Anda di halaman 1dari 103

SKRIPSI

HANTU CEKIK: AWAL MULA KEMUNCULAN

HINGGA PERLAWANAN KYAI KAMPUNG

TERHADAP MITOS PESUGIHAN DI DEMAK TAHUN 2005

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Disusun oleh:

Kevi Hujaj (53010160061)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2020
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DAN KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kevi Hujaj

NIM : 53010160061

Program Studi : Sejarah Peradaban Islam

Fakultas : Ushuluddin, Adab, dan Humaniora

Menyatakan bahwa skripsi secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya

sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya berdasarkan kode

etik ilmiah dan bebas dari plagiarism. Jika kemudian hari terbukti ditemukan

plagiarism, maka saya siap ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Skripsi

ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh perpustakaan IAIN Salatiga.

Salatiga, 21 September 2020

Yang Menyatakan,

ii
iii
iv
MOTTO

“Jika ilmu sejarah berbicara tentang peristiwa masa lampau, maka saya akan
berbicara tentang masa depan yang cerah”

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur atas rahmat dari Allah SWT

Karya ini penulis persembahkan kepada:

Almarhum Abah Ahmad Faizin dan almarhumah Ibu Siti Asiyah

Almamater tercinta

Program Studi Sejarah Peradaban Islam

Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora

Intitut Agama Islam Negeri Salatiga

Terimakasih atas dukungannya yang telah diberikan.

v
ABSTRAK

KEVI HUJAJ. Hantu Cekik: Awal Mula Kemunculan Hingga


Perlawanan Kyai Kampung Terhadap Mitos Pesugihan di Demak Tahun
2005 Skripsi. Salatiga: Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Fakultas
Ushuluddin, Adab dan Humaniora, IAIN Salatiga. 2019.
Penelitian ini membahas mengenai Perlawanan Kyai Kampung Terhadap
Mitos Pesugihan Hantu Cekik. Dalam Penelitian ini penulis memaparkan narasi
mengenai sejarah sosial keagamaan di Demak dari masa ke masa. Tidak lupa juga
menguraikan awal dan berakhirnya perlawanan Kyai kampung terhadap mitos
pesugihan Hantu Cekik di Demak tahun 2005. Metode yang digunakan adalah
metode penelitian sejarah di antaranya dengan Heuristik (pengumpulan data),
Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran), dan Histeriografi (penulisan
sejarah).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, kondisi sosial
keagamaan di Demak mengalami akulturasi budaya antara Islam dan budaya
local. Kedua, hubungan Hantu Cekik dan ritual pesugihan di Demak berkaitan erat
dengan krisis ekonomi masyarakat pesisir Demak tahun 2005. Ketiga, kronologi
peristiwa Hantu Cekik bermula dengan adanya korban yang meninggal dunia
dengan bekas cekikan di leher yang kemudian tersebar hingga memunculkan
gerakan perlawanan dari Kyai kampung. Kyai dengan kelebihan ilmu agama dan
kemampuan magisnya untuk keperluan melayani masyarakat, menjadi poin
penting bagi masyarakat di Kabupaten Demak dalam memposisikan kyai sebagai
satu-satunya kekuatan yang mampu menandingi daripada kekuatan Hantu Cekik
yang menjadi ancaman kehidupan sehari-hari selama kurun waktu enam bulan
(selama musim kemarau).

Kata kunci: Hantu Cekik, Kyai Kampung, Pesugihan.

vi
Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah


SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hantu Cekik: Awal Mula Kemunculan
Hingga Perlawanan Kyai Kampung Terhadap Mitos Pesugihan di Demak
Tahun 2005”, sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Agung
Muhammad SAW yang telah membawa umat Islam ke jalan yang terang ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak tidak aka nada artinya sama sekali tulisan ini. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dr. Benny Ridwan, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab
dan Humaniora IAIN Salatiga.
3. Sutrisna, S.Ag., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Sejarah Peradaban
Islam.
4. Haryo Aji Nugroho, S.Sos., M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Dra. Djamiatul Islamiyah, M. Ag., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang senantiasa menyemangati mahasiswanya.
6. Segenap Bapak Ibu Dosen Sejarah Peradaban Islam yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala ilmu yang
diberikan, semoga menjadi ladang pahala yang tiada akhirnya. Aamin!
7. Segenap narasumber, Bapak Kyai Suparman dan Bapak Mustakim
yang membantu dalam penggalian data skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat PMII Rayon Sutawija dan mantan Pengurus HMJ SPI
2018 yang masih saya anggap sahabat dalam diam. Terimakasih atas
pengalaman yang telah kalian berikan untuk menghiasi hari-hari saya
selama di bangku perkuliahan.

vii
9. Teman-teman seperjuangan SPI angkatan 2016 yang tidak bisa saya
sebut satu persatu.
10. Segenap kakak tingkat dan adik tingkat yang menjadi drama bagi saya
selama kuliah.
11. Serta seluruh pihak yang telah membantu saya dalam menyusun
skripsi yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas apa yang menjadi kebaikan kalian semua
selama di dunia. Penulis harap kalian tidak pernah menyesal pernah bertemu
dengan saya. Dan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Walaupun demikian penulis berharap semoga sekripsi ini bisa
bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Salatiga, 21 September 2020
Penulis

viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................................ ii
Persetujuan Pembimbing .............................................................................. iii
Pengesahan Kelulusan ................................................................................... iv
Motto dan Persembahan................................................................................ v
Abstrak ............................................................................................................ vi
Kata Pengantar............................................................................................... vii
Daftar Isi ......................................................................................................... ix

BAB I: Pendahuluan ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Batasan Masalah dan Rumusan ....................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 5
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 6
E. Kerangka Konseptual ........................................................................ 12
F. Metode Penelitian ............................................................................... 16
G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 22

BAB II: Gambaran Umum Sosial Keagamaan di Demak .......................... 24

A. Kondisi Daerah ................................................................................... 24


1. Letak Geografis ............................................................................ 24
2. Administrasi Wilayah .................................................................. 25
3. Demografi...................................................................................... 26
B. Sejarah Kabupaten Demak ............................................................... 27
1. Demak dalam Pusaran Kekuasaan Majapahit.......................... 27
2. Berdirinya Kesultanan Demak Bintara ..................................... 29
a. Di Bawah Kepemimpinan Sultan Patah (1478-1518) .............. 30
b. Di Bawah Kepemimpinan Pati Unus (1518-1521) .................. 31
c. Di Bawah Kepemimpinan Sultan Trenggana (1521-1546) ...... 32
C. Agama dan Tradisi Kepercayaan Masyarakat ............................... 35
1. Perayaan Grebeg Besar................................................................. 36
2. Tradisi Sedekah Laut .................................................................... 38
3. Tradisi Megengan .......................................................................... 38
4. Tradisi Kliwonan ........................................................................... 39
5. Tradisi Maleman............................................................................ 39
6. Tradisi Weh Wehan....................................................................... 39
7. Tradisi Takbir Keliling ................................................................. 40
8. Kepercayaan Terhadap Makam Keramat .................................. 40

ix
BAB III: Hubungan Hantu Cekik dan Ritual Pesugihan........................... 43

A. Gambaran Umum Pesugihan ............................................................ 43


1. Persiapan Ritual Pesugihan........................................................ 44
2. Pelaksanaan Ritual Pesugihan ................................................... 44
3. Penyelesaian Ritual Pesugihan ................................................... 45
B. Jenis-Jenis Pesugihan di Jawa .......................................................... 45
1. Pesugihan dari Gunung Kemukus di daerah Sragen ............... 46
2. Pesugihan dari Gunung Srandil di Cilacap ............................... 46
3. Pesugihan Gua Surowiti di Gresik ............................................. 46
4. Pesugihan Bulus Jimbung di Klaten .......................................... 47
5. Pesugihan Kerincing Wesi Lereng Merapi ................................ 48
6. Pesugihan Janin Bayi di Demak ................................................. 49
7. Pesugihan Makam Keramat di Demak ...................................... 49
C. Hantu Cekik Sebagai Bagian dari Ritual Pesugihan ...................... 50
1. Datangnya Musim Kemarau ...................................................... 51
2. Meneror Pada Malam Hari ......................................................... 52
3. Makam Sebagai Tempat Kramat ............................................... 53
4. Mencekik Orang Sebagai Tumbal .............................................. 53
5. Menghilang Bersamaan Datangnya Musim Hujan .................. 54
D. Kemiskinan di Komunitas Nelayan dan Pengaruhnya Terhadap
Ritual Pesugihan................................................................................. 55

BAB IV: Munculnya Hantu Cekik Hingga Perlawanan Kyai Kampung. 59

A. Kemunculan Hantu Cekik................................................................. 59


B. Reaksi Masyarakat Terhadap Kemunculan Hantu Cekik............. 62
1. Mengadakan Pos Ronda dan Tidur Malam Berkelompok ....... 63
2. Melibatkan Aparat Kepolisian dan Kalangan
Birokrat Pemerintahan ................................................................. 64
3. Jimat Penangkal Hantu Cekik ..................................................... 65
a. Bambu Kuning ......................................................................... 65
b. Rajah ........................................................................................ 66
C. Bentuk Perlawanan Kyai Kampung................................................. 67
1. Perlawanan Secara Religius ........................................................ 68
2. Perlawanan Secara Keilmuan ...................................................... 70

BAB V: Penutup ............................................................................................. 74

A. Kesimpulan ......................................................................................... 74
B. Saran.................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 76

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 82

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... 92

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demak merupakan salah satu daerah bersejarah yang ada di

Indonesia. Terletak di bagian pantai utara pulau Jawa, perbatasan dengan

kota Semarang sebagai ibukota Jawa Tengah. 1 Dalam narasi sejarahnya

Demak tidak bisa lepas dari peranan para Wali Songo dan Kesultanan

Demak yang pada masanya telah menyebarkan agama Islam. Keberadaan

Demak sendiri bisa dikata sebagai ujung tombak dari penyebaran Islam di

tanah Jawa dengan tokoh utamanya Sunan Kalijaga dan Sultan Fatah yang

diakui merupakan tokoh yang paling berperan.2 Latar belakang tersebut

membuat Demak menjadi daerah yang kuat nuansa keislamannya.

Namun di balik cerita sejarah di atas, masyarakat Demak yang

dalam kehidupan sehari-harinya tidak bisa lepas dari pesisir pantai,

membuat masyarakat Demak juga masih mempunyai kepercayaan

keterkaitannya dengan kekuatan gaib. Yang pada umumnya, masyarakat

pesisir memandang adanya sebuah kekuatan gaib yang dapat menjaga dan

melindungi alam semesta, terutama laut sebagai lahan mereka mencari

nafkah.3

1
Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Demak, Grebeg Besar Demak, (Demak: Pemerintah
Kabupaten Demak, 2006).
2
Sanusi Pane, Sejarah Nusantara: Kerajaan Islam di Nusantara Hingga Akhir Masa Kompeni,
Bandung: SEGA ARSY, 2017.
3
Ikha Safitri, Kepercayaan Gaib dan Kejawen Studi Kasus Pada Masyarakat Pesisir Kabupaten
Rembang, Sabda, Vol.08, 2013, 18.

1
Tindakan sihir yang dilakukan untuk menarik kekuatan gaib

biasanya melibatkan benda-benda yang berasal dari tradisi asli Jawa,

seperti keris, rajah atau mantra yang ditulis dengan simbol arab dan aksara

Jawa, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik,

penggunaan kemenyan dan sebagainya. Akibatnya banyak orang yang

dengan mudah masuk dalam praktik perdukunan. Dan pada

perkembangannya pula, praktik perdukunan tersebut dimanfaatkan oleh

manusia untuk hal-hal yang tidak baik, di antaranya adalah praktik sihir

hingga pesugihan.4

Oleh karena itu kehidupan masyarakat di Demak sampai sekarang

ini masih kental sekali dengan praktik-praktik mistik, sehingga dengan

adanya itu muncul berbagai makhluk mistik lokal yang berkembang di

kehidupan masyarakat setempat. Mulai dari makhluk mistik yang dibuat-

buat sebagai isu politik sampai pada makhluk mistik yang digunakan

sebagai ritual pesugihan.

Bukti dari praktik-praktik mistik ini juga beberapa kali terekam

oleh media massa yang pernah meliputnya. Di antaranya peristiwa Hantu

Ninja yang pernah diliput oleh detikNews.com5 dan saat itu pula membuat

geger masyarakat Demak pada era tahun 1998, dimana peristiwa ini sangat

kental kaitannya dengan isu politik wacana kebangkitannya komunis di

Jawa, maka dari itu yang dibunuh oleh Hantu Ninja adalah kaum-kaum

kyai di Kampung yang memiliki basis pengikut jamaah kaum Islam

4
Ibid, 18.
5
https://news.detik.com/berita-kisah-hantu-ninja-di-Indonesia. Diakses 10 Oktober 2020

2
tradisional terbesar di Jawa. Kejadian ini sebenarnya juga serupa dengan

apa yang pernah terjadi di Jawa Timur pada tahun yang sama.

Selain itu TribunJateng.com6 dalam liputannya tanggal 2 Maret

2016 memberitakan segrombolan jaringan ritual pesugihan di Kabupaten

Demak digrebek oleh polisi. Jaringan ini dalam praktiknya mencari janin

bayi di bawah tiga bulan untuk dijadikan persembahan guna mendapat

pesugihan berupa harta kekayaan. Diceritakan dalam penggerebekan polisi

juga menemukan alat-alat ritual yang digunakan seperti keris dan sajen.

Dan setelah ditelusuri memang praktik ini sudah melakukan aksinya

selama bertahun-tahun dan yang menjadi korban biasanya adalah anak-

anak remaja yang hamil di luar nikah, dengan iming-imingi uang senialai

satu miliar.

Kemudian ada lagi berita yang memberitakan tentang

ditemukannya sebuah boneka yang terbungkus dengan kain putih merupai

pocong dengan kain yang bertuliskan aksara jawa ditemukan salah seorang

warga di bawah jembatan Cabean Kabupaten Demak. Masyarakat

menganggap boneka yang ditemukan itu masih berkaitan dengan ilmu

santet. Pasalnya juga di dalam bungkusan boneka itu juga terdapat benda-

benda tajam berupa silet dan pecahan kaca. Berita ini diliput oleh

TribunJabar.id pada tanggal 26 Agustus 2019.7

Beberapa kasus di atas setidaknya memberikan bukti bahwa selain

Demak terkenal dengan pusat peradaban Islamnya juga terkenal dengan

6
https://tribun.jateng.com/berita-segerombolan-pesugihan-ditangkap-di-Demak. Diakses 10
Oktober 2020.
7
https://tribun.jabar.com//berita-viral-boneka-pocong-di-Demak. Diakses 10 Oktober 2020.

3
ritual-ritual mistik yang masih eksis di kehidupan masyarakat di

Kabupaten Demak sampai saat ini.

Salah satu yang masih tersimpan dalam ingatan masyarakat Demak

yaitu ketika peristiwa Hantu Cekik, tepat pada tahun 2005 Demak pernah

dibuat geger dengan adanya isu Hantu Cekik atau orang sekitar

menyebutnya dengan sebutan setan tekhek. Hantu Cekik dipercaya sebagai

makhluk jadi-jadian yang biasanya berkeliaran di tengah malam, memburu

manusia untuk diserangnya, bahkan ada beberapa korban yang sampai

meninggal.8 Biasanya datangnya Hantu tersebut bertepatan dengan musim

kemarau yang berkepanjangan, dengan dalih untuk mencari pesugihan

dengan cara merenggut nyawa seseorang.9

Keberadaan Hantu Cekik ini mulai menimbulkan keresahan di

tengah kehidupan masyarakat Demak. Dalam kehidupan sehari-hari

mereka harus berhati-hati, sehingga setiap malam hari mereka harus tidur

secara bersamaan di rumah kyai-kyai di kampung untuk mencari rasa

aman, dengan hal itu dipercaya Hantu Cekik tidak akan menyerangnya.

Kyai-kyai di kampung dalam peristiwa ini menjadi figur yang

dibutuhkan oleh masyarakat. Maka tidak heran jika pada saat itu banyak

kyai yang dimintai mantra doa ataupun semacam rajah yang tujuannya

untuk menangkal Hantu Cekik.

8
Wawancara dengan narasumber bernama Mustaqim, Demak, hari Sabtu, 6 April 2019 pukul
16.00 WIB.
9
Fenomena Hantu Cekik di Demak, Detik.com, Kamis (17/11/2005) diakses pada Kamis, 11 April
2019 pukul 20.00 WIB.

4
Oleh karenanya penulis berminat untuk melakukan sebuah

penelitian dengan kasus yang ada di atas. Bertujuan untuk dapat

merekontruksi sebuah peristiwa untuk dijadikannya sebuah narasi sejarah,

di mana orang akan tahu yang sebenarnya mengenai Hantu Cekik yang

pernah ada di Demak.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini mengambil dari peristiwa Hantu Cekik di Kabupaten

Demak tahun 2005.

Adapun dari peristiwa tersebut, maka rumusan masalah penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial keagamaan dan keyakinan mistik di

Demak?

2. Bagaimana hubungan Hantu Cekik dengan ritual pesugihan dan

kultur kemiskinan komunitas nelayan di Demak?

3. Bagaimana kronologi peristiwa Hantu Cekik di Demak

berlangsung?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui kondisi sosial keagamaan dan keyakinan

masyarakat di Demak pada tahun 2005

5
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kemunculan Hantu

Cekik dengan ritual Pesugihan dan kultur kemiskinan

komunitas nelayan di Demak tahun 2005.

3. Untuk mengetahui sejarah kronologi Hantu Cekik dan

Perlawanan Kyai Kampung di Demak tahun 2005

2. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat yaitu:

a. Manfaat Teoiritis

Untuk kajian sejarah ini diharapkan dapat menambah dan

melengkapi kajian pengetahuan ilmu sejarah, utamanya tentang

kronologi peristiwa Hantu Cekik dan Perlawanan Kyai

Kampung di Demak.

b. Manfaat praktis

Untuk manfaat praktisnya berharap penelitian ini bisa

menjadi bahan rujukan masyarakat di Demak terkait fakta-fakta

ritual pesugihan Hantu Cekik dan perlawanan Kyai di

Kampung yang pernah terjadi. Penelitian ini juga diharapkan

agar dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian lebih

mendalam tentang Hantu Cekik dan Perlawanan Kyai

Kampung di Demak tahun 2005, serta dapat memberikan

koleksi kepustakaan bagi program studi Sejarah Peradaban

Islam IAIN Salatiga.

6
D. Tinjaun Pustaka

Beberapa studi yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya

adalah:

Pertama, buku karya Kuntowijoyo berjudul “Raja, Priyayi, dan

Kawula”,10 Kuntowijoyo mencoba menjelaskan tentang peristiwa mistis

yang pernah membuat geger Surakarta pada pertengahan Februari 1914.

Dalam bukunya dijelaskan awal mula terjadinya peristiwa mistis itu terjadi

saat ada seorang perempuan di kampung Bratan, Laweyan, Surakarta

bermimpi ditemui seorang kakek tua yang mengatakan bahwa dhemit (jin)

penjaga kampung Gajahan akan menunjukkan permainan gambar hidup di

sumur yang terletak di dekat rumahnya. Ia pun mencoba melupakan

mimpinya itu, akan tetapi pada sore hari ia berteriak di dekat sumur itu,

ada seorang anak yang bercerita bahwa di dekat sumur itu ada suatu

penampakan sebuah api dan seekor Harimau. Seketika kabar itu telah

menyebar luas di berbagai Koran, salah satunya Koran Darma Konda yang

memuat peristiwa itu dengan judul “Prigi Jang Gaib”. Temuan dalam

penelitian ini adalah soal peristiwa sumur mistis yang pernah

menggegerkan warga Surakarta. Penelitian ini mempunyai kesamaan

metode yang digunakan, yaitu sama-sama menggunakan metode

pengumpulan sejarah lisan melalui wawancara. Perbedaannya terdapat

pada kajian makhluk gaibnya, lokasi, dan kurun waktunya. Dengan buku

10
Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2004.

7
ini, penulis termotivasi dengan model penulisan yang dilakukan oleh

Kuntowijoyo.

Kedua, buku karya kedua dari Kuntowijoyo berjudul “Petani,

Priyayi, dan Mitos Politik” yang diterbitkan Penerbit Mata Bangsa,

Yogyakarta, cetakan keempat tahun 2016.11 Hampir sama halnya buku

yang di atas, bahwa buku ini juga mengulas tentang bagaimana mistisme

mampu memberikan tandingan atas dominasi yang dilakukan oleh para

raja dan budaya kota kolonial. Melakukan penelitian yang sama di

Kampung Bratan, Laweyan, Surakarta. Di dalam buku ini juga disebutkan

simbol-simbol mistisme yang digunakan untuk mempengaruhi masyarakat

di sekitar, di antaranya simbol Dhemit Gajahan, Haji, Bintang-Rembulan.

Temuan dalam penelitian ini berupa simbol-simbol mistis yang masih

eksis digunakan masyarakat Surakarta pada abad ke 20. Penelitian ini

mempunyai kesamaan yaitu pada simbol yang digunakan oleh masyarakat,

semisal pada kasus Hantu Cekik menggunakan simbol rajah dan bambu

kuning sebagai alat penangkal hal gaib. Berharap penelitian ini bermanfaat

sebagai rujukan penulisan.

Ketiga adalah buku Yana MH yang berjudul “Falsafah dan

Pandangan Hidup Orang Jawa” terbitan Absolut, tahun 2010. 12 Dalam

buku karya Yana MH ini meneliti tentang bagaimana masyarakat Jawa

sangatlah kental dengan dunia mistik. Ia beranggapan dunia mistik di Jawa

11
Kuntowijoyo, Petani, Priyayi, dan Mitos Politik. Yogyakarta: Penerbit Mata Bangsa, 2016.
12
Yana MH, Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Absolut, 2004.

8
juga berpengaruh mengawal perjalanan sejarah Indonesia. Bermula pada

kepemimpinan Soekarno, misalnya, mistisme Jawa bukan lagi bergerak

dalam wilayah local pulau Jawa. Faham mistik ini juga sempat menjadi

“ideologi” paling berpengaruh di Indonesia.Khusunya di bawah

kepemimpinan presiden Soeharto yang terkenal dengan orde baru. Temuan

dari penelitian ini membahas tentang ideologi mistik orang jawa beserta

tradisi yang sering dikaitkan dengan kepercayaan mistis, seperti tradisi

mitoni, tumpengan dll. Penelitian ini memiliki kesamaan pada pembahasan

terkait faham mistik kejawen yang menjadi ideologi masyarakat jawa.

Namun bedanya penelitian ini membahas secaram global masyarakat

Jawa, sedangkan dari penelitian penulis membahas secara khusu

masyarakat di Demak.

Keempat, buku karya Suwardi Endraswara dengan judul “Mistik

Kejawen” diterbitkan oleh Penerbit Narasi, Yogyakarta, cetakan pertama

(edisi baru) tahun 2018.13 Dalam bukunya ia meneliti tentang bagaimana

mistik digunakan dari yang dijadikannya dalih pesugihan, kekebalan tubuh

(perobatan), sampai pada hal kebatinan. Temuan dari penelitian ini secara

garis besar membahas tentang mulai dari dasar-dasar ilmu kejawen sampai

tahap proses ritual pesugihan yang dilakukan oleh para pedagang.

Penelitian ini mengulas hampir sama dengan penelitian yang penulis

lakukan. Bahwa, dari perkataan seorang saksi sejarah Hantu Cekik

13
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2018.

9
sebenarnya juga manusia. Bisa berubah makhluk gaib bermula dari bertapa

(menata batin), mengkebalkan tubuh hingga mampu menjelma menjadi

Hantu Cekik yang siap menerkam mangsa untuk dijadikan pesuguhan.

Dengan itu, buku ini juga sangat dibutuhkan dalam model penulisan

skripsi, karena sama-sama meneliti tentang peristiwa mistik yang berkaitan

dengan simbol kejawen.

Selain buku-buku di atas, ada juga penelitian dalam bentuk jurnal

yang berjudul “Dunia Hantu, Mistik, dan Wisata Spiritual di Pesisir

Selatan” karya Suwardi, yang dimuat oleh Jurnal Humaniora, Universitas

Negeri Yogyakarta, tahun 2007.14 Dalam jurnal ini meneliti tentang

bagaimana pengaruhnya sesosok Ratu Kidul terhadap masyarakat sekitar

ataupun warga pendatang yang sedang menikmati hamparan lautan pesisir

selatan Pulau Jawa ini. Menjelaskan pula tempat-tempat mistis yang

dijadikan obyek wisata, di antaranya Parangtritis, Makam Imogiri, Goa

Langse, Parangkusumo, Pandansimo, dan Gunung Lanang. Temuan dari

jurnal ini membahas tentang bagaimana tempat-tempat yang mistis bisa

menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh orang luar dengan tujuan

untuk mencari pesugihan dengan meletakkan sesajen dan meramalkan

mantra doa yang sudah dihafalnya. Jurnal ini mempunyai kemiripan yaitu

sama-sama meneliti tentang dunia hantu. Perbedaannya terdapat pada

14
Suwardi, “Dunia Hantu, Mistik, dan Wisata Spiritual di Pesisir Selatan”. Universitas Negeri
Yogyakarta, 2007.

10
lokasi, jenis hantu, serta adat kebudayaan masing-masing masyarakat yang

diteliti.

Dan tinjauan pustaka terakhir yang ingin penulis jadikan acuan

sekaligus memiliki kemiripan adalah skripsi karya M. Iskandarsyah tahun

2012, Mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik dengan Judul “HANTU MERAH: Melihat Konstruksi Budaya dan

Telaah Fungsi Dalam Memaknai Cerita Legenda Alam Gaib Kampus

UI”.15 Dalam skripsinya tentang keyakinan Hantu Merah yang sering

bergentayangan di sekitaran kampus UI itu membahas tentang fakta-fakta

kemunculan Hantu Merah yang didapatkan menggunakan sumber sejarah

lisan.

Temuan dalam skripsi ini bahwa banyak dari mahasiswa yang

sering melihat sesosok Hantu Merah di sekitar kampus, bahkan kerap kali

Hantu Merah merasukan mahasiswa yang sering melamun seorang diri.

Kemudian dalam mencari bukti-bukti penulis skripsi ini menggunakan

sumber lisan terhadap saksi mata baik yang pernah melihatnya secara

langsung ataupun saksi yang kerasukan. Sehingga penulis termotivasi

untuk menggunakannya dalam penulisan skripsi nantinya sebagai model,

dan gambaran untuk disajikan dengan menggunakan pendekatan ilmu

Antropologi. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah kasusnya beda,

15
Iskandarsyah, M., “HANTU MERAH: Melihat Konstruksi Budaya dan Telaah Fungsi Dalam
Memaknai Cerita Legenda Alam Gaib Kampus UI”. Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, 2014.

11
metode sama jika penelitian di atas tentang ilmu antropologi sedangkan

penelitian penulis tentang ilmu sejarah yang menggunakan kurun waktu

sesuai dengan kejadian peristiwa.

E. Kerangka Konseptual

1. Definisi Hantu

Hantu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah roh jahat

yang dianggap terdapat di tempat-tempat tertentu seperti di tempat-

tempat sepi, hutan, rumah kosong, lautan hingga di gua-gua.

Sedangkan Hantu menurut Hans KC Mira dalam bukunya yang

berjudul “Hantu Pancoran” mendefinisikan sesosok hantu adalah roh

atau energi yang terlepas dari jasad manusia dan masih bergentayangan

setelah manusia itu mati dan dikebumikan dalam liang lahat. 16

2. Definisi Hantu Cekik

Menurut Kyai Suparman dalam wawancara pada tanggal 02

Agustus 2020, Hantu Cekik adalah makhluk jadi-jadian yang sejatinya

merupakan sesosok manusia yang sedang melakukan ritual pesugihan

dengan cara mencekik korban manusia yang nantinya dijadikannya

sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan kekayaan melalui dunia

gaib.

Sedangkan menurut Mustakim salah satu warga yang pernah

menjadi korban Hantu Cekik dalam wawancara pada tanggal 02

Agustus 2020, mendefinisikan Hantu Cekik adalah sesosok makhluk

16
Hans KC Mira, Hantu Pancoran, Jakarta Selatan: Penerbit Lintas, 2008, iii.

12
gaib dengan perawakan besar dan gelap ditambah kuku yang tujam

yang gunanya untuk mencekik para korban.

3. Definisi Ilmu Pesugihan

Menurut Ririn Suris Purwantari dalam bukunya yang berjudul

“Menguak Pesugihan Bulus Jimbung di Klaten”, ilmu pesugihan adalah

suatu ilmu yang dimana seseorang melalukan pencarian keheningan dan

ketenangan batin untuk mengkoreksi diri dan merefleksi ke depan bagi

usaha ekonominya.17

Sedangkan menurut Abdul Sani dalam jurnalnya yang berjudul

“Pesugihan Orang Banjar”, ilmu pesugihan adalah suatu ilmu yang

memiliki kajian untuk mendapatkan sebuah kekayaan dengan waktu

relativ singkat melalui jalan pesugihan.

4. Definisi Ritual Pesugihan

Masih menurut Ririn Suris Purwantari dalam bukunya yang

berjudul “Menguak Pesugihan Bulus Jimbung di Klaten”, ritual

pesugihan adalah hal-hal yang berkenaan dengan tatacara/proses suatu

praktik mistik yang memiliki tujuan memperoleh kekayaan sebanyak-

banyaknya dengan bantuan makhluk halus.

5. Teori Hubungan Kemiskinan dan Tradisi Mencari Pesugihan

Oscar Lewis mendefinisikan kemiskinan budaya sebagai

kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau

kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti masalah,

17
R. Suris Purwantari, Menguak…, 24.

13
mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan

sebagainya.18

Menurut Ancok, Kemiskinan merupakan suatu budaya yang terjadi

karena penderitaan ekonomi yang berlangsung cukup lama. Kemiskinan

juga sebagai salah satu sub kultur masyarakat yang mempunyai

kesamaan ciri antar etnik satu dengan lainnya. Budaya kemiskinan

merupakan suatu cara yang dipakai oleh orang miskin untuk beradaptasi

dan bereaksi terhadap posisi mereka yang marginal dalam masyarakat

yang memiliki kelas-kelas dan bersifat individualistik dan kapitalistik.

yang kemudian akan menghasilkan kemiskinan struktural. 19

Jika dikaji dari definisi, kemiskinan struktural adalah kemiskinan

yang diderita oleh satu golongan masyarakat karena struktur social

masyarakat tersebut tidak mampu memanfaatkan sumber-sumber

pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Sedangkan menurut

Edi Suharto kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi

bukan dikarenakan ketidakmauan si miskin untuk bekerja (malas),

melainkan karena ketidakmampuan system dan struktur sosial dalam

menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin

dapat bekerja. Pandangan lain mengenai kemiskinan menurut Mujahirin

Thohir adalah ada kaitannya dengan pandangan keliru dalam dimensi

keagamaan, yaitu cara pandangnya, dimana keberadaan diri pada saat

18
http://www.rahmatullah.net/2013/08/kebudayaan-kemiskinan-dan-kemiskinan.html. Diakses
pada 05 September 2020.
19
Ancok Djamaluddin, Pemanfaatan Organisasi Lokal dalam Kemiskinan dan Kesenjangan di
Indonesia,Yogyakarta: Aditya Media, 1995, 165.

14
miskin dilihitnya sebagai takdir Tuhan bukan karena belum

mengoptimalkan diri. Dari segi social, mereka terlebih dahulu

menjustifikasi dirinya yang terlahir dari trah wadah orang kecil. Sedang

dari budaya mereka lebih menikmati kemiskinannya itu dengan cara

menghibur diri dengan pepatah seperti “dunia sementara, akhirat

selama-lamanya”.20

Kemiskinan juga sangat erat kaitannya dengan praktik ritual

pesugihan, sebagai jalan praktis untuk mendapatkan sebuah kekayaan.

Ritual pesugihan menurut Ririn Suris Purwantari adalah hal-hal yang

berkenaan dengan tatacara/proses suatu praktik mistik yang memiliki

tujuan memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya dengan bantuan

makhluk halus. Sedang menurut Endraswara ritual pesugihan adalah

ritual untuk mencari sebuah kekayaan melalui jalan magis.

Dengan adanya ritual pesugihan itulah yang kemudian menjadikan

agama sekedar agama status, Islam sekedar agama status bagi yang

melakukan ritual tersebut, sebab apa pun itu agamanya pasti melarang

perbuatan yang menyalai syariat agama

Dalam tinjauan teoritis penelitian masalah-masalah kemiskinan,

secara tidak langsung menunjukkan adanya keterkaitan antara

kemiskinan struktural ritual pesugihan dan juga Islam sekedar agama

status, terlebih jika dikaitkan dengan kemiskinan yang terjadi di

masyarakat Demak, selain sebagai pusat peradaban Islam, Demak

20
Ibid.

15
mengalami proses dimana Islam hanya dijadikan sekedar agama status,

yang justru kemudian praktik-praktik mistik yang menjerumus dalam

kemusrikan sering kali diberlakukan sebagai salah satu jalan praktis

yang dirasa mampu memenuhi hak dan kebutuhan yang diinginkannya

dan semakin jauh pula dengan agama.

Oleh karena itu dilihat dari perjalanan kemiskinan di atas dalam

konteks masyarakat Demak, budaya kemiskinan berpengaruh atas

terjadinya praktik ritual pesugihan, menganggap ritual ini lebih praktis

diibanding dengan jalan yang diperintahkan oleh agama.

F. Metode Penelitian

Penelitian tidak terlepas dari pemakaian metode, untuk mendapatkan

hasil yang maksimal dari penelitian ini. Sehubungan dengan upaya ilmiah,

maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek

yang menjadi sasaran ilmu yang besangkutan21.

Dikarenakan penulis mengambil fokus ilmu sejarah, maka metode yang

penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah.Metode

sejarah adalah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik,

interpretasi dan penyajian sejarah.22 Langkah-langkah dalam tahap penelitian

sejarah yaitu heuristik (kegiatan menghimpun jejak masa lampau), kritik

sumber (penyelidikan tentang kesejatian jejak, baik bentuk maupun isinya),

interpretasi (menetapkan makna yang saling berhubungan dan fakta-fakta yang

diperoleh), historiografi (menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk


21
Husin Sayuti, Pengantar Metodologi Riset, (Jakarta: 1989, Fajar Agung), hlm. 32.
22
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Budaya,1955), hlm. 18.

16
kisah).Adapun keempat langkah tersebut yang digunakan oleh penulis untuk

menyelesaikan proposal skripsi ini sebagai berikut:

1. Heuristik (Pengumpulan Data)

Heuristik, yaitu tahapan atau kegiatan menemukan dan menghimpun

sumber, informasi, serta jejak masa lampau.23 Pada tahap ini, dilakukan

pengumpulan data yang ada relevansinya dengan Peristiwa Hantu Cekik dan

Perlawanan Kyai Kampung di Demak tahun 2005. Data yang penulis

kumpulkan ada dua jenis, yakni sumber tertulis dan tidak tertulis. Untuk

data tertulis penulis lakukan dengan studi pustaka, sedangkan untuk data

tidak tertulis penulis lakukan dengan wawancara atau interview. Dalam

penelitian ini, wawancara atau interview lebih diutamakan. Karena banyak

saksi sejarah yang masih hidup dan pernah mengalami kontak secara

langsung dengan Hantu Cekik pada saat itu. Walaupun demikian penulis

juga membutuhkan studi pustaka yang ada walaupun jumlahnya tidak

banyak, guna memperkuat bukti-bukti sejarah yang ada. Adapun langkah-

langkah yang penulis lakukan sebagai berikut:

a. Studi Pustaka.

Studi pustaka juga disebut dengan dokumentasi, yaitu kegiatan

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkrip surat kabar, majalah, natulen, agenda sebagainya. 24 Pada

langkah ini peneliti berusaha mencari serta mengumpulkan sumber-

sumber yang sesuai atau relevan dengan Peristiwa Hantu Cekik dan

23
E. Kosim, Metode Sejarah Asas Dan Proses (Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran,
1984), hlm. 36.
24
Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Yogyakarta: Renika Cipta, 1993), hlm. 206.

17
Perlawanan Kyai Kampung di Demak tahun 2005. Sumber yang

digunakan antara lain seperti, koran-koran, dokumen, dan artikel.

Dokumen atau arsip yang dapat penulis jangkau antara lain tentang

Peristiwa Hantu Cekik dan Perlawanan Kyai Kampung di Demak tahun

2005 masih penulis temukan di berita-berita online, yaitu

Detik.news.com yang dipublikasikan pada Kamis, 17 November, 2005,

juga ada di Liputan6.com yang dipublikasikan Kamis, 17 November

2005 pukul 19:12 WIB. Selain dari berita koran online, penulis juga

menemukan dokumen tulisan tentang Hantu Cekik di Majalah Gatra Kota

Jakarta volume 12 edisi 10 Desember 2005.

Peristiwa Hantu Cekik dan Perlawanan Kyai Kampung merupakan

peristiwa lokal di Demak, sehingga dalam upaya studi pustaka penulis

mencari data-data pustaka dimungkinkan banyak berada di Departemen

Kebudayaan Kabupaten Demak dan Museum Kabupaten Demak. Penulis

juga mencari ke Kantor Polres Guntur, dikarenakan menurut sumber

bahwa Polres Guntur juga sempat menangkap basah Hantu Cekik yang

sudah berubah menjadi manusia.25

b. Metode Wawancara (Interview)

Kedudukan sejarah lisan menjadi semakin penting karena sejarah

lisan bersifat komlementer terhadap sumber-sumber tertulis. Melalui

wawancara sumber-sumber lisan dapat diungkapkan dari para pelaku-

25
Ibid

18
pelaku sejarah.26 Wawancara dalam penelitian ini penulis gunakan

sebagai sumber primer. Wawancara dilakukan guna mengetahui

bagaimana peristiwa Hantu Cekik dan Perlawanan Kyai Kampung di

Demak tahun 2005 dalam ingatan masyarakat. Pada tahapan awal,

penulis akan mencari saksi sejarah yang masih hidup, baik yang pernah

menjadi korban ataupun Kyai-kyai kampung yang sempat memberi

perlawanan, di sini penulis melakukan wawancara dengan narasumber

Bapak Kyai Suparman dan Bapak Mustakim. Dikarenakan penelitian

sejarah ini termasuk penelitian kontemporer, sumber wawancara sangat

penulis butuhkan. Sehingga, wawancara turut menjadi hal yang penting

dalam penelitian ini untuk mengungkap fakta sejarah di balik Peristiwa

Hantu Cekik di Demak yang sampai pada saat ini masih menjadi misteri

di masyarakat Demak.

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Tahap kedua adalah kritik, yaitu menyeleksi sumber. Verifikasi

bertujuan untuk memastikan keaslian dan keabsahan sumber.27 Pada tahap

ini penulis menyeleksi atau mengkritik sumber yang berkaitan langsung

maupun tidak dengan apa yang terjadi pada Peristiwa Hantu Cekik dan

Perlawanan Kyai Kampung di Demak tahun 2005, baik secara intern

maupun ekstern. Kritik ini dilakukan terhadap sumber-sumber tertulis yang

ada. Langkah kedua kritik tersebut sebagai berikut:

26
A. Daliman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 55.
27
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2011), hlm. 64.

19
a. Kritik ekstern, yaitu kritik terhadap fisik sumber yang berkaitan dengan

masalah otensitas (keaslian) sumber yang diteliti.

b. Kritik intern, yaitu kritik terhadap apa isi sumber yang merupakan proses

menyeleksi data dengan menyelidiki kredibilitas (kebenaran) sumber.28

Untuk sumber dari wawancara, penulis menyeleksi narasumber

berdasarkan usia pada saat periode yang ada dalam penelitian, apakah sudah

sesuai dengan kriteria dan memenuhi syarat yang ada ataukah belum.

Kesehatan jiwa dari narasumber juga menjadi perhatian penting penulis.

Karena kriteria dan syarat narasumber juga termasuk sehat akal dan

jiwanya. Dan yang terakhir penulis menyeleksi narasumber yang benar-

benar bersangkutan atas peristiwa Hantu Cekik, baik para Kyai Kampung,

ataupun pihak yang berkaitan.

3. Interpretasi (Penafsiran)

Langkah ini sebetulnya merupakan proses atau kegiatan penelitian

yang tidak terpisahkan dari langkah penulisan sejarah. Interpretasi adalah

proses analisis terhadap fakta-fakta sejarah, atau bahkan proses penyusunan

fakta-fakta sejarah itu sendiri. Fakta sejarah haruslah objektif, tetapi bukan

berarti penulis tidak memiliki peluang untuk menerangkan fakta itu atas

dukungan teori. Karena itu proses interpretasi sejarah juga dimungkinkan

masuk unsur-unsur subjektifitas peneliti, terutama gaya bahasa dan sistem

28
E. Kosim, Metode Sejarah, Asas dan Proses. (Bandung: Fakultas Sastra Unuversitas Padjajaran,
1984), hlm. 39-41.

20
kategorisasi atau konseptualisasi terhadap fakta-fakta sejarah berdasarkan

teori yang dikembangkan.29

Terdapat dua cara dalam menafsirkan data, yaitu dengan analisis dan

sintesis. Analisis berarti menguraikan sumber-sumber yang telah didapat,

mengenai ini yaitu sumber tentang Peristiwa Hantu Cekik dan Perlawanan

Kyai Kampung di Demak tahun 2005 baik dari secara tertulis maupun lisan.

Sedangkan sintesis yaitu menyatukan dan menghubungkan antara sumber

yang satu dengan yang lain, apakah sesuai atau tidak, dalam hal ini penulis

mengkaitkan antara sumber tertulis yang ada dengan hasil dari wawancara.

Analisis bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh

dari sumber-sumber baik secara tertulis maupun lisan yang berhubungan

dengan Peristiwa Hantu Cekik dan Perlawanan Kyai Kampung di Demak

tahun 2005. Setelah melakukan penafsiran dari sumber-sumber yang

diperoleh, penulis dapat mengetahui ketersesuaian antara sumber, baik

sumber tertulis maupun lisan terhadap Peristiwa Hantu Cekik dan

Perlawanan Kyai Kampung di Demak tahun 2005 yang kemudian disusun

berdasarkan fakta-fakta yang ada.

4. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Selayaknya sebuah laporan penelitian, penulisan sejarah merupakan

istilah yang dipakai dalam proses pelaporan atau hasil penelitian sejarah.

Kerangka penulisan yang sudah dipersiapkan menjadi patokan, sedangkan

pola penyusunan tergantung kepada penulis, apakah berdasarkan pola yang

29
M. Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga, 2006), hlm. 53-54.

21
dikembangkan secara urut waktu atau periodisasi ataukah didasarkan kepada

tema-tema unik sesuai peristiwa sejarah. Demikian pula model pemaparan

atas fakta-fakta sejarah dapat ditempuh secara deduktif maupun induktif.

Suatu hal yang penting dicatat, bahwa penulisan sejarah bisa dikembangkan

secara kualitatif, sehingga antara diskripsi dan analisis fakta merupakan

suatu kesatuan di dalam pemaparan sejarah.30 Setelah peneliti

mengumpulkan, memastikan keaslian atau keabsahan, dan menafsirkan dari

data-data yang diperoleh, kemudian langkah terakhir yakni penyusunan

laporan secara kronologis. Peneliti dalam menyusun penelitian ini

menggunakan pola penyusunan berdasarkan tema, yaitu sesuai dengan

periodisasi waktu. Peneliti memaparkan hasil penelitian yang telah

dilakukan dengan menghubungkan hasil analisa yang satu dengan analisa

lainnya dalam bentuk bab-bab dan sub-bab yang saling berkaitan

berdasarkan waktu. Akhirnya penelitian ini menghasilkan rangkaian tulisan

yang bermakna dan kronologis tentang Peristiwa Hantu Cekik dan

Perlawanan Kyai Kampung di Demak tahun 2005.

G. Sistematika Penulisan

BAB I penelitian ini berisi tentang gambaran umum penulisan skripsi

yang meliputi latar belakang masalah; rumusan masalah, batasan dan ruang

lingkup penelitian; tujuan dan manfaat penelitian; tinjauan pustaka; metode

penelitian; dan sistematika penelitian.

30
M. Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga, 2006), hlm. 54.

22
BAB II berisi Gambaran Umum Sosial Keagamaan di Demak.

Dimulai dari sejarah Kabupaten Demak sampai pada agama dan

kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Demak.

BAB III berisi tentang Hubungan Kemunculan Hantu Cekik dan

Ritual Pesugihan yang membahas tentang gambaran umum dari ritual

pesugihan dan pembahasan Hantu Cekik sebagai bagian dari ritual

pesugihan dan sampai pada pembahasan kultur kemiskinan nelayan di

Demak yang sering menjadi alasan untuk mempraktikan hal-hal mistis.

BAB IV berisi tentang Awal Mula Munculnya Hantu Cekik di Demak

tahun 2005. Dimulai dari kemunculan Hantu Cekik, kemudian reaksi

masyarakat Demak terhadap kemunculan Hantu Cekik, serta bentuk

perlawanan Kyai kampung di Demak.

BAB V, adapun bagian terakhir dari bagian inti adalah BAB V

merupakan kesimpulan. Pada BAB ini dikemukakan tentang kesimpulan

sebagai jawaban atas rumusan masalah. Kemudian pada bagian akhir

dicantumkan pula daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

23
BAB II

GAMBARAN UMUM SOSIAL KEAGAMAAN DI DEMAK

A. Kondisi Daerah

Dalam sebuah kota pada umumnya memiliki sebuah unsur yang

menjadikan kota tersebut diakui secara jelas keberadaannya. Sebagaimana

yang tercatat dalam UU NO. 13 tahun 1950 tentang pembentukan

kota/kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Tengah. Atas dasar itulah

Kabupaten Demak ditetapkan sebagai salah satu kabupaten di wilayah

Provinsi Jawa Tengah.31 Adapun unsur tersebut meliputi:

1. Letak Geografis

Kabupaten Demak yang juga dikenal dengan nama “Kota Wali”

merupakan salah satu dari tiga puluh lima kabupaten yang ada di

Provinsi Jawa Tengah. Letak Kabupaten Demak juga bisa dibilang

cukup strategis karena berbatasan langsung dengan Ibu Kota Provinsi

Jawa Tengah, yakni Kota Semarang yang dikenal sebagai pusat

perindustrian, serta sentral ekonominya pulau Jawa bagian Tengah.

Sehingga hal ini bisa berpotensi bagi Kabupaten Demak sebagai

daerah penyangga roda perekonomian Jawa dan berada tepat pada jalur

keramaian lalu lintas Pantai Utara Jawa (PANTURA). 32 Kabupaten

Demak terletak antara koordinat 6° 43’ 26’’-7° 09’ 43’’ Lintang

Selatan 110° 27’ 58’’-110° 48’ 47’’ Bujur Timur.

31
eprints.undip.ac.id tentang Gambaran Umum Profil Kabupaten Demak. Diakses pada 13
Desember 2019.
32
Sippa.ciptakarya.pu.go.id tentang Profil Kabupaten Demak. Diakses pada 13 Desember 2019.

24
2. Administrasi Daerah

Luas daerah Kabupaten Demak tercatat sebesar 89.743 hektar dan

secara administrative terbagi menjadi 14 Kecamatan yang terdiri dari

243 desa dan 6 kelurahan dengan rincian sebagai berikut:33

Tabel 2.1

Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Demak

No. Kecamatan Jumlah Jumlah Luas (Ha) %

Desa Kelurahan

1. Mranggen 19 7.222 8,05

2. Karangawen 12 6.695 7,46

3. Guntur 20 5.753 6,41

4. Sayung 20 7.869 8,77

5. Karangtengah 17 5.155 5,74

6. Bonang 21 8.324 9,28

7. Demak 13 6 6.113 6,81

8. Wonosalam 21 5.788 6,45

9. Dempet 16 6.161 6,87

10. Gajah 18 4.783 5,33

11. Karanganyar 17 6.776 7,55

12. Mijen 15 5.029 5,60

13. Wedung 20 9.876 11,00

14. Kebonagung 14 4.199 4,68

33
Ibid, 72-73

25
Jumlah 243 6 89.743 100

Sumber: Demak Dalam Angka 2018

3. Demografi

Pada tahun 2017 jumlah penduduk Kabupaten Demak sebesar

1.140. 675 jiwa terdiri atas 565.102 jiwa laki-laki dan 575.573 jiwa

perempuan. Jumlah penduduk di Kabupaten Demak paling banyak di

Kecamatan Mranggen sebesar 189.451 jiwa, jumlah ini sangat jauh

berbeda dengan Kecamatan Kebonagung yang menjadi Kecamatan

paling sedikit penduduknya sebesar 40.506 jiwa.34 Lebih jelasnya

berikut tabel mengenai jumlah penduduk di masing-masing kecamatan

di Kabupaten Demak:

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin tiap Kecamatan di

Kabupaten Demak

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Mranggen 93.891 95.560 189.451

2. Karangawen 44.663 45.499 90.162

3. Guntur 39.032 38.516 77.548

4. Sayung 53.311 53.061 106.372

5. Karangtengah 31.620 31.619 63.239

6. Bonang 51.456 50.981 102.437

34
Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak, (Demak: BPS Kab. Demak, 2018), hal. 56

26
7. Demak 49.158 52.470 101.628

8. Wonosalam 37.968 38.702 76.670

9. Dempet 26.632 26.977 53.609

10. Gajah 21.403 22.389 43.792

11. Karanganyar 34.942 35.964 70.906

12. Mijen 24.887 26.379 51.266

13. Wedung 36.057 37.032 73.089

14 Kebonagung 20.082 20.424 40.506

Jumlah 565.102 575.573 1.140.675

Sumber: Demak dalam angka 2018

B. Sejarah Kabupaten Demak

Demak berasal dari bahasa Arab yaitu Dhima’ yang artinya rawa.

Hal ini yang konon sesuai dengan kondisi tanah Demak yaitu tanah rawa

alias tanah lumpur.35 Berdirinya Kabupaten Demak tidak bisa lepas dari

sejarah berakhirnya kekuasaan Majapahit dan munculnya Kesultanan

Demak beserta peranan Wali Songo. Untuk lebih jelasnya dapat disimak

uraian berikut ini:

1. Demak dalam Pusaran Kekuasaan Majapahit

Dalam catatan sejarah, orang-orang Majapahit telah menjadi

penguasa atas semua suku bangsa di Nusantara terutama saat dipimpin

tokoh-tokoh besar seperti Raden Wijaya, Tribhuwanatunggadewi,

35
Ibid, hal 86.

27
Gajah Mada, Hayam Wuruk, Wikramawardhana, dan Sri

Kertawijaya.36

Sebelum Demak menjadi pusat kerajaan Islam di Jawa, Demak

lebih dikenal orang dengan sebutan “Glagah Wangi”. Menurut cerita

rakyat, orang pertama kali dijumpai oleh Raden Patah di Glagah

Wangi adalah Nyai Lembah yang berasal dari Rawa Pening (yang kini

masuk kawasan Semarang). Atas saran Nyai Lembah inilah. Raden

Patah kemudian bermukim di Desa Glagah Wangi yang pada

perjalanan sejarahnya berubah nama menjadi “Bintoro Demak”.37

Demak yang pada saat itu masih menjadi wilayah kekuasaan

Majapahit dipimpin oleh Adipati Raden Patah, tepatnya pada tahun

1478.38 Dan pada tahun itulah, pasca kepemimpinan Prabu

Kertawijaya justru raja-raja yang memimpin menjadi sangat lemah.

Misal, pada keturunan raja saling merasa bahwa merekalah yang lebih

berhak untuk berkuasa karena lebih unggul dan lebih superior

dibanding yang lain. Para keturunan raja saling berhasrat kuat untuk

menyingkirkan pesaing-pesaingnya. Dan puncak dari proses suksesi

itu adalah perpecahan antara keluarga yang berlarut-larut yang nyaris

membuat penduduk Majapahit habis terbunuh dalam perang sipil. 39

36
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, edisi revisi Cet. Ke VII (Tangerang Selatan: IIMaN, 2018),
Hal. 444
37
M. Nur Rokhman dkk, Pengembangan Maket Pusat Kerajaan Demak Sebagai Media
Pembelajaran Sejarah di SMA, dalam acara seminar yang diadakan oleh Universitas Negeri
Yoogyakarta tahun 2005 bertema “Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia.”
38
Ibid.
39
Ibib, 444

28
Atas kejadiaan itulah, Raden Patah sebagai Adipati Islam di Demak

memutuskan ikatan dengan Majapahit dibantu daerah-daerah lain

yang sudah lebih dahulu masuk Islam seperti Jepara, Tuban dan

Gresik, yang kemudian mendirikan Kesultanan Demak Bintara

bersama dengan Wali Songo dengan mendapat gelar atau julukan

sultan Syah Alam Akbar. 40

2. Berdirinya Kesultanan Demak Bintara

Demak Bintara adalah satu-satunya kekuatan politik pasca

imperium kekuasaan Majapahit yang berhasil menyatukan kekuasaan

para Adipati muslim di sepanjang pantai utara Jawa.41 Tepat pada

tahun 1478 Kesultanan Demak Bintara berdiri dengan tokoh yang

paling berpengaruh pada saat itu, yaitu Raden Patah dan Wali Songo.

Islam pada abad 16 sudah mulai meluas, dan menurut catatan

sejarah local dalam Babad Tanah Jawi, Babad Demak, dan

Ampeldenta, keberadaan Kerajaan Demak digambarkan sebagai

kekuatan politik Islam pertama di Jawa yang kelahirannya dibidani

langsung oleh Wali Songo. Bahkan menurut Babad Tanah Jawi,

tumbuhnya kota Demak adalah atas prakarsa Sunan Ampel, salah satu

tokoh sesepuh Wali Songo.42

Pada abad 16 pula Kesultanan Demak telah menjelma menjadi

kekuatan baru di pulau Jawa, tidak ada satu pun kekuatan lain di Jawa

yang mampu menandingi kekuatan ini dalam memperluas

40
Ibid.
41
Ibid, Hal. 442
42
Ibid, Hal. 182

29
kekuasaannya dengan menundukkan beberapa kawasan pelabuhan

maupun daratan/pedalaman.43

Adapun kejayaan Kesultanan Demak bisa dilihat dari masa

kepemimpinan Sultan Patah, Sultan Pati Unus, dan Sultan Trenggana.

a. Di Bawah Kepemimpinan Sultan Patah (1478-1518)

Di bawah kepemimpinan Sultan Patah, Kesultanan Demak

tidak mampu dipandang sebelah mata. Bahkan pada misi

menyelamatkan para keturunan/wilayah kekuasaan Majapahit

sekaligus menyebarkan agama Islam, Sultan Patah mampu

menerapkan strategi khusus untuk mengalahkan lawan-lawan

politiknya, termasuk mengalahkan Girindra Wardhana. Atas

keberhasilan penyelamatan ini, kemudian dibaginyalah

menjadi sembilan wilayah yang meliputi: Trowulan, Daha,

Blambangan, Mataram, Tumapel, Kahuripan, Lasem,

Wengker, dan Pajang. Sultan Patah langsung mengirimkan

delegasi para ulama ke setiap wilayah itu dengan tujuan

islamisasi. Model islamisasi yang diterapkan oleh Sultan Patah

diawali dengan pengenalan ajaran Islam yang disesuaikan

dengan kondisi sosial masyarakat yang masih menganut ajaran

Hindu-Budha. Hal ini bisa dilihat dari metode dakwah yang

dipakai oleh Sunan Kalijaga dengan pagelaran wayang kulit

dan gamelan sekatennya dimana syarat menontonnya adalah

43
Ibid.

30
dengan mengucapkan kalimat syahadatain.44 Meskipun

perjuangannya juga dilanda penghambat unsur-unsur agama

lama, namun dengan peranan Wali Songo semua hambatan

menjadi lebih mudah diatasi. Selain mengislamkan Jawa yang

mencakup bekas wilayah kekuasaan Majapahit, Sultan Patah

juga berperang melawan portugis di Malaka yang

menginginkan perluasan wilayah ke tanah Jawa.45

b. Di Bawah Kepemimpinan Pati Unus (1518-1521)

Setelah Sultan Patah wafat, pangku kekuasaan Kesultanan

Demak diambil alih oleh Adipati Unus. Masa pemerintahan

Pati Unus tidaklah lama. Ia memimpin selama kurang lebih 3

tahun, tepatnya pada tahun 1518-1521. Jasa yang ia torehkan

untuk Kesultanan Demak tidak bisa dianggap sebelah mata,

pasalnya Pati Unus juga sangat piawai dalam bidang

kemiliteran atau pertempuran melawan musuh politiknya.

Terbukti sejak tahun1512 Adipati Unus beserta armada tempur

Demak diutus ayahnya yaitu Sultan Patah untuk menyerang

Malaka yang telah dikuasai pasukan bala tentara Portugis.

Namun, usahanya gagal, bala tentara Portugis lebih kuat

44
Umma Farida, Islamisasi di Demak Abad XV M: Kolaborasi Dinamis Ulama Umara Dalam
Dakwah Islam di Demak, (AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi Penyiar Islam 3,2. 2015), Hal 299-
318.
45
Nurul Afifah, Kepemimpinan Sultan Trenggana di Kerajaan Demak 1521-1546 Ditinjau
Dengan Konsep Kepemimpinan Jawa, (HASTA BRATA, Yogyakarta: SKI UIN Sunan Kalijaga,
2018).

31
dengan persenjataan lengkap dan juga modern.46 Tujuan

penghadangan ini tidak lain adalah agar orang-orang Portugis

yang ada di Malaka tidak mampu masuk apalagi menguasai

wilayah di pulau Jawa. Sebab hal itu bisa menghambat

islamisasi di Tanah Jawa sekaligus menjadi ancaman bagi

Kesultanan Demak.

Pada tahun 1521, pangeran Adipati Unus ini tidak kenal

menyerah. Untuk kedua kalinya ia dan armada tempurnya

kembali mengepung orang-orang Portugis di Malaka. Saying

penggempuran habis-habisan ini untuk kedua kalinya juga ia

gagal, para armada tempurnya diserang dengan meriam-

meriam milik Portugis. Kali ini orang-orang Portugis bersekutu

dengan menantu Sultan Mahmud, yaitu Sultan Abdullah raja

dari Kampar. Kekalahan ini pula yang mengakhiri riwayat

Adipati Unus sebagai penguasa Kesultanan Demak. Ia

meninggal di dalam medan pertempuran, sehingga dari

peristiwa ini Adipati Unus dijuluki sebagai “pangeran sebrang

lor.”

c. Di Bawah Kepemimpinan Sultan Trenggana (1521-1546)

Menurut M. Nur Rorkhman dkk dalam sebuah artikelnya

tentang Pusat Kerajaan Demak menyebutkan bahwa di masa

jayanya Sultan Trenggana berkunjung kepada sunan Gunung

46
Ibid. Hal. 387

32
Jati. Dari sinilah kemudian Sultan Trenggana memperoleh

gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.

Sultan Trenggana memerintah Demak pada tahun 1521-

1546. Di bawah kekuasaannya, Kesultanan Demak mencapai

masa kejayaan. Perluasan wilayah mencapai Jawa bagian barat

dan Jawa bagian timur. Pada tahun 1522 Kesultanan Demak

melancarkan serangannya ke Jawa Barat yang dikomandoi

langsung oleh Fatahillah salah satu panglima yang pandai

dalam menyiapkan strategi peperangan. Dan betul saja Demak

mampu menguasai wilayah-wilayah yang ada di Jawa Barat

itu, di antaranya: Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.

Penaklukan ini disiasati atas dasar untuk menggagalkan

hubungan antara Portugis dengan kerajaan Padjajaran yang

dirasa akan menjadi ancaman bagi Kesultanan Demak. Dalam

pertempuran itu Fatahillah dala bala tentaranya mampu

mengalahkan armada tempur yang dimiliki oleh Portugis.

Dengan kemenangan itu, Fatahillah pun mengganti nama

Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang mempunyai arti

“kemenangan penuh”. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22

Juni 1527 itu kemudian dianggapnya oleh masyarakat Jakarta

sebagai tahun kelahiran ibu kota Jakarta.47

47
Ibid. Hal. 388

33
Sedangkan perluasan kekuasaan ke Jawa Timur, Sultan

Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu

wilayah ini mampu dikuasai, seperti Madiun, Gresik, Tuban

dan Malang. Akan tetapi nahas, pada tahun 1546 dalam

ekspedisinya untuk menaklukkan wilayah Pasuruan Sultan

Trenggana gugur dalam medan tempur.48

Sultan Trenggana merupakan raja terakhir yang tercatat

selama Kesultanan Demak berkuasa. Pasalnya setelah

wafatnya Sultan Trenggana, banyak terjadi kekacauan internal,

perebutan pangku tahta kekuasaan para waris pun tidak bisa

dihindari. Sekar Seda Ing Lepen yang seharusnya

menggantikan Sultan Trenggana terbunuh oleh saudaranya

sendiri yang bernama Sunan Prawoto yang dari dulu sangat

berharap dapat mewarisi tahta kerajaan Demak. Tidak sampai

di situ, Adipati Jipang yang bernama Arya Penangsang anak

laki-laki dari Sekar Seda Ing Lepen pun membalas kematian

ayahnya. Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan

Prawoto, ia kemudian berhasil naik tahta. Akan tetapi

kepemimpinannya tidak cukup lama. Dikarenakan terbunuh

oleh Jaka Tingkir yang bersekutu dengan Kiyai Gede

Pamanahan dan putranya yang bernama Sutawijaya serta Ki

Penjawi. Jaka Tingkir secara resmi diangkat menjadi

48
Ibid, Hal. 388

34
pemimpin berikutnya. Penobatannya dilakukan oleh Sunan

Giri. Dan setelah menjadi raja, ia mendapat gelar Sultan

Handiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahan dari

Demak ke Pajang pada tahun 1568. Dengan demikian

berakhirlah kekuasaan Kesultanan Demak.

C. Agama dan Tradisi Kepercayaan Masyarakat

Dari berbagai penggalian sumber yang ada, diketahui bahwa jauh

semenjak masyarakat Nusantara mempunyai kontak dengan orang-orang

Arab, Persia, Cina, dan India, lebih tepatnya semenjak Kala Pleistosen

Akhir para penghuni kuno kepulauan Nusantara sudah mengenal

peradaban yang berkaitan dengan agama. Agus Sunyoto menyebutkan

bahwa dari berbagai jenis hasil budaya batu purba seperti Menhir, Dolmen,

Yupa, Sarcopagus, dan Punden Berunduk diketahui adalah benda-benda

yang sudah ada pada era Paleothikum yang berlanjut pada era

Messolithikun, Neolithikum, dan Megalithikum penghuni kuno Nusantara

sudah mengenal agama dengan berbagai ritual pemujaannya. 49

Untuk menggambarkan secara umum kepercayaan-kepercayaan

yang paling kuno yang telah dianut dan sering kali tampak di seluruh

masyarakat Nusantara, untuk lebih baiknya penulis menggunakan istilah

“animisme dan dinamisme”. Pada dasarnya agama kuno yang telah

disebutkan di atas sama halnya agama yang dianut oleh masyarakat pulau

jawa yang disebut dengan sebutan Kapitayan, yaitu agama kuno yang

49
Agus Sunyoto, Atlas…, 10

35
tumbuh dan berkembang di Nusantara semenjak berkembangnya

kebudayaan Kala Peleolithikun, Messolithikum, Neolithikum,

Megalithikum, yang berlanjut pada kala perunggu dan besi. Sampai pada

pengaruh kebudayaan Indus dan kebudayaan Cina datang pada awal abad

Masehi yang kemudian adanya pengaruh dalam ajaran keagamaan yang

kemudian munculnya agama-agama baru seperti, Hindu, Buddha dan

Islam.50

Sederhananya, Demak yang pada dasarnya merupakan salah satu

dari kepulauan Nusantara itu sendiri juga menganut kepercayaan-

kepercayaan yang telah disebutkan di atas. Namun, pada abad ke 16,

keberadaan Kerajaan Demak digambarkan sebagai kekuatan politik Islam

yang paling berpengaruh atas kepercayaan baru yang dianut oleh

penduduk pribumi yang masuk dalam wilayah kekuasaannya yakni agama

Islam. Islam menjadi agama yang dominan yang mampu mempengaruhi

baik dari secara kultur, sosial, hingga budayanya sampai sekarang.

Berikut adalah beberapa contoh tradisi kepercayaan yang masih

dianut oleh masyarakat Demak mulai dari tradisi yang masih berkaitan

dengan ritual keagamaan leluhur yang bernilai mistis sampai ritual

keagamaan yang dijadikan sebagai simbol pembumian Islam di Demak.

1. Perayaan Grebeg Besar

Grebeg besar diselenggarakan tiap tahun sekali dalam rangkaian

Hari Raya Idul Adha atau masyarakat menyebutnya dengan hari

50
Ibid., 12-13.

36
Qurban. Perayaan ini dimaksudkan sebagai tradisi penghormatan dan

rasa syukur atas perjuangan para leluhur, khususnya sehubungan

dengan kegiatan syar’I Islam yang dilaksanakan walisongo terutama

Sunan Kalijaga.51

Jelang perayaan, sesuai dengan keterangan arsip Kebudayaan

Daerah Jawa Tengan yang berjudul “Beberapa Catatan Upacara

Tradisional Daerah Jawa Tengah” yang ditulis sekitar tahun 1984/1985,

menuturkan rangkaian acara dimulai lima hari sebelum upacara dimulai

diadakan upacara pembukaan.

Dilanjut tanggal 9 Besar kira-kira pukul 20.00 WIB diadakan

selamatan tumpeng 9, yaitu tumpeng yang berjumlah Sembilan buah;

kemudian tumpeng tersebut diarak yang berangkat dari Pendapa

Kabupaten Demak menuju ke Masjid Agung Demak dengan diiringi

terbang, para Muspida, Pramuka, dan tamu undangan lainnya. Dan

seterusnya dilanjutkan ziarah ke makam Sultan Fattah dan dilanjutkan

selamatan ke makam Kadilangu dan ziarah ke makam Sunan Kalijaga.

Pada tanggal 10 Besar kira-kira pukul 08.00 pagi prajurit 40-an

orang, berangkat dari Kabupaten Demak menuju ke Makam Kadilangu

untuk mengiringi pembawa minyak jamas untuk mencuci Kyai Crubuk

dan baju Antakusuma.

Setibanya di makam Kadilangu minyak jamas tersebut diserahkan

kepada sesepuh Kadilangu, dan seterusnya diadakan upacara pencucian

51
Umar Ma’ruf, “7 Tradisi dan Budaya Demak Yang Tidak Ada di Kota Lain”, dalam
http://egokil.blogspot.com, diakses 08 Maret 2020.

37
keris Kyai Crubuk dan baju Antakusuma. Dan pencucian ini dilakukan

di dalam sebuah ruangan tertutup dan tidak boleh seorang pun untuk

dapat melihatnya.

Selesai pencucian, para pengunjung berebut untuk bisa berjabatan

tangan dengan sesepuh setempat, konon apabila dapat berjabatan tangan

dengan sesepuh yang tangannya habis dipakai mencuci keris Kyai

Crubuk dan baju Antakusuma maka orang tersebut akan mendapatkan

keberkahan.

2. Tradisi Sedekah Laut

Kabupaten Demak merupakan daerah pesisir yang memiliki

kebudayaan pesisiran. Salah satu kebudayaan itu adalah Pesta Sedekah

Laut. Perayaan ini biasanya dilakukan tiap tahun sekali, tepatnya

seminggu setelah hari Raya Idul Fitri, 8 Syawal tahun Islam. Proses ini

akan diawali dengan arak-arakan tumpeng yang akan dilarung ke

tengah lautan bebas yang diikuti oleh masyarakat, nelayan dan juga

pejabat. Tumpeng sesaji merupakan salah satu simbol rasa syukur

masyarakat nelayan di pantai Morodemak atas kekayaan laut yang

diberikan oleh Tuhan kepada para masyarakat pesisir di Demak, yang

menjadikan laut sebagai mata pencarian turun temurun.52

3. Tradisi Megengan

Megengan dalam bahasa Jawa bermakna “menahan”, di mana

dalam perayaan ini masyarakat Demak, sebelum datangnya bulan suci

52
Ibid,.

38
Ramadhan, mengajak seluruh kaum muslim untuk bersiap-siap dalam

menjalankan ibadah puasa, yang artinya menahan dari hawa nafsu.

4. Tradisi Kliwonan

Tradisi Kliwonan merupakan kegiatan ziarah ke makam Sunan

Kalijaga yang berada di Kadilangu. Kegiatan ini bertujuan untuk

mendoakan dan ngalap barokah kepada para sesepuh dan tokoh ulama’

Demak khususnya Sunan Kalijaga. Kliwonan biasanya dilaksanakan

pada malam jum’at kliwon, dari mulai sore biasanya masyarakat sudah

mulai ramai mengunjungi Makam di kompleks kawasan Kadilangu.

5. Tradisi Maleman

Maleman ini merupakan tradisi keagamaan yang dilaksanakan pada

tengah malam jam 23.00-01.00 WIB tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29

bulan Puasa (malam likuran ganjil). Biasanya pada malam-malam

tersebut masyarakat dari berbagai desa berbondong-bondong menuju

Masjid Agung Demak dengan mengenakan pakaian muslim untuk

melaksanakan ibadah sholat Tasbih dan sholat Lailatul Qodar secara

berjamaah.

6. Tradisi Weh Wehan

Tradisi Weh Wehan juga berada pada bulan Puasa, tepatnya

menjelang Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini biasa dilakukan oleh seluruh

masyarakat di perkampungan, bertempat di masjid atau mushola

masing-masing dusun dengan membawa bekal makanan yang biasa

disebut “ambengan. Bekal makanan tersebut kemudian dikumpulkan

39
menjadi satu lalu selesai dikumpulkan tokoh ulama’ setempat kemudian

mendoakan yang diamini oleh jamaah yang hadir. Setelah membaca doa

bersama selesai, baru bekal makanan itu akan dibagikan kembali secara

acak untuk di makan bersama di dalam mushola ataupun masjid.

7. Tradisi Takbir Keliling

Takbir keliling biasanya dilaksanakan pada malam 1 Syawal tahun

Hijriah atau tepatnya pada malam Idul Fitri mengikuti keputusan dari

Pemerintah Pusat. Takbir keliling di kota Demak tidak kalah ramai

dengan pawai Ogoh-ogoh oleh masyarakat Hindu yang ada di Bali.

Perayaan Takbir ini dibarengi dengan adanya arak-arakan yang sudah

dibuat jauh-jauh hari, kemudian ada yang menampilkan tari-tarian

tradisional, tidak lupa juga masyarakat yang antusias sambil

menyuarakan kebesaran Allah SWT.

Akulturasi antara perayaan besar umat muslim dengan kreatifitas,

seni, budaya, dan sebagaianya menjadikan perayaan Takbir keliling di

Kabupaten Demak ini menarik untuk dilestarikan.

8. Kepercayaan Terhadap Makam Keramat

Menurut Nur Syam, dalam “Islam Pesisir” menemukan berbagai

kepercayaan terhadap benda atau tempat yang dianggap keramat,

sehingga menghasilkan ritual berupa pemujaan terhadap makam-

makam yang dianggap keramat.53 Kepercayaan ini masih banyak dianut

oleh masyarakat pedalaman di Demak, selain dijadikannya tempat

53
Hikmtatul Mustaghfiroh dan M. Mustaqim, “Analisis Spiritualitas Para Pencari Berkah”, Jurnal
Penelitian (vol. VIII, No.01, Februari/2014), 148.

40
ziarah makam-makam keramat, seperti makam sesepuh pendiri desa

atau masyarakat menyebutnya dengan istilah “Danyang”, juga kerap

kali disalahgunakan oleh orang yang masih menganut ajaran Jawa lama

untuk dijadikannya sebagai tempat ritual pemanggilan ruh-ruh, yang

kemudian ruh-ruh itu nantinya akan disimpan di benda-benda seperti

cincin, kalung, maupun keris untuk dijadikannya sebagai benda magis

yang sampai sekarang ini masih di percaya.

Semua tradisi di atas sejatinya merupakan bukti-bukti terjadinya

proses asimilasi dan sinkretisasi kepercayaan dan keagamaan pada

masyarakat Demak. Jejak-jejak itu semua menunju pada pengaruhnya

agama lokal dan peran penting institusi dakwah abad ke 15 dan ke 16 yang

pernah ada di pusat Kesultanan Demak yang sering disebut era Walisongo.

Sebagai hasil proses islamisasi yang dilakukan Walisongo itu yang

masih kental dengan budaya lokalnya. Sebenarnya tidak hanya pada ritual

tradisi semata, dalam aktivitas keagamaan sering mengenal istilah-istilah

lokal yang khas, yang menggantikan istilah-istilah baku Islam yang berasal

dari bahasa induknya, bahasa Arab, seperti sebutan Gusti Kang Murbeng

Dumadi, menggantikan kalimat Allah Tuhan Yang Maha Pencipta;

Kanjeng Nabi sebutan hormat yang bermakna junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, Susuhunan digunakan untuk sebutan bagi guru suci

atau syaikh, Kyai merupakan gelar kehormatan digunakan untuk sebutan

bagi ‘alim ulama’, Guru sebutan untuk istilah ustadz, Santri sebutan untuk

istilah murid/tilmid, Pesantren sebutan untuk istilah ma’had/ madrasah,

41
Sembahyang digunakan sebagai istilah tepat bagi sholat, Puasa digunakan

untuk istilah shaum, Selam digunakan untuk istilah khitan, tajug atau

langgar digunakan untuk istilah mushola, swarga sebutan pengganti untuk

jannah al-firdaus, dan istilah-istilah lainnya. 54 Dan seperti itulah gambaran

agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Demak

yang masih eksis hingga sekarang.

54
Agus Sunyoto, Atlas…, 185.

42
BAB III

HUBUNGAN HANTU CEKIK DAN RITUAL PESUGIHAN

A. Gambaran Umum Pesugihan

Nama pesugihan sendiri sudah terbiasa didengar di telinga

masyarakat Indonesia, terkhusus di pulau Jawa yang jenis pesugihannya

beragam. Orang-orang Jawa yang dalam sejarahnya terkenal akan dunia

mistis, sudah hal yang pasti mereka mengetahui praktik-praktik pesugihan

itu dilakukan.55

Dalam bahasa Jawa Pesugihan berasal dari kata “sugih” yang

berarti kaya.56 Jika Ditilik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1988:

halaman703, pesugihan oleh masyarakat diartikan sebagai ‘cara tepat

untuk memperoleh kekayaan dengan bantuan makhluk halus atau

memperoleh kekayaan dengan jalan mistik’.

Sebagian dari masyarakat mampu mengartikan apa arti pesugihan,

tetapi tidak banyak yang tahu bagaimana ritual dan proses pesugihan

tersebut. Yang pada sebenarnya perjalanan mistik alias jalan pesugihan ini

akan membuahkan kekuasaan moral yang besar. Oleh karena itu, praktik

pesugihan dipandang sebagai upaya menempa hidup yang lurus di dunia

ini dan mewujudkan keadaan yang didambakan, terkhusus bagi

masyarakat jawa yang masih lekat mempraktikkan ritual magis tersebut.

55
Bank Gaib, Kisah Tanah Jawa (Jakarta: Gagas Media, 2019), 8.
56
Hilda, dkk, Pesugihan Hantu Cekik di Desa Bango Demak, dalam Makalah UNISSULA,
Semarang, 2009, 1.

43
Namun, ada beberapa yang masih mengganjal terkait proses dan

ritual pesugihan di kalangan masyarakat luas yang masih banyak belum

mengetahui secara keseluruhan. Bahkan proses dan ritual pesugihan bagi

masyarakat luas bagai sebuah teka-teki hanya mampu dijawab dengan

sebatas mengi-ngira saja. Padahal sebenarnya apabila kita lebih cermat

lagi, proses ataupun ritual pesugihan dilihat dari awal hingga akhir

penyelesaian, terdapat tiga syarat paling penting yang wajib dilaksanakan,

yakni pertama tahap persiapan ritual pesugihan, kedua tahap pelaksanaan

ritual pesugihan, dan ketiga tahap penyelesaian ritual pesugihan.57

1. Persiapan Ritual Pesugihan

Proses ini diawali dengan menyiapkan sebuah prasyarat bagi

pelaku pesugihan itu sendiri. Biasanya juru kunci akan memberikan

syarat-syarat yang wajib dipenuhi, sepertihalnya disuruh puasa,

membawa sesajen, tumbal hewan, atau bahkan tumbal nyawa

seseorang. Biasanya orang jawa memandang, semakin syarat yang

diminta itu berat, menandakan semakin banyaknya yang akan diperoleh

nantinya.

2. Pelaksanaan Ritual Pesugihan

Tahap ini bisa diartikan sebagai tahap terjun lapangan. Pelaku akan

melakukan apa saja yang sudah diperintahkan oleh juru kunci. Dan

yang paling inti sebelum ritual pesugihan itu dilakukan, pelaku

pesugihan biasanya sudah dibekali mantra-mantra sebagai jimat untuk

57
R. Suris Purwantari, Menguak Pesugihan Bulus Jimbung di Klaten (Yogyakarta: Kunci Ilmu,
2007), 77.

44
melindungi dirinya. Namun, risiko yang akan dialami oleh pelaku

apabila gagal itu pun akan kembali kepada dirinya. Contoh halnya yang

pernah terjadi pada era Orde Baru hingga tahun 2000an tentang teror

hantu-hantu buatan seperti Ninja dan juga Hantu Cekik. Mereka yang

tertangkap oleh warga pasti akan berujung dihakimi warga.

3. Penyelesaian Ritual Pesugihan

Tahap ini biasanya ditandai dengan terpenuhnya keinginan si

pelaku pesugihan, yaitu memperoleh kekayaan, kekuatan, ataupun

lainnya yang berupa magis. Namun, tidak semua tahapan di atas

mewakili praktik pesugihan, sebab ada di beberapa daerah yang

melakukan praktik pesugihan dengan ritual unik dan aneh. Misalnya,

cerita pesugihan dari Gunung Kemukus di daerah Sragen. Di tempat ini

kekayaan bisa diperoleh peziarah jika hubungan badan dengan sesama

peziarah berhasil dilakukan sebanyak tujuh kali dan dilakukan di lokasi

sekitar gunung. Menurut kabar yang beredar yang ditumbalkan dalam

proses mistik ini bukan keluarga tetapi pelakunya sendiri yang harus

berani melakukan laku atau hubungan intim. Hubungan badan tidak

boleh dilakukan dengan pasangan yang sah, suami atau istri, ataupun

dengan pacar, tetapi dengan sesama peziarah yang punya tujuan serupa.

B. Jenis-Jenis Pesugihan di Jawa

Pesugihan pada dasarnya memiliki berbagai macam jenis ritualnya.

Pesugihan bisa menjadi berbagai macam dapat disebabkan oleh keadaan

lingkungan masing-masing dan tidak terkecuali disebabkan oleh

45
tingkatannya masing-masing, semakin si pelaku meminta sesuatu yang

lebih, maka semakin tingga pula tingkat ritual pesugihannya. Berikut jenis-

jenis pesugihan yang ada di Jawa:

1. Pesugihan dari Gunung Kemukus di daerah Sragen

Di tempat ini biasanya digunakan ritual pesugihan untuk

memperoleh kekayaan. Namun, hal ini bisa diperoleh dengan

melaksanakan ritual yakni peziarah harus melakukan hubungan badan

sebanyak tujuh kali dan dilakukan di sekitar gunung Kemukus. Menurut

kabar yang ada di sana, prosesi mistik ini dilakukan oleh orang yang

bersangkutan dengan lawan jenis yang tidak menjadi muhrimnya, atau

lebih jelasnya lagi sesama peziarah yang punya tujuan serupa.58

2. Pesugihan dari Gunung Srandil di Cilacap

Gunung Srandil dipercaya mempunyai tuah yang dapat

memberikan kekayaan. Kekayaan ini dapat diperoleh melalui tirakat

dengan menyendiri dari satu petilasan ke petilasan yang lainnya diiringi

dengan memanjatkan doa. Tirakat ini baru diakhiri setelah mendapat

petunjuk gaib. Bisa langsung ataupun lewat mimpi.59

3. Pesugihan Gua Surowiti di Gresik

Di Gresik juga menawarkan hal serupa yakni pesugihan untuk

memperoleh kekayaan. Ritual yang dilakukan tidak jauh beda dengan

ritual pesugihan yang ada di Gunung Kemukus, yakni dengan cara

bertirakat. Ritual pesugihan yang dilakukan di gua ini bisa


58
Ibid., 33.
59
Ibid., 33.

46
menghadirkan makhluk gaib yang siap membantu memenuhi keinginan

peziarah. Bentuknya dapat berupa ular naga, tuyul, jin, dan lain

sebagainya. Pesugihan di Gua Surowiti biasanya meminta korban dari

anggota keluarganya sendiri. Tumbal yang diminta berupa simbol

seperti telur ayam, artinya tumbal yang diminta adalah anak atau istri

pelaku pesugihan.60

4. Pesugihan Bulus Jimbung di Klaten

Dinamakan pesugihan Bulus Jimbung karena di tempat tersebut

peziarah dapat memperoleh harta melalui jalan mistik dengan cara

kontak mistik memohon berkah pada bulus. Ada keunikan dari tradisi

pesugihan Bulus Jimbung yang tidak dimiliki tempat pesugihan pada

umumnya. Di sini bila pesugihan telah terjadi dan keinginan terkabul

maka orang yang memperoleh pesugihan kulitnya akan dipenuhi oleh

bintik-bintik.61

Sama halnya dengan pesugihan Gunung Kemukus yang tidak

meminta tumbal nyawa seseorang, pesugihan Bulus Jimbung pun

demikian. Akan tetapi, perbedaannya hanya terdapat pada konsekuensi

yang harus ditanggung oleh pelaku pesugihan. Konsekuensi pesugihan

Bulus Jimbung berupa bintik-bintik putih atau belang putih yang akan

muncul di sekitar tubuh pelaku pesugihan, bila kontrak dengan

penunggu sendang di sepakati. Mereka akan merasakan bintik-bintik

putih pada kulit setelah mereka memperoleh harta yang dijanjikan.

60
Ibid., 33-34.
61
Ibid., 34.

47
Karena konsekuensi yang ringan tidak heran jika pesugihan Bulus

Jimbung menjadi primadona di kalangan pecinta mistik kejawen di

masyarakat Klaten.62

5. Pesugihan Kerincing Wesi Lereng Merapi

Tempat yang dikenal dengan nama Watu Tumpeng itu dipercaya

memiliki kekuatan gaib. Padahal, menurut jurukunci Watu Gunung,

atau gundukan tanah itu bukan kuburan manusia, melainkan pendeman

jasad seekor gajah tunggangan dari Kerincing Wesi saat menjaga

Gunung Merapi. Makam yang bertengger di area Cngkringan, Sleman

Yogyakarta, dipercaya sebagai kuburan tokoh sakti zaman dahulu.

Makam ini dianggap sangat sakral oleh sebagian masyarakat. Bahkan,

bukan saja oleh masyarakat setempat, melainkan juga oleh masyarakat

daerah lain. Sehingga, area makam tersebut selalu dipenuhi berbagai

sesaji. Banyak peziarah melakukan ritual sebagai syarat berbagai

permintaan. Mulai dari permintaan diberikan pekerjaan hingga ke

kekayaan. Selain itu juga dijadikan praktik pesugihan untuk

memperoleh ilmu kanuragan atau masyarakat Jawa menyebutkan

dengan istilah ‘kekebalan’. Menurut beberapa sumber, sebagian

peziarah akan memasangkan saji untuk persembahan kepada yang

sumare atau yang meninggal. Dan mesti saja dengan keinginan,

sehingga kekuatan gaib yang memancar nantinya akan membalas

62
Ibid., 34.

48
jasanya setelah diberi makan. Jasa itu berupa kelancaran rizki atau

melimpahnya harta tanpa tanggungan tumbal.63

6. Pesugihan Janin Bayi di Demak

Pesugihan yang menghebohkan masyarakat Demak ini pertama

kali diketahui ketika salah seorang sisiwi SMK di Bandar Lampung

yang menghilang selama lima hari dan diduga menjadi korban ritual

pesugihan yang berada di Demak. Jaringan pesugihan ini mencari janin

di bawah tiga bulan untuk dijadikan persembahan guna mendapatkan

pesugihan, yakni mencari kekayaan dengan jalan mistis. Dalam liputan

berita TribunJateng.com, diceritakan bahwa komplotan pesugihan di

Demak ini juga menjajikan dengan iming-iming uang sebesar 1 miliar.

Atas laporan itulah kemudian polisi meringkus jaringan pesugihan dan

tertangkap di salah satu daerah kecamatan Karang Tengah, Kabupaten

Demak.

7. Pesugihan Makam Keramat di Demak

Keberadaan mistik, dan kepercayaan terhadap benda atau situs

keramat menegaskan karakter masyarakat di pesisiran salah satunya

makam keramat.64 Begitu pula masyarakat pesisir Demak, yang masih

kental dengan pemujaan terhadap makam-makam keramat. Sampai-

sampai makam-makam keramat di pedesaan “Danyang” banyak yang

dijadikan sebagai tempat ritual pesugihan ataupun pengasihan.

Pesugihan untuk mereka yang menjalankan proses ritual mistis untuk

63
http//permalink.com, “Pesugihan Kerincing Wesi Lereng Merapi”, diakses 01 Agustus 2020.
64
Nor Syam,Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKiS, 2006), 15.

49
menambah kekayaan harta dan uang, sedangkan pengasihan untuk

mereka yang menjalankan proses ritual mistis untuk mendapatkan

kekuatan gaib yang diinginkannya.

C. Hantu Cekik Sebagai Bagian dari Ritual Pesugihan

Kebangkitan hebat mistisme Jawa pada era setelah kekemerdekaan

hingga awal abad ke 2165 ditambah krisis ekonomi di akhir abad 20

mendorong munculnya praktik-praktik ritual pesugihan di tanah Jawa.

Akan tetapi kajian terhadap cerita-cerita pesugihan di Jawa tergolong

masuk dalam kajian yang langka keberadaannya. Hanya saja

keberadaannya terus terjaga dari sumber-sumber lisan yang ada, terutama

pesugihan yang melibatkan makhluk halus yang bernama tuyul, Nyi

Blorong66, dan cerita pesugihan Hantu Cekik yang akan penulis kaji.

Menurut Hooykas tahun 1929, menyinggung makhluk pesugihan yang

keberadaanya hanya sekilas dan tidak secara khusus, karena hal itu terkait

dengan legenda rakyat Jawa yang biasanya tertuang dalam khasanah seni

rupa Jawa tradisional berupa lukisan kaca. Kajian ihwal kesejarahan

pesugihan juga dilakukan oleh Boomgard tahun 1993, yang menurutnya

cerita pesugihan di Jawa dikait-kaitkan tentang perekonomian di Jawa.

Dan itu pun sudah ada sejak zaman kolonialisme di Indonesia, hingga

masuk pada ranah era kapitalisme di Jawa.

65
Niels Mulder, Mistisme Jawa: Ideologi di Indonesia, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, cet. Ke-V,
2013), 32.
66
Mashuri, Cerita-Cerita Pesugihan di Jawa: Pola Kekerabatan Sastra dan Paradoks Teks-
Konteks, Arsip Jurnal Balai Bahasa Jawa Timur: Surabaya, 2.

50
Hantu Cekik sebagai bagian ritual pesugihan yang muncul tahun

2005 membuktikan pengaruh kapitalisme Jawa masih terasa di awal abad

ke-21. Teror itu pun sempat membuat geger sebagian kawasan Pantura

pulau Jawa, salah satunya Kabupaten Demak. Pesugihan ini termasuk

golongan pesugihan yang melibatkan makhluk halus sebagai praktikannya.

Namun yang membedakannya dari praktik pesugihan yang lainnya yang

melibatkan makhluk halus adalah bahwa pesugihan Hantu Cekik ini

sejatinya dilakukan oleh pelakunya sendiri, yang menurut sumber yang

menjadi hantunya adalah si pelakunya sendiri.67 Hal ini dilakukannya

sebagai syarat untuk memperoleh kekayaan. Atau dalam prinsip orang

kejawen yakni meraih kabegjan, yang tak dicapai dengan menggunakan

sistem usaha yang wujud tetapi juga dengan sistem yang tidak wujud,

dalam hal ini dinamakan “pesugihan”.68

Dalam pesugihan Hantu Cekik tahun 2005 ini dilakukan dengan

pola sebagai berikut:

1. Datangnya Musim Kemarau

Dicukil dari wawancara oleh tim Detik.com kamis 17 November

2005 terhadap salah satu saksi mata, bahwa munculnya Hantu Cekik di

tengah-tengah masyarakat Demak tidak lepas dari unsur mencari

pesugihan yang sering kali muncul pada musim kemarau. Dikisahkan

pertama kali terjadi pada waktu di mana ada seseorang yang tidak

punya uang sama sekali. Kemudian dia bertemu dengan dukun yang

67
Suparman, 02 Agustus 2020, wawancara tentang “Hantu Cekik Sebagai Bagian Pesugihan” di
kediaman Suparman Dukuh Karanggawang, Desa Sidokumpul, Kec. Guntur, Kab. Demak.
68
Suwardi Endraswara, Mistik..., 279.

51
mengaku bisa memberinya pekerjaan. Dalam pekerjaannya, kemudia ia

diberikan sehelai kain putih yang harus diikatkan di kepala. Setelah itu

kemudian ia diwajibkan untuk membunuh 4 orang dengan cara

mencekik leher korbannya. Dan ajaibnya ketika kain putih itu dipakai,

orang itu bisa menghilang dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain

kisah di atas, ada juga yang bersepikulasi tentang kisah Hantu Cekik di

Demak, bahwa Hantu Cekik telah ada di pulau Jawa, khususnya

Kabupaten Demak sejak tahun 70an, namun sayangnya kebanyakan

orang mempercayai bahwa Hantu Cekik hanya ada pada tahun 2005 dan

seterusnya kemudian tidak ada lagi teror yang serupa, sebab tidak ada

sumber sejarah baik dari koran, ataupun arsip-arsip lokal yang

menyatakan bahwa Hantu Cekik telah ada sejak tahun 70an.

2. Meneror Pada Malam Hari

Malam hari sering disimbolkan dengan hal yang gaib-gaib, hal ini

sudah mentradisi oleh masyarakat Jawa sedak dari kecil. Sehingga

sering sekali anak kecil sekarang ditakut-takuti untuk jangan keluar

malam, sama halnya anak bayi yang dilarang untuk keluar rumah jika

sudah waktu magrib. Nah, hal ini juga berlaku bagi Hantu Cekik yang

selalu keluar malam hari ketika orang-orang pada terlelah.69 Alasannya

pun gampang, jika beraksi di malam hari, risiko diketahui oleh

seseorang sangatlah minim, dan itu terus berulang-ulang sampai

menghilangnya teror Hantu Cekik di Demak akhir tahun 2005.

69
Hilda, dkk, Pesugihan...,2.

52
3. Makam Sebagai Tempat Kramat

Makam dipandang orang Jawa sebagai tempat yang kramat, sebab

di sanalah tempat segala ruh-ruh, dan jangan kaget jika di tempat-

tempat makam di sekitar kita masih banyak yang menaruhnya sajen-

sajen. Sebenarnya sama dengan pelaku Hantu Cekik yang

mengkramatkan makam sebagai tempat untuk bisa membuat dirinya

bisa berubah dan bahkan menghilang. Biasanya orang-orang di Demak

mengetahui hal tersebut dengan adanya cahaya terbang yang setiap kali

mereka lihat pasti jatuhnya akan jatuh di salah satu makam tertentu.

Yang tidak lama kemudian orang-orang akan menggerombol

semalaman di salah satu orang yang dirasa dapat melindungi mereka

dari teror Hantu Cekik.70

4. Mencekik Orang Sebagai Tumbal

Seperti yang sudah dipaparkan di atas, syarat yang harus dipenuhi

untuk meraih kekayaan dengan cara pesugihan adalah dengan mencari

tumbal. Tumbal yang dibutuhkan oleh Hantu Cekik itu adalah berupa

nyawa manusia. Seperti yang pernah juga ditulis oleh liputan6.com,

warga Demak meyakini, kehadiran hantu cekik di tandai bola

api/berupa cahaya yang menyala merah seperti komet, terbang, dan

jatuh di salah satu rumah. Setelah itu biasanya salah satu anggota

keluarga tiba-tiba merasa dicekik seseorang yang tidak kelihatan. Orang

yang dicekik biasanya tidak akan bisa berbicara/teriak meminta tolong.

70
Mustakim (32th), 02 Agustus 2020, wawancara tentang ”Hantu Cekik Sebagai Bagian
Pesugihan” di kediaman Mustakim Desa Sidokumpul, Kec. Guntur, Kab. Demak.

53
Bila tidak dilihat oleh orang-orang di sekitarnya, orang itu akan tewas

dengan bekas belang yang ada di lehernya. Namun tidak semua korban

meninggal dunia, dan tanda kalau Hantu Cekik berhasil melakukan

ritual pesugihannya bisa ditandai dengan korban yang telah di cekiknya.

Contoh yang menjadi korban akhir tahun 2005 ada di dusun Gesik,

Botorco, dan kampung Masjid di Demak, korban tidak sampai

meninggal dunia, dikarenakan saat melakukan aksinya pelaku diketahui

warga. Sedang kejadian yang sampai merenggut nyawa seseorang ada

di Desa Jebor, korban dicekik sampai meninggal dunia dan ditemukan

dengan bekas cekikan di lehernya. 71

5. Mehilang Bersamaan Datangnya Musim Hujan

Hantu Cekik yang cukup menghebohkan sebagian warga di

Kabupaten Demak ini pada akhirnya menghilang dan berhenti

menghantui tepat pada awal tahun 2006, bertepatan dengan datangnya

musim hujan. Tidak ada orang yang bisa menjelaskan dengan fakta

kenapa Hantu Cekik bisa menghilang bersamaan datangnya musim

hujan. Akan tetapi kebanyakan masyarakat meyakini, kenapa Hantu

Cekik menghilang setelah datangnya musim hujan, hal itu dikarenakan

guyuran hujan bisa membuat kekuatan Hantu Cekik menghilang, yang

mana untuk dapat menghilang dari tempat satu ke tempat yang lainnya

Hantu Cekik membutuhkan cuaca yang terang, ibarat api yang padam

terkena air. Dalam situs BMKG tahun 2005 mencatat bahwa Indonesia

71
Hilda, dkk, Pesugihan...,3.

54
memasuki musim kemarau sekitar bulan Juli sampai bulan Desember,

yang artinya Hantu Cekik ini mempraktikan pesugihannya di Kabupaten

Demak setiap tahunnya selama enam bulan berturut-turut.

D. Kemiskinan di Komunitas Nelayan dan Pengaruhnya Terhadap

Ritual Pesugihan

Kemiskinan merupakan suatu budaya yang terjadi karena

penderitaan ekonomi yang berlangsung cukup lama.72 Konsep budaya

kemiskinan pertama kali diperkenalkan oleh Oscar Lewis yang melihat

bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan kebudayaan

yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri.73 Menurut Lewis, kemiskinan

tidak hanya dilihat sebagai persoalan ekonomi saja yaitu tidak dikuasainya

sumber-sumber produksi dan distribusi benda-benda dan jasa ekonomi

oleh orang miskin, tidak juga melihatnya secara makro yaitu dalam

kerangka teori ketergantungan antarnegara dan tidak melihatnya sebagai

pertentangan kelas.74

Nelayan tradisional pada umumnya hidup di bawah garis

kemiskinan. Hal ini disebabkan ciri-ciri yang melekat pada mereka yaitu

kondisi yang subsisten, dalam artian memiliki modal yang kecil,

tekonologi yang digunakan dan kemampuan serta prilaku yang tradisional

baik dari segi ketrampilan, psikologi, dan mentalitas. Nelayan tradisional

menggunakan perahu-perahu layar dalam aktivitasnya di pantai-pantai laut

72
Ancok, Pemanfaatan…, 165.
73
Tajuddin Noer Effendi, Tinjauan Kritis Konsep Kebudayaan Kemiskinan Dalam Dinamika
Ekonomi dan IPTEK dalam Pembangunan, (Yogyakarta:PT. Tiara Wacana), 1992, 30.
74
Parsudi Suparlan, “Kemiskinan di Perkotaan” bacaan unutuk Antropologi Perkotaan, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia), 1984, xviii.

55
dangkal. Akibatnya, hasil produktivitas dan pendapatannya adalah relatif

rendah, di samping penangkapan di laut dangkal sudah berlebihan.75

Tingkat kemiskinan ini beriringan dengan nelayan yang ada di

Demak. Pada umumnya nelayan di Demak memiliki peranan dalam indeks

data keluarga prasejahtera pada tahun 2008, tercatat Demak memiliki

catatan buruk dalam data tersebut, yaitu sebesar 48,80 %, di atas rata-rata

Jawa Tengah 33, 33 %. 76

Rendahnya penghasilan nelayan tradisional inilah yang kemudian

membentuk sebuah kemiskinan kultural, dimana kebudayaan menjadi

penyebab dalam kemiskinan ini. Ada pola-pola dan sikap-sikap yang

ditunjukkan oleh orang miskin sebagai suatu cara yang paling tepat untuk

dapat tetap melangsungkan kehidupan yang serba kekurangan atau bahkan

mencari jalan alternatif demi memenuhi kebutuhan yang semakin

mendesak.77 Akibatnya muncul sebuah praktik-praktik mistis yang sering

menghiasi masyarakat di pesisiran. Praktik mistis ini tidak lain adalah

praktik ritual pesugihan.

Menurut Ririn, ritual pesugihan adalah hal-hal yang berkenaan

dengan tatacara/proses suatu praktik mistik yang memiliki tujuan

memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya dengan bantuan makhluk

75
Indah Susilowati, Kajian Partisipasi Wanita dan Istri Nelayan Dalam Membangun Masyarakat
Pesisir (Studi Kasus Pada Perkampungan Nelayan di Demak, Jawa Tengah), Laporan Penelitian,
Kerjasama UNDIP dengan Mc Master University Canada, 2001.
76
Edy Yusuf Agunggunanto, Analisis Kemiskinan dan Pendapatan Keluarga Nelayan Kasus di
Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Indonesia, Jurnal Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UNDIP, Semarang, 2011, 51.
77
Nur Palikhah, Konsep Kemiskinan Kultural, Jurnal Ilmu Dakwah, IAIN Antasari, vol. XV, No.
30, Juli-Desember/2016, 17.

56
halus. Dalam kehidupan masyarakat Jawa meyakini bahwa dunia yang

gaib dihuni oleh bermacam-macam makhluk dan kekuatan gaib yang

mampu memberikan kebahagiaan duniawi. Bahkan mereka seringkali

menggunakan jimat atau benda keramat untuk mendapatkan

kekayaan.78

Mitos Hantu Cekik berkaitan pula dengan ritual pesugihan.

Menurut sumber lisan ataupun sumber koran yang didapatkan, mulanya

Hantu Cekik merupakan seorang di mana orang tersebut tidak punya

uang sama sekali. Kemudian dia bertemu dengan dukun yang mengaku

bisa memberinya pekerjaan. Dalam pekerjaannya, kemudian dia

diberikan sehelai kain putih yang harus diikatkan di kepala. Setelah itu

kemudian dia diwajibkan untuk membunuh 4 orang dengan cara

mencekik leher korbannya. Dan ajaibnya ketika kain putih itu dipakai,

orang itu bisa menghilang dari satu tempat ke tempat lainnya. Selesai

melakasanakan aksinya pelaku biasanya diberi peti yang berisikan uang

sebagai imbalannya.

Dari cerita di atas, muncul keyakinan di kalangan masyarakat

bahwa mitos Hantu Cekik merupakan bentuk dari ritual pesugihan yang

memiliki nilai mistik. Nilai mistik ini terlihat dari praktik ritual

pesugihan yang mengharuskan pelaku mencekik atau bahkan

membunuh orang sebagai syarat tumbalnya. Tanpa disadaripun mitos

78
Ririn Suris Purwantari, Menguak…, 24.

57
Hantu Cekik ini tergolong cerita mistis yang kerap muncul di tengah

kehidupan masyarakat miskin di kawasan pesisir.

Bagaimanapun juga masyarakat Demak tidak bisa menolak

ataupun melupakan peristiwa Hantu Cekik yang terjadi di tahun 2005.

Pada dasarnya pelaku yang masih mengamalkan praktik-praktik mistis

seperti itu belum mampu berpijak dalam rasionalitas modern, dimana

mereka lebih memilih menjalankan warisan-warisan para leluhur yang

dipandangnya lebih masuk akal.79

79
Ririn Suris Purwantari, Menguak…, 94.

58
BAB IV

MUNCULNYA HANTU CEKIK HINGGA PERLAWANAN KYAI

KAMPUNG

A. Kemunculan Hantu Cekik

Menjelang datangnya musim kemarau tahun 2005, pada suatu hari

ada seseorang yang mengalami tekanan finansial. Akibatnya ia pun

mendatangi seorang dukun yang dipercaya mampu merubah hidupnya,

dari yang melarat menjadi kaya raya. Orang itu kemudian diberi

persyaratan yang harus dilakukannya. Mula-mula ia hanya diberi seikat tali

yang terbuat dari kain berwarna putih. Setelahnya persyaratan yang harus

dipenuhi yakni membunuh 4 orang dalam waktu semalam. Dengan

melakukan serangkaian yang disyaratkan, barulah kemudian pelaku

mendapatkan satu kotak peti yang didalamnya berisikan uang. Berita itu

ditulis oleh banyak media bulan November 2005, di antaranya ada

detiknews.com, liputan6.com, METROJATENG PLUS dengan judul yang

beraneka ragam yang pada intinya menceritakan fenomena ancaman Hantu

Cekik yang pernah menggegerkan di beberapa daerah di Kabupaten

Demak.

Peristiwa itu diyakini oleh masyarakat sekitar sebagai bagian dari

ritual pesugihan yang memang sudah menjadi tradisi sebagian masyarakat

yang masih mempercayainya. Menjadikan manusia sebagai tumbal demi

meraup kekayaan melalui jalan gaib. Oleh masyarakat disebutnya sebagai

ilmu hitam. Dan benar saja sejak kemunculannya pada bulan Juli sampai

59
akhir tahun 2005, yakni menjelangnya musim hujan, Hantu Cekik di

Demak telah memakan korban jiwa, di antaranya di beberapa desa seperti

desa Bango, desa Jebor, desa Sidokumpul, dusun Gesik, Botorco,

Kampung Masjid, di beberapa desa di Kecamatan Sayung, dan Kecamatan

Guntur. Korban yang berjatuhan ada yang meninggal ada juga yang

selamat. Menurut penuturan orang yang selamat dari cekikkan Hantu

Cekik, menyebutkan bahwa Hantu Cekik itu benar-benar ada, dengan

bentuk yang menyeramkan, besar dan gelap.80

Gambar ilustrasi Hantu Cekik

Sumber: metrojateng.com

Walaupun kebanyakan sumber di atas didapatkan dari sumber lisan

tidak mengurangi keabsahan isi dari kandungan sebuah sejarah. Sejarah

sendiri sebagai ilmu empiris-rasional tentu saja mempunyai wewenang

untuk menyatakan bahwa laporan itu mempunyai kebenaran ontologis,

yakni bahwa apa yang telah dilihat oleh orang-orang itu sungguh terjadi.

Sejarawan hanya mempunyai wewenang menyatakan bahwa mereka sudah

80
Mustakim (32th), 02 Agustus 2020, wawancara tentang ”Hantu Cekik Sebagai Bagian
Pesugihan” di kediaman Mustakim Desa Sidokumpul, Kec. Guntur, Kab. Demak.

60
sungguh-sungguh menyatakan sesuatu kepada para pengarang yang

mewawancarai. Apa yang sebenarnya telah terjadi ialah sebuah fakta

psikologis. Jadi, peristiwa itu tetap mempunyai makna historis tersendiri.81

Dari kejadian Hantu Cekik di Demak nampaknya masyarakat di

pulau Jawa tidak bisa lepas dari bayang-bayang ritual gaib yang terus-

menerus menelan korban jiwa. Tahun 1998, tepatnya pada kurun waktu

bulan Februari sampai bulan September di Banyuwangi, Jawa Timur

terjadi pembunuhan secara misterius yang melibatkan juga makhluk halus

sebagai perannya, yakni berupa Hantu Ninja. Pembunuhan pertama terjadi

pada Februari 1998 dan memuncak hingga Agustus dan September 1998.

Pada kejadian pertama di bulan Februari tersebut, banyak yang

menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa, dalam artian kejadian tersebut

tidak akan menimbulkan sebuah peristiwa yang merentet panjang.

Pembunuh dalam peristiwa ini adalah warga-warga sipil dan oknum asing

yang disebut ninja. Dalam kejadian ini, setelah dilakukan pendataan

korban. Ternyata banyak di antara para korban bukan merupakan dukun

santet. Di antarapara korban terdapat guru mengaji, dukun suwuk

(penyembuh) dan tokoh-tokoh masyarakat seperti ketua RT atau RW.82

Pada masa pembantaian muncul sosok yang disebut ninja. Ninja

tersebut memakai pakaian serba hitam dan kedapatan memakai handy-

talky dalam beroperasi. Ada dua versi mengenai ninja ini. Ada yang

menyebutkan bahwa ninja tersebut adalah orang yang hanya berkostum

81
Dr. Kuntowijoyo, Petani..., 133-134.
82
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Banyuwangi_1998. Diakses pada 21, Agustus 2020.

61
hitam dan membawa senjata, sedangkan yang lain menceritakan bahwa

sosok ninja yang mereka lihat adalah seperti ninja di Jepang dan mampu

bergerak ringan melompat dari sisi ke sisi yang tidak akan bisa dilakukan

oleh manusia biasa. Mereka sangat terlatih dan sistematis. Saat itu, yang

terjadi adalah listrik tiba-tiba mati dan sesaat kemudian terdapat seseorang

yang sudah meninggal karena dibunuh. Keadaan mayat pada saat itu ada

yang sudah terpotong-potong, patah tulang ataupun kepala yang pecah.83

Dari kedua peristiwa di atas, memang yang mencolok dengan dalih

sebagai bentuk praktik pesugihan adalah peristiwa Hantu Cekik,

sedangkan peristiwa Ninja lebih berkecondong sebagai dalih politik. Akan

tetapi dapat digaris bawahi perihal ilmu hitam yang kerap kali dipakai

masyarakat jawa demi melanggengkan sebuah harta dan tahta.

B. Reaksi Masyarakat Terhadap Kemunculan Hantu Cekik

Rupanya kabar datangnya Hantu Cekik di Demak sangat cepat

menyebar, lebih khusus di daerah-daerah yang berdekatan dengan jalur

Pantura, seperti Kecamatan Sayung, Kecamatan Karangtengah sampai

Kecamatan Guntur. Dalam hitungan waktu dua pekan untuk dapat

tersebarnya berita-berita tentang adanya sesosok Hantu Cekik, menyusul

kematian empat di wilayah itu dengan tanda-tanda bekas cekikan di leher

mereka. Mereka adalah Musyafak, Qoryatun, Munadi, dan Susilo.84

Dalam kejadian meninggalnya ke empat orang di atas, diceritakan,

bahwa korban meninggal pada malam hari. Dan sebelum meninggalnya ke

83
Ibid
84
Detiknews.com

62
empat orang itu tidak ada satu pun dari mereka yang mengalami sakit

ataupun juga memiliki riwayat penyakit yang kronis. Mereka ditemukan di

dalam rumahnya masing-masing disertai adanya bekas cekikkan di bagian

leher. Sehingga masyarakat yang melihat kejadian itu secara langsung

meyakin bahwa kematian itu ulah dari Hantu Cekik.85

Akibat daripada itu munculah reaksi-reaksi masyarakat di Demak

untuk memberikan perlawanan terhadap munculnya Hantu Cekik yang

diduga sebagai makhluk jadi-jadian yang bertujuan sebagai bagian dari

praktik pesugihan. Diantara reaksi-reaksi yang berhasil penulis rangkum,

yakni:

1. Mengadakan Pos Ronda dan Tidur Malam Berkelompok

Sebagian laki-laki di kampung-kampung melakukan pos ronda di

waktu malam hari. Hal ini bertujuan untuk melindungi orang-orang di

perkampungan khususnya para anak-anak dari teror Hantu cekik.

Dengan melakukan pos ronda di malam hari, diyakini mampu membuat

Hantu Cekik yang awalnya ingin mencari korban di salah satu tempat

itu akhirnya tidak jadi dikarenakan adanya kerumunan orang banyak.

Selain dengan cara melakukan pos ronda, warga umumnya melakukan

tidur malam berkelompok, dan itu pun dilakukan di salah satu pelataran

rumah-rumah tokoh masyarakat, seperti ulama’ ataupun kyai yang

dipandang mampu melindungi dirinya dari kekuatan gaib. Cara ini

85
Ibid

63
dilakukan untuk menunjukkan pada warga lain bahwa mereka bukan

Hantu Cekik itu.86

2. Melibatkan Aparat Kepolisian dan Kalangan Birokrat

Pemerintahan

Untuk mengantisipasi hal-hal buruk dan menambahnya korban

yang meninggal, Polres Demak telah menerjunkan lebih dari satu regu

personel. Mereka menjaga kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang

memanfaatkan peristiwa Hantu Cekik. Kapolres Demak saat itu AKBP

Eko Indra HS berharap warga tidak menanggapi peristiwa Hantu Cekik

secara berlebihan. Dalam liputan berita detiknews.com yang dimuat

pada Kamis, 01 November 2007, Eko juga menambahkan, pihaknya

akan selalu siap sedia jika ada hal-hal yang dinilai mencurigakan atau

aneh. Jika ada laporan warga, maka polisi pasti akan bertindak sesegera

mungkin.

Serupa dengan apa yang dilakukan aparat kepolisian, dari kalangan

birokrat pemerintahan juga ikut andil dalam peristiwa Hantu Cekik.

Salah satu pejabat yang memberikan perhatiannya adalah Wakil

Gubernur Jawa Tengah kala itu, Ali Mufiz. Dalam liputan berita

Liputan6.com yang dimuat pada Minggu, 27 November 2005, Ali

Mufiz menambahkan, dari pihak Pemrov sendiri akan mengawal

peristiwa ini sampai tuntas, dan ia pun menyerukan kepada para ulama’

86
Liputan6.com

64
ataupun kyai agar masyarakat dibimbing dalam menghadapi makhluk

halus berupa Hantu Cekik.

3. Jimat Penangkal Hantu Cekik

Salah satu reaksi yang paling fenomenal dari peristiwa Hantu

Cekik di Demak tahun 2005 adalah adanya jimat sebagai penangkal

Hantu Cekik.87 Ada dua jimat yang kebanyakan orang pakai, di

antaranya:

a. Bambu Kuning

Oleh orang Jawa zaman dahulu Bambu Kuning sering

dikaitkan dengan hal-hal magis.88 Menurut Suwardi

Endrawarsa dalam bukunya yang berjudul “Mistik Kejawen”

menyatakan bahwa magis tak lain merupakan praktik mistik

yang bertujuan untuk memperoleh daya kekuatan. Manusia

akan memiliki kekuatan luar biasa di atas manusia biasa.89

Upaya yang mayarakat Demak lakukan juga tetap berporos

pada kemanunggalan manusia dengan Tuhan, yang artinya

Bambu Kuning hanyalah perantara untuk menangkal kekuatan

gaib berupa Hantu Cekik, sebab kekuatan satu-satunya yang

bisa menandingi kekuatan gaib tidak lain adalah Tuhan Yang

Maha Kuasa.

87
Suparman, 02 Agustus 2020, wawancara tentang “Hantu Cekik Sebagai Bagian Pesugihan” di
kediaman Suparman Dukuh Karanggawang, Desa Sidokumpul, Kec. Guntur, Kab. Demak.
88
http://suar.grid.id/mitos-bambu-kuning-dari-pagar-gaib-hingga-mengusir-hantu., diakses pada
Sabtu, 22 Agustus 2020.
89
Suwardi Endraswara, Mistik..., 107.

65
Tongkat Bambu Kuning sebagai penangkal Hantu Cekik

Sumber: Koleksi pribadi Kyai A. Faizin (alm).

b. Rajah

Rajah atau biasa disebut wifiq dapat diartikan sebagai

benda mati yang dibuat seseorang dan mempunyai kaidah

spiritual yang tinggi. Rajah yang ditulis oleh ahli ilmu spiritual

biasanya berupa tulisan arab, angka angka, gambar, huruf

huruf tertentu atau simbol simbol yang maknanya hanya

diketahui oleh si pembuat rajah. Pada rajah yang dibuat itu

biasanya telah terisi kekuatan gaib dan bahkan ada yang

sampai berkhodam (memiliki jin).90

Oleh masyarakat Demak rajah ini dipakai dalam bentuk

kalung yang dibungkus menggunakan lakban berwarna hitam

90
http://jagatpulsa.blogspot.com/2012/10/kumpulan-rajah.html. Diakses pada Sabtu, 22 Agustus
2020.

66
atau ada juga yang membungkusnya dengan kain berwarna

hitam.

Foto kalung rajah penangkal Hantu Cekik

Sumber: koleksi pribadi Kyai Suparman. Dibuat tahun 2005

C. Bentuk Perlawanan Kyai Kampung

Belum hilang dalam ingatan masyarakat atas isu dukun santet atau

ninja di Kabupaten Demak beberapa tahun silam. Saat itu, Rais Syuriyah

Pengurus Ranting NU Donorojo, Kecamatan Demak, Demak Kota, Kyai

Rahmadi saat itu menjadi korbannya. Di tahun 2005 kembali muncul teror

yang melibatkan sesosok Hantu Cekik kepada warga di beberapa

Kecamatan di Kabupaten Demak. Yang menjadi kekhawatiran pada saat

itu ialah, apabila yang menjadi sasarannya adalah para tokoh agama. Hal

ini tentunya akan mengulang kembalinya sejarah dimana terjadinya

pembantaian yang dilakukan oleh sekelompok yang disebut Ninja terhadap

tokoh-tokoh agama di kampung tahun 1998.

Lantas kemudian dalam pertemuan Majelis Ulama Indonesia

(MUI) Kabupaten Demak menganalisis beberapa peristiwa yang terjadi di

67
tengah masyarakat. Hasilnya, kalau isu itu benar, maka kemungkinan

Hantu Cekik itu tidak lain adalah praktik ilmu hitam yang dilakukan oleh

oknum tidak bertanggungjawab.91

Menurut Muhtarom, sekretaris MUI Kabupaten Demak dilangsir

dari detik.com November 2005, ia menegaskan bahwa ilmu hitam itu milik

setan yang gunanya hanya untuk menakut-nakuti warga agar jauh dari

agama. Untuk itu ia berharap kepada seluruh warga Demak agar tidak

takut menghadapi teror yang dilakukan oleh Hantu Cekik.

Dari sumber lisan yang beredar, kyai-kyai di kampung termasuk

merupakan bagian terpenting dalam menandingi teror Hantu Cekik.

Beberapa perlawanan sempat terekam dalam memori ingatan masyarakat

di Demak, baik perlawanan secara religius maupun perlawanan secara

keilmuan.

1. Perlawanan Secara Religius

Perlawanan dalam bidang religius ini secara tidak langsung juga

berdampak positif bagi warga sekitar. Sebab mau tidak mau masyarakat

harus tunduk atas segala yang diperintahkan oleh para Kyai demi

keselamatannya. Dalam artian lain Kyai di sini disimbolkan sebagai

pemimpin religius terdepan dalam menghadapi persoalan-persoalan

yang tergolong mistis. Seperti yang pernah tercatat dalam sejarah

pedesaan di Banten abad ke 16 tentang Kyai dan Jawara Banten. Kyai

di sini digambarkan sebagai sesosok figur pemimpin yang memiliki

91
Detik.com

68
kelebihan dalam bidang agama dan kemampuan magisnya mampu

melayani keperluan masyarakat. Beberapa literatur yang berkaitan

dengan kepemimpinan tradisional dan agama (dalam konteks ini adalah

kyai), antara lain seperti: Geertz (1960), Anderson (1977), Horikoshi

(1987), Jackson (1971), Kartodirdjo (1984), Hoesein Djajadningrat

(1913), A. Hamid (1987), Adimihardja (1991), dan Suhartono (1993)

memperlihatkan bahwa pemimpin tradisional seperti di atas telah

berpengaruh sejak zaman penjajahan Belanda, yang mempunyai

kemiripan dengan kyai-jawara di Banten abad ke 16.

Khususnya di Demak dalam menghadapi teror Hantu Cekik yang

merebaknya sangat cepat dari desa ke desa, para kyai kampung di

Demak sangat deperlukan sekali pada saat itu. Dan entah kenapa

masyarakat yang memiliki ketakutan berlebihan berlomba-lomba

mendatangi kediaman para kyai. Tujuannya pun juga berbeda-beda,

mulai dari sebatas untuk bermalaman di rumah kyai secara

berkelompok, hingga ada juga yang meminta untuk didoakan agar di

jauhkan dari hal-hal gaib. Hal ini lumprah dilakukan oleh masyarakat,

sebab animo yang berlebihan, yang menimbulkan ketakutan yang tidak

ada henti-hentinya. Di sinilah peran kyai memberikan perlawanan

terhadap Hantu Cekik melalui jalan religius, pada akhirnya orang-orang

69
diajak untuk dekat dengan Sang Pencipta, melalui perantara dekat

dengan kyai.92

2. Perlawanan Secara Keilmuan

Dulu pada zaman kesultanan, raja atau sultan yang memimpin di

sebut sebagai waliyullah, yaitu orang yang dianggap memiliki kekuatan

keilmuan warisan dari Allah. Kekuatan-kekuatan inilah yang kemudian

diturunkan kepada kyai-kyai dalam bentuk keramat melalui lembaga-

lembaga tarekat. Yang kemudian pamor seorang kyai sanggup

menembus batas-batas hirarki di pedesaan pada abad ke 19. Kekuatan

keramat ini mempunyai kesanggupan bahkan menawarkan untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan manusia dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Kekuatan inilah yang disebut dengan magis, yakni upaya

yang bersifat supranatural yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

praktis manusia selagi tidak terpenuhi oleh kekuatan-kekuatan lain.93

Masyarakat Demak di tahun 2005 dalam menghadapi mitos

pesugihan Hantu Cekik yang menurut dari sumber berita terdapat

korban yang meninggal, berupaya melakukan langkah tepat agar

bagaimana caranya untuk melindungi dirinya dan juga keluarganya dari

terpaan Hantu Cekik. Mereka kebanyakan tidak menginginkan terbunuh

sia-sia, apalagi terbunuh sebagai tumbal Hantu Cekik. Alhasil

92
Suparman, 02 Agustus 2020, wawancara tentang “Hantu Cekik Sebagai Bagian Pesugihan” di
kediaman Suparman Dukuh Karanggawang, Desa Sidokumpul, Kec. Guntur, Kab. Demak.
93
H.M.A. Tihami, Kyai dan Jawara Banten: Keislaman, Kepemimpinan, dan Magic, (Vol. 14,
No.1, April/ 2015), 3.

70
kebanyakan mereka memilih jalan yang praktis, berupa memohon

perlindungan kepada para kyai. 94

Kedudukan kyai pada saat itu benar-benar dibutuhkan di daerah-

daerah pedesaan yang terdampak mitos pesugihan Hantu Cekik.

Sehingga dalam hal ini kyai memberikan perlawanan terhadap mitos

pesugihan Hantu Cekik melalui keilmuannya. Dan wajar saja jika

seandainya banyak cerita-cerita rakyat yang menerangkan bahwa para

kyai juga banyak melakukan perkelahian dengan makhluk halus,

terlebih makhluk jadi-jadian semacam Hantu Cekik. Dalam keilmuan

ini biasanya para kyai lebih memilih untuk merapalkan do’a-do’a

ataupun menuliskan rajah (masyarakat sering menyebut jimat) yang

murni didapatkan dari gurunya.

Bagi kalangan kyai yang bertarekatkan Tarekat Naqsabandiyah,

mereka meyakinin seperti yang pernah dikutip dari buku fenomenal

“Ilmu Hikmah antara Hikmah dan Kedok Perdukunan” karya Perdana

Akhmad. Di dalam buku tersebut menuliskan bahwa penggunaan hizib,

ratib, atau azimat dalam hal ini adalah rajah, sangat populer di tengah

kalangan pesantren. Bahkan rajah dipercaya memiliki kekuatan spiritual

di atas ilmu-ilmu hikmah.95 Berikut bukti-bukti rapalan do’a-do’a

ataupun secarik rajah yang penulis dapatkan dari sumber-sumber yang

masih hidup:

94
Ibid.
95
http://merahputih.com/post/read/makna-azimat-dan-hizib-bagi-tarekat-naqsabandiyah, diakses
pada 24 Agustus 2020.

71
Doa yang dikutip dari ayat al-qur’an Surat Asy Syarh dipercaya sebagai doa

penangkal roh jahat.

sumber: koleksi pribadi Kyai Suparman

Rajah Syekh Subakir (disebut pemiliknya rajah Syekh Subakir). Rajah ini

biasanya diletakkan di atas pintu setiap rumah.

Sumber: koleksi Bapak Muzadi desa Sidokumpul, Guntur, Demak

72
Rajah Rebo Wekasan. Rajah ini sangat familiar sekali bagi kalangan masyarakat

di pedesaan di Demak. Tiap-tiap rumah pasti memilikinya. Rajah ini juga

dipercaya sebagai jimat penangkal bala’. Cara memakainya yaitu, sesuai dengan

perintahkan yang ditulis menggunakan jawa pegon teks jawa pegon, yang artinya:

“Paidah meneh azimat iki lamun den kum ana ing banyu nalika dino rebu wekasan

lan diombe banyune, insyaallah didohake serangke saking lelara lan bala’, lan

prayugo banget lamun dipasang ana ing duwor lawang omah, paidah diselametake

songko pancoba. Amin.”

Sumber: koleksi pribadi Bapak Muzadi

73
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan runtutan penjelasan di atas tentang Hantu Cekik:

Awal Mula Kemunculan Hingga Perlawanan Kyai Kampung

Terhadap Mitos Pesugihan di Demak Tahun 2005, dapat disimpulkan

dengan uraian berikut ini:

1. Secara umum kondisi sosial keagamaan di daerah Demak

sudah kuat Islamnya. Namun kultur maritim mereka masih

memerlukan bertahannya tradisi-tradisi mitos hidup Jawa lama

dan kegiatan mistis magis.

2. Mitos Hantu Cekik berkaitan dengan praktik pesugihan.

Walaupun peradaban Islam sudah cukup tua di Demak, namun

tradisi mengupayakan kekayaan materi dengan jalan pesugihan

masih eksis di tengah-tengah kehidupan masyarakat pesisir

Demak sampai sekarang ini.

3. Kroonlogi peristiwa Hantu Cekik bermula dengan adanya

korban yang meninggal dunia dengan bekas cekikan di leher.

Dengan adanya ini mulai memunculkan lonjakan trend kejadian

Hantu Cekik di Demak tahun 2005. Sekaligus memicu gerakan

dari para Kyai kampung untuk melakukan perlawanan dengan

cara memimpin ronda masyarakat setiap malamnya.

74
B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan tentang sejarah

munculnya Hantu Cekik dan perlawanan Kyai kampung di Demak

berharap hasil penelitian ini bisa dijadikan tambahan wacana metodologi

dalam studi sejarah kebudayaan bagi kaum akademik. Selain itu, penulis

berharap hasil penelitian ini setidaknya memiliki kelayakan untuk

dijadikan referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan dengan metode

ataupun dengan pendekatan yang serupa.

75
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin, Metodologi Penelitian Agama, Yogyakarta: Lembaga Penelitian


UIN Sunan Kalijaga, 2006.

Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2011.

Arikunto,Suharismi, Prosedur Penelitian, Yogyakarta: Renika Cipta, 1993.

Arsip Kebudayaan Daerah Jawa Tengan yang berjudul “Beberapa Catatan


Upacara Tradisional Daerah Jawa Tengah” yang ditulis sekitar tahun
1984/1985.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak, Demak Dalam Angka (Demak in
Figures) 2018, Demak: BPS Kab. Demak, 2018.
Daliman, A., Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2012.

Djamaluddin, Ancok, Pemanfaatan Organisasi Lokal dalam Kemiskinan dan


Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta: Aditya Media, 1995.
Effendi, Tajuddin Noer, Tinjauan Kritis Konsep Kebudayaan Kemiskinan Dalam
Dinamika Ekonomi dan IPTEK dalam Pembangunan, Yogyakarta:PT. Tiara
Wacana, 1992.
Endraswara, Suwardi, Mistik Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2018.
Gaib, Bank, Kisah Tanah Jawa, Jakarta: Gagas Media, 2019.
Hilda, dkk, Pesugihan Hantu Cekik di Desa Bango Demak, dalam Makalah
UNISSULA, Semarang, 2009.
Iskandarsyah, M., “HANTU MERAH: Melihat Konstruksi Budaya dan Telaah
Fungsi Dalam Memaknai Cerita Legenda Alam Gaib Kampus UI”.
Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014.
KC Mira, Hans, Hantu Pancoran, Jakarta Selatan: Penerbit Lintas, 2008.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya,1955.


___________, Petani, Priyayi, dan Mitos Politik. Yogyakarta: Penerbit Mata
Bangsa, 2016.
___________, Raja, Priyayi, dan Kawula. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2004.
Kosim, E., Metode Sejarah Asas Dan Proses. Bandung: Fakultas Sastra Universitas
Padjajaran, 1984.

76
Mashuri, Cerita-Cerita Pesugihan di Jawa: Pola Kekerabatan Sastra dan
Paradoks Teks-Konteks, Arsip Jurnal Balai Bahasa Jawa Timu: Surabaya.
MH, Yana, Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Absolut,
2004.
M. Nur Rokhman dkk, Pengembangan Maket Pusat Kerajaan Demak Sebagai
Media Pembelajaran Sejarah di SMA, dalam acara seminar yang diadakan
oleh Universitas Negeri Yoogyakarta tahun 2005 bertema “Meneguhkan
Peran Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat dalam Memuliakan
Martabat Manusia.”
Mulder, Niels, Mistisme Jawa: Ideologi di Indonesia, Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, cet. Ke-V, 2013.
Mustaghfiroh, Hikmtatul dan M. Mustaqim, “Analisis Spiritualitas Para Pencari
Berkah”, Jurnal Penelitian, vol. VIII, No.01, Februari/2014.
Nurul Afifah, Kepemimpinan Sultan Trenggana di Kerajaan Demak 1521-1546
Ditinjau Dengan Konsep Kepemimpinan Jawa, HASTA BRATA,
Yogyakarta: SKI UIN Sunan Kalijaga, 2018.
Palikhah, Nur Konsep Kemiskinan Kultural, Jurnal Ilmu Dakwah, IAIN Antasari,
vol. XV, No. 30, Juli-Desember/2016.
Purwantari, R. Suris, Menguak Pesugihan Bulus Jimbung di Klaten, Yogyakarta:
Kunci Ilmu, 2007.
Sayuti, Husin, Pengantar Metodologi Riset, Jakarta: Fajar Agung, 1989.
Sunyoto, Agus , Atlas Wali Songo, edisi revisi Cet. Ke VII, Tangerang Selatan:
IIMaN, 2018.
Suparlan, Parsudi, “Kemiskinan di Perkotaan” bacaan unutuk Antropologi
Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1984.
Susilowati, Indah, Kajian Partisipasi Wanita dan Istri Nelayan Dalam
Membangun Masyarakat Pesisir (Studi Kasus Pada Perkampungan Nelayan
di Demak, Jawa Tengah), Laporan Penelitian, Kerjasama UNDIP dengan
Mc Master University Canada, 2001.
Suwardi, “Dunia Hantu, Mistik, dan Wisata Spiritual di Pesisir Selatan”.
Universitas Negeri Yogyakarta, 2007.
Syam , Nor,Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS, 2006.
Tihami, H.M.A., Kyai dan Jawara Banten: Keislaman, Kepemimpinan, dan
Magic, Vol. 14, No.1, April/ 2015.

77
Umma, Farida, Islamisasi di Demak Abad XV M: Kolaborasi Dinamis Ulama
Umara Dalam Dakwah Islam di Demak, AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi
Penyiar Islam 3,2. 2015.
Yusuf Agunggunanto, Edy Analisis Kemiskinan dan Pendapatan Keluarga
Nelayan Kasus di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah,
Indonesia, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNDIP, Semarang, 2011.

Sumber Wawancara
Mustakim (32th), 02 Agustus 2020, wawancara tentang ”Hantu Cekik Sebagai
Bagian Pesugihan” di kediaman Mustakim Desa Sidokumpul, Kec. Guntur,
Kab. Demak.
Suparman, 02 Agustus 2020, wawancara tentang “Hantu Cekik Sebagai Bagian
Pesugihan” di kediaman Suparman Dukuh Karanggawang, Desa
Sidokumpul, Kec. Guntur, Kab. Demak.

Sumber Arsip, koran, dan majalah


Gatra, Volume 12 edisi 10 Desember 2005 , Memburu Penilap Aset Setneg,
Jakarta.

Sumber Internet
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.kbbi.or.id. Diakses pada tanggal
21 Mei 2019.
https://eprints.undip.ac.id tentang/ Gambaran-Umum-Profil-Kabupaten-Demak.
Diakses pada 13 Desember 2019.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Banyuwangi_1998. Diakses pada 21,
Agustus 2020.
http://jagatpulsa.blogspot.com/2012/10/kumpulan-rajah.html. Diakses pada Sabtu,
22 Agustus 2020.

http://merahputih.com/post/read/makna-azimat-dan-hizib-bagi-tarekat-
naqsabandiyah, diakses pada 24 Agustus 2020.
https://news.detik.com/berita-kisah-hantu-ninja-di-Indonesia. Diakses 10 Oktober
2020
http//permalink.com, “Pesugihan Kerincing Wesi Lereng Merapi”, diakses 01
Agustus 2020.
http://www.rahmatullah.net/2013/08/kebudayaan-kemiskinan-dan-
kemiskinan.html. Diakses pada 05 September 2020.

78
https:/Sippa.ciptakarya.pu.go.id/ tentang Profil Kabupaten Demak. Diakses pada
13 Desember 2019.
http://suar.grid.id/mitos-bambu-kuning-dari-pagar-gaib-hingga-mengusir-hantu.,
diakses pada Sabtu, 22 Agustus 2020.
https://tribun.jabar.com//berita-viral-boneka-pocong-di-Demak. Diakses 10
Oktober 2020.
https://tribun.jateng.com/berita-segerombolan-pesugihan-ditangkap-di-Demak.
Diakses 10 Oktober 2020.
Umar Ma’ruf, “7 Tradisi dan Budaya Demak Yang Tidak Ada di Kota Lain”,
dalam http://egokil.blogspot.com, diakses 08 Maret 2020.

79
LAMPIRAN-LAMPIRAN

80
81
82
Laporan Wawancara dengan Bapak Kyai Suparman

Peneliti : Assalamualaikum, pak!

Narasumber : Waalaikumsalam, ada apa le?

Peneliti : Maaf pak mengganggu waktunya sebentar. Ini saya Kevi

rencana ingin menulis skripsi tentang Hantu Cekik di Demak.

Saya ingin tahu sejarahnya Hantu Cekik di Demak itu seperti apa,

pak?

Narasumber : Hantu Cekik dulu sejatinya adalah praktik ilmu le.

Peneliti : Ilmu semacam apa pak kalau boleh tahu, apa semacam mencari

tumbal atau apa?

Narasumber : Tidak, sejatinya itu menguji ilmunya. Lulus dapat orang alias

membunuh orang, itu dinyatakan lulus. Jadi, kalau lulus, mau

melakukan praktik pencurian di bank misalnya, orangnya aman.

Peneliti : Oh berarti itu samahalnya dengan pesugihan?

Narasumber : Betul, hanya untuk dunia.

Peneliti : Bukan untuk kekebalan?

Narasumber : Bukan. Tapi Hantu Cekik juga kebal, begitu. Ya penangkalnya

pada zaman itu ya doa alam tara itu. Alam tara sampai selesai

terus diakhiri dengan ucak mak blas.

83
Peneliti : Biasanya Hantu Cekik itu muncul pas apa kalau boleh tahu?

Narasumber : Zaman Hantu Cekik pada waktu itu ya selalu muncul. Lebih

jelasnya lagi Hantu cekik itu muncul dengan 3 tahap. 3 tahap itu

disebut dengan istilah A B C. Dan yang sering bermunculan ya di

tahun B, alasannya apa yang tahu itu Hantu Cekik itu sendiri.

Selain itu Hantu Cekik bermunculan tidak lebih dari 2 kali, kalau

lebih dari itu Hantu Cekik akan mati.

Peneliti : Matinya kenapa, pak?

Narasumber : Mati ketangkap. Zaman dahulu pernah ketangkap di desa Gaji

terus dibakar massa.

Peneliti : Bukannya kalau ketangkap bias berubah pak?

Narasumber : Itu bukan berubah, akan tetapi Hantu Cekik salin busana.

Kalaupun sudah ketangkap ya tidak bisa berubah. Berubah itu ya

sebelum masuk kampung-kampung.

Peneliti : Sebenarnya Hantu Cekik itu pengikutnya siapa ya pak, atau

datangnya darimana?

Narasumber : Tidak pasti. Pada intinya pelaku dari Hantu Cekik itu ya

pengikut ilmu yang disalahgunakan.

84
Peneliti : Terus pak, zaman Hantu Cekik kan sering rumah-rumah

dipasangin alat penangkal. Boleh dikasih tau gunanya dan

jenisnya?

Narasumber : Oh ya banyak le, ada rajah Sekh Subakir yang dipasang di atas

pintu, Rajah Rebo wekasan, ya semua itu gunanya untuk

menangkal roh-roh jahat. Yang artinya sebagai seorang muslim

harus berusaha dan berlindung dari ayat-ayat al-qur’an.

Peneliti : Lalu gunanya pring kuning waktu itu gunanya sebagai apa pak?

Narasumber : Kalau pring kuning itu Cuma simbol kepercayaan orang Jawa

yang leluhurnya kala itu Sunan Kali Jaga sering menggunakan

tongkat pring kuning sebagai alat penangkal roh jahat.

Peneliti : Oh begitu toh pak. Baik pak terimakasih atas informansinya

tentang Hantu Cekik. Semoga bias bermanfaat bagi penelitian

saya.

Narasumber : Sama-sama le.

Peneliti : Assalamualaikum, pak!

Narasumber : Waalaikumsalam, le!

85
Laporan Wawancara Dengan Bapak Mustakim

Peneliti : Assalamualaikum, pak!

Narasumber : Waalaikumsalam! Ada apa le?

Peneliti : Mohon maaf pak minta waktunya sebentar. Ini saya mau nanya-

nanya persoalan sejarah Hantu Cekik. Kabar-kabar Bapak pernah

menjadi korban, apakah itu benar?

Narasumber : Iya benar. Ya seperti orang yang tidak sadar saja.

Peneliti : Apa yang dirasakan pada saat itu?

Narasumber : Rasanya hamper sama dengan orang yang kalau sedang tidur ada

makhluk yang lagi menindih kita. Seolah-olah kita tidak bias

bernafas, mau teriak juga tidak bisa, soalnya sudah tidak bisa

berteriak.

Peneliti : Lalu bagaimana Bapak bisa selamat dari cekikan Hantu Cekik?

Narasumber : Beruntung ada yang melihat saya. Dengan seperti itu otomatis

Hantu Cekik terus menghilang.

Peneliti : Biasanya bagian tubuh apa yang diserang pak?

Narasumber : Kalau saya waktu itu diserang di bagian tangan. Kedua tangan

saya ya ada bekas belang-belangnya seperti habis di cakar. Dan

saya itu diserang sampai 2 kali. Yang ke 2 itu rasanya kayak

kedorong.

86
Peneliti : Apakah serangan itu dilakukan ketika kita sadar atau sudah tidak

sadar?

Narasumber : Setengah sadar le, orang pada saat itu masih pada ngronda

malam, teman-teman saya masih bermain catur.

Peneliti : Biasanya Hantu Cekik menyerang di daerah mana saja?

Narasumber : Kalau pengamatan saya sekitar Kecamatan Guntur dan

sekitarnya yang masih berdekatan dengan pantura. Dan intinya

pada zaman itu Hantu Cekik ya mencari tumbal. Akan tetapi

tumbal tidak Cuma nyawa manusia loh le, tumbah darah juga

bisa, atau yang lainnya. Jadi, walaupun Hantu Cekik menyerang

tapi kok tidak mati, hanya mencekik saja atau menerkam, bisa

jadi darah yang jadi tumbal. Soalnya ada peristiwa yang saya

temui yang hanya membutuhkan darah manusia sebagai tumbal

pesugihannya. Biasanya kebanyakan dilakukan di pabrik-pabrik.

Dulu teman saya ketika kerja di pabrik yang kalau difikir-fikir

orang harusnya sudah mati, tapi toh tidak, cuma luka dalam saja

dan tidak meneteskan darah setetes pun. Hal itu mestinya jadi

kejanggalan, banyak kok cerita-cerita buruh pabrik yang menjadi

tumbal pesugihan.

Peneliti : Oh iya pak, biasanya datangnya Hantu Cekik ditandai dengan

apa?

87
Narasumber : Waktu itu, orang-orang kalau melihal bola lampu yang

berterbangan kemudian jatuh di salah satu desa, biasanya

langsung ada korbannya. Sehingga waktu itu ya sering orang

untuk menjaga desanya di tengah malam.

Peneliti : Baik pak, terimakasih atas informasinya semoga bermanfaat

bagi penelitian saya.

Narasumber : Sama-sama le.

Peneliti : Assalamualaikum!

Narasumber : Waalaikumsalam!

88
Foto Bersama Narasumber Bapak Kyai Suparman (Saksi sejarah sebagai Kyai

Kampung)

Foto Bersaama Narasumber Bapak Mustakim (Saksi sejarah sebagai korban)

89
Berita Koran online detiknews tentang Hantu Cekik

Berita Koran online LIPUTAN6 tentang Hantu Cekik

90
Arsip Majalah Gatra Volume 12 edisi 10 Desember 2005 , Memburu Penilap Aset

Setneg, Jakarta. Membahas Hantu Cekik di Demak tahun 2005.

91
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi
a. Nama : Kevi Hujaj
b. TTL : Demak, 21 April 1998
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Status Pernikahan : BelumMenikah
f. Warga Negara : Indonesia
g. Alamat KTP : Desa Sidokumpul RT.04/RW.01,
Guntur, Demak.
h. No. HP : 085641154216
i. E-mail : kevi.hujaj1@gmail.com
j. FB : @Kevi Hujaj

2. Pendidikan Formal
Sekolah Alamat Jenjang Pendidikan
RA NURUL HUDA SIDOKUMPUL TK
MI NURUL HUDA SIDOKUMPUL SD
MTs SULFA GAJI SMP
SMK KYAI GADING CANDISARI SMK

3. Pengalaman Organisasi
JABATAN PERIODE
Ketua Regu Pramuka MI 2007
Wakil Ketua OSIS SMK 2013
Ketua OSIS SMK 2014
Ketua Adat Ambalan Pramuka SMK 2015
Ketua HMJ 2018-2019
Devisi Minat Bakat Rayon PMII 2019
Devisi Media Pers PB IKAHIMSI 2019-2020

92
93

Anda mungkin juga menyukai