dengan judul “shalawatan jamjaneng di kabupaten
Kebumen" kajian Rabimin mengenai shalawatan jamjaneng ini
berbeda dengan kajian yang akan peneliti lakukan, kajian Rabimin

14
Lihat http://ern.pendis.kemenag.go.id, di akses tanggal 20 April 2015
13

sendiri adalah beliau mengungkap masalah lagu-lagu yang


digunakan dalam shalawatan jamjaneng dari 424 group,15
sedangkan penulis lebih fokus pada isi atau pesan-pesan yang
terkandung dalam lagu-lagu kesenian Jamjaneng
Akhmad Arif Junaidi, dkk. Yang berjudul “Janengan
sebagai Seni Tradisional Islam-Jawa” hasil penelitian ini
menunjukan bahwa janengan merupakan perwujudan dari
perpaduan tiga unsur tradisi musik yaitu: tradisi musik Jawa, tradisi
musik Arab, dan sekarang telah dikembangkan dengan kombinasi
musik Barat,16 tetapi dalam penelitian ini penulis akan membahas
tentang sejarah kesenian Jamjaneng jadi jelaslah berbeda antara
penelitian Akhmad Arif Junaidi dengan penelitian yang akan
penulis lakukan.
Akhmad Dwi Prawirayudha, dengan judul “Pelestarian Seni
Tradisional Jamjaneng di Kebumen”. Penelitian ini menunjukan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jamjaneng bisa bertahan
adalah karena adanya pendirian paguyuban group jamjaneng yang
bernama PASTRA_JAKKEB yang di koordinatori oleh KH.
Mutamim Muis al-Kaff sebagai wadah untuk melestarikan kesenian
jamjaneng di Kebumen, selain itu pemerintah kabupaten Kebumen
juga ikut berperan dalam usahanya untuk melestarikan kesenian
tersebut cara mengadakan lomba festival kesenian tersebut setiap 1

15
Rabimin, Shalawatan Jamjaneng di kabupaten Kebumen,(Surakarta:
Skripsi Akademi Karawitan, 1979)
16
Akhmad Arif Junaidi, dkk. Janengan sebagai Seni Tradisional Islam-
Jawa, (Semarang : Jurnal IAIN Walisongo, 2013)
14

tahun sekali.17 Alasan penulis mengambil judul kesenian Jamjaneng


karena Akhmad Dwi Prawirayudha, sama sekali tidak menyinggung
masalah peranan kesenian Jamjaneng dalam penyebaran Islam di
Kebumen.
Chotibul Umam, dengan judul “ Nilai-Nilai Pendidikan
Islam dalam Syair Kesenian Tradisional Jamjaneng “Sa Wayah-
Wayah” di desa Krakal, kecamatan Alian kabupaten Kebumen”
dalam skripsi ini Chotibul Umam mengungkapkan secara umum
bahwa nilai-nilai pendidikan Islam dalam Syair Kesenian
Jamjaneng meliputi beberapa aspek yaitu: pendidikan keimanan,
pendidikan ilmiah, pendidikan amaliah, pendidikan moral,
18
pendidikan social. Sedangkan penulis sendiri akan lebih mendetail
dalam menjelaskan isi syair yang terkandung dalam kesenian
Jamjaneng.
Berangkat dari kenyataan ini, maka penyusun memiliki
asumsi bahwa masih sangat diperlukan kajian yang mendalam dan
mendetail mengenai masalah bagaimana peranan kesenian
Jamjaneng dalam penyebaran Islam di Kebumen dan menjadi
jelaslah posisi kajian tesis ini di antara kajian-kajian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Sebab, kajian penulis yang berjudul
“Kesenian Jamjaneng : Sejarah, Isi dan Peranannya dalam
penyebaran Islam di Kebumen” sampai saat ini belum ditemukan.

17
Akhmad Dwi Prawirayudha, Pelestarian Seni Tradisional Jamjaneng
di Kebumen, (Surakarta: Skripsi UNS, 2014)
18
Chotibul Umam, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Syair Kesenian
Tradisional Jamjaneng “Sa Wayah-Wayah” di desa Krakal, kecamatan Alian
kabupaten Kebumen, (Kebumen: Skripsi STAINU, 2012)
15

F. Metodologi Penelitian
Setiap kegiatan untuk lebih terarah dan rasional diperlukan
suatu metode, karena metode berfungsi sebagai cara mengerjakan
sesuatu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Disamping itu
metode merupakan cara bertindak supaya penelitian berjalan lancar
dan mencapai hasil yang maksimal.19 Penelitian dapat diartikan
sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan
untuk memperoleh fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, tekun,
hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.20
Dalam penelitian ini, penulis memerlukan sebuah metode
penelitian yang berguna untuk memperoleh data yang akan dikaji.
Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai
tujuan mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Tujuan
untuk mengetahui haruslah dicapai dengan menggunakan metode
atau cara-cara yang akurat.21
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
sejarah, yaitu sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan
penafsiran gejala, peristiwa, ataupun gagasan yang timbul di masa
lampau, untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha
untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan
yang akan datang.22

19
Anton Bekker, Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesi, 1986), hal.
10
20
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta:
Bina Aksara, 1995), hal. 24
21
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), hal. 91
22
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode
dan Tekhnik, (Bandung: Tarsito, 1980), hal. 123
16

Penelitian sejarah merupakan penelitian yang tergolong


“Metode historis”, yaitu metode penelitian yang khusus
digunakan dalam penelitian sejarah melalui tahapan tertentu.
Penerapan metode historis menempuh tahapan-tahapan kerja,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Notosusanto. adapun
Metode sejarah meliputi empat tahapan sebagai berikut:23

1. Pengumpulan Data atau Heuristik.


Heuristik sebagai tahapan pertama dalam metode sejarah
digunakan untuk mengumpulkan informasi-informasi yang
terkait dengan penelitian yang dibahas. Untuk itu, pada tahap ini
dilakukan cara-cara pengumpulan sumber sebagai berikut:
a. Metode observasi atau pengamatan
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik atas objek-objek atau fenomena-fenomena yang
diselidiki.24 Metode ini dilakukan agar dapat memberikan
informasi atas suatu kejadian yang tidak dapat diungkapkan
dan telah menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Di
samping itu, metode observasi juga digunakan sebagai
langkah awal yang baik untuk menjalin interaksi sosial
dengan tokoh masyarakat dan siapa saja yang terlibat dalam
penelitian.

23
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Bandung : Pustaka Setia
2014), hal. 75
24
Sutrisno Hadi, Metode Reseach Jilid 2, (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2004), hal. 151
17

b. Metode interview atau wawancara


Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang
digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-
keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan
muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan
pada si peneliti.25 Metode ini dilakukan dengan bertatap
muka dan mendengarkan secara langsung informasi-
informasi dan keterangan-keterangan. Penulis melakukan
tanya Jawab secara langsung kepada pelaku tradisi seperti
pemain, penonton dan para ulama yang mengetahui tentang
kesenian jamjaneng. Menurut prosedurnya penulis
melakukan wawancara bebas dan terpimpim dengan
menyusun pokok-pokok permasalahan, selanjutnya dalam
proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.26

2. Verifikasi atau Kritik Sumber


Sumber data disebut juga sebagai data sejarah. Data
sejarah merupakan bahan sejarah yang memerlukan pengolahan,
penyeleksian, dan pengkategorian. Sumber sejarah ialah segala
sesuatu (bahan-bahan) yang langsung atau tidak langsung
menceritakan sesuatu kenyataan dan kegiatan manusia pada

25
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta:
Bina Aksara, 1995), hal. 64
26
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi
Aksara, 1999), hal. 85.
18

masa lampau yang dapat digunakan untuk mengumpulkan


informasi.27
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini,
penulis bedakan menjadi dua, yaitu :
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari sumber primer yaitu peneliti
secara langsung melakukan observasi atau penyaksian
terhadap kesenian jamjaneng yang ada di daerah
Kebumen.

b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber sekunder yaitu
penulis melaporkan hasil observasi orang lain yang satu
kali atau lebih, dengan mengembangkan bahasa sendiri
lepas dari aslinya.
Penelitian ini menggunakan kritik historis yaitu cara-cara
untuk meneliti otentisitas dan kredibilitas sumber yang
diperoleh.28 Kritik dilakukan dengan cara kritik ekstern dan
intern.
a. Kritik ekstern
Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui tingkat keaslian
sumber data guna memperoleh keyakinan bahwa penelitian
telah dilakukan dengan mempergunakan sumber data yang

27
Heluis Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,(Yogyakarta: Ombak, 1994),
hal. 73
28
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, hal. 135.
19

tepat.29 Dengan kritik ekstern ini penulis berusaha


mendapatkan kebenaran sumber data dengan mengkaji
berbagai faktor seperti adanya kesesuaian hasil wawancara
dengan observasi dan penelitian yang penulis lakukan.
b. Kritik intern
Kritik intern adalah kelanjutan dari kritik ekstern yang
bertujuan untuk meneliti kebenaran isi (data) sumber data
ini.30 Adapun terhadap sumber lisan, penulis melakukan
kritik ini dengan melihat integritas pribadi informan, usia,
jabatan dan keterlibatan informan dalam kesenian
jamjaneng.
3. Interpretasi
Dalam tahap ketiga ini, analisis data yang digunakan
adalah metode analisis historis. Metode analisis historis
merupakan analisis yang mengutamakan pada ketajaman dan
melakukan interpretasi sejarah. Kegiatan yang dilakukan
peneliti dalam menganalisa data adalah dimulai dengan
menyeleksi dan membandingkan data, kemudian
diinterpretasikan untuk mendapat berbagai keterangan lengkap
mengenai data yang dijadikan fakta sejarah. Mengacu pada
kajian teori, fakta diberi keterangan baik, yang mendukung yang
relevan kemudian diinterpretasikan guna mendapatkan hasil
penelitian. Metode sejarah menurut Louis Gottschak adalah

29
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1998), hal. 80
30
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, hal. 135
20

proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan


peninggalan masa lampau.31
Dengan demikian penulis menganalisa terhadap sumber
data yang telah diverifikasi dengan cara mengklasifikasikan
sumber data di bawah tema-tema tertentu. Apabila terdapat data
yang berbeda dalam suatu permasalahan yang sama maka
peneliti membanding-bandingkan satu dengan yang lainnya
untuk menentukan kebenarannya. Berdasarkan teori yang
dipakai, penulis mencoba mengorganisasikan data berdasarkan
tema-tema yang dibuat dan kemudian ditarik kesimpulan.32

4. Historiografi
Sebagai tahap terakhir dalam metode sejarah,
historiografi di sini merupakan cara penulisan, pemaparan atau
laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan sehingga
menjadi sebuah karangan sistematis yang dapat dibaca orang
lain dan di dalamnya mengandung pelukisan tentang kehidupan
suatu masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah.33

G. Teknik dan Sistematika Pembahasan


Teknik dalam penulisan tesis ini, mengacu pada buku
pedoman penyusunan dan penulisan tesis Pascasarjana Program

31
Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian sejarah, (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu 1998), hal. 44
32
Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian sejarah, hal. 67
33
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru,
1980), hal. 44
21

Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam Konsentrasi Islam


Nusantara Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama
(STAINU) Jakarta tahun 2015.
Untuk memperoleh karya tulis yang terarah, utuh, sistematis
dan konsisten, maka diperlukan adanya pembahasan yang penulis
kelompokkan dalam beberapa bab sehingga mudah dipahami.
Untuk itu penelitian dalam tesisi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:
Bab Pertama, dalam bab ini memuat tentang penelitian
berupa pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, teknik dan
sistematika penulisan. Bab ini bertujuan untuk memberikan
gambaran mengenai penelitian secara umum.
Bab Kedua, dalam bab ini diuraikan tentang gambaran
umum budaya kesenian di Nusantara, yang terdiri atas pengertian
kebudayaan dan kesenian, sejarah kesenian di Nusantara, jenis-jenis
kesenian di Kebumen dari masa ke masa.
Bab Ketiga, dalam bab ini membahas tentang kesenian
jamjaneng di Kebumen yang berupa deskripsi wilayah kabupaten
Kebumen, sejarah terbentuknya kesenian jamjaneng, struktur
kesenian jamjaneng, dan perkembangan kesenian jamjaneng.
Bab Keempat, dalam bab ini dijelaskan tentang penelitian
yang berupa isi, interpretasi, serta peranan kesenian jamjaneng
dalam penyebaran Islam di Kebumen, peranan kesenian traadisional
dalam penyebaran Islam di Kebumen.
Bab Kelima, pada bab terakhir ini merupakan bab penutup
dari hasil penelitian ini, kesimpulan yang berisikan Jawaban atas
22

rumusan masalah, serta saran-saran tentang hal yang berkaitan


dengan penelitian ini.
BAB II

KEBUDAYAAN DAN KESENIAN DI NUSANTARA

Dalam bab II penulis akan menguraikan masalah


Kebudayaan dan Kesenian di Nusantara. Adapun urutan uraian
tersebut adalah pengertian kebudayaan, wujud kebudayaan, unsur-
unsur kebudayaan, faktor kebudayaan dan fungsi kebudayaan.
Kemudian masuk pada pengertian kesenian, kesenian sebagai
sistem, kesenian sebagai fungsi sosial dan kesenian sebagai
pertunjukan. Selanjutnya masuk pada pembahasan sejarah kesenian
di Nusantara.

A. Pengertian Kebudayaan
Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan yang ingin
dipenuhi, dalam memenuhi kebutuhan hidup tersebut manusia
menciptakan sesuatu dengan akal pikiran sesuai dengan inspirasi
yang di dapat, yang disebut kebudayaan.
Menurut Pranjoto Setjoatmojo bahwa sebagai homo pluralis
yang memiliki cipta, rasa, dan karsa, manusia menciptakan tata
kehidupan yang unik yang menandai eksistensinya sebagai
manusia budaya. Dengan budi dayanya dan ditopang oleh
kemampuan berpikir, merasakan dan berbuat, manusia
mengembangkan pola dasar kehidupan dengan cara memberikan
penilaian, penafsiran, dan predikat terhadap alam lingkungan.1 Inti
perjuangan hidup manusia pada dasarnya adalah menentukan

1
Pranjoto Setjoatmojo, Dasar-dasar Seni Lukis, (Malang: OPF, 1982), hal.
84

22
23

pilihan terhadap tata nilai yang dihadapi sepanjang waktu sehingga


tercipta suatu kebudayaan.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
itu adalah Cultural-Determinism. Herskovist memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi
ke generasi yang lain yang kemudian disebut sebagai super
organic.2
Menurut Edward Burnett kebudayaan (culture) adalah
keseluruhan yang komplek, yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.3
Kebudayaan singkatnya adalah penciptaan, penertiban,
pengolahan nilai-nilai insani4. Termasuk di dalamnya usaha
memanusiakan bahan alam mentah serta hasil-hasilnya. Dalam
bahan alam, alam diri, dan alam lingkungannya maupun sosial,
nilai-nilai diidentifikasikan dan diperkembangkan sehingga
sempurna. Membudayakan alam, memanusiakan hidup,
menyempurnakan hubungan keinsanian merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan

2
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
(Djakarta: Badan FEUI, 1964), hal. 78
3
Joko Tri Prasetyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
hal.29
4
JWM Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Yayasan Kanisius, 1984), cet. 11, hal. 22
24

Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan adalah


keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik demi
manusia dengan belajar. Jadi kebudayaan diperoleh dari proses
belajar yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat.5
Adanya kebudayaan merupakan suatu usaha manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, disamping diciptakan
sebagai alat untuk mempertahankan dan sekaligus mencapai
kesempurnaan hidup manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat
Djoko Widagdo yang mengemukakan bahwa kebudayaan adalah
hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang kongkrit
maupun abstrak, itulah kebudayaan.6
J.J Honigman yang dikutip Koentjaraningrat membedakan
tiga gejala kebudayaan yaitu ideas, Activities, dan artifacts.7
Dalam hal ini gejala kebudayaan yang termasuk kelompok ideas
adalah gejala sesuatu yang masih terdapat di dalam pikiran
manusia yang berupa ide-ide, pendapat maupun gagasan.
Sedangkan gejala kebudayaan yang termasuk kelompok activities
adalah tindakan-tindakan manusia sebagai tindak lanjut dari apa
yang terdapat dalam alam pikiran manusia. Gejala kebudayaan
yang ketiga adalah artifacts yaitu kebudayaan yang bersifat
kebendaan atau kebudayaan fisik atau kebudayaan material yang

5
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), hal.
180
6
Djoko Widagdo, Ilmu Budaya Dasar, (PT. Bumi Aksara, 2001), cet. 6, hal.
20
7
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, hal. 86
25

merupakan hasil karya manusia yang berupa benda dengan


berbagai sifatnya.
Menurut Clyde Kluckohn kebudayaan sebagai keseluruhan
cara hidup yang dianut oleh suatu kelompok sosial, kebiasaan,
yang diperoleh dengan cara belajar, cara berpikir, perasaan dan
kepercayaan, abstraksi dari tingkah laku sosial, seperangkat
pedoman untuk memecahkan masalah, mekanisme kontrol untuk
mengatur tingkah laku manusia secara normatif, ataupun
seperangkat cara untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
dalam arti luas maupun dengan sesama manusia.8
Kedudukan manusia dalam kebudayaan adalah sentral, bukan
manusia sebagai orang melainkan sebagai pribadi. Untuk
menghindarkan salah faham kebudayaan harus dibedakan dengan
agama. Sebenarnya agama sejauh meliputi usaha manusia termasuk
syarat-syarat kebudayaan, tetapi kebudayaan itu adalah sesuatu
yang spesifik insani, realisasi dari bawah bukan rahmat dari atas.9
Kebudayaan dalam bahasa Belanda disebut cultuur
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut culture, berasal dari bahas
latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan
dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari
segi ini berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.10
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan sebagai keseluruhan
yang kompleks yang mengandung ilmu pengetahuan, kepercayaan,

8
Imam Budhi Santoso, Saripati Ajaran Hidup Dahsyat Dari Jagad Wayang,
(Yogyakarta: Flash Books, 2011), hal. 60
9
JWM Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, hal. 17
10
Djoko Widagdo, Ilmu Budaya Dasar, cet. 6, hal. 18
26

kesenian, moral dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai


anggota masyarakat. Ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat
universal yang ada pada seluruh bangsa di dunia, yaitu: sistem
peralatan, perlengkapan hidup, sistem mata pencaharian, sistem
masyarakat, sistem religius, bahasa dan kesenian.11
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhi yang
berarti budi, akal, pikiran, nalar ataupun akhlak.12 Kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan pikiran,
akal dan budi. Jadi kebudayaan adalah paduan dari seluruh aspek
ide, perbuatan, dan hasil cipta karsa manusia dan masyarakat untuk
memperkembangkan dan mempertinggi kebutuhan hidupnya baik
lahir maupun batin dengan cara belajar, yang semuanya terdapat
dalam kehidupan masyarakat.
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa kebudayaan adalah
buah budi manusia hasil perjuangan terhadap alam dan jaman,
untuk mengatasi berbagai rintangan dalam kehidupannya, guna
memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tata tertib dan damai.13 Dalam hal ini kebudayaan timbul
oleh karena manusia berusaha menghadapi tantangan alam untuk
mempertahankan hidup.
Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, cipta dan karsa
masyarakat. Karya masyarakat yang menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material

11
Koentjaraningrat, Metode-metode penelitian masyarakat,(Jakarta: PT.
Gramedia, 1992), hal.7
12
S. Saripin, Sejarah Kesenian Indonesia,(Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
1976), hal. 5
13
Mahjunir, Mengenal Pokok-pokok Antropologi dan Kebudayaan, (Jakarta:
Bratara, 1967), hal. 17
27

culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam


sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat.14
Adapun pendapat para tokoh tentang kebudayaan adalah15
1. Budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk
budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka
membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah
daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa tersebut.
Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, akan kita
dapati pengertian dari cipta, rasa dan karsa adalah
a. Cipta adalah kesanggupan pikiran untuk mengadakan sesuatu
yang baru atau angan-angan kreatif.16
Cipta dalam kajian kebudayaan merupakan kerinduan
manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam
pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin.
Hasil dari ciptanya tersebut berupa ilmu pengetahuan.
b. Karsa adalah daya (kekuatan) jiwa yang mendorong makhluk
hidup berkehendak.17
Karsa adalah kerinduan manusia untuk menginsyafi
tentang hal-hal “sangkan paran”. Dari mana manusia sebelum
lahir (sangkan) dan ke mana manusia sesudah mati (paran).
Hasilnya berupa norma-norma keagamaan dan kepercayaan.

14
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi,
(Djakarta: Badan FEUI, 1964), hal. 113
15
Djoko Widagdo, Ilmu Budaya Dasa, hal. 19-21
16
WJS Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta tp, tth), hal.
169
17
WJS Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 392
28

Dan dari sinilah timbul bermacam-macam agama karena


kesimpulan manusiapun bermacam-macam pula.
c. Rasa adalah18
1) Tanggapan indera terhadap rangsangan syaraf seperti manis
pahit.
2) Apa yang dialami oleh badan seperti pedih nyeri.
3) Sifat rasa suatu benda.
4) Tanggapan hati melalui indera.
5) Pendapat atau pertimbangan mengenai baik buruk atau salah
benar.
Rasa adalah kerinduan manusia akan keindahan, sehingga
menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia
merindukan keindahan dan menolak keburukan.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah
dan nilai social yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan dalam arti luas, termasuk di dalamnya agama,
ideologi, kebatinan, kesenian dan semua unsur yang merupakan
hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota
masyarakat. Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan mental dan
berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang
menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.19
2. E.B Taylor dalam bukunya Primitive Culture mendefinisikan
kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks, yang di dalamnya

18
WJS Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 729
19
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka
Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penerbit UI, 1976), hal. 24
29

terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat


manusia sebagai anggota masyarakat.
3. R. Linton dalam bukunya The Cultural Background of
Personality menyatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi
dari tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur
pembentuknya didukung serta diteruskan oleh anggota
masyarakat tertentu.
4. Klukhon dan WH. Kelly mencoba merumuskan definisi
kebudayaan sebagai hasil tanya jawab dengan para ahli
antropologi, sejarah, hukum, psikologi secara implisit dan
eksplisit terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang
potensial bagi tingkah laku manusia.
5. Dawson dalam bukunya Age of Gods mengatakan bahwa
kebudayaan adalah cara hidup bersama (culture is common way
of life).
6. Drs. Sidi Gazalba, berpendapat bahwa kebudayaan adalah cara
berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan
sosial dengan suatu ruang dan waktu.
7. Raph Linton (1893-1953) seorang antropolog Amerika
mendefinisikan kebudayaan sebagai man’s social heredity (sifat
sosial manusia yang temurun).
8. Prof. Dr. Koentjaraningrat. Menurutnya kata kebudayaan
berasal dari bahasa sansekerta "budhayah” yaitu bentuk jamak
dari budhi yang berarti budi atau akal, sehingga kebudayaan
diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk
30

dari “budi daya” yang berarti daya dari budi, sehingga


dibedakan antara budaya yang berarti daya dari budi yang
berupa cipta, rasa, dan karsa. Dan kebudayaan yang berarti hasil
dari cipta rasa dan karsa.20 Menurutnya kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan berpola dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik
diri manusia dengan cara belajar.
9. Sultan Takdir Alisyahbana, berpendapat bahwa kebudayaan
adalah manifestasi dari cara berpikif.
10. Mangunsarkoro mngatakan bahwa kebudayaan ialah segala
yang bersifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-
luasnya.
11. A. Kroeber dan C. Kluckhohn membagi definisi kebudayaan
dalam kategori-kategori berikut:
a. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan
kecakapan-kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dan lain-
lain) yang dimiliki manusia sebagai sumber masyarakat.
b. Ahli sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan
mendefinisikan sebagai warisan social atau tradisi.
c. Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah
kebudayaan dan terutama pembinaan nilai dan realisasi cita-
cita.
d. Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of
life, kelakuan.

20
Woro Aryandini S, Manusia dalam tinjauan ilmu budaya dasar, (Jakarta :
UI press. 2000), cet. I, hal. 16
31

e. Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian


manusia kepada alam sekelilingnya, kepada syarat-syarat
hidup. Sejumlah ahli psikologi menguraikan bawah sadar
kebudayaan secara psiko-analisis. Strukturalis diantara
mereka menyoroti fenomena pola dan organisasi Mazhab
Wina memakai konsep simbol sebagai pedoman.
f. Ilmu bangsa-bangsa, gaya lama dan petugas perpustakaan
museum menaksir kebudayaan serta hasil artifact dan
kesenian.
Kebudayaan adalah suatu corak hidup dari suatu lingkungan
masyarakat yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spiritualitas
dan tata nilai yang disepakati oleh suatu lingkungan masyarakat,
dan oleh karenanya menjadi eksistensial bagi lingkungan
masyarakat tersebut.21
Kebudayaan adalah segala ciptaan manusia, yang
sesungguhnya hasil usahanya untuk mengubah dan memberi
bentuk serta susunan baru kepada pemberian Tuhan sesuai dengan
kebutuhan jasmani dan rohaninya.22
Kebudayaan merupakan cara berlaku yang dipelajari,
kebudayaan tidak tergantung pada transmisi biologis maupun
pewarisan melalui unsur genetis.23 Kebudayaan dimiliki bersama.
Para ahli antropologi berpendapat bahwa suatu bangsa memiliki

21
Fred Wibowo, Kebudayaan Menggugat, (Yogyakarta: Pinus Book
Publisher, 2007), hal.31
22
DR. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia,
(Yogyakarta: Kanisius, 1972), hal. 9
23
T.O. Ihromi (ed), Pokok-pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1994), cet. 7, hal.18
32

kebudayaan jika warganya mempunyai sejumlah pola berfikir dan


berkelakuan yang didapat melalui proses belajar.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, proses,
tindakan dan hasil dari budi daya manusia yang bersumberkan
pada cipta, rasa, dan karsa demi menciptakan tata kehidupan yang
bermakna, dinamis, dan berkesinambungan. Hasil dari proses budi
daya manusia terwujud sebagai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
serta Seni (IPTEKS), sebagai suatu pedoman yang disepakati
bersama dan diperoleh dengan cara belajar yang tersusun dalam
kehidupan masyarakat. Semuanya itu dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih bermakna dan
memperoleh keselamatan serta kebahagian dalam kehidupan
manusia baik jasmani maupun rohaninya. Salah satu unsur penting
di dalam sistem kebudayaan adalah kesenian. Oleh karena itu,
melalui seni manusia memperoleh saluran untuk mengekspresikan
pengalaman rasa serta ide yang mencerdaskan kehidupan batinnya.

B. Wujud Kebudayaan
Koentjaraningrat berpendapat bahwa secara garis besar
kebudayaan paling sedikit memiliki tiga wujud yaitu:24
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat .

24
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1994), cet. 17, hal. 5
33

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.


Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya
abstrak, tidak dapat diraba, difoto atau digambarkan. Lokasinya
ada di dalam kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam
pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang
bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi menyatakan
gagasan mereka itu dalam tulisan maka lokasi dari kebudayaan ide,
sering berada dalam karangan dan buku-buku, hasil karya para
penulis warga masyarakat yang bersangkutan. Sekarang
kebudayaan ide juga banyak tersimpan dalam disk, tape, arsip,
koleksi museum dan lain-lain.25
Kebudayaan ide ini sering disebut adat tata-kelakuan, atau
secara singkat adat dalam arti khusus, atau adat istiadat dalam
bentuk jamaknya. Sebutan tata kelakuan itu, maksudnya adalah
kebudayaan ide itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan
yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan
dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsi itu secara
khusus lagi adat terdiri dari beberapa lapisan yaitu dari yang paling
abstrak dan luas sampai yang paling kongkret dan terbatas. Lapisan
yang paling abstrak misalnya sistem nilai budaya. Lapisan kedua
yaitu sistem norma-norma adalah lebih kongkret lagi. Sedangkan
peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari
dalam kehidupan masyarakat manusia (seperti misalnya aturan
sopan santun), merupakan lapisan adat istiadat yang paling
kongkret tapi terbatas ruang lingkupnya.26

25
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 5
26
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 6
34

Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem


sosial, yaitu mengenai kelakuan yang berpola dari manusia itu
sendiri. Sistem sosial ini sendiri terdiri dari aktifitas-aktifitas
manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan
yang lainnya, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari
tahun ke tahun, selalu mengikuti pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas
manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat
kongkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi,
difoto dan didokumentasikan.27
Wujud ketiga dari kebudayaan yaitu kebudayaan fisik, dan
memerlukan keterangan banyak. Karena merupakan seluruh total
dari hasil fisik dari aktifitas, perbuatan manusia dan karya semua
manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling kongkret dan
berupa benda-benda atau hal-hal yang sifatnya dapat diraba, difoto
dan dilihat. Ada benda-benda yang amat besar seperti suatu pabrik
baja, ada benda-benda yang amat kompleks dan sophisticated
seperti suatu komputer yang berkapasitas tinggi atau benda-benda
yang besar dan bergerak seperti suatu perahu tangki minyak, ada
benda-benda besar dan indah seperti candi-candi yang indah atau
ada pula benda-benda kecil seperti kain batik, atau yang lebih kecil
lagi yaitu kancing baju.28
Ketiga wujud kebudayaan yang terurai di atas, kenyataannya
dalam kehidupan masyarakat tentu tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Kebudayaan ide dan adat-istiadat mengatur

27
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 6
28
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 7
35

dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik


berupa pikiran-pikiran, dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya
manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya.
Sebaliknya, kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan
hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari
lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola
perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya.29
Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan paling
sedikit mempunyai tiga kategori yaitu :
1. Berupa wadah bagi suatu komplek ide-ide, gagasan-gagasan,
nilai-nilai, norma-norma dan peraturan. Hal ini berada dalam
pikiran warga masyarakat, atau dalam tingkat perkembangan
tertentu sudah berupa tulisan-tulisan atau karangan-karangan
warga masyarakat yang bersangkutan.
2. Kebudayaan sebagai suatu komplek aktifitas manusia yang
berpola menciptakan suatu sistem social bagi masyarakat yang
bersangkutan.
3. Berupa wadah untuk menghasilkan benda-benda pakai dan
karya seni, berbentuk nyata sebagai objek riil seperti bangunan
rumah, lukisan, patung, kerajinan, benda pakai, senjata.30
Tiga katagori kebudayaan tersebut tercermin pada setiap
kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Kegiatan tersebut secara
alami membentuk kebudayaan yang menjadi ciri khas masing-
masing kelompok manusia. Seperti halnya kesenian jamjaneng di

29
Alfian, Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan, (Jakarta: Gramedia,
1985), hal. 100
30
Abdul Aziz Said, Toraja Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional
(Yogyakarta : Ombak 2004), hal. 1-2
36

Kebumen yang terbentuk dari sebuah kegiatan oleh masing-masing


kelompok masyarakat yang menjadi ciri khas kebudayaan
tersendiri.
Dengan demikian dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa Masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, setiap masyarakat pasti
menghasilkan kebudayaan dan setiap kebudayaan pasti ada
masyarakatnya. Adapun bentuk atau wujud kebudayaan itu
merupakan cerminan manusia dalam berperilaku, berbuat dan
menentukan sikap di dalam lingkungan.

C. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan sebagai suatu sistem memiliki unsur-unsur yang
besar maupun kecil dan merupakan satu rangkaian yang bulat serta
menyeluruh atau bersifat universal.
Kebudayaan fisik yang dimiliki atau dihasilkan oleh suatu
bangsa itu, harus lebih dulu digolong-golongkan menurut
tingkatnya masing-masing. Sebagai pangkal penggolongan dapat
kita pakai unsur-unsur kebudayaan terbesar, ialah unsur-unsur
universal artinya unsur-unsur kebudayaan yang pasti itu dapat
ditemukan dalam semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup
dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam
masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks dengan suatu
jaringan yang luas. Adapun unsur-unsur universal itu, yang
37

sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia


ini, terdiri dari tujuh macam, yaitu:31
1. Sistem religi dan upacara keagamaan
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan (sistem kekerabatan,
sistem hukum dan system perkawinan)
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa (lisan maupun tulisan)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya)
6. Sistem mata pencaharian hidup (pertanian, peternakan, sistem
produksi, sistem distribusi dan sebagainya).
7. Sistem teknologi dan peralatan (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata dan sebagainya).
Ketujuh unsur universal tersebut masing-masing dapat
dipecah lagi ke dalam sub unsur-unsurnya. Demikian ketujuh unsur
kebudayaan makhluk manusia di manapun juga di dunia dan
menunjukan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari
konsepnya. Istilah universal dalam kebudayaan menunjukkan
bahwa unsur-unsur tersebut selalu ada di dalam kebudayaan.
Susunan tata urut dari unsur-unsur kebudayaan universal
seperti yang tercantum di atas dibuat dengan sengaja untuk
sekalian menggambarkan unsur-unsur mana yang paling sukar
berubah atau kena pengaruh kebudayaan lain dan mana yang
paling mudah berubah atau diganti dengan unsur-unsur serupa dari
kebudayaan-kebudayaan lain. Dalam tata urut itu akan segera
terlihat bahwa unsur-unsur yang berada di bagian atas dari deretan

31
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 1
38

merupakan unsur-unsur yang lebih sukar berubah dari unsur-unsur


yang tersebut kemudian.32
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku
yang timbul karena adanya interaksi yang bersifat komunikatif
seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan
warisan karena keturunan
Oleh karena itu, perubahan sosial dan perubahan kebudayaan
mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut
dengan suatu cara penerimaan, cara-cara baru atau suatu perbaikan
dalam suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.33

D. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kebudayaan itu sendiri. Faktor kebudayaan
diartikan sebagai penggerak manusia untuk menciptakan
kebudayaan, antara lain:
1. Interaksi manusia dan alam, adanya interaksi manusia dengan
alam berpeluang menciptakan kebudayaan. Karena kebudayaan
merupakan hasil interaksi, namun tidak semua interaksi tersebut
menciptakan kebudayaan.
2. Evolusi, proses budaya adalah ciptaan manusia, bebas,
superorganis, dan pluriform. Evolusi dalam kontek ini adalah
pergeseran perubahan karena berbagai faktor diantaranya

32
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 2
33
Soemardjan, Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES,
1982), hal. 53
39

sentuhan teknologi, perubahan iklim, lingkungan dan


sebagainya.
3. Degenerasi, konsep degenerasi berlawanan dengan evolusi
bahwa kemajuan diukur dari nilai, bukan dari aspek fisik.
4. Habitat, habitat atau alam fisik (lingkungan sekitar) sangat
berpengaruh terhadap proses kebudayaan karena habitat ini
menentukan kelanjutan atau berhentinya sebuah budaya yang
disebabkan situasi tipologi (topografis dan geologis) dan iklim.
5. Biome, biome mencakup alam organis manusia, demografi dan
ras yang mempengaruhi pola, bentuk dan perubahan
kebudayaan baik perubahan dengan cepat atau lambat.
6. Lingkungan sosial, lingkungan social menurut aliran
sosiologism ditentukan oleh lingkungan social dimana ia
bertahan dan berada.
7. Dialektif dan response, statemen ini dikemukakan oleh A.J
Toynbee bahwa proses kebudayaan dipengaruhi dua unsur
yakni interaksi social dan lingkungan sosial.
8. Faktor krisis dan tenggelamnya kebudayaan, hal tersebut dapat
diambil pada kebudayaan Romawi klasik yang runtuh karena
terjadi krisis dan tenggelamnya kebudayaan Romawi klasik
akibat faktor iklim pada Negara tersebut, penyakit malaria dan
rasisme yang terjadi di Romawi pada masa lalu.34

34
Bakker, Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Kanisius,
1984), hal. 58 - 78
40

E. Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai kedudukan, peranan, fungsi dan
kegunaan yang sangat besar didalam kehidupan bagi manusia dan
masyarakat sekitarnya.35 Oleh karena itu, manusia mempunyai
kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga akan merasa lebih puas
apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dan tidak puas apabila
tidak terpenuhi.
Adapun hasil karya manusia atau masyarakat menimbulkan
teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan
utama didalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan
alam.36
Selo Soemardjan mengatakan bahwa kebudayaan
masyarakat pada intinya juga berfungsi menghubungkan manusia
dengan alam sekitarnya dan dengan masyarakat tempat manusia
tersebut menjadi warga.37
Kebudayaan juga berfungsi memenuhi kebutuhan hidup
manusia mulai dari kebutuhan biologis, kebutuhan social dan
kebutuhan psikologis. Dengan kebudayaan, manusia dapat
menciptakan teknologi, dan mewujudkannya dengan benda.
Dengan kebudayaan, manusia bisa menghasilkan aturan dan nilai
yang dianggap benar, sehingga dapat mengatur pergaulan
kehidupan dalam bermasyarakat. Kebudayaan mengajarkan
manusia untuk bertindak sesuai dengan aturan yang telah

35
Soerjono soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum, hal. 24
36
Soerjono soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum, hal. 52
37
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Sleman: Ar-Ruzz media,
2010), hal. 319
41

ditetapkan, yang bersifat memaksa karena dilengkapi dengan


sanksi apabila melanggarnya.

F. Pengertian Kesenian
Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang
menjadi ekspresi dari apa yang dirasakan dan dituangkan dalam
gerak-gerik nada dalam kombinasi keduanya atau dalam bentuk
gambar dan lainnya.
Kesenian adalah segala hasrat manusia akan keindahan.
Kesenian sebagai salah satu rasa keindahan merupakan kebutuhan
manusia yang universal, milik semua masyarakat. Hal ini tidak
dapat dipungkiri karena semua orang pasti menginginkan adanya
rasa keindahan yang tercermin dalam karya seni. Kesenian tidak
pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian penting
dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreatifitas dari
kebudayaan itu sendiri.
Seni merupakan unsur budaya yang fungsional untuk
mengobjektifkan pengalaman rasa dan kehidupan batin manusia
sehingga dapat dikontemplasi dan dipahami maknanya.
Pengalaman rasa dan kehidupan batin yang bersifat dinamik pada
saatnya menjelma menjadi ekspresi formal berupa lambang-
lambang komunikasi yang menerjemahkan perasaan bagi
kesadaran kita. Dalam pengertian ini fungsi seni setara dengan
fungsi bahasa sebagai media komunikasi simbolik.38
Seni yang sering dipandang sebagai semacam taman sarinya
kebudayaan atau pajangan tata kehidupan lahiriah ternyata
38
Pranjoto Setjoatmojo, Dasar-dasar Seni Lukis, hal. 84
42

memiliki kesanggupan untuk mengungkapkan serta mengabdikan


pola kehidupan manusia. Di dalam artian kurun waktu, karya seni
sanggup mencerminkan identitas tata nilai budaya zamannya untuk
dilestarikan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Pada
hakikatnya, karya seni memiliki sifat abadi sebab sekali diciptakan,
ia merupakan pernyataan yang final. Seni dapat dipergunakan
sebagai indikator adanya perubahan konsep budaya suatu periode
kehidupan.
Seni diartikan sebagai keahlian mengekspresikan ide-ide dan
pemikiran estetika. Termasuk mewujudkan kemampuan serta
imajinasi penciptaan benda, suasana atau karya yang mampu
menimbulkan rasa indah.39
Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam
jiwa manusia. Seni lahir melalui perantaraan alat komunikasi ke
dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran (seni
suara), maupun indra penglihatan (seni lukis) atau gerak (seni tari,
drama, dll). Sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi, termasuk sistem kehidupan
beragama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan dan karya seni.
Kesenian adalah suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma dan peraturan dimana kompleks aktifitas dan

39
Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990),
hal. 525
43

tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat dan biasanya


berwujud benda-benda hasil manusia40
Seni merupakan pengucapan batin yang sangat mulia dan
mengandung suatu keindahan, sebab proses penciptaan seni
melalui pengendapan batiniah yang timbul dan hidup dalam
perasaan manusia yang bersifat indah serta mampu menggerakkan
jiwa manusia.41
Miharja mengatakan bahwa seni adalah kegiatan rohani
manusia yang merefleksikan realitet dalam karya yang merupakan
bentuk dan isinya mempunyai daya untuk mengembangkan
pengalaman tertentu dalam alam rohani masyarakat.42
Kesenian merupakan salah satu bagian terpenting dan salah
satu bentuk karya cipta dan kebudayaan, karena kesenian tersebut
adalah suatu ungkapan kreatifitas kebudayaan dan masyarakat
pendukungnya. Kebudayaan itu tidak mungkin statis justru akan
selalu berubah secara dinamis dikarenakan adanya kreatifitas dari
masyarakat. Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh
masuknya unsur budaya asing sekalipun, suatu kebudayaan yang
hidup dalam masyarakat tertentu pasti akan berubah seiring
berjalannya waktu.43

40
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), hal.
380
41
Hartono, Apresiasi Kesenian Tradisional, (Jakarta: CV. Rajawali, 2010),
hal. 23
42
Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta: Depdikbud, 1990), hal.
177
43
T.O Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: PT. Gramedia,
1986) hal. 75
44

Seni merupakan ungkapan, ekspresi karya manusia yang


dituangkan dalam bentuk apapun.44 Seni adalah sebuah keelokan
yang menghiasi dunia ini, Islam mengajarkan bahwa seni
merupakan salah satu nikmat yang harus kita syukuri, bagi umat
Islam sediri seni bukan merupakan hal baru, bahkan al-Qur‟an
sendiri diciptakan dalam bahasa Arab yang maha Balaghah (maha
seni).
Kesenian tradisional adalah segala sesuatu seperti adat-
istiadat, kebiasaan, ajaran, kesenian, tari-tarian, upacara dan
sebagainya yang turun-temurun dari nenek moyang. Jadi kesenian
tradisional adalah kesenian yang sejak zaman dulu ada dan turun-
temurun dari warisan nenek moyang yang bukan seni kontemporer.
Seni tradisional merupakan bentuk tradisi masyarakat yang
mendukungnya, yang timbul dalam masyarakat yang sesuai dengan
lingkungan kehidupannya. Apabila muncul bentuk kesenian lain
dan merupakan kesenian modern dapat menjadi ancaman sebab hal
ini bisa mengakibatkan pudarnya kesenian tradisional tersebut.
Johanes Mardimin menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan seni tradisi dalam kehidupan kesenian adalah segala bentuk
seni yang secara kuat dirasakan sebagai terusan atau kelanjutan
dari bentuk yang lalu.45 Perkembangan suatu kesenian tradisional
sangat ditentukan oleh peran serta dari para seniman pendukung.
Bangsa Indonesia kaya akan kesenian tradisional. Masing-masing

44
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 685
45
Johanes Mardimin, Dimensi Kritis Proses Pembangunan di Indonesia
(Yogyakarta: Yayasan Kanisius,1994), hal. 145
45

subkultur kesenian tradisional nusantara memiliki bentuk dari cirri


khas tersendiri.
Didalam kesenian tradisional terkandung nilai-nilai yang
berkaitan dengan masyarakat pendukungnya dan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan masyarakat pendukungnya serta
selama pandangan hidup pemiliknya tidak berubah. Di dalam
masyarakat Jawa dikenal banyak jenis kesenian tradisional seperti
kethoprak, wayang wong, wayang kulit, kesenian Jamjaneng,
kesenian Dolalak dan lain-lain. Namun, karena semakin banyaknya
kesenian modern yang bermunculan menjadikan eksistensi
kesenian tradisional pun mulai memudar secara perlahan.
Kesenian tradisional kerakyatan yang berkembang di
lingkungan masyarakat pedesaan jaman dulu hingga saat ini
biasanya disajikan atau ditampilkan untuk kepentingan masyarakat
yang tidak mementingkan presentasi artistik yang tinggi namun
memiliki fungsi. Fungsi disini adalah perubahan yang bermanfaat
dan berguna bagi kehidupan suatu masyarakat dimana
keberadaannya memiliki arti penting dalam kehidupan sosial
seperti untuk mempererat persaudaraan dan melestarikan
kebudayaan.46
Kesenian sebagai salah satu bagian dari kebudayaan yang
juga mempunyai unsur-unsur dari perasaan, pikiran, dan ciptaan,
pasti akan mengalami perubahan dan perkembangan secara
dinamis. Perubahan tersebut tidak akan terjadi apabila tanpa

46
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1987), hal. 25
46

adanya dukungan dan motivasi dari lingkungan masyarakat


maupun senimannya.
Perkembangan kesenian pada umumnya mengikuti proses
perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai salah satu unsur
dalam kebudayaan, maka kesenian tersebut akan mengalami hidup
yang statis, sebaliknya kesenian akan ikut bergeser dan
berkembang apabila kebudayaan juga selalu bersikap terbuka
terhadap perubahan dan inovasi.47
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesenian
merupakan suatu karya yang diciptakan berdasarkan ide-ide atau
gagasan manusia yang dapat dinikmati dan memiliki fungsi
tertentu dalam kehidupan manusia.
Masing-masing seni memiliki prinsip, konsepsi serta ekspresi
yang sama. Bila terdapat perbedaan, hal itu disebabkan karena
kekhasan dari masing-masing cabang seni. Seperti pada kesenian
musik tradisional Jamjaneng di Kebumen yang mempunyai
kekhasan karena semua isinya memiliki tuntunan nilai-nilai agama
Islam terhadap kehidupan masyarakat Kebumen melalui syair-syair
atau lantunan lagu-lagunya.
Kehadiran seni musik di tengah-tengah masyarakat tidak
dapat berdiri sendiri tanpa berkaitan dengan kebutuhan hidup
manusia, sehingga music secara luas dapat berfungsi bermacam-
macam. Adapun music disini berfungsi untuk memuaskan
kebutuhan manusia baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu
untuk memenuhi kebutuhan rohani music digunakan dalam acara

47
Selo Sumardjan, Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan, (Jakarta: CV.
Rajawali, 1980), hal. 32
47

yang berkaitan erat dengan keagamaan seperti halnya: Maulid


Nabi, Rajaban dll. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan jasmani
music merupakan santapan estetik yang dirasakan sebagai hiburan
saja. Demikian juga kehadiran kesenian Jamjaneng di Kebumen
yang memiliki bentuk dan ciri-ciri tersendiri yang sampai sekarang
masih terjaga kelestariannya.
Kesenian jamjaneng merupakan produk budaya asli
masyarakat Kabupaten Kebumen yang masih asli sejak dimulainya
kesenian ini hingga sekarang dan memiliki nilai-nilai akar budaya
Kebumen. Kesenian ini juga memiliki tempat tersendiri dalam
kehidupan masyarakat dan dalam peta kesenian termasuk kesenian
tradisional asli Kabupaten Kebumen.48
Seni budaya Islam terbagi menjadi beberapa kategori, antara
lain:
1. seni suara.
2. seni tari
3. drama,
4. seni kaligrafi
5. seni lukis dan
6. seni pahat.
Seni suara terdiri dari seni shalawat yang mempunyai ciri
penggunaan rebana/terbang, adanya puji-pujian dalam bahasa
arab,susunan nadanya bernafaskan islam. Selain itu ada seni musik
gambus dan rebana yang mempunyai ciri khas diiringi dengan alat
music seperti, gambus, kecapi petik, marawis, atau alat musik

48
Hasil Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff, 11 April 2015,
jam 09.00
48

modern, syair bernafaskan islam, baik berupa nasihat, shalawat


nabi baik dalam bahasa Indonesia, arab maupun daerah. Disamping
itu tentunya ada seni qasidah, hadrah, nasyid, marawis, terbang
ampat dan lain-lain.
Selain itu, seni budaya Islam juga mempunyai kekayaan seni
tari yang sangat banyak antara lain tari saman dari Aceh yang
begitu masyhur didunia internasional, selain itu ada tari zapin
melayu yang diiringi irama gambus, diperagakan oleh laki-laki
yang berpasangan dengan mengenakan sarung, kemeja, kopeah
hitam dan songket serta ikat kepala lacak/destar yang menjadi cirri
khasnya. Kemudian tari seudati dari aceh yang diperankan oleh
laki-laki dengan menari dan membuat bunyi tabuhan dengan alat
music tubuh mereka sendiri, sewaktu menepuk tangan,Tari menak
yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX raja
Jogyakarta, tari menak mirip wayang orang tetapi tari menak
diambil dari serat menak. Wayang Golek. Suluk adalah tulisan
dalam bahasa jawa maupun arab yang berisi pandangan hidup
orang jawa. Serat wirid adalah tulisan pujangga jawa yang berisi
bacaan-bacaan baik jawa maupun arab yang dibaca berulang-ulang.

G. Kesenian sebagai Sistem


Kajian tentang sistem kesenian memerlukan dukungan ilmu
dasar antropologi baik sebagai pranata tersendiri maupun sebagai
sistem pendukung dalam pranata lain. Konsep-konsep dasar
mengenai struktur dan fungsi dalam rangka studi mengenai
masyarakat-masyarakat, yang masing-masing ditandai oleh
budayanya sendiri, telah dikembangkan dalam ilmu tersebut.
49

Mengenai sistem kesenian dapat dirinci unsur-unsur pembentuk


sistem tersebut.
Apabila sistem kesenian diidentikkan dengan pranata
kesenian, komponen-komponen pembentuknya adalah:
1. Perangkat nilai-nilai dan konsep-konsep yang merupakan
pengarah bagi keseluruhan kegiatan berkesenian (baik dalam
membuat maupun menikmatinya).
2. Para peluka dalam urusan kesenian, mulai dari seniman
perancang, seniman penyaji, pengayom (dalam arti luas,
termasuk produser) dan penikmat.
3. Tindakan-tindakan terpola dan terstruktur dalam kaitan dengan
seni, seperti kebiasan berlatih, berkarya, membahas karya seni,
„publikasi‟ karya seni beserta segala persiapannya, dan lain-lain
4. Benda-benda yang terkait dengan proses berkesenian, baik yang
digunakan sebagai alat maupun dihasilkan sebagai bagian dari
karya seni49

H. Kesenian sebagai Fungsi Sosial.


Kesenian tidak pernah melupakan fungsinya. Setiap
berlangsungnya sebuah kesenian pastilah memiliki tujuan
tersendiri. Menurut Kessing bahwa kesenian mempunyai delapan
fungsi sosialyang amat penting artinya sebagai sarana pembinaan
masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan. Adapun kedelapan
fungsi sosialtersebut adalah sebagai berikut:
1. Sarana kesenangan.

49
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 125
50

Pada umumnya orang tidak akan menghabiskan waktunya


hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari . ada
waktunya mereka menikmati hasil kerjanya dan menyisihkan
waktunya untuk mencari dan menikmati kesenangan.
2. Sarana hiburan santai
Untuk menghilangkan kejenuhan dan ketegangan dalam
aktivitas hidup sehari-hari, orang biasanya melakukan kegiatan
yang dapat mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara
bebas. Kegiatan kesenian merupakan salah satu sarana yang
objektif dan dapat diikuti oleh banyak orang tanpa
menimbulkan rasa perlawanan.
3. Sarana pernyataan diri
Kegiatan seni merupakan sarana objektif yang bebas dari
berbagai hambatan sosial sehingga memungkinkan seseorang
menyatakan kepribadiaannya secara leluasa melalui karya seni
mereka.
4. Sarana Integratif
Karya seni sebagai pernyataan dan perwujudan pemikiran
seniman dapat merangsang kepekaan pengertian masyarakat
sehingga menimbulkan tanggapan emosional yang
menumbuhkan rasa kebersamaan yang mengikat diantara
pengagumnya.
5. Sarana terapi atau penyembuhan
Kesenian merupakan sarana yang objektif bagi mereka yang
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaan dan
pemikiran. Banyak seniman besar justru lahir karena
sebelumnya mereka menghadapi kesulitan untuk menyatakan
51

dan mengungkapkan perasaan atau pemikiran secara langsung


sehingga kesenian mejadi sarana.
6. Sarana Pendidikan
Karena bentuknya dan gaya yang dikembangkan karya seni
maka ia merupakan sarana yang efektif baik untuk
mengukuhkan atau menghancurkan nilai-nilai budaya,
pemikiran maupun pandangan hidup. Kesenian juga pernah
menjadi sarana kritikan, seperti yang diungkapkan aliran seni
lukis yang mencerminkan pemikiran anti modernisasi karena
dianggap sebagai biang kekacauan.
7. Sarana pemulihan ketertiban
Ungkapan keindahan mampu merangsang tanggapan emosional
masyarakat sekitarnya, menyebabkan kesenian dapat
dipergunakan sebagai sarana pemulihan ketertiban sosial yang
sedang mengalami kekacauan. Pesan-pesan yang halus dan
terselubung dalam kesenian dipergunakan untuk mempengaruhi
masyarakat agar dapat mengendalikan perasaan bermusuhan
dan persaingan kearah perdamaian.
8. Sarana simbolik yang mengandung kekuatan magis.
Kekuatan seniman mengungkapkan dan menyatakan perasaan
dan pemikiran mereka secara terselubung dan indah seringkali
merupakan daya pikat yang kuat bahkan mmapu mengarahkan
pemerhati karya seni tersebut.
Mengingat pentingnya fungsi sosial dari kesenian bagi
kehidupan manusia dalam suatu masyarakat menjadi suatu hal
yang wajar ketika kesenian seharusnya dikembangkan.
52

Secara fungsional, seni mempunyai peranan yang sangat


penting dalam kehidupan masyarakat dalam kehidupan yang saling
berkaitan, berinteraksi, saling mempengaruhi, dan membentuk.50
Seni dalam kehidupan sosialmasyarakat selalu memberikan
warna tersendiri dengan berbagai macam fungsinya selain sebagai
sarana hiburan dalam kehidupan masyarakat juga sebagai sarana
bersosialisasi bagi masyarakat. Meskipun sekarang ini seni selalu
berkembang pesat, namun kita tidak boleh menghilangkan
kesenian-kesenian yang sudah ada dan menjadi salah satu tradisi
dalam masyarakat seperti halnya kesenian yang ada di Kabupaten
Kebumen yaitu Kesenian Jamjaneng.
Kesenian jamjaneng ini menjadi pembinaan bagi masyarakat
dan kebudayaan yang ada di Kebumen, selain menyajikan lantunan
music dan lagu (Syair) kesenian ini juga menyampaikan suatu
pesan ajaran Islam kepada masyarakat agar dapat berakhlak dan
bersosial masyarakat yang baik sesuai ajaran agama Islam, beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Dengan demikian, selain menikmati irama music dan syair
dalam kesenian Jamjaneng masyarakat yang menyaksikan kesenian
ini mendapatkan suatu nasihat dalam pandangan hidup bersosial
sesuai ajaran agama Islam yang terdapat didalam syair-syair
kesenian ini.

I. Kesenian sebagai Pertunjukan

50
Triyanto, Media Visual untuk Pengajaran Teknik, (Bandung: Tarsito,
1993), hal. 15
53

Seni pertunjukan di Indonesia berangkat dari suatu keadaan


dimana kesenian ini tumbuh dalam lingkungan ethnic yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Didalam
lingkungan ethnic ini, adat atau kesepakatan bersama yang turun
temurun mempunyai wewenang yang sangat besar untuk
menentukan rebah-bangkitnya kesenian itu sendiri.51
Pertunjukan merupakan sesuatu yang dapat dilihat dan
disaksikan oleh orang lain. Namun didalam sebuah seni, yang
dimaksud pertunjukan adalah seni yang dipentaskan dan dapat
dilihat oleh berbagai kalangan masyarakat atau orang banyak.52
Seni pertunjukan berarti suatu tontonan yang bernilai seni
yang disajikan dalam sebuah pertunjukan yang dilihat orang
banyak. Untuk menyajikan sebuah pertunjukan juga dibutuhkan
unsur-unsur pendukung, antara lain: pemain, penonton, pesan yang
disampaikan dan cara penyampaiannya yang khas dalam
pertunjukan tersebut. Selain itu, unsur ruang dan waktu juga
menjadi hal yang sangat penting dalam suatu pertunjukan.
Seni pertunjukan yang dimiliki, hidup dan berkembang di
masyarakat mempunyai beberapa fungsi. Berbagai fungsi seni
pertunjukan yang dapat dikenali lewat data masa lalu maupun data
etnografik masa kini, meliputi:
1. Fungsi religius
2. Fungsi peneguhan interaksi sosial
3. Fungsi edukatif

51
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta: Sinar Harapan,
1981), hal 52
52
Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi dan Tantangannya,
(Yogyakarta: Kemenbud DIY, 2003), hal 50
54

4. Fungsi hiburan
Adapun fungsi seni pertunjukan yang berupa tari-tarian
dengan iringan bunyi-bunyian merupakan pengemban dari
kekuatan-kekuatan magis yang diharapkan hadir, tetapi juga
semata-mata merupakan tanda syukur pada terjadinya peristiwa-
peristiwa tertentu.53
Kesenian jamjaneng merupakan seni pertunjukan yang juga
memiliki fungsi seperti yang disebutkan di atas, yaitu berupa syair-
syair yang mengandung nilai-nilai Islam, bersosialisasi dengan
masyarakat, mengandung pendidikan agama Islam, dan juga
hiburan melalui permainan music dan lantunan syair-syair yang
disajikan.

J. Sejarah Kesenian di Nusantara.


Kesenian mempunyai ruang lingkup yang luas, oleh karena
itu kesenian menurut sifatnya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
seni rupa, seni suara, seni gerak.54
Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang majemuk
yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa tersebar di seluruh
wilayah kepulauan Indonesia. Dengan beraneka ragam suku bangsa
ini, bangsa Indonesia mempunyai banyak kebudayaan. Kesenian
tradisional merupakan bagian dari kebudayaan yang mempunyai
kedudukan sangat penting dan popular dalam kehidupan

53
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, hal 52
54
Seni rupa yaitu segala macam kesenian yang hanya dapat dinikmati
keindahannya dengan penginderaan mata. Seni suara yaitu meliputi apa yang disebut
seni instrumental, seni suara vocal, dan seni sastra. Seni gerak yaitu meliputi seni tari,
seni pencak, seni sandiwara. Lihat S. Saripin, Sejarah Kesenian Indonesia, (Jakarta:
PT. Pradnya Paramita, 1976), hal. 12
55

masyarakat dan salah satu penunjangnya adalah lingkungan


pedesaan.
Pada umumnya bangsa kita memasuki jaman sejarahnya
sejak abad yang ke-5 M, oleh karena itu dari jaman itu sampailah
kepada kita keterangan-keterangan tertulis yang pertama berupa
prasasti-prasasti (piagam-piagam) di atas batu yang ditemukan di
Kutai berasal dari raja Mulawarman dan di Jawa Barat berasal dari
raja Pulawarman.55
Kesenian di Nusantara datang dari luar yang mana
pengaruhya sangat besar dan lambat laun mengubah citra budaya
pada pihak penerima. Dengan pembatasan waktu yang berbeda-
beda pada berbagai daerah dan zaman dalam sejarah bumi
didasarkan atas geologi, Indonesia secara keseluruhan dapat dibagi
zaman-zaman budayanya, antara lain:
1. Zaman Prasejarah Awal.
Zaman prasejarah merujuk pada masa ketika catatan sejarah
secara tertulis belum tersedia. Masa ini juga sering disebut masa
pra-aksara.56
Zaman ini ditandai oleh peri kehidupan manusia yang belum
hidup menetap dan belum berkelompok dengan suatu sistem
organisasi yang tetap. Dalam pengistilahan prasejarah zaman ini
disebut zaman palaeo-lithik (zaman batu tua) dan meso-lithik
(zaman batu pertengahan). Pada zaman paleo-lithik sebagai ciri-
cirinya adalah alat-alat dibuat dari batu yang dikerjakan secara

55
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1,
(Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1973), hal. 22
56
Lily Turangan dkk, Seni Budaya dan Warisan Indonesia: Sejarah Awal,
(Jakarta : PT. Aku Bisa, 2014), hal. 13
56

kasar, tidak diasah atau dihaluskan. Manusianya belum bertempat


tinggal tetap. Sedangkan zaman meso-lithikum alat-alatnya masih
menyerupai zaman paleo-lithikum hanya saja pada zaman meso
orangnya sudah mulai bertempat tinggal menetap.57 Dari kedua
zaman ini khusus di Indonesia tidak ditemukan data mengenai
kemungkinan adanya seni pertunjukan (berbeda dengan
peninggalan palaeolithik di Eropa dimana terdapat lukisan pada
dinding-dinding gua yang menggambarkan figur-figur manusia
yang seperti dalam sikap menari).58
2. Zaman Prasejarah Akhir
Zaman ini terdiri dari dua babakan yaitu apa yang disebut
Neolithik dan perunggu-besi. Namun, pada zaman ini pula
didalamnya terdapat “zaman budaya” yang disebut megalithic yang
melintas bersamaan dengan Neolithik dan Logam (tembaga-
perunggu-besi). Zaman prasejarah akhir sudah mempunyai
penandanya berupa jenis temuan artefak yang khas tetapi diantara
seluruh temuan masa prasejarah akhir sangat sedikit yang dapat
memberikan petunjuk akan adanya suatu bentuk seni pertunjukan
tertentu yang dikenal dan dipraktikkan pada zaman prasejarah
akhir.59
Sedangkan pada masa neolithik, orang sudah sudah
mengasah dan mengupam alat-alat batu, sehingga halus dan indah.
Meraka juga sudah mulai bertempat tinggal tetap dan bercocok

57
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 23
58
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 290
59
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Seni Pertunjukan dan
Seni Media, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 20
57

tanam.60 Zaman neolithik adalah kebudayaan yang pertama boleh


dikata tersebar di seluruh kepulauan Indonesia.61
Selanjutnya pada masa tembaga-perunggu-besi, orang telah
membuat alat-alat logam serta dalam masyarakatnya telah
terbentuk kelompok-kelompok orang dengan keahlian-keahlian
khusus. Pada beberapa logam yang dihasilkan zaman ini terdapat
sejumlah penggambaran yang berbentuk analogi etnografik. Jadi
dapat ditafsirkan sebagai gambar-gambar orang menari dengan
mengenakan hiasan kepala dengan bulu-bulu panjang dan mungkin
mengenakan topeng. Penggunaan topeng, baik dalam rangka
upacara maupun tarian dapat dikenali dalam berbagai peninggalan
prasejarah pada masa ini.
Sebagai bukti terkini yang mungkin merujuk kepada
pertunjukan tertentu, khususnya tari yaitu ditemukannya arca-arca
perunggu kecil yang ditemukan di Bangkinang (Sumatera Selatan)
menggambarkan sosok perempuan dalam sikap tubuh seperti
sedang menari. Sejumlah nekara perunggu memuat gambar-
gambar (pahatan) deretan orang-orang dengan tutup kepala amat
tinggi yang terdiri dari bulu-bulu panjang yang mengingatkan
kepada kostum tari pria pada beberapa suku Dayak.62
Peninggalan plaza batu yang dikenal dan masih difungsikan
pada suku bangsa Nias sampai sekarang merupakan pusat upacara
yang mengandung didalamnya tarian dan nyanyian. Melalui
analogi dengan data etnografi yang masih dapat dicatat dan diamati

60
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 22
61
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 49
62
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 290
58

di masa kini dapat diperkirakan bahwa masyarakat masa prasejarah


akhir melaksanakan upacara atau ritual yang didalamnya
mengandung unsur seni pertunjukan tertentu. Selain itu upacara
yang dilakukan untuk menghadirkan roh nenek moyang dengan
cara permainan bayangan, yang kemudian diperkirakan sebagai
pertunjukan seni teater wayang pada orang Jawa dan Bali.63
Dengan latar belakang kepercayaan akan kehidupan di
akhirat dan alam pikiran yang berdasarkan pemujaan nenek
moyang, terjelmakanlah berbagai macam bangunan yang kita sebut
hasil-hasil kebudayaan.64
Berdasarkan gambaran zaman prasejarah akhir di atas ada
petunjuk mengenai fungsi kesenian pertunjukan sebagai religi.
Namun secara implisit tentu didalamnya mengandung unsur
edukatif, khususnya berkenaan dengan ajaran religi yang terkait.
Mengenai fungsi sosialdan ekonomi dari seni pertunjukan di zaman
itu sama sekali tidak ada.
3. Zaman Hindu-Budha
Berdasarkan penemuan arca Budha yang terbuat dari
perunggu, diperkirakan agama Hindu dan Budha masuk ke wilayah
Nusantara sekitar abad ke-2 M.65
Zaman ini memperlihatkan lonjakan data artefaktual
berkenaan dengan seni pertunjukan yang banyak memberikan
informasi. Hal ini lebih-lebih didukung dengan adanya sumber-
sumber tertulis, baik yang terdapat pada inskripsi-inskripsi maupun

63
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia, hal. 20
64
Dr. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, hal. 78
65
Seni Budaya dan Warisan Indonesia: Sejarah Awal, hal. 54
59

pada karya-karya sastra yang masa hidupnya menjadi lebih panjang


melintasi berbagai zaman berkat tradisi penyalinan naskah.66
Akulturasi dengan kebudayaan India yang membawa agama
Hindu-Budha sebagai bukti utamanya, memperlihatkan juga
pengaruhnya yang sangat besar pada bidang seni, termasuk juga
seni pertunjukan. Data artefaktual dari zaman hindu-budha ini
berupa arca dan relief-relief yang merujuk pada pertunjukan-
pertunjukan tertentu terdapat pada candi-candi di Indonesia
memperlihatkan jelas adegan-adegan dimana orang menari dan
bermain music. Data tertulis, baik dari prasasti maupun karya
sastra, menyebutkan banyak nama, baik dari seni pertunjukan, jenis
instrument music maupun jenis pekerjaan yang berkaitan dengan
seni.
Di sana-sini peninggalan-peninggalan karya sastra
memberikan bukti dan deskripsi mengenai suatu pertunjukan.
Bahkan kadang-kadang tersirat pula kaidah estetik yang dijadikan
acuan dalam pembuatan dan penikmatan karya seni.67
4. Zaman Islam
Sikap para ulama Indonesia yang kurang bahkan tidak
memiliki pengertian tentang perlunya menulis sejarah, sehingga
dalam kaitan ini Islamisasi dan perkembangan Islam di Indonesia
tidak bisa diketahui dengan pasti.68
Dalam kaitannya dengan Islamisasi dan perkembangan Islam
di Indonesia, paling tidak ada empat teori yang bisa dimunculkan

66
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia, hal. 21
67
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 291
68
Ahmad Mansyur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 73
60

antara lain: teori India, teori Arab, teori Persia dan teori Cina.
Pijnapel mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia (Nusantara)
bukan dari Arab maupun Persia secara langsung, tetapi berasal dari
India. Sebelum Islam sampai ke Nusantara banyak orang Arab
yang bermazhab Syafi‟i yang bermigrasi ke India kemudian Islam
bergerak ke Nusantara.69
Selain itu, berdasarkan data arkeologisnya proses Islamisasi
terbagi dalam tiga fase, yaitu: fase kehadiran para pedagang
muslim, fase terbentuknya kerajaan Islam, fase kelembagaan
Islam.70
Zaman ini memperlihatkan suatu masukan tersendiri dalam
perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Khususnya dalam
seni musik dengan ciri khasnya berupa permainan. Di daerah-
daerah tertentu pengaruh ini langsung dapat dari suatu sosok kuat
zaman prasejarah, namun di daerah-daerah lain pengaruh Islam ini
menumpuk di atas budaya yang sebelumnya telah menyerap
banyak unsur India. Dalam hal ini unsur-unsur budaya masa hindu-
budha masih banyak yang terbawa meskipun di sana-sini dalam
ekspresi budaya terlihat unsur islam yang jelas.71
Fungsi dari pertunjukan yang diteguhkan pada masa hindu
budha pun masih ada yang berlanjut, dikarenakan struktur
sosialkerajaan Islam kurang lebih diteruskan dalam format yang
sama meskipun di sana-sini ada perkembangan dan penyesuaian.

69
Nor Huda, Islam Nusantara, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007), hal. 31-
32
70
Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban: jejak Arkeologis dan
Historis Islam Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu), hal. 55
71
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 291-292
61

Keberlanjutan yang terkait dengan kesenian yaitu adanya


kelompok watek i jro yang dalam administrasi mataram Islam dan
bahasa Jawa baru disebut abdi dalem.72
Bentuk-bentuk seni pertunjukan pada masa Islam di Jawa
seperti rodat dan slawatan dengan berbagai variasinya sesuai
daerah masing-masing sebagai penanda ki-Islaman bahkan
dijadikan sebagai media untuk berdakwah. Seperti halnya yang kita
ketahui yaitu kesenian jamjaneng di Kabupaten Kebumen
mempunyai ciri-ciri khasnya sebagai sarana untuk berdakwah.
Berkembangnya kesenian di Indonesia, yang memiliki corak
dan ekspresi yang sangat khas dan tidak lepas sama sekali dari citra
kesenian Islam yang sudah umum dikenal, seperti kaligrafi, seni
rupa, dan kesenian lainnya.73
Dengan demikian kesenian pada zaman islam selain
berfungsi religi sebagai penanda ke-Islaman namun juga berfungsi
sebagai sosialdan estetik bagi para penikmat kesenian itu.
5. Zaman Kolonial
Kolonialisme di Indonesia terjadi karena adanya para
pendatang dari orang-orang Eropa, khususnya Belanda dan untuk
masa singkat Inggris yang demi tujuan-tujuan ekonomi akhirnya
mereka menguasai kekuatan politik dan militer di berbagai
kawasan di Indonesia. Bersamaan dengan kedatangan mereka,
bangsa Indonesia diperkenalkan dengan gagasan-gagasan baru

72
Mukhlis Paeni, Sejarah KebudayaanIndonesia, hal. 23
73
Islam dalam Budaya Indonesia, (Debdikbud, 2000), hal. 5
62

seperti prinsip-prinsip keilmiahan, sistem pendidikan formal serta


bentuk-bentuk kesenian Eropa.74
Dalam seni pertunjukan ragam baru yang diperkenalkan oleh
orang-orang Eropa adalah apa yang disebut toneel dan music
diatonic beserta instrument-instrumennya seperti: gitar, piano,
biola, dan lain-lain. Akhirnya para pemusik Indonesia pun
menguasainya bahkan sejumlah ragam music khusus diciptakan
oleh orang Indonesia atas dasar pengaruh Eropa.
Ragam-ragam music yang dapat disebutkan sebagai contoh
adanya pengaruh orang-orang Eropa adalah keroncong, dangdut
dan irama melayu. Pada music dangdut terdapat imbuhan ritmik
dari music India, sedangkan irama melayu dapat dipilih antara
yang sistem nadanya diatonic dan non diotonik lebih cenderung
didominasi oleh instrument gambus.
Pada zaman colonial ini bentuk-bentuk music pada umumnya
berfungsi estetik semata sedangkan dalam konteks industry budaya
juga berfungsi ekonomi. Fungsi sosialjuga dapat kita lihat sebagai
penanda kelas sosial bahwa music barat klasik cenderung merujuk
kelas sosialatas dan keroncong maupun dangdut didominasi kelas
tengah dan bawah. Fungsi religi pada zaman ini hanya terdapat
pada music gereja75
6. Zaman Kemerdekaan
Zaman Indonesia merdeka ini memperkenalkan kekhasan
dalam perkembangan seni, termasuk seni pertunjukan disatu sisi
bentuk-bentuk baru yang khususnya diambil alih dari kebudayaan

74
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 292
75
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia, hal. 24
63

Eropa digunakan unuk memperkembangkan suatu ragam baru


kesenian yang sekaligus juga menjadi suatu “kesenian Nasional”
yang berfungsi sebagai penggalang semangat perjuangan nasional.
Sebagai contoh dapat disebutkan berupa lagu kebangsaan RI, serta
lagu-lagu perjuangan banyak yang diciptakan pada periode ini
demikian juga bentuk-bentuk khas yang berkembang di sini seperti
keroncong dan dangdut, semua itu berlandaskan sistem nada
diatonic yang liriknya berisi ungkapan cinta tanah air.76 Sementara
itu, dalam Indonesia merdeka ini berbagai ekspresi seni suku-suku
bangsa juga dikembangkan dan disebarluaskan secara nasional,
melintasi batas-batas kesuku bangsaannya.
Kesenian tradisional pun mulai populer dan mendapatkan
dukungan besar dari lomba-lomba yang di adakan RRI, meskipun
pada awalnya kesenian tradisional banyak yang mendapat
tentangan dari kalangan Seniman Jawa karena dianggap
menurunkan citra seni tradisional Jawa.77
Demikian dapat kita ketahui bahwa kesenian pada zaman ini
lebih cenderung berfungsi sebagai sosial-politik, melalui karya-
karya unggul yang berhasil diciptakan berfungsi estetik, dan ketika
diperjualbelikan berfungsi ekonomi.
7. Zaman Revolusi hingga Kontemporer.
Pada zaman revolusi, modern hingga kontemporer kesenian
semakin kuat fungsinya dalam pemenuhan estetik dan ekonomi
namun tidak merubah liriknya. Berbagai bentuk seni pertunjukan

76
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, hal. 292
77
Lily Turangan, Seni Budaya dan Warisan Indonesia: Seni Pertunjukan,
(Jakarta: PT. Aku Bisa, 2014), hal. 54
64

tradisional ditingkatkan penampilan dan kelestariannya melalui


festival-festival, juga dipacu perkembangannya melalui program
dari sejumlah dewan kesenian di seluruh Indonesia.78
Sebagian besar anggota masyarakat umum menyebut suatu
jenis kesenian modern ketika mereka melihat bahwa dalam
perangkat music yang digunakan melibatkan alat music yang
berasal atau sering digunakan di “Barat” terutama yang berbau
elektronik atau computer, alat-alat music bikinan pabrik.
Dengan demikian dilihat dari sejarahnya kesenian di
Indonesia mulai dari zaman prasejarah hingga zaman kontemporer
terutama seni pertunjukan seringkali dikaitkan dengan pelaksanaan
upacara.

78
Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan, hal. 24
BAB III

MENGENAL KESENIAN JAMJANENG DI KEBUMEN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan masalah Kesenian


Jamjaneng di Kebumen. Adapun urutan uraian tersebut adalah
Deskripsi Wilayah Kabupaten Kebumen, Struktur Kesenian Jamjaneng
di Kebumen, Perkembangan Kesenian Jamjaneng di Kebumen.

A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Kebumen


Kabupaten Kebumen berada di dalam wilayah provinsi Jawa
Tengah dan terletak pada bagian selatan. Kabupaten Kebumen
mempunyai luas wilayah 128.111,50 hektar atau 1.281,11 km2
terletak pada posisi garis lintang 70 27’ – 70 50’ LS dan 1090 22’ –
1090 50’ BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
 Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Banyumas

 Sebelah Timur : Kabupaten Purworejo

 Sebelah Utara : Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara

 Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Kabupaten Kebumen merupakan daerah lintas jalur selatan


Pulau Jawa dengan topografi 70% merupakan daerah pegunungan
dan 30% lainnya daerah dataran rendah dan pantai dengan
ketinggian permukaan tanah dan air laut sekitar 5 – 91 meter.
Sebagian besar wilayah terletak pada ketinggian di bawah 40 meter.
Pada umumnya yang mempunyai ketinggian di atas 50 meter
berada di wilayah Kabupaten Kebumen sebelah Utara bagian barat

65
66

seperti kecamatan Sempor 66 meter dan kecamatan Karanggayam


91 meter.
Secara klimatologi curah hujan di Kabupaten Kebumen rata-
rata 239 mm/bulan dengan hari hujan rata-rata 8 hari. Suhu
terendah terjadi pada bulan Agustus di stasiun pemantauan
Wadaslintang dengan suhu sekitar 15,60 0c tercatat dengan rata-rata
kelembaban udara setahun 82,00% dan kecepatan angin 1,31
meter/detik. Sedangkan pada stasiun pemantauan Sempor suhu
terendah 21,20 0c pada bulan Agustus dengan rata-rata kelembaban
udara setahun 80,00 % dan kecepatan angin 2,37 meter/detik.
Secara administratif Kabupaten Kebumen terbagi menjadi
26 Kecamatan yang terdiri dari 449 desa dan 11 kelurahan.
Kecamatan terluas adalah kecamatan Karanggayam dengan luas
wilayah 10.929,00 Ha atau 109,29 km2. Jarak kecamatan terjauh
dari ibukota kabupaten adalah kecamatan Ayah (37 km).
Analogi pembagian dan pemanfaatan lahan di Kabupaten
Kebumen dirinci sebagai berikut: tanah sawah 39.831,00 hektar
atau sekitar 31,09 % dan tanah kering 88.289,50 hektar atau 68,91
%. Sedangkan tanah yang digunakan untuk bangunan dan
sekitarnya seluas 35.931,00 hektar atau 28,05 %.1

B. Sejarah Terbentuknya Kesenian Jamjaneng di Kebumen


Setiap negara mempunyai cara yang berbeda-deda dalam
proses penyebaran agama Islam, seperti halnya di Indonesia
terkenal dengan kesenian wayang. Masuknya agama Islam ke
Indonesia dimulai dengan masuknya para pedagang dari wilayah
1
Dokumentasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen tahun 2015.
67

Gujarat atau kawasan Persia dan bangsa Arab sekitar abad ke 11.
Dengan meningkatnya jaringan perdagangan di luar kepulauan
Nusantara yang didukung oleh para pedagang dan seluruh
bangsawan dari kerajaan besar Nusantara.
Sugiono mengatakan bahwa agama Islam menjadi agama
yang paling banyak pemeluknya di Indonesia karena cara
penyebaran agama Islam dengan berbagai cara, diantaranya melalui
perdagangan, pendidikan, dakwah di kalangan masyarakat dan
kesenian yang disesuaikan dengan keadaan. Adapun cara
penyebaran agama Islam yang dilakukan para ulama di kabupaten
Kebumen melalui jalur kesenian.2 Hal ini juga diperkokoh oleh
seluruh lapisan masyarakat yang meyakini bahwa masyarakat
Kebumen beragama Islam karena adanya kesenian yang dijadikan
sebagai media berdakwah.
Pada zaman kesultanan Demak, agama Islam tersebar
diberbagai penjuru wilayah Jawa Tengah, salah satu kabupaten di
Indonesia yang penyebaran agama Islam melalui jalur kesenian
adalah kabupaten Kebumen yang bernama kesenian Jamjaneng.
Salah satu tokoh penyebar agama Islam di Jawa Tengah pada saat
itu adalah Sunan Kalijaga. Kesenian yang diciptakan sunan
Kalijaga menggunakan alat musik yang cara membunyikannya
dengan cara dipukul, bunyi alat musik tersebut istilah orang desa
pating klening dan ternyata suara itu menarik simpati masyarakat
yang menyaksikan acara sekaten salah satunya adalah masyarakat

2
Wawancara dengan sugiono salah satu pemimpin group jamjaneng tanggal
10 April 2015 jam. 16.00 wib
68

Kebumen dan para da’i generasi selanjutnya banyak mengikuti cara


yang dilakukan sunan Kalijaga.
Kesenian Jamjaneng terinspirasi dari acara Sekaten yang
menggunakan alat musik bermacam-macam, di adakan di kota
Yogyakarta oleh sunan Kalijaga. Dari alat musik yang bermacam-
macam itu, pada tahun 1824 M seorang ulama bernama Kyai
Jamjani berasal dari desa Mrentul, Kecamatan Prembun, Kabupaten
Kebumen, ingin memiliki alat musik yang sama dengan alat yang
digunakan pada acara sekaten tersebut. Kemudian para seniman
dikumpulkan untuk membantu membuat alat-alat musik bersama
Kyai Jamjani.3
Alat musik yang pertama kali di buat adalah kendang (alat
gamelan)4. Namun dalam prosesnya, penyebaran agama Islam
melalui jalur kesenian ini mengalami hambatan terkait peralatan
gamelan yang sulit didapatkan karena jauh dari pengrajin alat-alat
gamelan dan harga yang tidak terjangkau di kalangan masyarakat
umum, akhirnya ulama tersebut berinisiatif untuk membuat alat
musik sendiri dengan bantuan para seniman yang sudah
dikumpulkan, melalui berbagai tahapan: awal mula ulama tersebut

3
Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April 2015
jam 10.00
4
Alat Gamelan ialah alat musik tradisional Jawa, Bali dan Sunda yang pada
dasarnya menggunakan laras slendro dan pelog. Lihat Prof. R.M. Soedarsono,
Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hal. 18. Gamelan juga
memiliki filosofi baik dari namanya maupun bunyi yang dihasilkannya. Filosofi dari
namanya yakni “G” bermakna Gusti, “A” bermakna Alloh, “M” bermakna Maringi
(memberi), “E” bermakna Emut (ingat), “L” bermakna Lakonono (mengerjakan), “A”
bermakna ajaran, “N” bermakna Nabi. Sedangkan untuk bunyinya bernada Nang,
ning, nung, neng, nong yang masing-masing bermakna menang, wening (berpikir),
ndhunung (berdo’a), meneng (diam) dan Tuhan. Lihat Lily Turangan dkk, Seni
Budaya dan Warisan Indonesia: Seni Pertunjukan, (Jakarta : PT. Aku Bisa, 2014),
hal. 41-42
69

menyuruh membuat alat musik dari kayu sawo, karena kayu sawo
sangat keras dan dengan peralatan yang seadanya pula akhirnya
gagal.
Kemudian mencoba lagi dengan menggunakan kayu randu
namun gagal lagi karena terlalu empuk, baru tahapan yang ke 3 itu
menggunakan kayu yang mudah di dapat dan mudah di buat yaitu
menggunakan kayu pokol pohon kelapa. Setelah potongan pokol
pohon kelapa dilubangi (arah muka lebih lebar dari pada arah
belakang) dan sudah sesuai dengan keinginan meraka kemudian
permukaannya ditutup dengan kulit binatang.
Mereka berdiskusi sambil berfikir keras, kulit apa yang akan
digunakan sebagai penutupnya. Ada yang mencoba kulit kerbau
namun suaranya tidak bagus dan kyai Jamjani tidak menyukainya,
kemudian memakai kulit kambing, ternyata menghasilkan bunyi
bagus dan Kyai jamjani menyukainya sesuai dengan yang
diinginkan. Akhirnya para seniman bisa menerima dan spontan

langsung mengucapkan ِ‫ ْان َح ْم ُد ِ ِّل‬.


Satu alat musik sudah jadi kemudian mereka membuat alat
musik yang lain hingga menjadi satu kesatuan alat musik yang
digunakan dalam pertunjukan kesenian sholawat Islam yang berisi
tentang pujian terhadap Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW
disela-sela proses penyebaran agama Islam terhadap masyarakat
Kebumen. Mereka mensyukuri atas keberhasilan dalam membuat
70

alat musik setelah beberapa ratus tahun dari perjalanan sekaten itu
dan diperkirakan 300 tahunan.5
Pada awalnya kesenian ini menggunakan lagu dan syair
yang diambil dari kitab al barzanji karangan Syeikh Ja’far al

Barzanji dari Timur Tengah seperti lagu: ‫َمىْ نِ ُد‬ selain itu mereka

juga mengambil dari qasidah burdah karangan Syeikh Muhammad


Busiri yang syairnya adalah
‫ال ُم ْقت َِح ِم‬
ِ ‫نِ ُكمِّ َحىْ ل ِمنَ ْاْل ْه َى‬ ُ‫هُ َى ْان َحبِيْبُ انَّ ِذي تُرْ َجي َشفَا َعتُه‬
Inilah salah satu syair yang dilagukan dengan diiringi musik yang
sederhana tetapi mengeluarkan suara yang indah dan enak didengar.
Karena memang awalnya kesenian jamjaneng ini menggunakan
syair-syair dari bacaan sholawat maka diberi nama sholawatan.
Kemudian dikarenakan banyak orang awam atau masyarakat
kebumen yang tidak tahu artinya, syair-syair yang semula
berbahasa Arab diterjemahkan ke bahasa Jawa dan akhirnya nama
itu lengkap menjadi Sholawatan Jawa.6
Sholawatan Jawa ini iramanya mirip lagu-lagu jawa orang
dulu yang nada suaranya panjang sangat tinggi dan melengking,
antara vokalis satu dengan vokalis yang lain saling bantu membantu
agar dalam membawakan lagu tidak putus di tengah-tengah.
Dengan hadirnya sholawat Jawa ini ternyata masyarakat sangat
merespon karena syair-syairnya banyak yang dikuasai oleh mereka.

5
Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April 2015
jam 10.00
6
KHR. Mutamim Muis al Kaff, Mengenal Lebih Dekat Jamjaneng, … hal.
10
71

Dalam sholawatan Jawa ini ada seorang yang mengawali


atau mengomando dalam membawakan lagu yang dinamakan
dalang. Seorang dalang ini dibantu oleh tiga atau empat orang
dalam membawakan lagu dibawah koordinasinya.
Dikenal sebagai seni sholawatan Jawa karena lagu yang
dimainkan menggunakan bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa
dalam setiap lagu yang dimainkan melalui kesenian musik
tradisional ini bertujuan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh
masyarakat Kebumen yang mayoritas masyarakatnya orang Jawa.
Sholawatan Jawa ini berkembang pelan tapi pasti artinya
berawal dari kyai Jamjani yang memainkan kesenian ini makin
lama makin berkembang dan masyarakat belajar menabuh serta
menyanyikan lagu-lagu akhirnya setiap desa memiliki kesenian ini.
Sekitar tahun 1945 sebelum merdeka kelangsungan
sholawatan Jawa makin melemah dikarenakan mengalami kesulitan
dalam membentuk kader-kader selanjutnya. Dalam membawakan
lagu dengan nada tinggi ini pada generasi berikutnya sangat sulit
untuk mengikuti dan menyamai nada suara seniornya.7
Akhirnya para senior kesenian ini cepat bertindak untuk
mengadakan sedikit perubahan dan pembaharuan yaitu merubah
intinya nada yang semula sangat tinggi (melengking) kemudian
disederhanakan menjadi nada rendah dan iramanya dipercepat agar
tidak terlalu pelan, syairnya pun juga diperpendek. Namun lagu dan
syair tetap berpedoman pada kitab al-Barzanji dan sebagainya.
Untuk membedakan antara sholawatan Jawa dan
Sholawatan yang telah sedikit dirubah maka para seniman itu
7
KHR. Mutamim Muis al Kaff, Mengenal Lebih Dekat Jamjaneng, hal. 18
72

berdiskusi lagi untuk memberi nama kesenian tersebut. Agar tidak


menghilangkan segi sejarah dan perjuangan kesenian ini, mereka
bersepakat memberi nama dengan sebutan Jamjaneng. Nama
Jamjaneng ini di ambil dari pencipta pertama kesenian ini yang
bernama Kyai Jamjani supaya dikenang oleh masyarakat kebumen
khususnya dan masyarakat sekitar umumnya. 8 Sampai sekarang
akhirnya kesenian Jamjaneng lebih berkembang dan hampir setiap
desa ada satu hingga 2 group kesenian ini.
C. Struktur Kesenian Jamjaneng di Kebumen
Dalam kesenian Jamjaneng ada sebuah struktur yang akan
penulis jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan teknis dan bentuk
pertunjukannya. Teknis pertunjukan ini meliputi waktu
pelaksanaan, jumlah pemain, kostum, alat music yang dipakai, dan
alur pertunjukan. Adapun penjelasannya akan penulis paparkan
sebagai berikut:9
1. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan jamjaneng berlangsung selama empat jam atau
lebih, bahkan sering hingga 8 jam. Waktu pertunjukannya
dilakukan pada pagi, siang hari bahkan malam hari sesuai
dengan permintaan masyarakat maupun pihak penyelenggara.
Dalam acara apapun kesenian Jamjaneng bisa dilaksanakan.
Hanya saja kesenian Jamjaneng yang dilaksanakan pada malam
hari biasanya untuk acara ritual keagamaan, seperti pengajian

8
Wawancara dengan Darsono, Sekretaris Paguyuban Jamjaneng Kebumen
9
Wawancara dengan KHR. Mutamim Muis al Kaff tanggal 11 April 2015
jam 11.00
73

dan sebagainya. sedangkan untuk acara hiburan masyarakat


dilaksanakan pada pagi ataupun siang hari.
Adapun waktu pelaksanaan kesenian Jamjaneng juga
diungkapkan dalam sebuah lagu yang berjudul :

‫ّللاُ َعهَ ْي ِه َو َسهَّ ْم‬


ّ ًّ‫صه‬
َ
Lagu ini digunakan sebagai lagu pembuka pada setiap
pelaksanaan kesenian Jamjaneng. Berikut adalah kutipan syair
yang digunakan pada pembukaan :
Ayu kanca pada nglakonana
Sarehne samya dinuta
Ing kagungan iki wisma
Wis kaidenan samya
Sarehning sampun jam sanga
Mulane ayu pada labuha aja pada semaya
Arti sesuai pemahaman penulis adalah
Mari kawan, semua melakukan
Karena sudah disuruh
Oleh yang memiliki rumah ini
Sudah diizinkan semua
Karena waktu sudah menunjukan pukul Sembilan
(malam)
Makanya, mari kita mulai jangan pada membantah.
Dari bait di atas penulis menyimpulkan bahwa bait ini
mengandung makna yang sangat penting, yaitu kesenian
Jamjaneng ini dilaksanakan setelah semua kewajiban
peribadatan sudah selesai dilakukan. Sebagaimana dijelaskan
74

dalam bait: pukul Sembilan adalah waktu yang tepat untuk


memulai kesenian Jamjaneng sebab umat Islam telah usai
melaksanakan kewajiban shalat Isya’.
Sedangkan kesenian Jamjaneng yang dilaksanakan pada
pagi maupun siang hari pembukaannya juga menggunakan lagu
yang berjudul :

‫ّللاُ َعهَ ْي ِه َو َسهَّ ْم‬


ّ ًّ‫صه‬
َ
Namun syairnya sedikit berbeda yaitu pada baris kelima
berbunyi Sarehning sampun kepanggih, yang mengandung arti
waktu telah diminta oleh penyelenggara acara.
2. Jumlah Pemain
Pemain dalam kesenain Jamjaneng ini berjumlah sekitar 15
– 20 orang yang terbagi atas olah vocal dan pemain music.
Formasi anggotanya terdiri dari 9 pemain music dan 6 vokal
atau 10 pemain music dan 10 vokal sesuai yang biasa digunakan
dalam kesenian Jamjaneng. Meskipun berangkat dari latar
belakang yang berbeda-beda pula (petani, pegawai, maupun
pedagang) namun mereka mempunyai semangat yang sangat
kuat untuk bersyair dan bersyiar agama demi mengembangkan
agama Islam di Kabupaten Kebumen.
3. Kostum
Kostum merupakan sarana penting dalam pementasan jam
janeng, untuk pemain jamjaneng menggunakan kostum yang
santai, sopan, tentunya bernuansa Islami. Pemain jamjaneng
pria biasanya menggunakan baju koko atau baju batik, berpeci,
75

dan mengenakan sarung atau bercelana panjang.10 Kemudian


untuk pemain wanita menggunakan konstum yang senada baik
para pemain alat musiknya atau untuk vokalnya, antara pemain
laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan antara corak serta
warna baju, yakni senada atau seragam. Nuansa kostum yang
sederhana yang di gunakan pemain jamjaneng adalah bertujuan
untuk menggambarkan bahwa kesenian jamjaneng adalah seni
music tradisional yang bernuansa Islam yang tidak menojolkan
kesan kemewahan atau berlebihan.
4. Alat Musik
Menurut bentuknya, instrument gamelan bisa dibedakan
menjadi dua macam, yaitu bilahan (wilahan) dan pencon. Yang
termasuk kelompok bilahan adalah keluarga Saron dan Gender,
sedangkan instrument yang masuk kelompok pencon antara lain
keluarga boning, kenong, kempul dan gong.11
Kesenian jamjaneng dalam setiap pementasannya selalu
menampilkan musik yang dinamis yang banyak digemari
berbagai kalangan masyarakat kabupaten Kebumen. Pada
awalnya alat musik yang digunakan dalam kesenian jamjaneng
yaitu, terbang besar, terbang sedang, terbang kecil,12 ukel,

10
Untuk baju meskipun mereka mengenakan seragam yang sama dalam satu
group, salah satu diantara mereka ada yang membeli di pasar terdekat agar warna dan
coraknya bisa seragam dan di pandang penontonnya lebih enak ketika dalam
pertunjukan tersebut.
11
Prof. R.M. Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta: Balai Pustaka,
1992), hal. 19 gong adalah alat musik yang sangat populer sebagai alat musik
tradisional jawa. Biasanya gong berfungsi sebagai penanda akhir dari bagian lagu
yang liriknya panjang. Nada suara “dunggg” yang panjang sangat pas di dengar pada
akhir dalang bernyanyi.
12
Terbang digunakan sebagai sebutan alat musik yang diambil dari kata atau
bahasa Jawa yang mempunyai kesamaan arti dengan rebana. Fungsinya selain sebagai
76

kemeng, kendhang,13 dan kempul (tuleng)14. Semua alat musik


ini teknik bermainnya dengan cara dipukul dengan tangan atau
kayu.
Pertunjukkan jamjaneng, menghadirkan musik yang
sederhana serta menggunakan alat musik yang lebih didominasi
oleh instrument yang dibunyikan dengan cara ditabuh tangan.
Alat musik kesenian jamjaneng ini sebagian besar terbuat
dari kulit kambing sebagai selaput kulit. Adapun alat musik
pendukungnya terdiri dari satu buah terbang besar yang
berfungsi sebagai gong, dua terbang kecil, satu buah kendang
ciblon, dan dua buah kendhang kecil sebagai pengisi sajian
pola ritmik.
Kempul atau masyarakat Kebumen sering menyebutkan
dengan nama tuleng adalah salah satu alat yang khas dari
kesenian Jamjaneng dan pemasangan alat ini sebagai pelengkap,
yang tidak dimiliki oleh kesenian musik maupun sholawat jawa
lainnya dan alat inipun hanya dimainkan dalam kesenian
Jamjaneng saja. Kempul ini terbuat dari bambu wulung yang

alat hiburan, juga untuk mengiringi kidungan yakni menyanyikan lagu-lagu rohani
seperti sholawatan dll terbang ini adalah sebutan orang jawa biasa dikenal dengan
rebana berbentuk bundar atau pipih. Bingkai terbentuk lingkaran dari kayu yang
dibubut, dengan salah saatu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Lihat.
Moercipto, Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa
Yogyakarta, (Jakarta: Depdikbud, 1993), hal. 65
13
Alat ini digunakan untuk mengiringi seni slaka, bentuk seperti tabung
panjang 55 cm, dengan sisi kanan dan kiri di tutup dengan kulit binatang kendang
sendiri terdiri dari tiga ukuran yaitu : kendang yang paling kecil namanya ketipung,
yang ukurannya menengah namanya kendang ciblon atau bisadisebut juga dengan
kendang kebar dan kendang yang paling besar dinamkan kendang gedhe atau nama
lainnya kendang kalih. Lihat Moercipto, Peralatan Hiburan dan Kesenian
Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, hal. 98
14
Fungsi kempul sebagai pengisi akor dalam setiap permainannya. Kempul
juga berfungsi sebagai pemangku irama atau menegaskan irama melodi.
77

cara pemakaiannya dalam posisi roboh dan membunyikannya


dengan cara dipukul dengan menggunakan kayu pemukul yang
menghasilkan suara “tung tung”.
Namun pada perkembangannya, kesenian Jamjaneng
sekarang ini ada penambahan alat lain seperti biola serta orgen
sesuai keperluan acara pementasan jamjaneng. Hadirnya alat
musik baru pada kesenian jamjaneng menjadikan kesenian ini
berkembang modern sehingga berpengaruh dalam penambahan
instrument alat musik baru yang membuat kesan dan nuansa
permainan musik yang dihadirkan lebih ramai dan mengasikkan
bagi para penonton kesenian jamjaneng, sehingga membuat
masyarakat yang menyaksikan kesenian jamjaneng ini asik
menggelengkan kepala dan anggota tubuh lainnya dengan
mengikuti irama music yang dimainkan.
5. Alur pertunjukan
Kesenian jamjaneng yang ditampilkan dalam kegiatan ritual
keagamaan maupun acara hiburan masyarakat menggunakan
pakem yang sudah ditentukan sejak dahulu. Namun kadang
kala ada juga yang tidak menggunakan pakem tersebut. Adapun
pakem yang sudah ditentukan sejak dahulu adalah dimulai
dengan tawasul kepada Nabi dan para ulama. Tawasul ini
dimaksudkan agar pada saat kesenian ini dilaksanakan tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat dilaksanakan
dengan lancar tidak ada hambatan apapun hingga terselesaikan
acara tersebut. Do’a ini biasanya dipimpin oleh tokoh
masyarakat maupun ketua kesenian jamjaneng.
Dalam kesenian jamjaneng ada sebuah kalimat
78

َ ‫انهّهُ َّم‬
‫ص ِّم َعهًَ ُم َح َّمد‬
Kalimat ini adalah kalimat salam yang selalu digunakan oleh
vokalis kesenian jamjaneng pada permulaan setiap lagu yang
akan disajikan dalam pementasan. Kalimat salam tersebut
kemudian dijawab oleh seluruh anggota jamjaneng dengan

َ‫ص ِّم َعهَ ْيك‬


َ
Waktu yang dibutuhkan dalam pertunjukan kesenian
jamjaneng 4 – 5 jam terkadang ada juga yang hingga 8 jam
sampai menjelang waktu subuh. Oleh karena itu dalam waktu
yang panjang tersebut, pertunjukan ini terbagi menjadi
beberapa bagian. Dalam bagian-bagian itu masyarakat
Kebumen kemudian menyebutnya dengan nama balat. Setiap
balat dalam kesenian ini diikuti dengan perubahan tempo atau
daya lagu yang digunakan. Balat pertama tempo lagu yang
digunakan cenderung lambat dan rendah, memasuki balat
kedua, ketiga dan seterusnya tempo lagu yang digunakan akan
semakin cepat dan tinggi. Dengan adanya perubahan tersebut
suasana akan semakin ramai, semakin hangat dan mengurangi
rasa kantuk hingga larut malam, baik bagi pemain maupun
penonton yang menyaksikan pertunjukan kesenian jamjaneng.
Disamping itu, balat juga digunakan untuk membagi
jalannya acara dalam menyajikan makanan maupun minuman
kepada para pemain dan penonton kesenian jamjaneng.
Berakhirnya balat satu menjadi tanda bahwa minuman siap
dikeluarkan untuk disuguhkan kepada pemain dan penonton.
79

Kemudian balat kedua digunakan untuk menyuguhkan


makanannya.
Lagu-lagu yang dibawakan dalam kesenian jamjaneng pada
dasarnya berpedoman pada kitab al Barzanji dan pada umumnya
berisi 25 lagu. Awal mula terbentuknya kesenian jamjaneng
semua lagu dimainkan secara utuh, namun seiring
perkembangan zaman hanya beberapa lagu saja yang dimainkan
sesuai dengan situasi dan kondisi. Beberapa alasan yang
menyebabkan lagu dalam kesenian jamjaneng tidak dibawakan
seluruhnya: pertama karena waktu yang tidak cukup dan tidak
memungkinkan untuk menyajikan semua lagu yang ada dalam
kesenian jamjaneng. Kedua atas permintaan penyelenggara
yang mana waktunya sudah ditentukan dan dibatasi sehingga
tidak mungkin semua lagu bisa dimainkan.
Penutup dalam pertunjukan kesenian jamjaneng
menggunakan lagu yang berjudul jaman akhir. Lagu ini
merupakan sebuah lagu yang berisi tentang kehidupan manusia
di dunia yang menjalani kehidupan tidak lepas dari perbuatan
dosa dan diharapkan untuk bertaubat kepada Allah swt dengan
cara berdzikir, bersholawat, melaksanakan sholat lima waktu
dan banyak memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain menggunakan lagu yang berjudul jaman akhir penutupan
dalam kesenian ini juga dilakukan dengan do’a-do’a serta
permintaan mohon maaf dari seluruh anggota kesenian
Jamjaneng kepada seluruh pihak baik penyelenggara maupun
penonton apabila dalam membawakan kesenian ini banyak kata-
kata yang tidak berkenan dan diakhiri dengan kalimat salam.
80

D. Perkembangan Kesenian Jamjaneng di Kebumen


Perkembangan kebudayaan (termasuk seni pertunjukan) tak
akan terpisah dari perkembangan industrialisasi. Industrialisasi ini
akan mengakibatkan urbanisasi, dan dengan urbanisasi akan
mengakibatkan pula berkembangnya kebudayaan massa.15
Kesenian Jamjaneng merupakan salah satu bentuk kesenian
yang hidup, lahir dan berkembang di lingkungan kehidupan
masyarakat agraris yaitu Kabupaten Kebumen. Sebagai kesenian
yang hidup di wilayah pesisir pantai selatan jawa, tidak menutup
kemungkinan terbukanya ruang untuk terjadi persinggungan dengan
budaya luar. Dilihat dari sisi geografisnya yang berada dipesisir
pantai selatan sangat berpotensi dalam hal tersebut.
Pada awal diciptakannya kesenian jamjaneng, tujuan
utamanya adalah sebagai media untuk menyebarkan agama Islam
dalam bentuk kesenian musik dan shalawat, tujuan itu tercermin
pada proses pementasan yang dilakukan diserambi masjid atau
mushalla. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat dapat meluangkan
waktu setelah melaksanakan kewajiban ibadah shalat di masjid atau
langgar, kemudian belajar bershalawat melalui syair yang
dikumandangkan dalam kesenian jamjaneng. Sehingga kesenian
jamjaneng mudah dikenal dan diterima masyarakat dalam
menyebarkan agama Islam di kebumen dan dapat berjalan dengan
baik.

15
Soedarsono, Keadaan dan Perkembangan Bahasa, Sastra, Etika,
Tatakrama dan Seni Pertunjukan Jawa, Bali, dan Sunda, (Yogyakarta: Depdikbud,
1985), hal. 261
81

Kedudukan kesenian ini sebagai karya seni yang tumbuh


dan berkembang dilingkungan masyarakat agraris dan masyarakat
pesantren akan selalu lekat dengan aktifitas masyarakat desa petani
dan juga kondisi sosial masyarakat yang akrab dengan nuansa nilai-
nilai religius ke Islaman. Melihat asal mula perkembangan
kesenian jamjaneng ini, tentunya akan berpengaruh terhadap bentuk
dan wujud pertunjukkan kesenian jamjaneng.
Kesenian jamjaneng pernah mengalami masa keemasan
yakni pada tahun 1980an . hampir setiap kegiatan yang diadakan
oleh masyrakat kebumen menggunakan pementasan kesenian
jamjaneng. Perkembangan ini diikuti dengan meningkatnya jumlah
kelompok kesenian jamjaneng yang mencapai 300 kelompok yang
tersebar di setiap desa pada waktu itu. Pesatnya perkembangan
kesenian jamjaneng tidak lepas dari peran pemerintah yang
mengfasilitasinya. Melalui media radio siaran pemerintah daerah
(RSPD) kabupaten Kebumen kesenian jamjaneng dapat melakukan
pementasan sekaligus tersosialisasikan secara luas di Kebumen.
Namun masa keemasan ini ternyata tidak berlangsung lama.
Seiring perkembangan zaman, akibat pengaruh budaya asing
(global) yang masuk dan mulai mengusik kehidupan kesenian
jamjaneng di Kebumen sehingga masyarakat lebih memilih
kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis, lebih
menarik, dan lebih menghibur dibandingkan dengan kesenian
jamjaneng.
Dalam sejarah, Inggris mengalami Revolusi Industri pada
abad ke-19 bahwa pada waktu itu seni pertunjukan tradisional di
82

sana mengalami kemunduran. Begitu juga di Indonesia pada


permulaan abad ke-20 juga mengalami nasib yang sama.16
Kehidupan kesenian jamajaneng akhirnya mulai
terpinggirkan akibat tergerus budaya asing yang lebih modern,
salah satu indikasinya yaitu dengan frekuensi pentas mereka yang
sudah jarang. Kalaupun ada jamjaneng hanya pentas dilingkungan
kelompok jamjaneng tersebut hidup dari pada pentas diberbagai
daerah Kebumen pada umumnya. Ada kecenderungan kehadiran
budaya yang terkini dikondisikan oleh minat dan keinginan
masyarakat pendukungnya, minat tersebut memiliki kecenderungan
bersifat ramai, menyenangkan, dan sangat banyak pilihan bentuk
hiburan yang menghibur dan mampu memberikan kepuasan estetik
bagi masyarakat penikmat kesenian. Hal ini disebabkan karena
masyarakat lebih tertarik dengan hiburan lain yang dianggap lebih
modern dan lebih menarik seperti campursari, organ tunggal, atau
dangdut sebagai sarana hiburannya.
Seiring dengan perkembangan era globalisasi yang terjadi
saat ini, ditandai dengan begitu derasnya perkembangan teknologi,
informasi dan komunikasi (TIK), begitu juga dengan berbagai
macam jenis seni dan budaya asing yang masuk ke Indonesia telah
mempengaruhi berbagai prilaku pola pikir masyarakat.
Fenomena degradasi moral dan ahlak telah melanda
generasi muda bangsa. Fenomena tersebut perlu dilakukan
intervensi untuk meminimalisir dampak dengan menanamkan
berbagai nilai-nilai agama melalui pendekatan seni dan budaya

16
Soedarsono, Keadaan dan Perkembangan Bahasa, Sastra, Etika,… hal.
263
83

Islam. Berbagai langkah dapat dilakukan melalui berbagai


pendekatan seni budaya, antara lain program “Revitalisasi Seni
Budaya Tradisional Islami”. Tujuan utama langkah tersebut adalah
untuk menghidupkan kembali nilai-nilai seni budaya tradisional
Islami di tengah-tengah masyarakat muslim yang telah digerus oleh
budaya pop.
Khazanah Seni budaya Islam nusantara melambangkan
bahwa seni dan budaya Islam yang ada di nusantara ini sangat
melimpah. Hasil-hasil penelitian tentang jumlah kesenian dan
kebudayaan Indonesia menunjukkan negeri ini memiliki lebih
dari empat puluh macam seni budaya tradisional Islami.
Berangkat dari suatu keprihatinan atas kondisi kesenian
jamjaneng yang tergerus budaya asing (global), kesenian jamjaneng
berada di tengah-tengah persimpangan arus besar perubahan sosial
cultural yang berdampak terhadap timbulnya penyesuaian
jamjaneng dengan kondisi terkini. Para tokoh seniman jamjaneng
memunculkan sebuah kemasan baru kesenian jamjaneng tanpa
merubah makna dan nilai dari kesenian jamjaneng terdahulu
dengan wujud dan peran yang baru yaitu kesenian jamjaneng
modern.
Kesenian jamjaneng modern merupakan salah satu bentuk
usaha yang dilakukan baik dari seniman jamjaneng maupun
masyarakat dalam melestarikan kesenian jamjaneng dan untuk
mempertahankan eksistensi kesenian jamjaneng ditengah
perkembangan budaya modern yang semakin cepat
Perubahan yang terjadi dalam seni pertunjukan sering
dipengaruhi oleh masuknya budaya dari luar. Hal tersebut juga
84

terjadi pada kesenian jamjaneng yang terpengaruh dengan


masuknya budaya luar yang lebih modern yang mampu
memberikan kesan warna dan bentuk baru dalam pertunjukan
kesenian jamjaneng seperti yang terlihat pada saat ini yaitu bentuk
kesenian jamjaneng modern. Perubahan bentuk kesenian yang
ditawarkan pada saat ini dimana bentuk hiburan yang ditawarkan
adalah hiburan yang bersifat ramai, dan mampu memberikan
kepuasan bagi masyarakat sebagai penikmatnya seperti musik
dangdut, pop, campur sari, organ tunggal dan bentuk kesenian
lainnya yang memiliki kecenderungan sifat dan karakter yang sama
yaitu menghibur.17
Dengan munculnya berbagai bentuk kesenian baru sebagai
dampak dari perkembangan zaman dan perubahan dari
masyarakatnya, maka dapat dikatakan kesenian jamjaneng lama
berada dalam posisi ditengah-tengah persimpangan arus besar
perubahan sosial kultur yang berdampak terhadap timbulnya
penyesuaian dengan perkembangan budaya saat ini. Hal tersebut
berdampak pada kehadiran kesenian jamjaneng lama yang
mengalami pergeseran bentuk, peran, dan fungsinya. Hal tersebut
muncul sebagi dampak dari pengaruh kesenian modern yang
mampu memberikan warna dan mampu merubah kesenian
jamjaneng lama higga berubah bentuk menjadi kesenian jamjaneng
modern.
Melihat proses perubahan tersebut, perubahan yang terjadi
pada kesenian jamjaneng lama menjadi kesenian jamjaneng modern
merupakan sebuah upaya yang dilakukan pelaku kesenian
17
Wawancara dengan KHR Mutammim Muis al Kaff tanggal 15 April 2015
85

jamjaneng dalam menyesuaikan bentuk kesenian jamjaneng yang


lebih modern. Penyesuaian tersebut dilakukan supaya mampu
memenuhi kebutuhan estesis seniman serta masyarakat sebagai
pendukungnya. Hal tersebut merupakan langkah awal mula
munculnya embrio perubahan bentuk pertunjukkan kesenian
jamjaneng lama menjadi bentuk kesenian jamjaneng modern.
Jamjaneng modern terbentuk karena wujud, kreatifitas dan
kepedulian para seniman dan tokoh kesenian jamjaneng yang
didukung masyarakat Kebumen. Terbentuknya kesenian jamjaneng
modern menurut KR Mutamim Muis Al Kaff, muncul pada tahun
2004-2005. Pertunjukan kesenian jamjaneng modern menyuguhkan
kemasan sajian musik yang berbeda dengan kesenian jamjaneng
lama, hal tersebut dapat dilihat dari permainan musik dengan
penambahan alat musik yang mengubah pola dan ritme musik
tradisional jamjaneng lebih bervariasi dan bernuansa ramai. Sajian
musik pada kesenian jamjaneng modern diharapakan dapat menarik
kembali minat masyarakat Kebumen untuk menyukai kesenian
jamjaneng yang telah tergeser akibat perkembangan budaya yang
lebih modern seperti dangdut, campursari, dan organ tunggal.
Meskipun dengan bentuk pertunjukan yang sangat
sederhana, kesenian jamjaneng mampu memberikan corak dan
karateristik yang cukup unik melalui permainan music dan lagu
yang dikumandangkan. Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh
unsur-unsur yang membentuknya yaitu music, syair, teks lagu,
beserta bentuk pertunjukan kesenian jamjaneng. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keunikan yang terdapat dalam kesenian
jamjaneng bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan sesuatu
86

yang saling berkaitan dan saling melengkapi yang kemudian


membentuk sebuah konfigurasi seni pertunjukan kesenian
jamjaneng secara utuh.
Namun perlu disadari bahwa keutuhan tersebut bukanlah
sesuatu yang pasti dan akan mengalami perubahan pada suatu
saat nanti. Perubahan yang terjadi dalam seni pertunjukan sering
dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan dari luar. Pengaruh dari
budaya luar mampu memberikan warna serta bentuk baru dalam
pertunjukan kesenian jamjaneng seperti yang terlihat saat ini yaitu
pada bentuk kesenian jamjaneng lama yang berubah menjadi
kesenian jamjaneng modern. Perubahan tersebut merupakan
dampak dari kedinamisan kesenian jamjaneng tersebut dimana
kesenian bukanlah sebuah konsep yang pasti atau harga mati karena
kesenian justru beriringan bersama yang terjadi pada
masyarakatnya.
Jamjeneng modern pada dasarnya memiliki kesamaan
dengan jamjaneng terdahulu yaitu pada waktu pertunjukan, syair
lagu, posisi duduk pemain, dan alur pertunjukkan. Pada syair lagu
jamjaneng modern masih berpedoman dengan kitab Al-Barzanji
yang sama dengan jamjaneng terdahulu. Perbedaan yang mendasar
yaitu sajian music yang dimainkan. Dalam kesenian jamjaeng
modern mengalami penambahan instrument musiknya.
Kehadiran jamjaneng modern kemudian menjadikan
kesenian jamjaneng kembali digemari masyarakat dan beberapa
peristiwa atau peringatan yang terjadi dalam masyarakat
menggunakan kesenian jamjaneng modern sebagai pengisi acara
hiburannya pada saat ini. Namun pada umumnya, pertunjukan yang
87

dilakukan lebih cenderung bersifat hiburan, seperti pada acara


hajatan pernikahan, khitanan, kelahiran bayi, dan hajatan
masyarakat yang lain. Selain itu juga terdapat unsur politik dari
suatu organisasi politik yang memanfaatkan pertunjukan jamjaneng
dalam situasi tertentu, sehingga sangat wajar jika dalam
pertunjukan jamjaneng dalam situasi tertentu, sehingga sangat wajar
jika dalam suatu pertunjukan jamjaneng selain sebagai hiburan
masyarakat kadang diselipi misi tertentu sesuai kepentingan suatu
organisasi politik sebagai penanggapnya. Hal ini menunjukkan
salah satu indikator bahwa kesenian jamjaneng ini telah mulai
bergeser dari fungsi utamanya sebagai media dakwah atau sebagai
media dalam menyampaikan pesan kebaikan melalui lagu-lagu
shalawatan kepada penonton kesenian jamjaneng pada awal
perkembangannya. Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa
kesenian jamjaneng modern telah mendapat tempat kembali dalam
masyrakat atau setidaknya telah menjadi kesenian alternative, yang
mendasar pada kesenian jamjaneng lama yang diubah kemasan
pertunjukannya. Konsep pertunjukan kesenian jamjaneng diubah
dan disesuaikan dengan selera kebutuhan masyarakat pada saat ini.
Kesenian jamjaneng melalui jamjaneng modern saat ini
telah mendapat tempat kembali dalam masyarakat dan menjadi
bentuk kesenian alternative yang mendasarkan pada bentuk
kesenian jamjaneng lama mengalami perubahan bentuk kemasan
pertunjukannya yang disesuaikan dengan selera penonton dan minat
masyarakat saat ini. Hal tersebut menunjukkan dalam pertunjukan
kesenian jamjaneng modern hanya sebagai media hiburan semata,
sedangkan pesan atau tuntunan melalui syair-syair lagu jamjaneng
88

yang ingin disampaikan menjadi sulit diterima oleh masyarakat


penikmat kesenian jamjaneng di Kebumen pada saat ini.18

18
Wawancara dengan bapak sugi salah satu pemimpin group Jamjaneng di
Kecamatan Kebumen.
89

Perkusi adalah nama atau sebutan bagi semua instrument (alat musik)
yang cara atau teknik permainannya dengan cara di pukul. Memukul
instrument perkusi ini dapat menggunakan tangan atau stik (batang atau
alat pemukul). Dalam hal ini banyak sekali alat musik yang tergolong
dalam instrument perkusi, alat musik tersebut diantaranya adalah:
gamelan, arumba, kendang, kolintang, tifa, talempong, rebana, bedug,
jimbe dan masih banyak lagi yang lainnya.
Gamelan adalah alat musik yang terbuat dari bahan logam. Logam
tersebut di bentuk sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang indah.
Gamelan berasal dari daerah Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur
juga dari Jawa Barat. Di Jawa Barat, gamelan biasa disebut dengan
degung dan di daerah Bali disebut gamelan Bali. Satu perangkat
lengkap gamelan terdiri dari instrument saron, demung, goong, kenong,
slenthem, boning dan beberapa instrument pelengkap lainnya. Gamelan
ini memiliki jenis nada pentatonis.
BAB IV

ISI, INTERPRETASI DAN PERANAN KESENIAN


JAMJANENG DI KEBUMEN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan masalah tentang isi


kesenian jamjaneng Kabupaten Kebumen, interpretasi dan juga peran
dalam penyebaran Islam.

A. Isi Kesenian Jamjaneng


Isi kesenian jamjaneng berupa syair lagu sholawat yang
dipadukan dengan syair Jawa.1 Syair di sini merupakan puisi yang
mengandung kata bijak. Oleh karena itu, masyarakat lebih
mengenal dengan sebutan kesenian sholawat jamjaneng. Adapun
naskah lagu-lagunya pada awalnya menggunakan Arab Pegon
seperti pada naskah yang tersebar diseluruh tanah Jawa pada awal
perkembangan Islam. Akan tetapi semakin berkembangnya Islam
pada masa sekarang naskah Jamjaneng ini lebih populer dengan
menggunakan huruf latin yang ditranliterasi dari Arab pegon
dikarenakan makin banyak masyarakat awam yang kesusahan
dalam membaca naskah Arab Pegon.2
Lagu dan syair shalawatan Jawa menggunakan nada yang
pelan serta suara yang sangat tinggi, sehingga setiap membawakan
lagu dalam kesenian jamjaneng ada beberapa orang yang saling
bantu membantu (sahut menyahut) antara satu dengan yang lain

1
Syair adalah puisi lama yang tiap-tiap bait yang terdiri atas 4 lirik (baris
yang berakhir dengan bunyi yang sama). Lihat Depdiknas, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 114
2
Arab pegon yaitu bahasa jawa yang ditulis dengan menggunakan tulisan
Arab
88
89

agar tidak terputus di tengah jalan. Yang mengawali lagu atau yang
mengomando lagu dalam shalawatan jamjaneng sering disebut
dengan Dalang (pemimpin). Dalang dibantu oleh tiga atau empat
orang dalam memimpin jalannya musik sedangkan anggota grup
lainnya menjadi backing vocal maupun pemain musik.
Lagu-lagu dalam kesenian jamjaneng ini hampir 80%
mengambil dari kitab Al-Barzanji, yakni seperti lagu pertama atau
salam pembuka biasa menggunakan syair sebagai berikut :
Assalamu’alaik Assalamu’alaik
Ngalal Mugu Damilil Imamah
Assalamu’alak Assalamu’alak
Ngalal Musyafangi Fil Qiyamah
Assalamu’alak Assalamu’alak
Ngalal Mudhollali Bil Ghomaah
Assalamu’alak Assalamu’alak
Ngalal Mutawwaji Bil Karomah.3
Lagu dan syair ini adalah salam pembuka dari setiap
shalawatan jamjaneng ketika akan dimulai pertunjukan.
Adapun Pertunjukan shalawatan jamjaneng ini biasanya
memakan waktu panjang dan biasanya dilakukan dimalam hari.
Ketika waktu sudah menunjukan pukul 21.00 sampai menjelang
subuh dini hari atau sekitar jam empat dini hari. Jadi lama
pertunjukan shalawatan jamjaneng ini sekitar tujuh jam. Tahapan-
tahapan yang dilakukan pada pertujukan shalawatan jamjaneng
sendiri yaitu : Pertama salam pembuka yang dimulai dengan lagu
berjudul “Assalam” yang berjalan sekitar satu jam.

3
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen) Jl. Kolopaking Rt.08/Rw. 06 Kebumen 543111(tidak diterbitkan),
Dokumen diperoleh dari bapak Muhammad Zain tanggal 17 Agustus 2015.
90

Kemudian pada tahapan berikutnya yaitu mendengdangkan


lagu yang mengandung pitutur (nasehat) pada kaum muslimin dan
muslimat biasanya membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam.
Kemudian pada saat mahalul qiyam mereka semua berdiri sambil
melagukan shalawat tanpa diiringi musik.4
Selesai berdiri mereka duduk kembali dan kembali
mendendangkan lagu yang panjang sahut menyahut antara dalang
yang satu dengan para pembantu –pembantu dalang. Dan semakin
malam suara semakin enak didengar dari tempat yang sedikit jauh
dengan tempat pertunjukannya.
Kemudian pada tahapan akhir mereka meyampaikan lagu
salam penutup yang dimulai dengan lagu kentrung dayung (lagu
sindir menyindir) antar pemain terutama yang menjadi sasaran
sindiran adalah Ki dalang dan yang menabuh kendang atau juga
orang yang mempunyai hajat dengan sindiran sebagai bentuk
permainan saja.5
Syair-syair yang digunakan dalam kesenian jamjaneng ini
ada yang masih menggunakan bahasa Arab asli6 ada yang
menggunakan bahasa Jawa. Adapun isi dari lagu-lagu jamjaneng
yang biasa dibawakan akan penulis paparkan satu persatu, antara
lain sebagai berikut:

4
Mahalul qiyam merupakan suatu kebiasaan masyarakat Islam untuk berdiri
sebagai penghormatan kepada Nabi muhammad SAW karena pada saat mahalul
qiyam dipercaya bahwa Nabi Muhammad sedang hadir dihadapan kita.
5
Wawancara dengan Muhammad Zain tanggal 31 Mei 2015 Jam 13.00 WIB
6
Lagu bahasa Arab berjudul Assalam dan Annabi. Lagu-lagu Kesenian
Jamjaneng Group Asifa
91

1. Judul lagu jamjaneng ini adalah: ‫َّحي ِْم‬


ِ ‫من الر‬ ‫ بِس ِْم ه‬dengan
ِ ْ‫ّللاِ الرَّح‬
isi bait-baitnya yaitu:7
Allohumasolingala Muhammad
Yarobisolingalaihi Wasalim
E…Alloh yahu alloh kang Agung kang moho Suci
E…Mugo muwuhono rohmat salam ing kanjeng Nabi
e...Alloh itu Alloh yang maha besar, yang maha suci
e...rahmat salam mudah-mudahan dihaturkan kepada kanjeng Nabi
E…Iya robi soleh pangerane awak mami
E…ingkang ngeratoni kabeh makhluk ing nduwur bumi
e...ya Tuhan keselamatan, Tuhan saya sendiri
e...yang menguasai seluruh makhluk di atas bumi
E…Ingkang ngeratoni jroning segoro ngisor bumi
E…Sarto nduwur ing langit, malaikat lan widodari
e...yang menguasai dalamnya laut bawah bumi
e...serta di atas langit, malaikat dan bidadari
E…Ingkang andarbani nomo Muhammad sayido Nabi
E…Mulo pirang-pirang mu’jizate kanjeng Nabi
e...yang memberi nama baginda Nabi Muhammad saw
e...oleh karena itu banyak mukjizatnya baginda Nabi.
E…Nomor siji kitab Qur’an ingkang moho suci
E…Nomor kaping kalih padang silo amblerengi
e...nomer satu kitab al-Qur’an yang maha suci
e...nomer dua terang benderang menyilaukan
E…Nomor kaping tigo mu’jizate kanjeng Nabi
E…Lamon karso tindak, watu kayu angiyubi.
e...nomer tiga mukjizatnya baginda Nabi
e...apabila akan bepergian, batu kayu menutupi
E…Nomor kaping sekawan mu’jizate kanjeng Nabi

7
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
92

E…Lamon karso dagang, kanjeng Nabi andum bati. 8


e...nomer empat mukjizatnya baginda Nabi
e...apabila akan berdagang, Baginda Nabi bagi-bagi keuntungan

2. Judul lagu jamjaneng ini adalah: ‫اَلاِلاها اِ ََّل ه‬


‫ّللا‬ dengan isi bait-

baitnya sebagai berikut:9


Lailaha illallah Lailaha illallah
Lailaha illallah Muhammadurrasulullah
Allah Allah Allah E Allah Tuhan Allah
Allah Allah Alloh E Allah Robbuna
Allah Allah Allah E Allah Li Hasbuna
Allah Allah Allah E Allah Datullah
Allah Allah Allah E Allah Sifatullah
Allah Allah Allah E Allah Wujudullah

3. Judul lagu jamjaneng selanjutnya adalah: “Dzikrulloh”


dengan isi bait-baitnya sebagai berikut:10
E… Yola Dzikrulloh Alloh-Alloh Dzikrulloh
E… Yen Dzikiro Siro Maring Gusti Alloh
e...Ayo Ingat Allah, Allah-Allah, Ingat Allah
e...kalau kamu dzikir kepada Allah
E… Yola Isirulloh Alloh-Alloh Yola Isirulloh
E… Yola Datullah Alloh-Alloh Yola Datulloh
e...yola isrulloh, Allah-Allah, yola Isrulloh
e...yola Dzat Allah, Allah-Allah, Dzat Allah

8
Untuk huruf “E” tidak ada arti khusus, dalam setiap baris itu sebagai variasi
saja yang berfungsi sebagai awalan ketika akan mengangkat suara atau masuk dalam
liriknya. Wawancara dengan bapak sugi tanggal 31 Mei 2015. Jam 16.00 WIB
9
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
10
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
93

E… Yola Uliheno Kulo Niki Dumateng Dunyo


E… Yola Umahena Kulo Niki Pinggireng Masjid
E… Shalat Makmum Shalat Sunnah Kulo Lampahi
e...yola ijinkan saya ini di dunia
e...yola rumahkanlah saya ini dipinggir masjid
e...yola sholat makmum, sholat sunnah saya kerjakan.

4. Judul lagu jamjaneng selanjutnya adalah: “Yo Elingo”


dengan isi bait-baitnya sebagai berikut:11
Yo Elingo Siro, Siro Eling Maring Pangeran
Yola Siro Podo Eling Fardu Sunnat Siro Lakonono
Yo ingatlah kamu, kamu ingat kepada Tuhan
Yola kamu ingat fardu sunnat kamu kerjakan.
Yo Elingo Umat Kanjeng Nabi
Kabeh Mumpung, Kabeh Mumpung Neng Ngalam Dunyo
Podo Ngaji Siro Ginawe Sangu,
Gawe Sangu Maring Suwargo
Yo ingatlah umat Baginda Nabi
Selagi semua di alam dunia
Ngajilah kamu buat bekal,
buat bekal di surga
Yo Elingo Sira Maring Pangeran
Siro Manungso Mumpung Aneng Ngalam Dunyo
Lamon Siro, Siro Ora Eling
Siro Manungso Aneng Kubur Dipun Sikso
Yo Ingatlah kamu kepada Tuhan
Kalian manusia selagi masih di dunia
Kalau kalian tidak ingat
Kalian manusia di alam kubur di siksa

11
Lagu-lagu Kesenian Jamjaneng Group Asifa (Muslimat NU kelurahan
Kebumen).
94

B. Interpretasi Kesenian Jamjaneng


Interpretasi kesenian jamjaneng yang dimiliki masyarakat
kebumen dan memiliki gaya bahasa yang khas yang tidak dimiliki
oleh daerah-daerah sekitar seperti Purworejo, Cilacap, Banyumas
dan lain-lain tentu saja menjadi kekayaan tersendiri bagi
masyarakat Kebumen dalam sejarah penyebaran agama islam.
Kesenian yang timbul akibat adanya penyebaran agama
Islam di pulau Jawa dan sampai sekarang masih berkembang serta
diwariskan secara turun temurun sehingga menjadi suatu kesenian
daerah atau tradisional seperti yang terdapat di kabupaten
Kebumen, yaitu kesenian jamjaneng yang juga masih
dipertunjukkan sampai sekarang.
Dilihat dari naskah lagu-lagu jamjaneng bisa diketahui
bahwa syair-syairnya mengandung suatu nasehat maupun pesan-
pesan yang dikemas secara estetis untuk disampaikan kepada para
audien yakni dengan menggunakan metrum (satuan irama yang
ditentukan oleh jumlah dan tekanan suku kata dalam setiap baris
puisi) jawa yang sudah diadaptasi.
Dalam perkembangannya jamjaneng juga mengadopsi lagu-
lagu jawa maupun sunda yang popular di masyarakat. Seperti salah
satu grup jamjaneng Dewi Masitoh yang mementaskan lagu-lagu
jamjaneng asli, juga membawakan lagu-lagu yang lain seperti waru
doyong (lagu khas Cirebon). Meskipun lagu-lagu yang diambil
adalah lagu-lagu jawa yang popular namun dalam penyampaian
syair-syairnya tidak terlepas dari gubahan yakni syair-syairnya
tetap berisikan ajaran-ajaran Islam.
95

Lagu-lagu dalam jamjaneng juga diciptakan guna


memberikan kesadaran pada masyarakat Kebumen agar menyadari
betapa pentingnya pembangunan budaya di Kebumen. Hal ini bisa
dilihat dari lagu-lagu yang dilantunkan antara lain yakni lagu
Kebumen Beriman, Pantai Ayah dan Surak-surak. Dari ketiga jenis
lagu tersebut inilah yang secara pragmatis membangun Kebumen
lewat kesenian budaya jamjaneng.
Adapun makna-makna yang terkandung dalam syair-syair
lagu kesenian jamjaneng adalah:
1. Bertemakan Akhlak
Sebagaimana dalam syair yang berjudul “Assalam” makna yang
terkandung di dalam syair ini, mengajarkan kita tentang
pengucapan salam. Apabila kita berjumpa dengan seseorang
ataupun berkumpul di suatu majlis, maka sebagai awal
perbincangan, kita ucapkan salam kepada mereka yang
menyambut kedatangan. Dan apabila kita bertemu atau datang
untuk berkumpul bersama orang banyak hendaklah menunjukan
wajah yang ceria dan gembira.
2. Bertemakan Aqidah atau Tauhid
a. Syair berjudul “Laa Ilaaha illallah” dari komposisi isi syair
diatas sangat sedikit, namun makna yang terkandung
didalamnya sangat mendalam, yakni maknanya adalah
merupakan inti dasar Akidah Islam yakni syahadat tauhid
dan syahadat Rasul. Syahadat Tauhid ialah persaksian bahwa
tiada tuhan selain Allah SWT sedangkan syahadat Rosul
ialah persaksian bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
utusan Allah SWT. Serta syair diatas juga mengungkap
96

bagaimana wujud Allah sebagai Tuhan yang memiliki Dzat


dan Sifat yang menjadi muara kehidupan makhluk hidup.
b. Syair yang berjudul “Bismillahirrohmanirrohim”
menjelaskan tentang sifat Alloh SWT yang maha besar dan
maha suci yang selalu menurunkan rahmat dan keselamatan
kepada Nabi Muhammad SAW. Alloh SWT juga menguasai
seluruh makhluk di Bumi, laut, langit, malaikat dan bidadari.
Selain itu, juga menjelaskan tentang macam-macam mu’jizat
Nabi yang terdiri dari 4: mukjizat yang pertama adalah Kitab
suci al-Qur’an, kedua wajahnya silau berseri, ketiga selalu di
ikuti awan atau mendung ketika beliau bepergian, mukjizat
Nabi yang ke empat ialah ketika beliau berdagang selalu
habis dan mendapat untung.
3. Bertemakan Tasawuf.
Kedua Syair di atas yang berjudul “Dzikrulloh” dan “Yo
Elingo” ini berisikan ajakan untuk mengingat Allah sebagai
Tuhan yang menjadi muara kehidupan. Dalam syair Dzikrulloh
dijelaskan bahwa seseorang yang rumahnya dekat dengan
masjid jangan sampai meninggalkan sholat berjama’ah (sholat
sendiri di rumah), dan juga di anjurkan untuk melaksanakan
sholat sunah sekalian.
Sedangkan syair Yo Elingo menjelaskan kewajiban seorang
muslim untuk mencari ilmu untuk bekal di akhirat nanti selagi
masih hidup didunia. Jika kamu tidak ingat akan kewajiban
menuntut ilmu dan akhirnya tidak punya bekal di akhirat maka
di alam kubur akan mendapatkan siksa yang amat pedih.
97

4. Bertemakan Sikap Tawadu’.


Syair yang berjudul “Bagus Endi” mengandung makna bahwa
sebagai manusia yang hidup di dunia tidak boleh bersikap
sombong gara-gara ketampanan yang dimiliki. Karena semua itu
tidak akan kekal, nabi Yusuf saja yang disebutkan dalam al-
Qur’an mempunyai wajah yang tampan tetapi beliau tidak
sombong dan juga tetap beribadah kepada Allah SWT.
Sikap sombong yang dimiliki manusia adalah hasutan dari
setan. Setan membujuk manusia dengan segala cara agar apa
yang diinginkan setan bisa diikuti. Jika manusia itu terkena
hasutan setan nantinya akan disiksa di alam kubur dan mereka
menyesal ingin dihidupkan kembali untuk bertaubat.
5. Bertemakan Sosial.
Syair yang berjudul “Sugeh Endi” mengandung makna bahwa
sebagai manusia yang hidup dengan harta yang melimpah tidak
boleh kikir dan lupa kepada Allah SWT. Karena dalam sebagian
harta yang kita miliki adalah hak fakir miskin yang harus di
santuni. Dengan cara kita menyantuni orang yang membutuhkan
berarti kita telah memberikan sebagian hak mereka dan telah
membersihkan harta kekayaan yang dimiliki. Selain itu kita pun
tidak boleh melalaikan Allah yang telah memberikan kita rejeki,
yaitu dengan cara kita beribadah dan selalu mengingat Allah
SWT. Salah satu Nabi yang kaya rayapun tidak pernah
meninggalkan perintah Allah meskipun beliau sudah dikasih
rejeki yang melimpah yaitu Nabi Sulaiman.
98

6. Bertemakan Anjuran untuk Menutup Aurat.


Syair yang berjudul “Ayu Endi” penulis lebih menafsirkan
penutupan aurat bagi kaum wanita sebagai salah satu bentuk
ibadah kepada Allah SWT. Syair ini mengandung makna bahwa
sebagai seorang wanita itu dianjurkan untuk menutup aurat
meskipun secantik apa. Sebagai perbandingannya dalam syair
ini ialah siti ngaisah yang lebih cantik, beliaupun tetap
beribadah kepada Allah serta menjalankan perintahnya dengan
cara berhijab sebagai wujud dari ketaatannya kepada Allah
SWT.

C. Peranan Kesenian Jamjaneng dalam Penyebaran Islam di


Kebumen
Adapun peranan kesenian jamjaneng antara lain sebagai
berikut:
1. Sebagai media pengajaran keagamaan.
Peran kesenian jamjaneng yang paling utama yaitu sebagai
media pengajaran keagamaan. Hal ini terlihat dalam syair-syair
lagunya yang berisi tentang akidah (syahadat tauhid dan syahadat
rosul) dan lain sebagainya. Setiap lagu dalam kesenian jamjaneng
syair-syairnya mengandung suatu nasehat maupun pesan-pesan
yang dikemas secara estetis untuk disampaikan kepada para
penonton.
Secara signifikan kesenian jamjaneng memberikan pengaruh
yang sangat besar terhadap perkembangan agama Islam di
Kebumen. Hal ini terlihat jelas ketika kesenian ini mulai menjadi
banyak kelompok hingga hampir setiap desa memilikinya.
99

Kenyataan masyarakat yang masih awam terhadap nilai-nilai


keislaman terutama aqidah menyukai kesenian ini sehingga cara
menyampaikannya pun lebih mudah dan lebih mengena lewat lagu-
lagu bahasa Jawa dari pada model ceramah.
Peran kesenian ini sebagai media pengajaran, ketika
digunakan dalam hari besar Agama Islam seperti Maulud Nabi,
Isro Mi’roj, tahun baru Islam dan lain sebagainya. Menurut warga
masyarakat kebumen sendiri ketika ada suatu acara tidak ada
pertunjukan kesenian jamjaneng acaranya tidak bisa ramai dan
meriah.
2. Sebagai sarana hiburan.
Kesenian jamjaneng juga dapat dijadikan alat relaksasi dan
menghilangkan stress akibat rutinitas sehari-hari yang dilakukan
oleh masing-masing masyarakat. Disamping itu, kesenian ini dapat
merangsang sel-sel dalam otak manusia sehingga dapat membuat
perasaan menjadi riang gembira baik bagi pemain, maupun
penonton. Dalam hal ini penulis dapat melihat pada saat
pementasan seperti acara kirab budaya memperingati hari jadi
kabupaten kebumen, karnaval dalam acara memperingati HUT RI.
3. Sebagai kontribusi integrasi sosial
Kesenian ini mempunyai peranan sebagai media untuk
mempererat rasa kebersamaan antar warga. Hal ini terlihat disaat
mereka sedang latihan ataupun melakukan pementasan, baik
sesama pemain musik maupun pemain dengan penonton. Dari
proses tersebut, pemain dan penonton dapat saling menyapa atau
bersenda gurau sehingga dapat terjalin rasa kekeluargaan yang baik
dan akhirnya bisa saling mengenal antara satu dengan yang lain.
100

4. Sebagai pelestarian budaya lokal.


Kesenian jamjaneng merupakan kesenian asli daerah
Kebumen yang keberadaannya masih eksis di kalangan masyarakat
hingga sekarang. Berkat kegigihan dan kesemangatan para seniman
kebumen agar tidak hilang begitu saja maka hal ini dilakukan oleh
masyarakat untuk tetap mempertahankan kesenian jamjaneng
meskipun banyak budaya asing yang masuk tetapi tidak
menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian
jamjaneng. Supaya identitas kesenian lokalnya tidak hilang dan
terhapus begitu saja.
5. Sebagai sarana pendidikan.
Dalam hal sarana pendidikan, kesenian ini mulai dikenalkan
pada siswa-siswi meskipun awal mula pengenalannya bertahap dari
instrument musiknya. Hal ini bisa dilihat di setiap sekolah yang
ada di Kebumen yang dimasukan pada mata pelajaran Seni
Budaya.
6. Sebagai sarana komunikasi.
Sarana komunikasi di sini berarti bahwa suatu suara apapun
melalui bunyi-bunyi tertentu dapat digunakan untuk memberi
informasi tentang kejadian atau peristiwa tertentu. Bunyi-bunyi
tersebut hanya dimengerti oleh sekelompok masyarakat daerah
tersebut saja.
Dalam kesenian jamjaneng, bunyi instrument musiknya
ketika sudah dibunyikan sebagai tanda atau isyarat
memberitahukan kepada masyarakat bahwa sedang berlangsung
permentasan kesenian tersebut. Maryono mengungkapkan, “orang-
101

orang mendengar musiknya saja dari jauh pasti sudah mengetahui


ada pentas kesenian jamjaneng”.
Dalam pengertiannya, masyarakat akan mengetahui ada
pementasan kesenian jamjaneng dari musik yang mereka dengar,
karena iringan musiknya dalam kesenian tersebut memiliki ciri
khas dan sudah melekat ditelinga masyarakat Kebumen yaitu bunyi
tiga terbang(besar, sedang, kecil), kendhang dan kempul.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Awal kemunculan kesenian jamjaneng berkaitan dengan
adanya acara sekaten di Yogyakarta. Karena masyarakat Kebumen
yang nota-benenya berbahasa jawa masih sedikit yang beragama
Islam maka seorang ulama membuta kesenian ini sebagai media
penyebaran Islam. Kesenian Jamjaneng terinspirasi dari acara
Sekaten yang menggunakan alat musik bermacam-macam, di
adakan di kota Yogyakarta oleh sunan Kalijaga. Dari alat musik
yang bermacam-macam itu, pada tahun 1824 M seorang ulama
bernama Kyai Jamjani berasal dari desa Mrentul, Kecamatan
Prembun, Kabupaten Kebumen, ingin memiliki alat musik yang
sama dengan alat yang digunakan pada acara sekaten tersebut.
Kemudian para seniman dikumpulkan untuk membantu membuat
alat-alat musik bersama Kyai Jamjani.
Isi kesenian jamjaneng berupa syair lagu sholawat yang
dipadukan dengan syair Jawa. Kesenian jamjaneng ini lebih
populer dengan menggunakan huruf latin yang ditranliterasi dari
Arab pegon dikarenakan makin banyak masyarakat awam yang
kesusahan dalam membaca naskah Arab Pegon. Syair-syair yang
digunakan dalam kesenian jamjaneng ini ada yang masih
menggunakan bahasa Arab asli dan ada yang menggunakan bahasa
Jawa. Adapun isi dari lagu-lagu jamjaneng yang biasa dibawakan
102
103

antara lain berjudul : Assalam, Bismillahirrohmanirrohim, La ilaha


illalloh, Dzikrulloh, Yo Elingo, Bagus Endi, Sugih Endi, Ayu Endi
dan sebagainya.
Makna-makna yang terkandung dalam syair-syair lagu
kesenian jamjaneng adalah:
1. judul “Assalam” makna yang terkandung di dalam syair ini,
mengajarkan kita tentang pengucapan salam. Apabila kita
berjumpa dengan seseorang ataupun berkumpul di suatu
majlis dan hendaklah menunjukan wajah yang ceria dan
gembira.
2. Syair berjudul “Laa Ilaaha illallah” makna yang terkandung
sangat mendalam, yakni merupakan inti dasar Akidah Islam
yakni syahadat tauhid dan syahadat Rasul.
3. Syair yang berjudul “Bismillahirrohmanirrohim”
menjelaskan tentang sifat Alloh SWT yang maha besar dan
maha suci, juga menjelaskan tentang macam-macam mu’jizat
Nabi yang terdiri dari 4: mukjizat yang pertama adalah Kitab
suci al-Qur’an, kedua wajahnya silau berseri, ketiga selalu di
ikuti awan atau mendung ketika beliau bepergian, mukjizat
Nabi yang ke empat ialah ketika beliau berdagang selalu
habis dan mendapat untung.
4. Syair yang berjudul “Dzikrulloh” dan “Yo Elingo” ini
berisikan ajakan untuk selalu mengingat Allah baik secara
jahr maupun sir sebagai Tuhan yang menjadi muara
kehidupan.
5. Syair yang berjudul “Bagus Endi” mengandung makna
bahwa sebagai manusia yang hidup di dunia tidak boleh
104

bersikap sombong gara-gara ketampanan yang dimiliki.


Sebab sikap sombong yang dimiliki manusia adalah hasutan
dari setan. Bertemakan Sosial.
6. Syair yang berjudul “Sugeh Endi” mengandung makna bahwa
sebagai manusia yang hidup dengan harta yang melimpah tidak
boleh kikir dan lupa kepada Allah SWT. Karena dalam sebagian
harta yang kita miliki adalah hak fakir miskin yang harus di
santuni.
7. Syair yang berjudul “Ayu Endi” penulis lebih menafsirkan
penutupan aurat bagi kaum wanita dengan cara berhijab sebagai
salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Peranan kesenian jamjaneng antara lain sebagai berikut:
Sebagai media pengajaran keagamaan, Sebagai sarana hiburan,
Sebagai kontribusi integrasi sosial, Sebagai pelestarian budaya
lokal, Sebagai sarana pendidikan, Sebagai sarana komunikasi.
B. Saran
1. Untuk para pelaku kesenian jamjaneng hendaknya berusaha
untuk memahami lebih mendalam nilai-nilai yang terkandung
dalam syair-syair dan mau mengamalkannya serta menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Untuk masyarakat umum, terutama pecinta kesenian Jamjaneng
hendaknya juga berusaha untuk memahami dan
mengamalkannya, sehingga kecintaan terhadap kesenian
jamjaneng tidak sia-sia.
3. Untuk Pemda Kebumen hendaknya menerbitkan buku khusus
tentang kesenian Jamjaneng yang lebih mendalam agar dikenal
105

di masyarakat supaya generasi muda dan generasi-generasi


selanjutnya tidak bias tentang kesenian Jamjaneng.
4. Kepada Radio IN FM kebumen, yang setia setiap malam jum’at
menayangkan kesenian Jamjaneng secara langsung, penulis
berharap agar setiap group Jamjaneng yang tampil, untuk bisa
memberikan ulasan penjelasan yang terkandung dalam syair-
syair yang dibawakan.

Anda mungkin juga menyukai