Anda di halaman 1dari 118

KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP PENDIDIKAN KAUM MUSLIMIN

DI INDONESIA (1942-1945)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:
AMANAH
(1111022000055)

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ABSTRAK

Judul: Kebijakan Jepang Terhadap Pendidikan Kaum Muslimin Di


Indonesia (1942-1945)

Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan mengenai apa saja kebijakan


Jepang terhadap pendidikan kaum Muslimin di Indonesia (1942-1945). Dan
bagaimana kondisi pendidikan kaum muslimin pada masa penjajahan Jepang.
Karena pada masa, itu Jepang sangat mengawasi pendidikan kaum muslimin.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode yang
biasa digunakan dalam penelitian sejarah pada umumnya, yaitu; heuristik, kritik
sumber, interpretasi, dan historiografi. Penulis melakukan pengumpulan data
melalui metode kepustakaan. Selain itu, untuk menguatkan analisa dalam skripsi
ini, penulis menggunakan pendekatan sosial dan politik.
Dalam penelitian ini penulis menemukan fakta-fakta terkait kebijakan
Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia (1942-1945)
diantaranya; pertama pelatihan alim ulama/guru untuk mendidik dan
mempropagandakan kaum muslimin, dan kedua pendidikan santri baik formal
(pendidikan di sekolah) maupun non formal (pendidikan militer dan pelatihan),
yang diadakan untuk membantu Jepang dalam perang dunia II.

Kata Kunci: Kebijakan Jepang dan Pendidikan Kaum Muslimin.

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang

telah memberikan petunjuk dan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya yang selalu

bersyukur. Shalawat beriring salam selalu terlimpah curahkan kepada baginda

alam yakni Nabi besar kita Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya hingga akhir zaman. Syukur Alhamdulillah dengan do’a dan usaha

akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, walaupun tentunya

banyak hambatan dan rintangan yang senantiasa silih berganti.

Penulis menyadari skripsi yang berjudul “Kebijakan Jepang Terhadap

Pendidikan Kaum Muslimin di Indonesia (1942-1945)”, ini tidak akan

terselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak, baik dukungan moril maupun

materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Solikhatus Sa’diyah, M.Pd, selaku sekeretaris Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam yang dengan sabar memberikan pelayanan terkait

administrasi yang penulis butuhkan.

5. Dr. Parlindungan Siregar, M. Ag, selaku dosen pembimbing skripsi, yang

dengan sabar memberikan arahan, kritik dan saran, terutama kesediaan

ii
waktunya dalam membimbing, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

6. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag, selaku Dosen Penasehat Akademik

yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama

perkuliahan.

7. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA, selaku dosen penguji I, terima kasih

atas masukan dan arahannya.

8. Imas Emalia, M. Hum, selaku dosen penguji II terima kasih telah

memberikan arahan dan masukannya kepada penulis hingga penulis

mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

9. Bapak dan Ibu Dosen, yang telah memberikan ilmu pengetahuannya

kepada penulis selama perkuliahan.

10. Karyawan/Karyawati Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Adab dan Humaniora yang telah memberikan pelayanan dan menyediakan

fasilitas dalam penulisan skrispi ini.

11. Orang tua tercinta, ayahanda Alm. Dasean dan ibunda Rusmiyati yang

tiada hentinya memberikan do’a, nasehat, dan kasih sayangnya. Penulis

mengucapkan terimakasih yang tulus. Semoga Allah selalu memberikan

kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amin.

12. Kakak tercinta Suhardi, Anita, Sum Maryanah dan adik tersayang Nur

Atini, yang selalu memberikan do’a dan dukungan kepada penulis agar

terus melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Serta kepada

keluarga dari Kakak Ipar Lukman dan Dadang Mutohar, terima kasih atas

do’anya dan keponakan tersayang Muhammad Alu Fajri

iii
13. Kepada Guru-guru MA. Miftahul Umam yang telah memberikan

dukungan kepada penulis untuk tetap melanjutkan ke bangku perkuliahan

hingga sampai ke Almamater tercinta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

14. Kepada Orang Tua Asuh Ibu Lusi Indriani, Ibu Hj. Nurhayati, Ibu Hj.

Murtiningsih, Ibu Hj. Siti beserta Keluarga yang telah memberikan

bantuan materi maupun ilmu serta motivasi kepada penulis.

15. Kepada Aa Nandang, yang selalu menemani, membantu dan memberikan

semangat serta dukungan kepada penulis. Terimakasih juga kepada

Sahabat-sahabatku Adelia Permata Sari, dan Khairunnisa yang selalu

memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

16. Sahabat-sahabat SKI seperjuangan angkatan 2011 terima kasih atas

kerjasamanya selama perkuliahan. Semoga kita dipertemukan dalam

keadaan sukses.

17. Dirga Fawakih, Yanti Susilawati, Silpia Ulhaq, Masitah, dan Siti

Rahmawati penulis hanturkan terima kasih yang mendalam telah menjadi

sahabat yang selalu menemani serta menghibur saat penulis mulai merasa

jenuh, dan tak henti-hentinya memberikan semangat dan motivasi baik

dalam pencarian sumber maupun dalam penulisan skripsi.

18. Sahabat-Sahabat BLU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2011

yang selalu berjuang demi tercapainya cita-cita.

iv
Semoga Allah SWT selalu membalas segala amal baik kepada pihak yang

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini

masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca demi lebih baiknya skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 26 Agustus 2015

Amanah

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 7

C. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 8

D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8

E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9

F. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 9

G. Teori dan Konsep ................................................................................. 12

H. Metode Penelitian ................................................................................ 13

I. Sistematika Penulisan .......................................................................... 14

BAB II INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG

A. Kedatangan Jepang ke Indonesia ........................................................ 16

B. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang ............................................ 22

BAB III KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP PENDIDIKAN KAUM

MUSLIMIN

A. Pelatihan-Pelatihan Ulama dan Guru .................................................. 38

B. Pendidikan Formal Kaum Santri ......................................................... 50

C. Pelatihan-Pelatihan Kaum Santri ........................................................ 60

vi
BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN PENDIDIKAN TERHADAP KAUM

MUSLIMIN

A. Respon Masyarakat Muslim Indonesia Terhadap Kebijakan Jepang ..... 68

B. Kemajuan terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia ........................ 72

C. Kemunduran terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia ................... 74

D. Terbentuknya Organisasi Militer ........................................................ 76

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 82

B. Saran .................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 84

LAMPIRAN ................................................................................................... 89

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu pondasi berbagai sistem yang berlaku di

Indonesia untuk membangun negara dan meningkatan kesejahteraan rakyat pada

umumnya. Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan di Indonesia diawasi secara

ketat oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa melalui

pendidikan gerakan-gerakan perlawanan terhadap keberadaan Belanda di

Indonesia dapat muncul dan menyulitkan Belanda. Terutama pada pendidikan

Islam di Indonesia, karena umat Islam sangat membenci orang Barat termasuk

Belanda. Belanda menerapkan sistem barat1 pada pendidikan di Indonesia untuk

menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah

yang murah. Begitu pula pada masa penjajahan Jepang, melalui beberapa

kebijakan, salah satunya melalui pendidikan, Jepang berusaha mengambil hati

masyarakat muslim di Indonesia, agar mau membantu Jepang. Akan tetapi

berbeda dengan Belanda yang membuat sekolah berdasarkan kelas sosial2 Jepang

malah menghapuskan sistem tersebut dan menggantikannya dengan sistem yang

baru yaitu sistem integrasi pendidikan.

Keberadaan Jepang ke Indonesia dimulai pada tahun 1938 saat terjadi

perang Pasifik. Jerman, Itali, dan Jepang3 berhadapan dengan sekutu yang terdiri

1
Harry J. Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980), h. 59.
2
Sistem pendidikan ini mengakibatkan semakin melebarnya jurang pemisah antara yang
memerintah dengan yang diperintah. Ibid, h. 61.
3
Jepang adalah satu dari 3 negara terkaya di dunia, selain Amerika Serikat dan Jerman.
Wilayahnya yang kecil menyimpan jumlah penduduk yang sangat banyak, menempati urutan

1
2

dari Inggris, Perancis, Rusia, dan Amerika.4 Pada tanggal 7 Desember 1941,

Jepang menyerang Pearl Harbour (pangkalan militer Amerika) di Hawaii. Dengan

serangan ini, perang Pasifik pun meletus. Dalam waktu kurang dari 5 bulan sejak

Pearl Harbour jatuh, Jepang menguasai hampir seluruh Asia Tenggara, kecuali

Thailand. Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi wilayah jajahan

Jepang.

Jepang telah mengincar Indonesia karena kaya akan sumber daya alamnya

yang sangat dibutuhkan oleh Jepang. Sebelum perang beberapa misi diplomatik

dan dagang Jepang telah beberapa kali berusaha membujuk pemerintah kolonial

Belanda untuk mengizinkan mereka mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia.

Namun permintaan mereka ditolak. Kini keikutsertaan Belanda dalam Perang

Pasifik memberikan kesempatan emas bagi Jepang untuk menguasai Kepulauan

Nusantara.5

Jepang menyerang Indonesia pada tanggal 10 Januari 1942 dan

mengarahkan serangan awalnya ke berbagai daerah pertambangan minyak di

Tarakan dan Balikpapan di Kalimantan serta Palembang di Sumatra. Pada akhir

Februari 1942, armada Laut Jepang berhasil melumpuhkan armada gabungan

Sekutu dalam pertempuran di laut Jawa. Hal tersebut dilakukan Jepang agar lebih

ketujuh dunia. Negara yang miskin lahan pertanian ini menyokongnya dengan aneka ragam
industry ,efisiensi dan teknologi Skill, Jepang melesat jauh dengan peradaban yang mengagumkan.
Tercatat sebagai nomor satu dalam industri dan usaha perikanan laut, Jepang adalah penangkap
ikan terbanyak dengan 15% tangkapan dunia. Tidak terbilang betapa luasnya kemajuan yang telah
dicapai setelah Perang Dunia II dan pemboman Hirosima dan Nagasaki, Jepang dapat bangkit
sebagai negara yang berkemampuan teknologi yang dikenal di seluruh dunia. Atlas Global
Indonesia-Dunia:34 Provinsi Di Indonesia Dilengkapi Provinsi Kalimntan Utara untuk SD, SMP,
SMA,& UMUM, (Surabaya: PT. Mitra Agung), h. 99.
4
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2012), h. 34.
5
Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2013), h. IX.
3

mudah dalam menguasai Indonesia. Pada tanggal 8 Maret 1942 Indonesiapun

jatuh ketangan Jepang.6

Guna mendukung kepentingan perangnya, pemerintah Jepang di Indonesia

di masa pendudukannya berkeinginan untuk memanfaatkan sumber daya yang

dimiliki Indonesia, baik sumber daya ekonomi, sumber daya manusia maupun

sumber daya lainnya.7 Jepang memahami Indonesia dengan mayoritas umat Islam.

Jepang jelas menyadari pentingnya Islam sebagai suatu unsur kekuasaan di desa

Indonesia.8 Karena Jepang menganggap Islam sebagai sebuah idiologi yang

bertentangan dengan kebudayaan barat, yaitu dengan perang suci melawan

Kristen.9 Oleh karena itu, Jepang berusaha untuk memanfaatkan umat Islam

dalam melawan sekutu.

Berbeda dengan sikap yang ditunjukkan Belanda, pemerintah militer Jepang

menunjukkan sikap yang bersahabat terhadap alim ulama dan berusaha

menggalang kerja sama dengan mereka.10 Jepang berharap guru-guru agama dapat

membantu Jepang dalam memobilisasi masyarakat Indonesia melalui pendidikan.

Karena guru merupakan inti dari suksesnya suatu pendidikan, maka gurulah yang

harus dididik terlebih dahulu. Oleh karena itu Jepang pun mengadakan kursus

baik kursus untuk alim ulama maupun guru-guru. Kursus-kursus tersebut mulai

dilakukan pada bulan Juni 1942 di Jakarta, yang diikuti oleh 122 orang guru dari

berbagai daerah di Jawa dan Madura. Kursus ini dilakukan untuk

mengindoktrinasi para guru dengan semangat Jepang dan tujuan Perang Pasifik

6
Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X.
7
A.B Lapian (penyunting), Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua
Orang yang Mengalami, (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1988) h. 85.
8
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, h. 139.
9
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945,
(Depok: Komunitas Bambu, 2015) h. 304.
10
Ibid, h. 305.
4

serta Hakko Iciu (delapan Benang dibawah satu atap) yang intinya adalah

pembentukan lingkungan yang meliputi bagian besar dunia dibawah dominasi

Jepang.11

Jepang menyadari pentingnya pendidikan, karena melalui pendidikan

mentalitas dan cara berfikir masyarakat Indonesia dapat diubah dari mentalitas

Eropa kepada alam pikiran Jepang. Melalui pendidikan, tercipta kader-kader

khusus para pemuda sebagaimana yang diharapkan Jepang. 12

Oleh karena itu Jepang membuat Shumubu yang merupakan kantor urusan

Agama, yang salah satu tugasnya yaitu mengawasi pendidikan masyarakat

Indonesia, melakukan kursus-kursus atau pelatihan ulama, dan lain-lain. Pihak

Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama di bawah pimpinan Kolonel

Horie, ia meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang

bersifat politik.13 Oleh karena itu kegiatan umat Islam hanya sebatas masalah

agama, sosial, dan pendidikan.

Pendidikan sekolah, terutama sekolah dasar, merupakan salah satu aspek

yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintah militer Jepang sebagai sarana untuk

mengindoktrinisasi massa. Ketika pendudukan dimulai, sebagian besar sekolah

yang ada ditutup, dan baru pada akhir april 1942 diputuskan untuk membuka

kembali sekolah dasar pribumi dengan kurikulum baru.14 Tidak hanya

berlangsung pembukaan kembali bekas-bekas sekolah-sekolah pemerintahan

Belanda, sekolah-sekolah swasta pun diizinkan dibuka kembali, misalkan sekolah


11
Imran, Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan
A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 75.
12
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai
Pustaka, 2011) h. 95.
13
Ibid, h. 38.
14
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h.199.
5

Agama Islam, sekolah Taman Siswa, dan sekolah Muhammadiyah.15 Sekolah-

sekolah Islam dan taman siswa diberikan kemudahan oleh pemerintah Jepang

sedangkan sekolah-sekolah swasta Kristen mendapatkan kesulitan memperoleh

izin dari pemerintah Jepang.16 Meskipun sekolah-sekolah Islam diberikan

kebebasan (tidak begitu dibatasi), namun harus memasukkan bahasa Jepang,

olahraga, kerja bakti dalam kurikulumnya. 17

Golongan pemuda sangat mendapat perhatian dari pemerintah Jepang.

Perhatian Jepang dicurahkan kepada kaum muda ini karena mereka pada

umumnya memiliki sifat yang giat, penuh semangat, dan biasanya masih diliputi

idealisme. Mereka dianggap belum sempat dipengaruhi alam pikiran Barat. Oleh

karena memiliki sifat-sifat yang demikian, segala propaganda dari pihak Jepang

diduga akan mudah ditanamkan kepada mereka. Salah satu yang dipakai untuk

mempengaruhi kaum muda ialah sarana pendidikan, baik pendidikan umum

maupun pendidikan khusus seperti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh

Jepang.18

Jepang mengubah sistem pendidikan yang berdasarkan kelas sosial buatan

Belanda dengan sistem integrasi pendidikan buatan Jepang.19 Pada zaman Belanda

hanya anak-anak pejabat desa dan keluarga kaya yang mampu bersekolah, tetapi

pada zaman Jepang, setiap orang bisa bersekolah karena tidak dipungut biaya. 20

Dalam pengajaran di sekolah-sekolah dilarang menggunakan bahasa Belanda

maupun bahasa Inggris, dan Jepang pun berusaha mempromosikan bahasa

15
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia h. 95.
16
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402.
17
A.B. Lapian, (penyunting), Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh
Dua Orang Yang Mengalami, h. 92.
18
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 42-43.
19
Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X.
20
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402.
6

Jepang21 dan budaya Jepang melalui pendidikan. Sistem pendidikan yang

diterapkan Jepang tidak terlepas dari maksud dan tujuan pendidikan untuk

kepentingan militernya. Jepang mengawasi kurikulum sekolah secara ketat demi

menegakkan perjuangannya. Peraturan sekolah pada masa pemerintahan Jepang

sangat keras.22 Karena menggunakan sistem militer pada kegiatan-kegiatan di

sekolah.

Jepang memperkenalkan kebijakan pendidikan yang demokratis, egaliter

(sederajat), dan adil. Kebijakan Belanda yang diskriminatif dalam bidang

pendidikan telah diubah oleh Jepang. Undang-undang yang membatasi gerak-

gerik para guru agama dan da’i Islam dihapuskan oleh Jepang, sehingga para guru

dan da’i dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh leluasa.23 Jepang

menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan

menggantikan bahasa Belanda. Tetapi para tokoh Islam tidak begitu saja

menerima kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang, mereka mempunyai senjata

moral, dan dengan itu, para tokoh Islam bisa mengemukakan prasyarat kerjasama

dengan Jepang, asalkan agama Islam tidak diganggu. 24

Meski demikian, keadaan tersebut hanya sebuah taktik belaka untuk

mendapatkan hati rakyat Indonesia. Jepang mulai menunjukkan sifat penjajahnya

dan fasisnya kepada bangsa Indonesia, saat kekalahan yang terus-menerus dalam

peperangan dengan Tentara Sekutu. Jepang melakukan hal tersebut karena Jepang

amat membutuhkan dukungan sumber daya manusia dan logistik untuk keperluan

21
Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X.
22
Ahmad Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, (Pekanbaru: Badan
Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004) h. 63.
23
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia Group,
2014) h. 305.
24
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, h. 138.
7

perangnya.25 Kebijakan terhadap pendidikan muslim di Indonesia yang dibuat

Jepang semata-mata hanya untuk kepentingan Jepang saja, yaitu untuk

memobilisasi umat Islam terutama yang ada di desa-desa untuk membantu Jepang

mencapai cita-citanya memenangkan perang dunia II. Kebijakan tersebut bukan

untuk membantu Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.

B. Identifikasi Masalah

Sejak Awal kedatangan Jepang ke Indonesia, Jepang memang sudah

menaruh perhatian yang besar terhadap kaum muslimin di Indonesia. Ketika

Belanda menjajah Indonesia, kaum musliminlah yang sangat menentang kebijakan

yang dibuat Belanda, karena Belanda berusaha untuk menghilangkan pengaruh

Islam di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, setelah

Jepang berhasil merebut Indonesia dari Belanda, Jepang berusaha agar dapat

bekerja sama dengan kaum muslimin, agar dapat memenangkan perang Pasifik.

Yaitu dengan cara membuat kebijakan baru mengenai pendidikan. Terdapat

beberapa permasalahan yang penulis berhasil identifikasi dan berpotensi untuk

dijadikan kajian terkait kondisi kaum muslimin Indonesia di bawah penjajahan

Jepang, yaitu,

1. Jepang memiliki kebijakan khusus terhadap pendidikan kaum muslimin di

Indonesia.

2. Jepang menerapkan kebijakan politik terhadap organisasi Islam, yakni,

dengan didirikannya Masyumi sebagai sebuah organisasi fusi dari

beberapa ormas Islam lainnya.

25
Nata, Sejarah Pendidikan Islam, h. 306.
8

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari permasalahan yang berhasil penulis identifikasi, akhirnya penulis

membatasi permasalahan dalam skripsi ini pada permasalahan seputar kebijakan

Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia (1942-1945), di mana

kaum muslimin di jadikan objek dalam pembuatan kebijakan. Penulis juga akan

menelusuri lebih jauh mengenai dampak dari kebijakan yang dibuat Jepang. Batas

tahun yang digunakan ialah tahun 1942-1945. Dan batasan wilayah yang penulis

gunakan yakni Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan pemaparan

permasalahan tersebut, maka rumusan pertanyaan dalam penelitian ini di

antaranya:

1. Bagaimana keadaan Indonesia pada masa penjajahan Jepang?

2. Bagaimana kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslim di

Indonesia?

3. Bagaimana dampak kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin


di Indonesia?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui keadaan Indonesia pada masa penjajahan Jepang

2. Mengetahui kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di

Indonesia

3. Mengetahui dampak kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum

muslimin di Indonesia
9

E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran mengenai keadaan Indonesia pada masa

penjajahan Jepang, kebijakan Jepang terhadap pendidikan muslim di

Indonesia, dampak dari kebijakan tersebut dan respon masyarakat muslim

Indonesia terhadap kebijakan yang dibuat oleh Jepang.

2. Menambah pengetahuan tentang kebijakan Jepang terhadap pendidikan

muslim di Indonesia oleh mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan Pustaka

Penulis mencari sumber yang berkaitan dengan kebijakan Jepang terhadap

pendidikan muslim di Indonesia. Buku-buku tentang masa penjajahan Jepang

memang sudah cukup banyak, namun sepengetahuan penulis belum banyak yang

membahas mengenai kebijakan Jepang terhadap Muslim di Indonesia terutama

kebijakan dalam pendidikan. Dalam skripsi-skripsi yang telah ada, baik di

Perpustakaan Adab maupun Perpustakaan Utama, penulis belum menemukan

satupun judul yang membahas mengenai kebijakan Jepang terhadap pendidikan

kaum muslimin di Indonesia, walaupun ada skripsi mengenai penjajahan Jepang

di beberapa daerah di Indonesia yang tercantum dalam katalog perpustakaan

Utama UIN, tetapi dalam bentuk bukunya tidak ada atau belum penulis temukan

di Perpustakaan Utama maupun di Perpustakaan Adab.


10

Banyak karya ilmiah yang sudah ditulis terkait dengan Jepang di Indonesia,

antara lain;

Skripsi tentang “Kebijakan Jepang Dalam Bidang Pendidikan Terhadap

Orang Indonesia Tahun 1930—1945”26, yang ditulis oleh Dimas Suryo Subidyo,

tetapi skripsi ini berbeda dengan penulis “Kebijakan Jepang Terhadap Pendidikan

Kaum Muslimin Di Indonesia (1942-1945)” dari judul maupun dari isi skripsi

tersebut sangat berbeda, dalam skripsi tersebut lebih menekankan kepada

kebijakan Jepang bagi warga Indonesia yang belajar di Jepang, sedangkan penulis

lebih menekankan kepada kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin

di Indonesia pada masa penjajahan Jepang.

Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan

Jepang.27 Buku ini membahas tentang Sejarah politik Islam Indonesia, terutama

masa pendudukan Jepang. Dalam buku ini menjelaskan bahwa apapun politik

terhadap Islam yang dilancarkan oleh kekuasaan non-Islam, hasilnya akan

berbeda dari apa yang ingin dikejar kekuasaan tersebut. Seperti Jepang yang ingin

memanfaatkan umat Islam di Indonesia dalam memenangkan Perang Dunia II,

tetapi pada gilirannya Jepanglah yang dimanfaatkan oleh politisi Islam untuk

mencapai tujuan yang sangat berbeda dengan tujuan Jepang.

Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945.28 Buku

ini menelusuri perubahan-perubahan sosial ekonomi serta dampak psikologis yang

terjadi dalam masyarakat di wilayah pedesaan Jawa selama masa pendudukan

26
Dimas Suryo Sudibyo, “Kebijakan Jepang dalam Bidang Pendidikan Terhadap Orang
Indonesia Tahun 1930-1945”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia, Depok, 2009).
27
Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980)
28
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945,
(Depok: Komunitas Bambu, 2015).
11

Jepang. Buku ini membahas tentang kebijakan-kebijakan Jepang terhadap

masyarakat pribumi yang bertujuan untuk memperoleh sumber daya ekonomi dan

manusia guna mendukung operasi militer militer Jepang. Oleh karena itu, Jepang

bekerja sama dengan seluruh rakyat Indonesia, dengan cara membuat berbagai

program untuk menarik dukungan rakyat, sekaligus membentuk pemikiran dan

tingkah laku mereka. Semua kebiajakan Jepang itu merupakan strategi politik

Jepang untuk menghasilkan nilai budaya dan kepercayaan yang baru. Namun,

mengakibatkan masyarakat mengalami keguncangan yang tidak pernah dialami

sebelumnya.

Sejarah Peradaban Islam Indonesia.29 Buku ini memang tidak secara

khusus membahas mengenai Kebijakan Jepang Terhadap Pendidikan Muslim di

Indonesia, tetapi hanya memberikan informasi mengenai keadaan rakyat

Indonesia terutama muslim Indonesia pada masa penjajahan Jepang,

pemberontakan-pemberontakan rakyat Indonesia dalam melawan Jepang, dan

dampak positif dari penjajahan Jepang bagi orang-orang muslim Indonesia.

Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6.30 Dalam buku

ini dijelaskan tentang Indonesia di bawah pendudukan Jepang yang terdapat pada

bab II yang terbagi dalam 7 pembahasan. Pembahasan pertama yaitu terbentuknya

rezim militer Jepang, pembahasan kedua tentang mobilisasi politik, pembahasan

ketiga tentang ekonomi perang, pembahasan keempat tentang program militer

jepang, pembahasan kelima tentang politik Islam Jepang, pembahasan yang

keenam tentang pengendalian politik dan budaya, dan yang ketujuh membahas

29
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2012).
30
Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan
Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012.
12

tentang gerakan bawah tanah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk mereka

yang tidak bersedia bekerja sama dengan rezim berkuasa dan sebaliknya

menyusun perlawanan dengan jalan sembunyi-sembunyi. Tokoh gerakan bawah

tanah yaitu, Tan Malaka, dan Amir Sjarifuddin. Dan Dalam Bab III juga

membahas tentang penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan Indonesia.

Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia

(1942-1998).31 Dalam buku ini dijelaskan tentang Pendududkan Jepang di

Indonesia pada bab I zaman Jepang yang terbagi kedalam 8 pembahasan, pertama

mengenai susunan dan perkembangan pemerintahan pendudukan Jepang, kedua

mengenai pergerakan Indonesia dan Jepang, ketiga mengenai mobilisasi rakyat,

keempat mengenai ekonomi perang yang diterapkan Jepang di Indonesia, kelima

mengenai pendidikan, komunikasi Sosial dan Budaya di Indonesia, keenam

mengenai perlawanan rakyat terhadap Jepang, ketujuh mengenai janji mengenai

status Indonesia di kemudian hari, dan yang terakhir mengenai situasi Indonesia

menjelang kemerdekaan.

G. Teori dan Konsep

Dalam penulisan skripsi ini, saya menggunakan dan mengambil konsep dari

Buku Hary J. Benda yang berjudul Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam
32
Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang , tentang politik terhadap Islam

bahwa apapun politik terhadap Islam yang akan dilancarkan oleh kekuasaan non-

Islam, hasilnya senantiasa berbeda dari apa yang ingin dikejar kekuasaan

31
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI :Zaman Jepang dan Republik Indonesia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai
Pustaka, 2011).
32
Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980).
13

tersebut.33 Sama seperti penjajahan Jepang, Jepang berusaha membuat kebijakan-

kebijakn baru yang tujuannya untuk memanfaatkan rakyat Indonesia agar mau

membantu Jepang dalam perang dunia melalui pendidikan, namun malah

sebaliknya, kebijakan yang dibuat Jepang tersebut dimanfaatkan oleh kaum

muslimin untuk mempersiapkan diri, merebut kemerdekaan Indonesia dari

Jepang.

H. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang

dalam hal ini penulis ingin mendiskripsikan atau menjelaskan tentang kebijakan

Jepang terhadap pendidikan kaum muslim di Indonesia. Dalam hal ini metode

yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah pada umumnya yaitu, heuristik

atau pengumpulan data, kritik sumber baik intern maupun ektern, interprestasi

atau penafsiran, dan tahap terakhir adalah historiografi atau penulisan sejarah. 34

Pada tahap heuristik atau pengumpulan sumber-sumber (data-data), di mana

sumber-sumber mengenai kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin

di Indonesia, penulis temukan di Perpustakaan Fakultas Adab, Perpustakaan

Utama, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan UI, Arsip Nasional Republik

Indonesia, dan di toko-toko buku. Penulis juga menggunakan sumber sezaman

berupa majalah dan surat kabar yang diterbitkan pada tahun 1942-1945, seperti;

Soeara Muslimin Indonesia, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, Djawa

Baroe, Pandji Poestaka, Kan Po (Berita Pemerintah) dan surat kabar Asia Raya.

33
Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980). h. 10
34
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995),
hlm. 89.
14

Sedangkan untuk sumber sekunder, penulis mendapatkan sumber-sumber tertulis

berupa buku, artikel dan lain-lain.

Tahap berikutnya adalah kritik sumber atau verifikasi, agar diperoleh data

yang absah, setelah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan

korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang akan dibahas. Setelah itu

penulis melakukan interpretasi, di mana penulis melakukan penafsiran terhadap

sumber-sumber yang telah diseleksi untuk kemudian dilakukan tahap selanjutnya

yaitu historiografi. Penulis menguraikan fakta-fakta yang sudah didapat ke dalam

penulisan sejarah, dan kemudian menarik kesimpulan yang merupakan jawaban

dari permasalahan pokok yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini.

I. Sistematika Penulisan

Bab I menjelaskan tentang pendahuluan yang di dalamnya berisi tentang

latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, teori dan konsep, tujuan

penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan

Bab II menjelaskan tentang gambaran Indonesia pada masa penjajahan

Jepang meliputi; kedatangan Jepang ke Indonesia, dan kebijakan-kebijakan

pemerintah Jepang

Bab III menjelaskan tentang kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum

muslimin di Indonesia meliputi; pelatihan-pelatihan ulama dan guru, pendidikan

formal kaum santri ,dan pelatihan-pelatihan kaum santri

Bab IV menjelaskan dampak kebijakan pendidikan terhadap kaum muslimin

meliputi; respon masyarakat muslim indonesia terhadap kebijakan Jepang,


15

kemajuan terhadap pendidikan muslim di Indonesia, kemunduran terhadap

pendidikan muslim di Indonesia, dan terbentuknya organisasi militer

Bab V penutup yang berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG

A. Kedatangan Jepang ke Indonesia

Pada tahun-tahun terakhir kekuasaan Belanda di Indonesia, Belanda

semakin ketat mengawasi kegiatan radikalisme, dan Belandapun berhasil

menahan kegiatan politik kaum nasionalis. Akhirnya kaum nasionalisme tersebut

tidak lagi mengarahkan dukungan massa secara terbuka, tetapi sebagian di

antaranya menyalurkan kegiatan politik mereka melalui dunia pendidikan atau

bergerak di bidang sosial-budaya.1 Hal tersebut dilakukan agar mereka tetap dapat

menanamkan jiwa nasionalisme terhadap rakyat Indonesia, agar mau berjuang dan

menuntut hak-hak mereka yang telah hilang selama penjajahan, terutama hak

untuk merdeka.

Saat negeri Belanda telah diduduki oleh Jerman pada bulan September

1939, pemerintah Belanda berusaha menutupi berita tersebut di Hindia Belanda.

Dalam suasana yang terjepit semacam itu, Pemerintah Belanda berusaha untuk

bekerja sama dengan rakyat Indonesia. Penguasa kolonial mulai sedikit

mengurangi sikap keras mereka terhadap kaum pergerakan dan mengambil jalan

kompromi. Kesediaan untuk menerima sikap bekerjasama dengan kaum

pergerakan yang moderat telah memungkinkan diizinkannya kembali partai-partai

politik. Kerajaan Belanda sejak diduduki Jerman terpaksa menjalankan

pemerintahan dalam pengasingan.2 Walaupun di kalangan orang-orang Belanda

1
Mukhlis Paeni dan Mestika Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda,
dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan
Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 5.
2
Ibid. h. 8

16
17

terdapat juga kelompok yang bersimpati terhadap pergerakan nasional Indonesia,

tetapi sikap pemerintah Hindia Belanda sampai saat-saat terakhir menjelang

keruntuhannya tetap tidak berubah,3 tetap acuh dan tidak menghiraukan tuntutan-

tuntutan dari rakyat Indonesia.

Selain menghadapi tuntutan-tuntutan dari rakyat Indonesia untuk melakukan

perubahan ketatanegaraan sesuai dengan keinginannya rakyat Indonesia.

Pemerintah Hindia Belanda juga menghadapi masalah pelik mengenai hubungan

dagang Hindia Belanda dengan Jepang. Organisasi bisnis Jepang di Asia

Tenggara, terutama di Hindia Belanda, sudah berlangsung sebelum perang Perang

Dunia II, terutama sejak dibukanya konsultan Jepang di Batavia sejak 1909. Pada

1940, konsultan Jepang di Batavia mengajukan tuntutan agar Hindia Belanda

bersedia memperbesar kuota ekspor minyak buminya. Tuntutan ini tidak mungkin

dipenuhi oleh pemerintah Hindia Belanda. Salah satu alasan resmi penolakan itu

ialah karena neraca nilai impor Jepang tidak seimbang dengan nilai ekspor Jepang

ke Indonesia. Penguasa di Batavia hanya menyanggupi dalam jumlah yang sangat

jauh dibawah kuota yang diminta Jepang. Selain itu Jepang juga menuntut ekspor

bahan-bahan lain, seperti karet, timah putih biji besi dan biji mangan dengan

jumlah yang juga cukup banyak. Sudah pasti permintaan ini ditolak oleh

pemerintah Belanda.

Pada bulan Januari 1941, Jepang mencoba kembali mengirim delegasi di

bawah pimpinan Yoshizawa Kenkichi. Kali ini Jepang menuntut konsesi ladang

minyak seluas 1,7 juta hektar. Pemerintah Belanda akhirnya hanya bersedia

memberi 0,3 hektar juta sebagai langkah awal. Selain itu Jepang juga menuntut

3
Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan
Hingga Kemerdekaan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995) h. 174.
18

agar orang Jepang diizinkan memasuki Indonesia sabagai dokter, pedagang

perantara, atau profesi lainnya. Namun perundingan tersebut mengalami jalan

buntu. Dan akhirnya pada 27 Juni 1941 delegasi Jepang kembali kenegerinya.

Yoshizawa tidak menerima pernyataan Belanda bahwa Hindia Belanda sewaktu-

waktu dapat membatasi kuota ekspor.

Sementara itu, pada 27 Juli 1941 Amerika Serikat memutuskan hubungan

ekonomi dengan Jepang setelah sebelumnya membatasi ekspor minyaknya.

Pemutusan hubungan ekonomi itu dilakukan sebagai reaksi Amerika Serikat

terhadap pendudukan Jepang atas Indocina. Tindakan Amerika Serikat itu diikuti

oleh Inggris dan kemudian oleh Hindia Belanda. Hubungan Internasional yang

memburuk yang menimpa Jepang, terutama dengan saingannya di Timur ini,

merupakan penyebab Jepang melakukan manuver politik4 eskpansionis ke selatan

saat meletusnya Perang Pasifik pada awal Desember 1941. Kelompok bisnis yang

terkait dengan semangat Nashinron berperan besar dalam membantu invansi

Jepang di Hindia Belanda.5

Sebelum masuk ke Indonesia, propaganda Jepang telah digiatkan keseluruh

pelosok bahwa Jepang sebagai penyelamat Asia dari penjajahan asing, Jepang

akan datang mengusir Belanda dan membela kepentingan rakyat Indonesia.6

Untuk mewujudkan impiannya menyatukan Asia Timur di bawah kekuasaanya,

Jepang terlebih dahulu harus menghancurkan kekuatan armada Amerika di Pasifik

yang berpangkalan di Pearl Harbour, Hawaii, sebelum menyerang Hindia

Belanda. Oleh karena itu untuk menghancurkan Armada Amerika, disusun

4
Gerakan yang cepat dalam bidang politik. www.kamusbesar.com (akses: Rabu, 12
Agustus 2015)
5
Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 13.
6
Ahmad Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, (Pekanbaru: Badan
Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004) h. 44.
19

rencana serangan rahasia oleh Isoroku Yamamoto pada bulan September 1941.

Pada bulan berikutnya, tanggal 26 November 1941, Armada Laksamana Noichi

Nagumo yang diangkat sebagai panglima perang bergerak dari pulau Kuril.

Pada tanggal 2 Desember 1941, ketika masih dalam pelayaran, laksamana

Nagumo menerima telegram sandi dari Yamamoto agar ia melaksanakan

serangan. Hari H ditetapkan tanggal 7 Desember 1941.7 Serangan udara Jepang

dilancarkan dalam dua gelombang. Gelombang pertama dimulai pukul 07.30 pagi.

Sebanyak 183 pesawat pembom diterbangkan dari kapal induk. Sasarannya adalah

kapal-kapal perang Amerika yang berlabuh disekitar Pulau Ford. Satu jam

kemudian Jepang melancarkan serangan gelombang kedua dengan 170 pesawat

pembom dan penempur. Selain melakukan pengeboman pesawat pesawat tersebut

juga melakukan Straffing dari udara. Kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat

terbang Amerika Serikat kembali menjadi sasaran disamping instalasi-instalasi

militer lainnya, seperti gudang pembekalan dan bahan bakar. Serangan Jepang

terhadap Pearl Harbour berakhir kira-kira pukul 10.00 pagi. Dalam waktu dua

setengah jam, Jepang telah menimbulkan kerugian yang cukup besar pada pihak

Amerika Serikat.8

Serangan Jepang tersebut membuat presiden Amerika marah, dan pada sore

harinya presiden Roosevelt menandangani pernyataan perang terhadap Jepang. 9

Dengan pengumuman itu pemerintah Hindia Belanda telah menyatakan perang

terhadap Jepang. Dengan pernyataan perang terhadap Jepang, baik yang

dinyatakan oleh pemerintah Hindia Belanda maupun kerajaan Belanda, secara

7
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai
Pustaka, 2011) h. 1.
8
Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 13-14.
9
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 2.
20

resmi Indonesia sudah diseret ke dalam perang, walaupun tanpa pernyataan itu

Indonesia juga tidak akan luput dari serbuan Jepang.

Invasi Jepang ke Indonesia diawali dengan serangan udara. sesudah itu

diikuti oleh pendaratan pasukan. Kekuatan udara Jepang lebih hebat dibandingkan

dengan kekuatan udara Hindia Belanda. Serangan pertama dilancarkan dari Davao

pada 10 Januari 1942,10 sehari setelah Jepang menyatakan perang terhadap

Belanda. Sasarannya adalah Tarakan untuk menguasai instalasi minyak kota itu.

Dalam melancarkan serangan ini, Jepang berusaha untuk tidak menjatuhkan bom

di instalasi tersebut. Karena instalasi minyak tersebut sangat berguna bagi Jepang.

Selain melakukan serangan terhadap Tarakan, Jepang juga menyerang Manado.

Dan pada tanggal 11 Januari 1942 pasukan Jepang melakukan pendaratan11di

Indonesia.

Setelah Jepang berhasil menguasai Indonesia dengan serangan-serangan

udaranya, pada tanggal 7 Maret 1942 pada petang harinya pasukan-pasukan

Belanda di sekitar Bandung meminta penyerahan lokal. Kolonel Shoji

menyampaikan usul penyerahan lokal dari pihak Belanda ini kepada Jenderal

Imamura, tetapi tuntutan Imamura adalah penyerahan total semua pasukan sekutu

ke Jawa. Jika pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang itu, kota

Bandung akan dibom dari udara. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan

lainnya, yakni gubernur Jenderal Belanda harus turut dalam perundingan di

Kalijati yang diadakan selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Akhirnya pihak

Belanda memenuhi tuntutan Jepang. Dalam perundingan Kalijati , yang dimulai

10
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI,h. 3.
11
Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 16
21

pukul 17.00 tanggal 8 Maret 1942.12 Berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia

ditandai dengan ditanda tanganinya kapitulasi Kalijati oleh Ter Poorten yang

menyatakan bahwa Belanda menyerah tanpa syarat.

Orang Indonesia umumnya menyambut kedatangan Jepang dengan perasaan

gembira, karena Jepang dianggap sebagai pembebas mereka dari penjajahan

Belanda. Serdadu-serdadu Jepang itu menimbulkan rasa kagum penduduk ketika

mereka memasuki kota-kota tanpa mendapat perlawanan dari Belanda. Mobil-

mobil truk perang diiringi pasukan Jepang berkendara sepeda. Bendera Merah

Putih dikibarkan, adakalanya berdampingan dengan “Bendera Hinoo Maru” di

berbagai tempat. Kata “Banzai” terucap berulang-ulang dan keras dari mulut

mulut penduduk yang terbius yang berarti “selamat datang”.

Serdadu Jepang mendapat sambutan meriah dari rakyat Indonesia, orang-

orang Belanda yang muncul di jalan-jalan mendapat hadiah berupa ejekan dan

caci maki. Faktor utama yang menimbulkan simpatik rakyat terhadap Jepang tentu

saja kebencian mereka terhadap Belanda, baik akibat penderitaan yang langsung

mereka rasakan maupun akibat perasaan kebangsaan.

Penduduk Jawa meyakini kebenaran dari Ramalan Joyo Boyo yang berisi

bahwa suatu ketika Jawa akan diperintah oleh orang-orang berkulit kuning.

Namun pemerintahan mereka tidak lama, dan mereka akan kembali kenegara

asalnya. Dan Jawa akan diperintah oleh bangsa sendiri. Dalam pandangan rakyat,

orang berkulit kuning tidak lain adalah Jepang.13 Banyak penduduk Jawa yang

senang dengan kedatangan Jepang di Indonesia, karena mereka yakin setelah

kedatangan Jepang, Indonesia akan segera merdeka.

12
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 9.
13
Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 21.
22

B. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang

Untuk melancarkan aksinya dalam memperoleh cita-citanya yaitu

memenangkan Perang pasifik, Jepang membuat berbagai macam kebijakan, yaitu:

1. Bekerjasama dengan Bangsa Indonesia

Untuk dapat bekerja sama dengan rakyat Indonesia, maka terlebih dahulu

Jepang berusaha untuk dapat bekerja sama dengan toko-tokoh terkemuka di

Indonesia. Tokoh-tokoh nasionalisme Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs.

Muhammad hatta bersedia melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah

Jepang, padahal sebelumnya pada masa pemerintah Hindia Belanda mereka

bersikap nonkooperatif.14 Berbeda dengan keadaan pada zaman Hindia Belanda

dimana pemerintah kolonial menekan kaum nasionalis Indonesia, pada masa

pemerintahan Jepang kaum nasionalis diajak bekerja sama oleh penguasa.15 Selain

melakukan kerja sama dengan kaum nasionalis, Jepang juga melakukan kerja

sama dengan tokoh-toko muslim. Tokoh-tokoh muslim memperoleh perhatian

khusus dari pemerintah Jepang. Golongan ini memperoleh banyak kelonggaran

dibandingkan dengan nasionalis sekuler.16 Karena ingin menggalang semua

kekuatan besar anti-Belanda ke pihaknya, maka Jepang lebih mementingkan

kepentingan golongan Islam dari pada memenuhi keinginan para elit nasionalis. 17

Jika Jepang berhasil bekerja sama dengan tokoh-tokoh muslim maka secara

otomatis rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam juga akan membantu

Jepang.

14
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 27.
15
Ibid, h. 29.
16
Ibid, hal, 37
17
Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang,(trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980) h. 141.
23

Dalam rangka memberikan kelonggaran kepada golongan Islam pulau Jawa,

pemerintah militer Jepang masih mengizinkan tetap berdirinya organisasi Islam

dari zaman Hindia Belanda yaitu Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang

didirikan di Surabaya pada tahun 1937 oleh K.H. Mas Mansur dan kawan-kawan.

Jepang memilih MIAI sebagai wadah golongan Islam yang merupakan satu-

satunya organisasi gabungan, yang dimiliki umat Islam, tetapi MIAI baru diakui

oleh Pemerintah Militer Jepang sesudah mengubah anggaran dasar (asas dan

tujuannya). Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan “turut bekerja dengan sekuat

tenaga dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru, untuk mencapai

kemakmuran bersama di lingkungan Asia raya di bawah pimpinan Dai Nippon”.18

Setelah merubah asas dan tujuannya, maka MIAI baru diakui oleh Jepang dan

dapat melakukan kegiatannya seperti biasa, tetapi masih dalam pengawasan

Jepang.

Walaupun kaum muslimin berbeda keyakinan dengan Jepang, tokoh-tokoh

muslim tetap mau bekerja sama dengan Jepang karena tujuan Jepang sama dengan

tujuan rakyat Indonesia yaitu membela tanah Air dan menjaganya agar tidak

direbut lagi oleh pihak sekutu, oleh karena itu, tokoh-tokoh muslim berusaha

untuk mengajak rakyat Indonesia untuk membantu Jepang seperti yang

disampaikan K. H. M. Mansoer dalam surat kabar Soeara Muslimin Indonesia

yaitu:

“Kita Ma’loem Soedah bahwa peperangan sekarang ini sedang memuncak


peristiwa ini menghendaki poesat perhatian serta pembelaan jang koeat-
tegak; karena mengenai djoega Tanah Air kita Indonesia jang termasuk
dalam lingkungan Asia Timoer Raya. Mungkin benar bahwa didjita-djita
oleh Seokoetoe hendak mereboet kembali tanah djadjahannja, tanah tempat
mereka mentjari oentoeng, menumpang hidup di tanah jang elok permai,

18
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 38.
24

yaitu tanah kita Indonesia oemoemnya. Mereka beroesaha sekoeat-koeatnya


kembali kemari dengan maksoed mendjadjah lagi, sedang kita haroes
soedah siap sedia bersama Dai Nippon menantang maksoed itoe oentoek
meloempoehkan kekoeasaan mereka. Dan lagi mereka telah beberapa kali
mengintai poelau Djawa. Mereka hendak mendarat menjerboe. Maka oleh
karena itoe, seloeroeh pendoedoek Djawa seharoesjalah bersatoe-padoe hati
dan bekerdja bersama-sama mempertahankan serangan dan serboean itoe
karena kita semata-mata membela hak Tanah Air kita. Demikianlah oentoek
kemakmoeran bersama dan keselamatan bersama dalam menghindarkan
bala bencana itoe, haroeslah lebih-lebih dipererat tali persatoean segenap
tenaga dan pendoedoekan Djawa seloeroehnja. Pada waktoe peperangan
jang hebat-dasyat ini, memang boekan mandjadi soal tentang faham
keyakinan dalam agama. Melainkan pertahanan negeri itoelah jang menjadi
pangkalnya. Allah Soebhanahoe wa Ta’ala telah memperingatkan kita
seperti jang tersoeboet dalam kitab Soetji Al-Qoer’an, Soerat Al-Baqarah,
ayat 145 jang artinja “meskipoen engkau Moehammad soenggoeh akan
memberikan dengan segenap boekti kepada mereka itoe tentoe mereka itoe
tidak akan mengikoeti kiblat mereka itoe; dan setengah golongan poen tidak
akan mengikoetikiblat golongan lain”. Djadi njatalah, bahwa manoesia
kalaoe soedah mempunyai kejakinan, maka ia kokoh dan koeat poela
menepati kejakinan masing-masing. Maka tepatlah bahwa pada saat ini,
dasar kejakianan tidak perloe didalam-dalam atau diperselisihkan. Akan
tetapi djoeroesan kebaktian dalam satoe toejoean itoelah oetamanya
dipersoenggoeh memboelatkannjaoentoek pembelaan Tanah Air dan
keselamatan Bangsa karena kita bertahan air satoe dan berbangsa satoe
poela. Kemoedian dari pada itoe Toehan berfirman selanjoetnya djoega
dalam soerat Al-Baqarah ayat 148 jang artinja “Bagi masing-masing mereka
itoe soedah mempoenyai hadapan sendiri-sendiri, maka karena itoe
soepaya keyakinan hendaknya serentak berlomba-lomba akan
mengerdjakan kebaikan”. Demikianlah, mengerjakan kebaikan baik digaris
depan atau digaris belakang peperangan , haroeslah mendjadi dasar kita
teristimewa dalam masa jang amat genting seperti sekarang ini. Kerdja
bersama-sama dengan seboelat hati serta seia sekata insya Allah akan
meoedjoedkan hasil jang manfa’at.”19

Selain disampaikan pidato oleh K. H. M. Mansoer untuk mengajak kaum

muslimin untuk membantu Jepang, dijelaskan pula mengenai dasar perjuangan

kaum muslimin oleh Ahmad Yusuf, bahwa perjuangan yang didasarkan atas dasar

keyakinan tak akan sia-sia, dengan cara menguatkan batin dengan pendidikan

agama dan menebalkan keyakinan dengan iman dan tauhid;

19
“Tjara Kerdja Bersama-sama jang Oetama K. H. M, Mansoer”, Soeara Muslimin
Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605, No. 1 Th. III).
25

“..... Kalimat : La ilaha illallah Moehammadoer Rasoeloellah yang berarti


Tidak ada Toehan selain Allah, Moehammad itoe OetoesanNja. Inilah
dasar Islam itoe agamanja, dengan bersoempah dihadapan Allah, manoesia
dan dirinja sendiri.... djentera zaman berpoetar, seloeroeh doenia
oemoemnja, diIndonesia khususnja, dasar hidoep kaum muslimin hantjoer
dibawa masa. Namoen begitoe dasar itoe mesti tetap tegoeh didjiwa tiap-
tiap Moeslim, selama Qoer’am masih dibatja, selagi matahari masih terbit
di Timoer, dasar itoe pada soeatoe masa akan memberi tjorak dan bentoek
pada tiap-tiap moeslim....kita kembali kesedjarah perdjoeangan pahlawan-
pahlawan dan pradjoerid-pradjoerid dari zaman Rasulullah, sahabat-
sahabat dan pahlawan-pahlawan sesoedahnja. Itoelah perdjoeangan jang
bersendikan Taoehid dan kejakinan, bersemboyan dari Allah, karena Allah
dan oentoek Allah: memandang ringan kepada mati kalaoe mereka madjoe
ke medan perdjoeangan bagaikan air bah jang tertahan-tahan , terbelintang
poetoes, terbeloedjoer patah. Dengan semangat inilah Islam dapat
menjerboe ke Eropa, Afrika hingga ke India. Sebagaimana bangsa Nippon
meyakinkan berkoempoelnja roeh-roeh soetji pahlawan-pahlawan tanah
asir di Jasoe-koeni Djindja, adalah kaoem moeslimin jang berjoeang
kepada djalan Allah, akan kembali kepadanja dengan kesoetjian, karena
Allahlah kembali segala sesoeatoe. Kejakinan inilah jang mendjelmakan
sedjarah jang bilang-gemilang dalam perjoeangan kaum Moeslimin:
sebagaimana gilang-gemilangnja perjoeangan Dai Nippon sekarang ini.
Tjita-tjita Hakko Itjioe jang akan diciptakan oleh Dai Nippn itoe, bagi
kaoem moeslimin ta’ragoe lagi, jang mereka mempoenjai tjita-tjita seperti
itoe poela, selama darah Islam mengalir di toeboehnja. Persemaian boeah
dan kesan dasar hidoep, keyakinan dan perdjoangan bangsa Nippon dan
kaoem Moeslim inilah jang haroes diselidiki oleh tiap-tipa moeslim dan
pemimpin Indonesia jang ikoet dan sedang mmbentoek dasar
pembangoenan Indonesia dalam lingkoengan Asia Raja sekarang ini.
Dalam gelanggang perjoengan jang menentoekan nasib Indonesia
sekarang, dan masa jang akan datang, kaoem Moeslimin di Indonesia
soedah mempoenjai pendirian jang tentoe, keyakinan jang tegoeh dan
dasar perjoeangan yang soedah tetap, hingga dalam perjoeangan di moeka
sekalipoen. Karena mereka yakin, bangoen dan roeboehnja Indonesia,
lenjap atau teroelangnja pendjadjahan kembali, menetoekan nasib agama,
bangsa dan tanah airnja. Maka oentoek mengobar-ngobarkan semangat
perjoeangan poetera Indonesia sekarang ini, siapkanlah batin dengan
didikan agama, perkoeatlah dasar jang tegoeh dan tentoe, tebalkanlah
kejakinan dengan iman dan tauhid baik pemimpin ataoe jang dipimpin
nistjaja ta’ akan sia-sia perjoeangan jang dihadapi dan koerban jang
diberikan. Karena gerakan jang berdiri diatas dasar jang tegoehlah jang
menimboelkan perjoeangan jang dahsjat dan ta’ tertahan-tahan....”20

20
“Dasar Perdjoeangan Moeslimin Oleh; Ahmad Joesoef”, Pandji Poestaka,
(Weltevreden: Balai Pustaka,1943).
26

Selain tetap memperbolehkan berdirinya MIAI, pemerintah Jepang juga

mendirikan Kantor Urusan Agama yang pada zaman Belanda disebut kantor Voor

Islamistische Saken yang dipimpin oleh orientalis Belanda diubah menjadi

Sumubu yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri, yaitu K.H. Hasyim Asyari dari

Jombang, dan di daerah-daerah disebut Sumuka.21

Secara umum pemerintahan Jepang menaruh perhatian cukup besar atas

Islam di Indonesia. Oleh karena itu ketika Jepang menduduki Indonesia pada

tahun 1942, Jepang berharap dapat bekerja sama dengan kaum muslimin di

Indonesia, dengan cara memberikan peran sosial dan politik yang penting kepada

para pemimpin Islam. Mereka memandang agama sebagai sebuah alat yang

penting untuk memanipulasi pikiran rakyat, dan mereka menaruh perhatian

khusus terhadap peran para pemimpin Islam atau alim ulama.22 Karena melalui

para pemimpin Islam, Jepang berharap rakyat Indonesia mau bekerja sama dengan

Jepang.

2. Mobilisasi Rakyat Indonesia

Jepang memanfaatkan tokoh-tokoh terkemuka Indonesia untuk

memobilisasi rakyat Indonesia baik dari kalangan nasionalis sekuler maupun alim

ulama, dengan cara memanfaakan sentimen politik anti Barat. Jepang juga

mendirikan berbagai organisasi propaganda, dengan berbagai nama dan slogan.

Mula-mula diperkenalkan “Gerakan Tiga A”23 yang didirikan pada awal

21
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2012) h. 124.
22
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945,
(Depok: Komunitas Bambu, 2015) H. 303-304.
23
Organisasi ini disponsori oleh Jawatan Propaganda Sendenbu yang dipimpin oleh
Shimizu Hitoshi dan Ichiki Tatsuo, dua orang Jepang yang mahir berbahasa Indonesia. Ketua
27

pendudukan sekitar april 1942. “Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia,

Nippon Cahaya Asia”.24 Para pemimpin Gerakan Tiga A adalah seorang ahli

propaganda Jepang yaitu Shimizu Hitoshi dan Ichiki Tatsuo. Shimizu dan

Samsuddin merupakan pemimpin muda Parindo, mereka mempergunakan gerakan

tersebut untuk mengorganisir kaum intelektual kelompok-kelompok agama, Islam

dan Kristen, pejabat-pejabat pemerintahan dan priyayi di beberapa pertemuan.

Sedangkan melalui siaran-siaran radio dan surat kabar Jepang menyerukan

dukungan rakyat.25 Salah satu subseksi dari gerakan propaganda Jepang (Gerakan

Tiga A) yaitu Shumubu (Kantor Urusan Agama).26

Jepang berusaha agar dapat memobilisasi rakyat Indonesia untuk membantu

Jepang dalam memenangkan perang dunia ke-II. Kaum pemuda mendapat

perhatian kusus dari pemerintah Jepang karena kaum pemuda mudah untuk

dipengaruhi. Salah satu sarana yang dipakai untuk mempengaruhi kaum pemuda

ialah sarana pendidikan, baik pendidikan umum (pendidikan disekolah) maupun

pendidikan khusus (pelatihan-pelatihan yang diadakan Jepang). Pelatihan yang

diadakan Jepang bertujuan untuk menanamkan semangat pro Jepang di kalangan

kaum pemuda seperti Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR). Yang diresmikan pada

tanggal 11 Juni 1942 dengan dipimpin oleh Dr. Slamet Sudibyo dan S.A. Saleh. 27

umumnya adalah Mr. R. Samsoedin. Organisasi ini terkenal dengan slogan Cahaya Asia Nippon,
Pelindung Asia Nippon, pemimpin Asia Nippon. Namun usianya singkat karena tidak didukung
oleh para tokoh nasionalis Indonesia maupun pemerintah militer Jepang sendiri. Akhirnya
organisasi ini dibubarkan pada bulan September 1942. Nino Oktorino, Konflik Bersejarah:
Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 33.
24
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 51.
25
Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, h. 143.
26
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 66.
27
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 43.
28

Selain BPRA, Jepang juga membuat organisasi semi militer yang terdiri dari

Seinendan dan Keibodan, yang dipimpin oleh Gunseikan.28 Pemuda-pemuda

Indonesia yang ikut menjadi nggota Seinendan diberikan pelatihan-pelatihan

militer baik untuk mempertahankan diri maupun untuk menyerang. Mereka adalah

pemuda-pemuda yang berusia sekitar 15-25 tahun.29 Sedangkan Keibodan adalah

pembantu polisi dengan tugas-tugas kepolisisan seperti penjaga lalu lintas dan

pengaman desa. Keibodan terdiri dari pemuda-pemuda yang berusia berkisar 20-

35 tahun. Jepang berusaha agar badan ini tidak dipengaruhi oleh kaum

nasionalis.30 Selain Keibodan dan Senendan, untuk mengerahkan tenaga kaum

perempuan dibentuklah Fujinkai (Himpunan Perempuan) yang dibentuk pada

bulan Agustus 1943. Kemudian pada tanggal 15 Desember 1944 diresmikan

pembentukan badan resmi semi militer lainnya, yakni Hizbulloh (tentara Alloh)

yang berada di bawah naungan Masyumi, yang didirikan pada tanggal 8

Desember 1944.31 Dalam bulan April 1943 dikeluarkan pengumunan yang isinya

memberi kesempatan kepada Pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu Prajurit

Jepang (Heiho), yang terhimpun dalam Peta (Pembela Tanah Air).32

Selain memobilisasi masyarakat Indonesia dalam bidang militer, Jepang

juga mengerahkan rakyat Indonesia untuk menjadi buruh sukarela (Romusa).

Pengerahan romusa merupakan eksploitasi pekerja kasar, terutama pemuda. Hal

ini dilakukan Jepang untuk menunjang perangnya melawan sekutu.33 Jepang

menyebut mereka prajurit pekerja. Pengerahan Romusa dimaksud untuk


28
Gunseikan merupakan kepala pemerintahan militer di bawah Seiko Sukikan, Panglima
Tentara. Dipimpin oleh kepala staf dari satuan darat yang bersangkutan. Oktorino, Konflik
Bersejarah, h. 35.
29
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 45.
30
Ibid, h. 46.
31
Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945 h. 54
32
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 50.
33
Ibid, h. 60.
29

membangun prasarana perang (kubu-kubu pertahanan, jalan raya dan lapangan

udara) maupun untuk pekerjaan di pabrik dan pelabuhan.34

Selain mengerahkan laki-laki yang potensial yang berusia antara 16 sampai

40 tahun sebagai pekerja paksa (romusa), pemerintah pendudukan Jepang

mengerahkan pula tenaga perempuan tidak saja untuk kepentingan formal seperti

Fujinkai, tetapi juga untuk kepentingan pemuas nafsu. Mereka itu disebut

perempuan penghibur atau Jugun Ianfu.35 Mereka adalah wanita desa yang masih

lugu, tidak berpendidikan dan berasal dari keluarga yang secara ekonomi sangat

kurang. Namun, ada pula yang berasal dari keluarga terhormat yang terbujuk

untuk disekolahkan atau dipekerjakan diluar Indonesia.36 Tetapi pada

kenyataannya mereka hanya dijadikan sebagai wanita penghibur. Ini dilakukan

Jepang agar tentara Jepang bersemangat dalam bekerja meskipun jauh dari

negaranya, dan mencegah terjadinya pemerkosaan oleh tentara Jepang terhadap

masyarakat lokal, sehingga nama baik pemerintahan Jepang tetap terjaga.

Pengerahan perempuan kebangsaan Indonesia maupun Belanda yang dipaksa

menjadi Jugun Ianfu telah mengalami penderitaan lahir batin. Hal ini merupakan

salah satu bukti kekejaman Jepang yang memaksa kaum perempuan memenuhi

kepentingannya yaitu kepentingan nafsu seksnya.

34
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 55.
35
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 68.
36
Abdurrahman(edt), Dari Kurun Niaga Hingga Orde Baru, Bunga Rampai Sejarah
Indonesia, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, 2007) h. 64.
30

3. Kebijakan Ekonomi

Jepang berusaha untuk dapat menguasai Asia Tenggara yang disebut

Wilayah Selatan (yang terbagi menjadi 2 wilayah: wilayah A yang terdiri atas

Malaya, kalimantan Utara, Hindia Belanda dan Filipina dan wilayah B yang

terdiri atas Vietnam, Laos dan Kamboja). Tujuannya yaitu untuk memperoleh

sumber-sumber bahan mentah untuk industri perang Jepang, terutama minyak

bumi dan juga untuk memotong garis perbekalan musuhnya yang bersumber pada

wilayah tersebut. Rencana Jepang tersebut akan dilaksanakan dalam dua tahap.

Tahap pertama merupakan tahap pengusaan dan tahap kedua merupakan rencana

untuk jangka panjang, yaitu menyusun kembali struktur ekonomi wilayah tersebut

di dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan-bahan untuk perang.

Jepang ingin menguasai Indonesia terutama pulau Jawa karena Jepang

menganggap Indonesia mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa. Hal ini

disebabkan karena Indonesia memiliki tanah yang subur dan penduduknya

banyak.37 Sebelum Jepang benar-benar menguasai Indonesia, Belanda

menghancurkan objek-objek vital yang sebagian besar merupakan tempat

produksi dan prasarana ekonomi, ini dilakukan Belanda agar Jepang tidak dapat

memanfaatkannya. Akibatnya ialah, pada awal pendudukan Jepang hampir

seluruh kehidupan ekonomi di Indonesia lumpuh. Kehidupan ekonomi kemudian

sepenuhnya berubah dari keadaan normal menjadi ekonomi perang.38 Ekonomi

perang merupakan penerapan berbagai pengaturan, pembatasan dan penguasaan

produksi dengan tujuan untuk memenangkan perang.39

37
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 3
38
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 75-76.
39
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 51.
31

Setelah berhasil menguasai Indonesia, pemerintah Jepang di Tokyo

membuat kebijakan ekonomi pada bulan November 1941 yang isinya;

“Apabila pengurusan bantuan vital bagi pertahanan nasional dan

swasembada militer dapat menimbulkan kerugian terhadap tingkat hidup

penduduk pribumi, hal itu harus diterima saja.”40

Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil alih semua

kegiatan dan pengendalian ekonomi. Langkah pertama yang dilakukan Jepang

adalah rehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi, dan

telekomunikasi yang bersifat fisik. Beberapa peraturan yang bersifat kontrol

terhadap kegiatan ekonomi dikeluarkan. Pengawasan terhadap barang-barang

yang disita dari musuh diperketat. Untuk mencegah meningkatnya harga barang

dan timbulnya berbagai manipulasi secara setempat, dikeluarkan peraturan

pengendalian harga dan hukuman yang berat bagi yang melanggar. Harta milik

musuh dan harta yang dibiayai dengan modal musuh disita dan menjadi hak milik

pemerintah Jepang.41

Di bidang moneter pemerintah Jepang berusaha sekeras-kerasnya untuk

mempertahankan nilai gulden atau rupiah Hindia Belanda. Tujuannya ialah agar

harga barang-barang dapat dipertahankan seperti sebelum perang dan untuk

mengawasi lalu lintas permodalan dan arus kredit. Di bidang perpajakan diadakan

pemungutan dari berbagai sumber, termasuk pajak pengahasilan.42 Hal ini

dilakukan Jepang agar Jepang mudah untuk melakukan pengendalian ekonomi.

Ketika perang menginjak tingkat krisis pada tahun 1944 dimana Sekutu

sudah mendekati Jepang, tuntutan akan kebutuhan bahan baku semakin


40
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 47
41
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 76
42
Ibid. h. 78.
32

meningkat. Rakyat dituntut untuk menyetor padi dan menaikkan produksi padi,

mereka juga dibebani pekerjaan tambahan yang bersifat wajib, seperti menanam

dan memelihara jarak (tumbuhan liar). Pekerjaan ini mengurangi waktu kerja

petani apalagi banyak di antara mereka dipaksa menjadi Romusa.43 Kebijakan ini

mengakibatkan kesengsaraan yang berlipat ganda bagi rakyat Indonesia.

4. Pengendalian Pendidikan, Komunikasi Sosial, dan Budaya

Pada masa penjajahan Jepang jumlah sekolah dasar menurun dari 21.500

menjadi 13.500. jumlah sekolah dasar merosot 30 %, ini karena pada awal

pemerintahan Jepang banyak sekolah yang ditutup, dan dibuka lagi namun tidak

semuanya yang dibuka. Guru-guru sekolah dasar berkurang 35%, sedangkan

guru-guru menengah yang aktif kira-kira tinggal 5%. Karena sebagian guru-guru

ditarik untuk bekerja dikantor-kantor pemerintahan sebab Jepang kekurangan

tenaga untuk menjalankan administrasi pemerintahan.44

Pada masa pendudukan Jepang pendidikan sekolah dasar menjadi 6 tahun.

Jepang mengadakan penyeragaman untuk memudahkan pengawasan terhadap

sekolah-sekolah tersebut, baik dalam isi maupun penyelenggaraan. Sistem

pengajaran dan struktur kurikulum ditujukan kepada keperluan Perang Asia Timur

Raya. Jenis sekolah dikelompokkan menjadi dua bagian utama yaitu sekolah

umum dan sekolah guru.45 Sekolah guru dibuat untuk melatih guru-guru agar

dapat mendidik siswanya sesuai dengan apa yang diharapkan Jepang.

Disiplin militer yang merupakan ciri pemerintahan militer Jepang,

diterapkan dalam bidang pendidikan. Seperti yang disampai dalam majalah soeara

43
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 83.
44
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 74.
45
Ibid. h. 75.
33

muslimin Indonesia yang mengomentari pidatonya Moh. Hatta tentang pendidikan

untuk rakyat Jelata yaitu:

“... Lihat sadja aliran jang ditempoeh oleh anak-anak kita disekolah-sekolah
ataoe dalam doenia pemuda oemoemnja. Kita lihat boewahnya pendidikan
mereka itoe jang sangat mengherankan. Peroebahan semangat anak-anak
dan pemoeda-pemoeda kita selama tiga tahoen jang belakangan ini
menendjoekan dengan tegas adanja kekoeatan jang loear-biasa dalam
djiwanja bangsa kita. Djiwanj a bangsa Indonesia, jang selaloe dikira oleh
pendjadjah Barat sebagai djiwa-boedak itoe, sebagai disoenglap beroebah
menjadi djiwa perkasa djiwa jang tahoe bertjita-tjita loehoer, asal diberi
kesempatan, asal diberi didikan jang sewadjarnya. Istimewa aliran
kemiliteranlah jang ditanamkan soenggoeh-soenggoeh dalam dadaja anak-
anak dan pemoeda-pemoeda kita itoe....”46

Sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan menjadi tempat indoktrinasi

Jepang.47 Melalui pendidikan Jepang berusaha membentuk kader-kader untuk

memelopori dan melaksanakan konsep “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”

dan hal itu akan tercapai apabila Jepang memenangkan perang dunia II.48

Meskipun Jepang memberikan kelonggaran terhadap Islam, tetapi Jepang

tetap mengawasi dan mengontrol pendidikan Islam rakyat pedesaan. Karena

Jepang takut akan bahaya yang ditimbulkan jika sewaktu-waktu terjadi

pemberontakan karena adanya unsur Arab dan Pan Islam, oleh karena itu Jepang

melarang penggunaaan bahasa Arab. Namun pada akhir tahun 1942, Jepang

menghapus larangan tersebut, karena Jepang menyadari bahwa tidak mungkin

melarang penggunaan bahasa Arab yang merupakan bahasa suci Al-Quran.

Jepang mengizinkan penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran agama, apabila

kaum muslim mau menerima kurikulum standar di dalam mata pelajaran non-

agama dan mengajarkan bahasa Jepang disamping bahasa Arab, dengan demikian

46
“Pendidikan di Masa Perang oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30
Moeharram 1364 /15 Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3).
47
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 91-92.
48
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 76.
34

Jepang tidak menghilangkan unsur Pan Islam dalam pendidikan Islam di

Indonesia.49

Jepang memanfaatkan jalur pendidikan untuk mengubah cara berfikir

masyarakat Indonesia dari mentalitas Eropa kepada alam pikir Jepang. Karena

Jepang berharap melalui pendidikan tercipta kader-kader yang dapat membantu

Jepang, khususnya para pemuda. Sesuai dengan undang-undang No.12 tertanggal

22 April 1942 sekolah yang semula dibekukan dibuka kembali secara berangsur-

angsur. Tidak hanya pembukaan sekolah-sekolah bekas Belanda, sekolah-sekolah

swasta pun diizinkan dibuka kembali misalnya sekolah agama Islam, sekolah

Taman Siswa, dan sekolah Muhammadiyah. Namun kebebasan untuk membuka

sekolah-sekolah baru diberikan kepada Jawa Hokokai, sedangkan swasta lainnya

hanya diperkenankan untuk membuka sekolah kejuruan dan bahasa.50

Menurut Dr. Mohammad Hatta, yang mendapatkan pendidikan bukan hanya

dari golongan terpelajar, tetapi rakyat Indonesia secara keseluruhan perlu

mendapatkan pendidikan;

“... Pendidkan bagi rakjat berarti menginsjafkan, menambah pengetahoean,


kecakapan akan tjita-tjita. Akan tetapi hal itoe tidak dimengerti oleh
seloeroeh rakyat. Maka perloelah seloeroeh rakjat kita bagi atas 5 golongan
mendapat pendidikan; 1. Golongan pemimpin, 2. Golongan Pangreh Pradja,
3. Kaoem terpelajar, 4. Rakyat djelata, jang boleh kita bagi dalam 2
golongan rakjat tani dan pekerdja di kota-kota.....”51

Pemerintah Jepang juga mengadakan pelatihan-pelatihan atau indokrinasi

bagi para guru seluruh Jawa. Karena dalam usaha mencapai sasaran pendidikan,

guru memegang peranan yang menentukan, untuk itu gurulah yang harus didik

49
Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 159-160.
50
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 95.
51
“Pendidikan Bagi Rakyat Oentoek Mentjapai Indonesia Merdeka oleh Drs. Moh.
Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, No. 1 Th. III. (16 Moeharram 1364/ 1 Djanoeari 2605).
35

terlebih dahulu.52 Pada awal zaman Jepang, semua perguruan tinggi ditutup sejak

tahun 1943 ada beberapa yang dibuka kembali, seperti Perguruan Tinggi

Kedokteran di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik di Bandung. Jepang lebih

menekankan pada pendidikan dasar dan kurang menginvestasikan uang serta

usaha pada pendidikan lanjutan. Mereka lebih menaruh perhatian atas

pengembangan tingkat melek huruf pada masyarakat bawah dibandingkan dengan

penciptaan orang elit (golongan yang lebih sedikit jumlahnya) yang memiliki

kecakapan dan kecerdasan lebih. Kebijakan ini persis seperti yang diharapkan di

Jepang pada awal periode Meiji. Dengan cara ini Jepang sangat berhasil di dalam

meningkatkan mobilitas sosial ke atas dan menyediakan kemampuan dasar bagi

masa, yang memungkinkan memperoleh keahlian industri.53

Pemerintahan Jepang saat menduduki Indonesia sangat mengendalikan

media komunikasi massa, baik surat kabar, majalah, radio, film dll, untuk

menyebarkan propaganda Jepang. Surat kabar dan majalah terbit tanpa izin

istimewa, tetapi diawasi oleh badan-badan sensor. Pikiran-pikiran atau pendapat

yang tidak sesuai dengan kehendak Jepang, dilarang. Surat Kabar yang terbit
54
berada di bawah pengawasan badan yang diberi nama Jawa Shinbukai. Jepang

melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua alat pemberitaan baik radio,

kantor berita Domei, maupun surat kabar. Selain surat kabar seperti Soeara Asia,

Asia Raya dan lain-lain, diterbitkan juga majalah-majalah seperti Djawa Baroe,

Oandji Poestaka, dan lain-lain.55

52
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 75.
53
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 406.
54
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 99.
55
Ibid, h. 101.
36

Radio juga penting sebagai alat komunikasi massa, dan karena itu

Jepangpun setelah menduduki Indonesia terus bertindak menguasai radio, baik

swasta maupun semi pemerintah seperti perserikatan-perserikatan Radio

Ketimuran (PPRK), Nederlands-Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM)

dan sebagainya. Setelah menghentikan semua aktivitas siaran radio swasta dan

semipemerintah tersebut, Jepang mendirikan suatu badan yang mengurus dan

menyelenggarakan siaran radio, baik di pusat maupun daerah-daerah, Badan ini

diberi nama Hoso Kanrikyoku.

Walaupun pengawasan yang dilakukan Jepang sangan ketat, tetapi masih

ada celah yang dapat ditembus oleh pejuang-pejuang Indonesia yang bekerja di

kantor-kantor tersebut. Mereka mengetahui dari siaran-siaran luar negeri

mengenai kedudukan kedua belah pihak yang terlibat dalam perang Pasifik.

Sarana komunikasi, pers dan radio pada masa pendudukan Jepang memainkan

peran penting dalam menyebarluaskan serta meningkatkan semangat nasionalis

rakyat Indonesia, karena mereka dapat mendengar dan membaca pidato-pidato

dan tulisan-tulisan para tokoh pergerakan nasional Indonesia.56 Seperti pidato

yang disampaikan wakil ketua Masyumi, Wahid Hasyim, pada tahun terakhir

kekuasaan Jepang di Indonesia;

“Sejarah masa lampau kami (demikian namanya)telah menunjukkan bahwa


lkami belum mencapai kesatuan. Demi kepentingan kesatuan ini, yang
sangat kami perlukan secara pendesak dan dalam usaha untuk membangun
negara Indonesia kita, didalam pikiran kami pertanyaan yang penting
bukanlah, “Di manakah akhirnya tempat Islam(didalam negara itu)?.” Akan
tetapi pertanyaan yang terpenting adalah, “dengan jalan manakah akan kami
jamin tempat agama (kami) di dalam Indonesia Merdeka?” karena itu saya
ulangi: Yang sangat kita butuhkan saat ini adalah persatuan bangsa yang tak
terpecahkan.”57

56
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 102.
57
Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 227
37

Lenyapnya bahasa Belanda dari dunia perguruan dan dari pergaulan sehari-

hari memberikan kesempatan yang baik bagi pemakaian dan pengembangan

bahasa Indonesia. Orang Belanda sendiri dilarang memakai bahasanya sendiri.

Demikian kerasnya larangan pemakaian bahasa Belanda sehingga boleh dikatakan

di semua toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan dan lain-lainnya papan

nama atau papan iklan yang berbahasa Belanda diganti dengan yang berbahasa

Indonesia atau berbahasa Jepang.

Jepang berusaha mengganti bahasa Belanda dengan bahasa Jepang, oleh

karena itu di semua sekolah yang dibuka kembali oleh Jepang diberi mata

pelajaran bahasa Jepang. Dikota-kota besar, kecil maupun kantor-kantor diadakan

kursus bahasa Jepang, yang juga mengadakan ujian. Bahkan terdapat pula

sekolah-sekolah khusus untuk pengajaran bahasa Jepang. Pelajaran bahasa Jepang

juga disiarkan melalui radio dan majalah.58 Selama bulan Ramadhan juga

diadakan pengajaran bahasa Nippon untuk para pegawai negeri.59 Jepang

berkeinginan kuat untuk mempromosikan sebuah bahasa bersama demi

mendorong komunikasi sosial antar penguasa dan rakyat, serta antara rakyat dari

berbagai daerah.60

58
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 103.
59
“Sekolah Bahasa Nippon Tinggi” Asia Raya, (Djoem’at Paing, 3 Agoest 2665/25
Roewah 1364)
60
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 412
BAB III

KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP PENDIDIKAN KAUM MUSLIMIN

Secara umum pemerintah Jepang menaruh perhatian cukup besar terhadap

Islam di Indonesia karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Oleh

karena itu, untuk dapat mengambil perhatian rakyat Indonesia maka Jepang

membuat kebijakan pendidikan yang berpihak kepada kaum muslimin serta

memberikan peranan sosial dan politik yang penting kepada para pemimpin Islam.

Sesuatu yang jelas berbeda dari kebijakan Belanda. Ketika tentara Jepang

menduduki Indonesia pada 1942, harapan akan kerja sama dari kaum muslimin

menjadi sebuah kebutuhan yang penting, untuk dapat memenangkan perang dunia

II. Jepang berusaha untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dengan

membuat kebijakan-kebijakan, salah satunya yaitu dalam bidang pendidikan.

Kebijakan tersebut antara lain;

A. Pelatihan-Pelatihan Ulama dan Guru

1. Kerangka Dasar

Islam adalah alat yang paling paling efektif untuk berkomunikasi dengan

masyarakat. Oleh karena itu, kedudukan alim ulama sangat penting untuk

mempengaruhi rakyat Indonesia melalui pendidikan. Seperti yang disampaikan

alim ulama;

“..... Kita haroes tahoe bahwa kalau lapangan baroe soedah terboeka, maka
perloe kita sadar akan kedoedoekan kita, insaf akan kewadjiban jang kita
pikoel dan jakin akan langkah jang kita tindakkan. Djoega dalam
pemebntoekan Djaman Baroe ini, tidak koerang-koerang lapangan jang
haroes dilaloei oleh alim oelama kita. Istimewa sekali daja-oepaja
membesar-besarkan dan menghebat-hebatkan modalnja kaoem Moeslimin

38
39

oentoek melanjoetkan perjoeangan kita. Jang kita maksoedkan ialah


Angkatan Moeda Oemat Islam. menyediakan dasar jang kokoh oentoek
anak-anak Islam kita dibelakang hari. Berkenaan dengan hal ini, baiklah
lebih doeloe kita perhatikan berita Domei baroe-baroe ini seperti berikoet:
“Toean2 Ogina dan Mr. Soemitro dari Departemen Pengadjaran bagian
Agama Islam Djakarta telah mengondjoengi Djokjakarta oentoek
memeriksa keadaan sekolah2 Islam, pesantren, dan tempat pemondokanja di
Kotagede, Wonokromo dan lain2. Menoeroet keterangan toean2 Ogino dan
Mr. Soemitro keadaan sekolah 2dan pesantren2 Islam itu sangat
memuaskan, melebihi dari jang disangkakan. Selandjoetnja oleh doea
Pembesar Departemen Pengadjaran tsb. Diterangkan, bahwa pekerdjaan
alim-oelama pada waktoe sekarang penting sekali.” Perhatiakan kalimat
jang terachir dalam berita singkat itoe. Pekerdjaan alim oelama pada waktoe
sekarang ini penting sekali. Nistjaja sekali jang dimaksoedkan dengan
kepentingan itoe teroetama jang berhoebongan dengan masalah
PENDIDIKAN. Pendidikan anak-oemat, pendidikan tjalon-oemmat,
pendidikan bakal pemangkoenja bangsa dan Noesa...”1

Jepang memanfaatkannya ulama untuk menyebarkan budaya Jepang, yaitu

dengan cara mendoktrin ulama melalui latihan-latihan.2 Jepang mulai memiliki

gagasan tentang pelatihan ini sejak awal tahun 1943, ketika Shumubu masih

dikepalai oleh Kolonel Horie. Persiapan dan pelaksanaan kursus dilakukan oleh

seksi propaganda Shumubu. Kursus pertama diadakan pada bulan Juli 1943.

“Atas oesahanja Gunseikanbu Sjumubu pada permoelaan boelan ke 7 tahoen


2603 diadakan Latihan-Oelama dari seloeroeh Djawa dan Madoera, jang
lamanja satoe boelan dan diadakan dalam tiga rombongan jang mengambil
tempo tiga boelan dan dapat melatih 3 x 60 =180 alim oelama oentoek
bekerdja bersama dengan Bala tentara Dai Nippon dalam mentjiptakan
kemakmoeran Asia Timoer Raja. Segala ongkos2 keperloean Latihan ini
dipikoel oleh Pemerintah sendiri dan para Alim Oelama mendapat poela
soembangan oentoek nafkah keloeargaja selama mengoenjoengi latihan itoe
jang diadakan di Djakarta bertempat di Gedoeng MIAI. Oentoek
penginapanja disediakan doea boeah roamah besar di Kramat No 45 dan 47
dengan ditjoekoepkan sekalian keperluan berhoeboengan dengan tempat
sembahjang, beladjar, tempat tidoer, makan minoem menyoetji dll....”3

1
“Alim Olama; Menghadapi Pendidikan Ra’jat”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia,
(30 Radjab 1364/1 Agoestoes 2603).
2
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2012) h. 39.
3
“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis Islam
A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11
40

Seksi propaganda tersebut dikepalai oleh seorang Jepang, yaitu Naguchi,

dan pejabat utama yang bertanggung jawab atas kursus alim ulama ini diantaranya

Hoesein Iskandar, H. Aboebakar, dan Abdulloh Aidid. Namun pada Agustus

1944, kursus tersebut dipercayakan kepada seksi III (penelitian, kontrol, dan

pengelolaan), yang dipimpim oleh seorang Jepang, Furusawa, seksi inilah yang

menangani persoalan Masyumi dan Hizbulloh.4 Tujuan kursus ini ialah untuk

mendoktrin alim ulama dalam semangat menghadapi perang pasifik dan Hakko

Iciu (delapan benang dibawah satu atap) penguasaan wilayah dunia atas rekayasa

Jepang.

Kursus ini diselenggarakan sebanyak 17 kursus alim ulama. Setelah usaha

pertama pada Juli 1943, jenis latihan yang serupa diulang kembali pada bulan

berikutnya. Akan tetapi, pada bulan September dan Oktober kursus tersebut

dihentikan karena bertepatan dengan bulan Ramadhan, dan baru diselenggarakan

kembali untuk angkatan ketiga pada Desember 1944. Setelah sebulan istirahat,

pusat latihan alim ulama yang permanen didirikan pada bulan Februari 1944 di

Gedung Masyumi di Jakarta dan sejak itu kursus diberikan secara teratur dan rapi,

yaitu diselenggarakan setiap bulan, kecuali pada bulan Ramadhan (Agustus-

September 1944) karena alasan yang tidak diketahui, latihan tersebut dihentikan

sejak Juni 1945. Setiap kursus yang mula-mula berlangsung selama empat

minggu, tetapi sejak Februari 1944 dikurangi menjadi hanya tiga minggu.5

Di samping kursus-kursus berjangka pendek bagi ulama biasa, juga

diselenggarakan kursus tiga bulan, sejak April 1944, bagi para guru madrasah,

4
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945,
(Depok: Komunitas Bambu, 2015) h. 322.
5
Ibid. h. 323.
41

yang disebut Latihan Guru Agama bagian II. Guru-guru putri diseluruh Jawa

dilatih dengan cara Jepang;

“Disekolah latiahan goeroe-goeroe poeteri di Djakarta, moerid-moeridnja


dilatih dengan djara Nippon, dipimpin oleh Nj. K. Mijahira dan Nona T.
Abe jang mendjadi moerid-moerid disana ialah para goeroe putri jang
terpilih dari seluruh daerah di pulau Djawa...”6

Setelah mereka dilatih dan dididik mereka dikembalikan kedesa masing-

masing untuk mengajarkan ilmu yang telah didapat kepada murid-muridnya.

“para goeroe poetri Sekolah Rakyat dari seluruh Djawa masoek Djakarta
Kjoin Renseisjo. Dan 3 bulan lamanja mereka diberi oleh goeroe Nippon
pengadjaran, misalnja bahasa Nippon jang benar, tata kerama, taiso dsb.
Lihatlah disini, para goeroe poetri tadi, setelah kembali kedesa masing-
masing siboek mengadjarkan moerid-moeridnja.....”7

Dalam usaha mencapai sasaran pendidikan, guru memegang peranan yang

menentukan. Untuk itu gurulah yang harus dididik terlebih dahulu. 8 Dikabarkan

bahwa rencana kursus ini dibuat atas permintaan yang diajukan pada konferensi

kepala sekolah madrasah pada 20 Januari 1944. Latihan ini lebih diarahkan untuk

mempersiapkan orang-orang yang akan bekerja sebagai propaganda politik,

dengan fokus pada pelatihan mental, serta lebih menekankan pada aspek militer.

Seleksi ulama yang diundang untuk mengikuti latihan dilakukan oleh kontor

keresidenan. Setelah Masyumi terbentuk (November 1943), seleksi terutama

berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh organisasi Islam ini. Shumubu

mengeluarakan petunjuk mengenai latihan ulama untuk tahun 1943 dan

menetapkan syarat peserta sebagai berikut:

6
“Sekolah Latihan Goeroe Poetri di Djakarta” Djawa Baroe, No Istimewa,(1/3/2603).
7
“Pendidikan Nippon di Desa”, Djawa Baroe, No Istimewa,(6/10/2603).
8
Imran, Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan
A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 75.
42

a. Mereka yang mempunyai nama baik di masyarakat.

b. Mereka yang sehat dan giat dalam kegiatan sehari-hari.

c. Mereka yang dapat berbicara dan menulis bahasa Melayu dan salah satu

dari tiga bahasa daerah yaitu Jawa, Sunda, atau Madura.

d. Mereka yang dalam keadaan apapun dapat mengikuti kursus selama

sebulan.9

Agaknya syarat ketiga tidak mudah dipenuhi oleh banyak ulama pedesaan

karena pada masa itu melek huruf bahasa Melayu agaknya tidak begitu tinggi di

kalangan mereka. Tentang syarat keempat, sulit dipenuhi oleh sejumlah sejumlah

kecil kiai yang sangat terkenal dan populer, seperti pimpinan pesantren besar.

Akan tetapi, bagi sebagian besar alim ulama, hal ini tidak menjadi persoalan.

Selain syarat-syarat di atas, mereka juga harus memiliki pengaruh yang luas,

pengetahuan yang luas, memiliki posisi sosial yang baik, dan tidak memiliki

karakter yang cacat,10 Sesampainya di Jakarta, mereka ditempatkan di sebuah

asrama yang telah dipersiapkan oleh Shumubu.11

Segala biaya dalam keperluan latihan ini ditanggung oleh pemerintah

Jepang, dan para alim ulama juga mendapatkan pula sumbangan untuk nafkah

keluarga selama mengikuti latihan itu, serta mendapatkan fasilitas yang lengkap di

tempat pelatihan.

“....Segala ongkos2 keperloean Latihan ini dipikoel oleh Pemerintah sendiri


dan para Alim Oelama mendapat poela soembangan oentoek nafkah
keloeargaja selama mengoenjoengi latihan itoe jang diadakan di Djakarta
bertempat di Gedoeng MIAI. Oentoek penginapanja disediakan doea boeah
roamah besar di Kramat No 45 dan 47 dengan ditjoekoepkan sekalian

9
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 323.
10
C. A. 0. Van Nieuwenhuijze, Aspects Of Islam In Post-Colonial Indonesia,(The Hague
and Bandung: W. Van Hoeve LTD, 1958). h. 129.
11
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 324
43

keperluan berhoeboengan dengan tempat sembahjang, beladjar, tempat


tidoer, makan minoem menyoetji dll....”12

Alim ulama mau mengikuti latihan ulama ini karena sistem dalam pelatihan

ini sama seperti yang telah dijalankan oleh nabi Muhammad SAW. Jika Nabi

Muhammad hendak menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada sahabat-

sahabatnya yang banyak, maka Beliau memilih dahulu sahabat-sahabat yang

pandai dan cerdas untuk menerima pengajaran darinya. Kemudian mereka dikirim

ketiap-tiap penjuru untuk menyampaikan ajaran-ajaran itu. Dengan demikian

dapat meringankan beban dan menghemat waktu dan tenaga.

“....Dan latihan ini tidak asing bagi para Alim Oelama karena di dalam
adjaran Islam dan jang telah dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW.
Memang ada jang sepadan dengan latihan, jaitoe djika Nabi Moehammad
SAW hendak menjampaikan adjaran-adjaran Islam kepada sahabat-sahabat
jang ratoesan riboe banjaknja, maka Beliau memilih dahoeloe sahabat-
sahabat jang pandai dan tjerdas oentoek menerima pengajaran, kemudian
mereka itoe mendapat didikan yang istimewa, dan jika sudah dilatih dan
digembleng, mereka kemudian dikirim ketiap-tiap pendjoeroe oentoek
menjampaikan ajaran-ajaran itu....”13

Para alim ulama sudah banyak tahu tentang pengetahuan agama, oleh karena

itu pelajaran-pelajaran yang diterima oleh mereka itu yaitu tentang suasana

peperangan Asia Timur Raya, tujuan bala tentara Dai Nippon, sejarah negeri dan

sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan lain-lain. Kemudian para alim ulama

mengunjungi sekolah-sekolah, perpustakaan Islam dan lain-lain. Hal itu dilakukan

agar alim ulama tidak ketinggalan zaman, dan menganjurkan kepada murid-

muridnya agar giat bekerja sama untuk mencapai kemuliaan agama, nusa dan

12
“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis Islam
A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11
13
Ibid. h. 11
44

bangsa. Dan berusaha sungguh-sungguh dibelakang garis peperangan membantu

bala tentara Jepang mencapai kemerdekaan.

“..... Oleh karena Alim Oelama itoe soedah tjoekoep fasal pengetahuan
agamanja, maka kebanjakan peladjaran2 jang diberikan kepada mereka itoe,
jaitoe tentang soeasana peperangan Asia Timoer Raja dan toedjoen
Balatentara Dai Nippon, disertai sedjarah Negeri dansedjarah kemasoekan
Agama Islam di Indonesia, kesehatan dan perindoestrian dan beberapa
pengalaman. Selain itoe diberi kesempatan bagi alim oelama oentoek
menonton gambar hidoep jang mengandoeng peladjaran dan meloekiskan
kemadjoean didaerah-daerah Asia Timoer Raja dalam lapangan
kemakmoeran dan perindoestrian. Kemoedian para alim oelama berkeliling
melihat sekolah2 didikan pemoeda dan pertanian dan mengoendjoengi
gedoeng Perpoestakaan Islam, simpanan barang-barang koeno dan kantor
tjetak, semoeanja itoe oentoek meloeaskanpemandangan agar soepaja Alim
Oelama tidak ketinggalan dalam dalam menempoeh zaman kemadjoean
sekarang ini, bahkan sebaliknja mengandjoerkan kepada moerid2nja soepaja
giat bekerdja bersama, oentoek mentjapai kemoeliaan Agama, Noesa dan
Bangsa dan beroesaha soenggoeh2dibelakang garis peperangan membantoe
Balatentara Dai Nippon mentjapai kemenangan jang terakhir....”14

2. Peserta Kursus

Jumlah seluruh alim ulama yang menjalani latihan ini diperkirakan lebih

dari 1000 orang, jumlah keseluruhannya dapat diperkirakan sebanyak 1.024.

Menurut fakta statistik pada tahun 1943, yang dipersiapkan oleh Gunseikanbu,

jumlah seluruh kiai di Jawa ialah 18.466, dan yang ikut dalam pelatihan berjumlah

1.024 orang. Jadi mereka yang ikut dalam pelatihan mencapai 5,5 % dari jumlah

seluruh kiai.15 Tidak semua kiai yang ikut dalam pelatihan ulama. terutama kiai

yang sudah tua, karena mereka sulit meninggalkan pesantrennya selama pelatihan.

Usia peserta bervariasi dari 21 sampai 64 tahun. Jika seorang kiai seorang

kiai tua ditugaskan mengikuti latihan, ia mengirim salah seorang pembantunya

sebagai wakil. Seleksi peserta muda mungkin juga merupakan kebijakan Jepang
1414
“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis Islam
A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11
15
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 324-325
45

yang disengaja pemerintah mungkin berfikir bahwa meskipun kiai tua dan

berpengalaman lebih berpengaruh dikalangan rakyat, kiai muda bisa lebih aktif

dan bersemangat dalam perlaksanaan kegiatan propaganda.16 Jadi pemerintah

Jepang lebih mengutamakan kiai yang masih muda untuk mengikuti pelatihan,

karena Jepang beranggapan bahwa lebih mudah untuk membentuk idiologi dan

nilai dikalangan pemuda dibandingkan dikalangan orang tua.

Peserta latihan terdiri atas; pertama mereka yang memiliki kedudukan

publik di samping mengajar agama Islam, seperti pegawai dan guru sekolah,

dikategorikan menurut pekerjaan tersebut, dengan anggapan sebagai pekerjaan

utamanya. Kedua mereka yang bekerja dalam usaha sendiri seperti pertanian dan

perdagangan, dikategorikan sebagai “guru agama” dengan anggapan “guru

agama” merupakan pekerjaan utama.17

Seluruh peserta terdiri atas; anggota NU(Nahdlatul Ulama),

Muhammadiyah, Perserikatan Ulama Indonesia, Perhimpunan Penghulu dan

Pegawainya, Partai Serikat Islam Indonesia, Al-Ittihadiyyatu Islamiyah, Partai

Islam Indonesia, dan lain-lain.18

Latar blakang pendidikan peserta latihan hampir seluruhnya memiliki latar

belakang pendidikan sekuler selama beberapa tahun di Sekolah Rakyat daerah, di

samping latar blakang pendidikan agama. Hal ini berarti bahwa mereka yang

dilatih termasuk ke dalam keluarga dengan pemikiran yang agak maju di

masyarakat desa, yaitu pada waktu jumlah murid pada umumnya masih sedikit.

Beberapa orang juga memiliki pendidikan menengah, yang sebagian besar

ditempuh di sekolah Muhammadiyah. Tentang pendidikan agama, tentu saja


16
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 341-142.
17
Ibid. h. 337
18
Ibid. h. 342
46

semuanya sangat memenuhi syarat. Setelah belajar selama beberapa tahun di

sebuah pesantren di daerah mereka, sebagian besar di antaranya pergi dari desa

asalnya lalu mencari guru-guru agama yang terkenal.19

3. Bentuk dan Materi Kursus

Kursus-kursus bagi ulama dan kiai dimulai pada bulan Juli 1943. Pada

kursus-kursus latihan ulama biasanya dilakukan acara pembukaan (Saikerei).20

Namun hal tersebut ditentang oleh para pemimpin Islam, karena bertentangan

dengan Islam. Saikerei adalah pemberian hormat setiap pagi kepada Tenno Haika

(Kaisar Jepang) dengan cara menundukkan kepala kearah Tokyo. Sekalipun

ditentang banyak kaum muslim, upacara ini tetap dipaksakan untuk diikuti oleh

sesi-sesi pelatihan para kiai dan ulama yang dibina oleh Jepang.

Penentangan terhadap seikerei yang pertama dilakukan oleh Dr. Abdul

Karim Amrullah yang merupakan reformis Minangkabau, dalam suatu pertemuan

pada tahun 1943 yang dihadiri 59 kiai dari seluruh Jawa dan Bandung, Amrullah

tetap duduk ketika semua orang bangun berdiri untuk melakukan Seikerei.21

Karena ia merasa hal tersebut bertentangan dengan Islam.

Kemudian saat diadakan diskusi di Jakarta pada pertengahan tahun1943,

yang dibuka oleh profesor Ozaki, ia menyalahkan kaum muslimin karena tidak

mau membantu Jepang,

“untuk memperoleh kemenangan akhir, apakah tidak mungkin orang-


orang Islam membantu tentara Dai Nippon, meski ada beberapa pokok yang
tidak menyentuh hakekat agama Islam- yang karena kondisi-kondisi yang
berlaku tidak bisa diberikan (oleh pemerintah militer?)

19
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 344-345.
20
Harry J Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang(trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980) h. 156.
21
Ibid. h. 155
47

Pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh Kiai Mas Mansur (orang yang

juga meminta dukungan kaum muslimin dalam membantu Jepang yang dihadiri

Gonseikan 8 bulan yang lalu), ia mau memberikan dukungannya tetapi dengan

syarat. Dikatakannya bahwa;

“orang-orang Islam Indonesia, terutama mereka yang telah mempunyai


pengertian yang jelas terhadap semua persoalan , berpendapat bahwa kita
bisa bekerja sama (dengan tentara Dai Nippon), akan tetapi dengan syarat
kalau sekiranya agama dihina, maka harus disadari bahwa orang-orang
Islam yakin untuk membela agamanya, apapun yang terjadi. Dan hal ini
dipahami oleh mereka semua”22

Penentangan terhadap seikerei juga dilakukan oleh Abdul Kahar Muzakkir,

seorang pemimpin pemuda Muhammadiyah yang disegani, ia melawan Japanisasi

dengan memperingati Ozaki bahwa;

“... cukup banyak orang Nippon yang telah mempelajari prinsip-prinsip


Islam, karena itu mereka harus tahu Islam itu bukan saja agama akan tetapi
seluruh way of life meresapi seluruh masyarakat... perjuanagn melawan
imperialis Barat sudah lama kami kenal, sehingga kami menerima tujuan
Nippon untuk melawannya..(tetapi) prinsip yang harus dianut secara ketat
untuk mencapai kerjasama (yang diingini) haruslah.. “kami dengan agama
kami, kamu dengan agama kamu” perbedaan di antara semua kepercayaan
kita tidak perlu menghalangi kerjasama kita untuk mengusir Sekutu dari
Asia, yang alaha rumah bagi semua agama”23

Baru menjelang kekalahan Jepang, Tokyo mengubah kebijakan ini untuk

menarik dukungan kaum muslimin Indonesia.24 Dan akhirnya Jepang

membebaskan kaum muslimin untuk melakukan Saikerei selama pertemuan-

pertemuan agama.25 Karena Jepang membutuhkan kaum muslimin untuk

membantu mereka dalam perang Pasifik. Masing-masing kursus latihan meliputi:

22
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 156-157
23
Ibid. h. 157
24
Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia,
(Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 102.
25
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit h. 157.
48

a. Kuliah

Kuliah-kuliah diprioritaskan diberikan dalam Bahasa Indonesia oleh

pengajar Indonesia. Akan tetapi dalam beberapa kasus, pengajar Jepang berbicara

dalam bahasa Jepang tanpa penerjemah. Karena hampir tak seorang alim ulama

yang mengerti bahasa Jepang, muncul keluhan dari para peserta. Tema

perkuliahannya yaitu; pertama, sejumlah kuliah menjelasan situasi sejarah dan

politik Jepang dalam politik internasional dan pembenaran perang melawan

pasukan sekutu. Dalam konteks serupa inilah juga dilakukan kuliah-kuliah untuk

mengkritik “kejahatan” negeri-negeri Barat. Kedua, kelompok kuliah yang

dimaksud untuk menggalang kerja sama positif dari alim ulama dengan pihak

Jepang, melalui penyamaan kepentingan Jepang dengan rakyat Indonesia. Ketiga,

kuliah konkret dan praktis diberikan untuk menunjukkan peserta “bagaimana cara

bekerja sama dengan Jepang”. Kerja sama bukan hanya bukan hanya bersifat

spiritual dan moral, tetapi juga berbentuk sumbangan yang lebih praktis dalam

lapangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, dalam konteks pelatihan teknis

inilah dilakukan banyak latihan seperti pertanian, dalam latihan alim ulama.26

Mata pelajaran yang diberikan kepada mereka antara lain adalah: tujuan-

tujuan besar perang Asia Timur Raya, sejarah Jepang dan Indonesia, Bahasa

Jepang, pelajaran Islam (termasuk sikap Jepang terhadap Islam), Budaya Jepang,

ekonomi (termasuk propaganda untuk meningkatkan produksi pertanian dan

26
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 328.
49

industrialisasi), pertahanan nasional, Olahraga,27 dan pendidikan tentang dasar-

dasar pertahanan.28

Walaupun sebagian isi kursus itu bermuatan propaganda Jepang, para kiai

juga mendapatkan tambahan pengetahuan umum lewat ceramah-ceramah agama

dan politik, pendalaman ilmu dibidang agama, Al-Qur’an dan tafsir, dan

penyusunan silabus mata pelajaran yang lebih baru untuk pesantren di Jawa.29

b. Tamasya

Tamasya dimasukkan ke dalam program latihan, untuk menunjukkan

gemerlapnya ibu kota kepada kiai pedesaan, agar para kiai tidak begitu

mengagungi kebudayaan Islam. Para ulama lakukan kunjungan ke tempat-tempat,

seperti museum Nasional (untuk menunjuk sisa-sisa sejarah kerajaan Jawa kuno

dan menekankan keagungannya), sekolah tinggi kedokteran, perpustakaan Islam,

Perusahaan Percetakan Nasional, SMP putri Jakarta, (tempat-tempat ini semuanya

di Jakarta) Kebun Raya dan sekolah latihan perwira Peta di Bogor.

c. Olahraga (Taiso Jepang), musik, dan menonton film

Film juga dimanfaatkan dengan baik karena merupakan salah satu media

propaganda penting. Film tersebut berisi tentang persahabatan antara bangsa

Jepang dan Bangsa Asia serta peran pengajaran Jepang, film yang mendorong

pemujaan patriotisme dan pengabdian terhadap bangsa, film yang melukiskan

operasi militer dan menekankan kekuatan militer Jepang, film yang menekankan

kejahatan bangsa Barat, film yang menekankan moral berdasakan nilai-nilai

27
Nieuwenhuijze, Aspects Of Islam In Post-Colonial Indonesia h. 130.
28
Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta:
PT. Balai Pustaka, 2011) h. 96.
29
Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 68.
50

Jepang, seperti pengorbanan diri, kasih sayang ibu, pengorbanan terhadap orang

tua dan lain-lain.30

Menurut Benda, Shumubu mengundang beberapa alim ulama di Jakarta

untuk menonton film pada maret 1943, sebelum program latihan dimulai. Akan

tetapi, undangan ini tidak dihargai karena prasangka mereka terhadap film.

Karena ajaran Islam secara keras melarang pemujaan idola maka muslim Jawa

mempunyai sikap yang negatif terhadap segala macam gambaran visual. Oleh

karena itu, upaya semacam ini tidak diulang sampai dimulainya latihan. Dengan

pengalaman ini, penguasa Jepang berfikir tentang semakin pentingnya

membiasakan alim ulama untuk menonton film dan menyingkirkan ketakutan

mereka karena film merupakan media propaganda yang sangat bernilai bagi sektor

pedesaan. Oleh karena itu, bagi para peserta latihan, “menonton film” bukanlah

hiburan, melainkan bagian yang bernilai dari latihan mereka sebagai

propagandis.31

B. Pendidikan Formal Kaum Santri

Kebijakan merupakan bukti kemenangan bagi kaum muslimin, karena pada

zaman Belanda suara dan usulan mereka tidak didengar, dan saat Jepang datang

suara-suara dan usulan mereka mulai diperhatikan.

“.... Doeloe, pendidikan Islam, teristimewa dikampoeng2 tak lain jang


diadjarkan oleh para goeroe2 agama itoe, melainkan pendidikan jang hanja
mengenai kepentingan diri sendiri2 sadja , karena mereka goeroe2 itoe tidak
diberikan idzin oleh pemerintah oentoek mengadjarkan ilmu agama jang
lebih loeas lagi atau ilmoe masyarakat dalam lingkoengan oemat Islam.
Sebabnja terdjadi jang demikian, ialah sebeloemnja para goroe itoe
diberikan idzin oentoek mengajar, terlebih dahoeloe mereka haroes
diperiksa oleh kantoer oeroesan Agama Islam dibawah pimpinan seorang
30
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 259
31
Ibid. h. 327-328.
51

Belanda jang tidak beragama Islam, mendjadi peladjaran2 jang diberikan


idzin oentoek diadjarkan kepada moerid2 si goeroe tadi, ialah peladjaran
jang soedah dibatasi oleh kantor terseboet sehingga peladjaran jang
diberikan kepada moerid2nja itoe sangat sempit sekali...”32

Pendidikan agama Islam pada zaman Belanda hanya ada dikampung-

kampung dipinggiran kota. Namun saat pemerintahan Jepang, pelajaran agama

Islam tidak hanya disekolah-sekolah Islam tetapi juga disekolah-sekolah umum.

Dan pendidikan yang disampaikan para ulama tidak hanya sebatas hubungan

hambanya dengan Allah, tetapi juga ilmu dalam bermasyarakat.

Pihak Jepang menyusun berbagai program, antara lain melakukan

kunjungan-kunjungan ke masjid-masjid dan pesantren-pesantren di Jawa setelah

ditutup beberapa bulan akibat situasi perang.33 Selama pendudukan Jepang,

sekolah-sekolah agama menerima bantuan-bantuan materi dan keuangan yang

lebih banyak dari pada pemerintahan Belanda.34 Sekolah-sekolah Islam dan taman

siswa diberikan kemudahan oleh pemerintah Jepang sedangkan sekolah-sekolah

swasta Kristen mendapatkan kesulitan memperoleh izin dari pemerintah Jepang.35

Kebijakan yang dijalankan Jepang di bidang pendidikan didasarkan pada

tiga prinsip utama, yaitu; Pertama, menata kembali pendidikan berdasarkan

keseragamana dan persamaan untuk semua kelompok etnis dan kelas sosial.

Kedua, Menghapus secara sistematik pengaruh Belanda dari sekolah-sekolah dan

menjadikan unsur Indonesia sebagai landasan utama. Ketiga, menjadikan semua

32
“Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla
Indonesia, 14 Sja’ban 1364 (15 Agoestoes 2603). h. 10
33
Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 68.
34
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 161
35
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402.
52

lembaga pendidikan sebagai alat untuk memasukkan doktrin “Kemakmuran Asia

Timur Raya” di bawah pimpinan Jepang.36

Jepang menyadari pentingnya pendidikan. Melalui pendidikan mentalitas

dan cara berfikir masyarakat Indonesia dapat diubah dari mentalitas Eropa kepada

alam pikiran Jepang. Melalui pendidikan, terciptalah kader-kader khusus para

pemuda sebagaimana yang diharapkan Jepang,37 yaitu pemuda-pemuda yang

dapat membantu Jepang dalam perang Pasifik.

Umat Islam memiliki keinginan agar sekolah-sekolah umum diberikan

pelajaran agama Islam, karena pada masa penjajahan Belanda, hal tersebut tidak

diperbolehkan, sehingga umat Islam yang merupakan mayoritas dari penduduk

Indonesia tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah umum. Namun sejak

pemerintahan Jepang hal tersebut tidak terjadi lagi karena disekolah-sekolah

umum diberikan pelajaran agama Islam. Pemimpin-pemimpin dan pemuka-

pemuka agama diberikan kebebasan untuk mengajarkan agana Islam kepada

rakyat. Dalam rapat panitia di Serang, Banten, diperoleh hasil bahwa di semua

sekolah rakyat dalam Banten Shuu diperbolehkan untuk mengadakan pelajaran

agama Islam dan memperbolehkan pengajaran agama Islam diluar jam pelajaran

sekolah.

“... Demikianlah dengan berangsoer-angsoer penghormatan dan ataoe


penghargaan Pemerintah Dai Nippon kepada Islam semakin bertambah
njata; bahkan diberikan keloeasan bagi pemimpin-pemimpin dan pemoeka
Islam kepada rakjat. Setingkat lagi lebih njata penghormatan pemerintah
sekarang kepada Agama Islam, jakni kita dapati dari peristiwa jang baoroe-
baroe ini berlangsoeng dalam rapat Panitia Masjoemi di Serang, Banten
Shuu. Kebetoelan sekali dalam roeangan lain ada dimoeat toelisan
maoepoen koetipan dan komentar tentang pelajaran agama di sekolah
Rakyat oleh saoedara Asa Bafagih; dalam rapat terseboet Naiseibuchoo
menerangkan bahwa Banten Shuu adalah soeatu daerah jang mempoenyai
36
Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 74.
37
Poesponegoro, dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 95.
53

pendoedoek Oemat Islam dan banjak Kiai dan Oelamanja. Mengingat


kedoedoekan jang amat penting itoe, maka moelai tahoen pengajaran ini
semoea sekolah Rakyat dalam Banten Shuu diadakan peladjaran Agama
Islam. tambahan lagi terdapat poela perintah dari Banten Shuu-ehookan jang
berboenji, atas perintah Banten Suuchookan pada semoea sekolah rakyat di
Banten Shuu moelai tahunjaran 2605-1606 diadakan peladjaran Agama
Islam diloar djam pengadjaran jang telah ditentoekan”.38

Pendidikan sekolah, terutama sekolah dasar, merupakan salah satu aspek

yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang sebagai sarana untuk

mengdoktrinasi massa. Ketika pendudukan dimulai sebagian besar sekolah yang

ada ditutup. Sekolah swasta selain dari pada Syutoo Kokumin Gakkoo (Sekolah

Pertama) Kokumin Gakkoo (sekolah rakyat) atau Tyuutoo Zitugyoo Gakkooo

(sekolah perusahaan menengah) tidak boleh didirikan kecuali telah mendapatkan

izin dan memenuhi syarat-syarat yang berlaku seperti yang telah ditetapkan

Jepang dalam Osamu Seirei No. 22 pada tanggal 1 Juli 1943;

“...Barang siapa hendak mendapatkan izin oentoek mendirikan sekolah


partikoelir haroes menjapaikan soerat permohonan jang berisi hal-hal
terseoboet dibawah ini, beserta dengan gambaran-gambaran oekoeran
pekarangan sekolah, gedoeng sekolah dan djika ada roemah pemondokan,
roemah pemondokannja itoe kepada pedjabatan jang bersangkoetan oentoek
disahkan; 1. Toejoeanja, 2. Namanja (haroes dipakai perkataan
“partikoelir”, 3. Tempat kedoedoekan, 5. Tanggal mendirikan sekolah, 6.
Pengoesaha dan pengoeroes sekolah, 6. Kepala sekolah atau wakilnja dan
goroe-goroe sekolah, 7. Djoemlah moerid jang dapat diterima, 8. Peratoeran
sekolah, 9. Biaja sekolah dan tjara menyjelenggarakan sekolah
Dalam peratoeran sekolah haroes ditetapkan hal-hal jang dibawah ini: 1.
Lamanya peladjaran sekolah, tahoen pengadjarana, banyaknya kelas,
pembagian tempoh tahoen-pengadjarana hari dan moesim liboeran, 2. Tjara
pengatoeran peladdjaran dan bagian pembagian waktoe pengadjaran, 3.
Oedjian, 4. Penerimaan moerid oentoek tahoen pengajaran baroe dan
berhentinja moerid dari sekolah, 5. Oeang sekolah dan oeang masoek
sekolah, 6. Pedjian dan hoekoeman, 7. Pemondokan, 8. Pekerjaan goroe.”39

38
“Sekolah dan Agama Islam oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30
Moeharram 1364/15 Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3). h. 7.
39
“Osamu Seirei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah) No.
22 (Tahun II Bulan 7, 2603).
54

Banyak sekolah Islam yang diizinkan untuk dibuka kembali. Namun harus

menerima silabus yang telah disatukan sejak sejak pertengahan tahun1942. Secara

keseluruhan sekolah-sekolah Islam Indonesia berjalan lebih baik dari pada

sekolah-sekolah Taman Siswa. Guru-guru Islam diorganisisr didalam suatu badan

pusat, Penggaboengan Goroe Islam Indonesia, dan semakin banyak sekolah-

sekolah Islam.40 Tetapi sekolah-sekolah tersebut dibuka setelah memenuhi

pesyaratan-pesyaratan yang diberikan oleh Jepang.

Bekas pendidikan Barat seperti Europeese Lagere School (ELS, sekolah

dasar Eropa) Hollandse Inlandse School (HIS, sekolah Pribumi Belanda) dan

Schakel Shool (Sekolah Penghulu) tidak diizinkan dibuka selama pendudukan

Jepang. Dengan demikian Jepang menghapuskan dualisme pendidikan sekolah

Barat dan Pribumi. Sekolah dasar pribumi juga terorganisasikan di bawah sistem

baru dan dibagi menjadi dua tipe. Pertama disebut sekolah pertama atau shoto

kokumin gakko selama tiga tahun dan setara dengan volks school pada zaman

Balanda. Kedua disebut sekolah rakyat atau kokumin gakko yang juga merupakan

pendidikan lanjutan selama tiga tahun (kelas 4 sampai 6).41

Apabila dibandingkan dengan sekolah zaman kolonial Belanda, jumlah

seluruh sekolah dasar meningkat 14% sementara jumlah murid meningkat 78%.

Hal yang paling mengejutkan ialah meningkatnya jumlah “sekolah rakyat”. Pada

zaman Belanda hanya anak-anak pejabat desa dan keluarga kaya yang mampu

bersekolah, tetapi pada zaman Jepang setiap orang bisa bersekolah karena tidak

dipungut biaya. Tidak selamanya sekolah-sekolah gratis atau cuma-cuma, tetapi

40
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 165-164
41
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 400.
55

tergantung pada sekolahnya. Namun dalam hal ini, biayanya lebih murah

dibandingkan dengan zaman Belanda.42

Pelajaran yang diajarkan disekolah dasar ditetapkan oleh pemerintah

militer sebagai berikut; latihan kemiliteran (kyoren), Pelajaran moral (shushin),

Pekerjaan praktis (sagyo), Bahasa Jepang, Bahasa Daerah (Jawa, Sunda, atau

Madura), Sejarah, Geografi, Matematika, Ilmu alam, Olahraga, Musik, Seni

menulis (shuji), Kerajinan Tangan, Melukis, Perawatan Rumah, dan Bahasa

Indonesia.43 Untuk olah raga, anak-anak di Jawa dilatih untuk menggerakkan

badan melalui permainan seperti Sumo.

“semendjak semasa ketjilnja kanak-kanan di Nippon telah dibiasakan


melatih dan mengoeatkan badanja dengan melakoekan berbagai gerak badan
lebih-lebih permainan Soemo, oleh karena itoe melakoekan olah raga itoe
berarti memelihara tenaga. Tidak mengherankan, djika atjap kali diadakan
pertandingan Soemo serta djoega dilakoekan Soemo Taisho....”44

Jepang ikut campur dalam bidang pendidikan agama, karena Jepang

menyadari pendidikan bukan saja menjadi kunci menuju Japanisasi yang berhasil,

akan tetapi pendidikan Islam juga memerlukan suatu perhatian khusus di mata

orang Jepang. Masalah kontrol dan pengawasan terhadap pendidikan Islam

mempunyai dua aspek, yang satu bersifat administratif yang lainnya bersifat

pendidikan.

Sejalan dengan pendidikan umum, ada berbagai sekolah kejuruan yang

dibuka kembali setelah 1943, untuk menampung lulusan sekolah dasar.45 Dibuka

Sekolah Pertanian menengah dan Sekolah Teknik menengah di Indramayu dan

Cirebon. Di sekolah tersebut selain diajarkan tentang pertanian dan teknik, juga

42
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 405.
43
Ibid. h. 408.
44
“Kanak-Kanak di Djawa” Djawa Baroe No. Istimewa (1/3/2603).
45
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 160-161.
56

diajarkan tentang kesadaran berbangsa dan bernegara. Jepang berusaha agar

pemuda Indonesia bersemangat dalam berperang melawan Belanda karena

Belanda sejak dulu tidak ada keinginan untuk memberikan kemerdekaan kepada

Indonesia, berbeda dengan Jepang.46 Pada tahun 1944 dibuka Sekolah Tinggi

Islam Jakarta pada tanggal 8 Juli 2605.

Badan penyelenggara Sekolah Tinggi Islam mengoemoemkan; Sekolah


Tinggia Islam akan diboeka sejara resmi pada hari Mi’radj Nabi
Moehammad SAW jang akan datang, jaitu tanggal 8 Djoeli 2605. Jang akan
diterima mendjadi peladjar, ialah: a. Moerid2 tammat Sekolah Menengah
Tinggi (SMT), atau jang sekolahnja sederadjat dengan SMT moerid itu
haroes tahoe bahasa Arab sekedarnja. b. moerid2 tammat Madrasah Islam
menengah djika pengetahuannja dianggap sama dengan moerid2 STM.
Oentoek moerid-moerid jang tidak memenoehi sjarat-sjarat sub a dan sub b
diadakan pendidikan pendaholoean selama satoe tahoen 47

Pembukaan sekolah di hadiri oleh Gunseikan dan dihadiri oleh pembesar-

pembesar Jepang dan Indonesia. yang dimulai pada pukul 10.00. Setelah

dilaksanakan upacara penghormatan dan pembacaan Al-Qur’an, pemimpin

Gunseikan memberikan amanat sebagai berikut:

“Saya merasa amat gembira sekali pada hari Mi’raj jang dibesarkan oleh
Oemat Islam ini, dapat menghadirioepadjara pemboekaan SEKOLAH
TINGGI ISLAM jang menjadi idaman-idaman Oemat Islam. sekolah Tinggi
Islam ini tentoe akan mengadjarkan ilmoe-ilmoe Agama jang tertinggi di
Indonesia. oleh sebab itoe adalah kewadjibanja mendidik orang-orang jang
tjakap benar oentoek memenoehi panggilan djaman. Dan bekerdja teroes-
meneroes goena mendidik pemimpin oemat Islam soepaja bersatoe-padoe
sebagai rakjatdalam negara merdeka jang akan datang. Dan beroesaha
oentoek menjelenggarakan pendidikan sesoeai negara merdeka dihadapan
mata moesoeh. Peladjaran-peladjaran semoea jang telah diizinkan oentoek
mendjadi mahasiswa djanganlah hanja mendjadi ilmoe jang dalam sadja,
tetapi hendaknja melatih rohani dan djasmani dengan soenggoeh-soenggoeh

46
“Sekolah Pertanian menengah dan Sekolah Teknik menengah” Asia Raya, Senin Legi,
(23 Djoeli 2605/14 Roewah 1364).
47
“Sekolah Tinggi Islam Djakarta (Djakarta Kaikyoo Daigaku)”, Asia Raya, Rebo Legi,
(13 Djoeni 2665/3 Redjab 1361).
57

soepaja mendjadi tjontoh teladan bagi seloeroeh rakjat Indonesia. Sekian


amanat saja”48

Untuk sementara Sekolah Tinggi Islam diadakan di Kantor Pusat Masyumi

di Jakarta. Sekolah Tinggi Islam dikepalai oleh Abd. Kahar Muzakkir, sedangkan

guru-gurunya terdiri atas orang-orang yang terkemuka dari kalangan Islam.

“....Boeat sementara sekolah terseboet, ditempatkan pada Kantor Poesat


Masjumi Taisyo Doori I, Djakarta Tokubetu Si, sedangkan peratoeran-
peratoeran oentoek mendjadi peladjar, soedah poela dioemoemkan.
Menoeroet rentjana toean Abd. Kahar Moezakir Syuumubu-zit oo akan
diangkat sebagai Goeroe Kepala, sedangkan para goeroe lainja terdiri dari
orang-orang jang terkemoeka dalam kalangan Islam”49

Sedangakn nama-nama guru dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan

adalah sebagai berikut:

“Bagian Yoka:
Goeroe-goero:
H. Abd. Kahar Moezakkir, Bahasa Arab dan hoerof Arab.
Moehammad Rasjidi, Pengetahuan Filsafat.
K.H. Iljas, Al-Qur’an.
Goeroe Istimewa:
Dr. Slamet Iman Santoso, Physiology.
Drs. A. Rameli, Pengetahuan Kesehatan.
Rr. R.M. Priono, Sedjarah Keboedajaan dan bahasa Sanskerta.
Goeroe Bantoe:
Mr. Ali Boediardjo, Kesoesilaan.
Mr. Abd. Karim, Ilmoe Masyarakat
Mr. Soemanang, Ekonomi.
Drs. Bahtiar, Ilmoe Masjarakat.
Mr. St. Takdir Alisjahbana, Bahasa Indonesia.

Bagian Honka dan Kenkyuka:


Goeroe Istimewa:
Mr. Dr. Soepomo, Hoekoem Adat
H. A. Salim, Sejarah Agama dan Agama Islam.
Abd Hamid Hakim, Tauhid.
K.H.M. Mansoer, Al-Qur’an
Dr. R. Ng. Poerbotjaroko, Bahasa Djawa Koeno.

48
“Oepatjara Pemboekaan: Sekolah Tinggi Islam; Pendidikan Tjalon Pemimpin-
Pemimpin Islam Indonesia”, Soeara Muslimin Indonesia, (19 Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni
2605), No. 11 Th. 3.
49
“Sekolah Tinggi Islam jang Pertama di Indonesia” Soeara Muslimin Indonesia, (19
Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3. h. 13
58

Goeroe bantoe:
M. Zain Djambek, Oesoel.
Sadeli hasan, Bahasa Ibrani dan Soerjani.
Goeroe Bantoe Istiimewa:
H. Moesaddad, Ilmoe perbandingan perbedaan agama-agama.
H. Faried Ma’roef, Tafsir....”50

Calon pelajar Sekolah Tinggi Islam yang telah lulus dalam ujian, untuk

angkatan pertama, berjumlah 49 orang, 35 dari SMT dan 14 dari Madrasah.

“Tjalon-tjalon peladjar Sekolah Tinggi Islam jang telah diterima dengan


resmi oentoek tingkatan pendahoeloean jang telah loeloes dalam oedjian
berjoemlah 49 orang, 35 tjalon dari S.M.T, dan 14 orang dari
Madrasah.....”51

Banyak murid-murid SMT di Semarang yang ingin masuk ke Sekolah

Tinggi Islam. Oleh karena itu, mereka meminta untuk diadakan kursus agar dapat

masuk ke Sekolah Tinggi Islam. Dan akhirnya kursus tersebut diadakan dengan

tenaga pengajar dari Muhammadiyah.

“Oentoek memahamkan dan mempertinggi Agama Islam dan lain-lain,


pelajdjaran jang diberikan pada Sekolah Tinggi Islam, kini moerid-moerid
Sekolah Menengah Tinggi Semarang menjampaikan permohonan dan
keinginannja soepaja kelak bisa dengan setjara moedah masoek Sekolah
Tinggi Islam, diadakan rentjana peladjaran choesces bagi mencentoet agama
dan lain-lainnja. Oentoek itoe, kabarnja, oleh jang berwadjib lebih doeloe
akan diadakan permoesyawaratan antara orang toea moerid, Badan
Pengadjaran oentoek meroendingkan bagaimana baiknja tindakan itoe.
Lebih landjoet dapat dikabarkan bahwa oentoek langsoengnja tindakan,
Badan Pengadjaran oentoek meroendingkan bagaimana baiknja tindakan
itoe. Lebih landjoet dapat dikabarkan bahwa oentoek langsoengnja
tindakan2 tsb. Moehammadijah sanggoep menyediakan tenaga oentoek
memberikan peladjaran-peladjaran jang dimaksoed oleh moerid-moerid
Sekolah Tinggi itoe.52

Berbeda dengan Belanda Jepang berkeinginan untuk mengajarkan bahasa

mereka kepada khalayak seluas mungkin. Selain itu di Jawa bahasa Jepang

50
“Sekolah Tinggi Islam jang Pertama di Indonesia Keterangan jang Berwajib” Soeara
Muslimin Indonesia, (19 Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3. h. 14
51
“Sekolah Tinggi Islam: Tjalon-tjalon jang Diterima Oentoek Tingkat Pendahuluan”,
Asia Raya (Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No.158
52
“Moerid2 S.M.T Minta Masoek Sekolah Tinggi Islam”, Asia Raya (Selasa Pon, 14
Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No. 195.
59

diajarkan untuk membuat murid memahami kehidupan, semangat dan kebudayaan

Jepang. Beberapa jam perminggu disisihkan untuk pengajaran bahasa Jepang di

seluruh jenjang sekolah. Untuk mengajarkan bahasa Jepang disekolah lanjutan,

dikirim guru-guru dari Jepang. Di sekolah dasar tidak ada orang Jepang. Dan

guru-guru di Indonesia terpaksa mengajarkan bahasa Jepang setelah menjalani

kursus latihan intensif berjangka pendek. Di pihak lain hal yang lebih penting

ialah pengajaran bahasa Indonesia. Di bawah kekuasaan Jepang, pelajaran bahasa

Indonesia didorong dan bahasa Indonesia semakin sering digunakan di sekolah

dibandingkan dengan bahasa daerah.53 Jepang membuat kebijakan tersebut agar

Jepang dapat berkomunikasi dengan baik dengan rakyat Indonesia. Pelajaran

disekolah yang diberikan oleh Jepang kepada anak-anak baik teori maupun

praktek menjadi pelajaran berharga bagi mereka. Pelajaran yang diperoleh pada

zaman Jepang merupakan kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi tentara

Belanda yang ingin menjajah Indonesia lagi.54

Pada masa pendudukan Jepang, usaha untuk menyunting buku-buku sudah

dimulai sejak 1942, buku-buku pelajaran zaman Belanda seluruhnya dikaji ulang

dan diperbaiki. Kemudian menjelang akhir tahun 1942 diterbitkan 57 jenis buku

pelajaran baru berbahasa Indonesia. Selanjutnya, mulai tahun ajaran baru, April

1943, pemerintah berusaha menjalankan pendidikan baru dengan kurikulum dan

buku pelajaran yang baru. Tetapi tidak berjalan dengan baik karena sekolah-

sekolah kekurangan tenaga pengajar. Hal ini disebabkan karena adanya perluasan

pendidikan sekolah serta meningkatnya permintaan akan tenaga guru dari sektor-

53
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 411-412.
54
Harnoko Poliman, Darto, Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950,
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai
Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1986/1987. h. 20
60

sektor kemasyarakatan lainnya. Di antaranya direkrut sebagai pangreh praja dan

pengawas pemerintahan lainnya. Beberapa orang direkrut untuk bekerja di kantor

propaganda karena sebagian besar guru diianggap cakap berpidato. Beberapa

orang diangkat sebagai infrastruktur berbagai kusus latihan diluar pendidikan

formal, dan lain-lain.55

Selain pendidikan formal untuk kaum santri juga diadakan pendidikan

untuk kaum romusa karena sebagian besar para romusa buta huruf. Pemerintah

Jepang telah menyediakan asrama untuk para romusa. Di asrama tersebut akan

diadakan rumah sakit dan pengawasan kebersihan dan untuk urusan kesehatan

para romusa. Dan untuk urusan pertanian setiap asramah akan disediakan tanah

pertanian untuk para romusya agar dapat dikelola untuk mencukupi kebutuhan

mereka. Dan untuk pendidikan para romusya, akan diberikan pelajaran agama

oleh para kiai di sekitar asramah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

“.... peladjaran Agama Islam telah moelai diadakan diashrama oleh para kiai
dari tempat-tempat jang berkaitan dengan asramah, jaitoe pada waktoe-
waktoe jang ditetapkan. Soal pendidikan agama ini, menoeroet keterangan
Roomu-Syoorihan, akan diperbanjak..”.56

Selain pelajaran agama, setiap sore diadakan pelajaran membaca angka dan

huruf untuk memberantas buta huruf, pelajaran ini diberikan oleh para sidooin

dalam bahasa daerah untuk mempermudah para romusa dalam memahami

pelajaran yang diajarkan.

55
Ibid. h. 414-416
56
“Oesaha Pendidikan Dikalangan Para Roomusya”, Asia Raya, (Djoem’at Paing, 29
Djoeni 2665/19 Redjab 1364).
61

C. Pelatihan-pelatihan Kaum Santri (Pemuda)

Golongan pertama yang mendapat perhatian dari pemerintah pendudukan

Jepang adalah golongan pemuda. Berhubungan dengan semangat kaum pemuda

maka pelajaran yang ditekankan kepada mereka ialah seisin (semangat) atau

bushido (jiwa satria) yang meliputi kesetiaan dan bakti kepada tuan atau

pimpinannya melalui pelatihan-pelatihan.

1. Seinendan (Barisan Pemuda Indonesia)

Salah satu program yang penting yang dilakukan Jepang dalam

mengindoktrinasi dan memobilisasi penduduk pada tingkat bawah terlihat dari

pembentukan Seinendan (barisan pemuda). Sebagai tiruan dari situasi organisasi

Jepang. Sainendan diperkenalkan kepada masyarakat Jawa pada 29 April 1943,

bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang, beberapa minggu setelah

pembentukan Poetera (Pusat Tenaga Rakyat) pada tanggal 1 Maret 1943.57

Melalui sainendan58 Jepang berusaha mengobarkan semangat rakyat untuk

pembangunan “Jawa Baru” melatih para pemuda dalam hal kedisiplinan dan

meningkatkan produksi hasil bumi. Caranya ialah dengan menanamkan semangat

patriotisme, dalam hal ini semangat kepahlawanan Jepang (bushido),dikalangan

pemuda dan melibatkan mereka dalam kegiatan kemasyarakatan.59

57
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 373.
58
Sainendan memiliki cabang di setiap tingkat wilayah administratif, yaitu dari tingkat
shu hinggu si. Selain itu, dipabrik-pabrik dibentuk pula Sainendan Kojo sementara di daerah
perkebunan dibentuk Seinendan Jigyojo. Sainendan juga memiliki cabang yang beranggotakan
kaum wanita yang disebut Josyi Saenendan (Seinendan Putri). Jumlah seinendan di jawa kira-kira
setengah juta orang. Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di
Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) hal, 104
59
Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 52.
62

“Para pemoeda ditiap-tiap daerah seloeroeh Djawa Teroes-meneroes


melakoekan latihan jang soenggoeh mendjaminkan pengharapan bagi kita
dengan pedoman: meroentoehkan Amerika dan Inggeris!. Di Bandoeng
Sitjo jang mendjadi Dantjo berdiri didepan sekali, ketika latihan berbaris-
baris. Dan para pemoeda jang masoek poesat pelatihan pemoeda di
Djakarta, langsoeng dibawa pemilikan Goenseikanboe jang dipilih dari
antara tiap-tiap Rengoo Seinendan masing-maisng Sjoe, soenggoeh tidak
mengbalai-balaikan nama mereka, sebagai poetjoek kekoeatan barisan.
Sepandjang hari mereka berlatih giat”.60

Sainendan tidak hanya dibentuk di desa-desa atau di sekolah-sekolah tetapi

juga di pabrik-pabrik atau perumahan-perumahan.61 Anggota Seinendan berasal

dari kalangan pemuda pribumi antara usia 17 dan 25 tahun62 (kemudian diubah

menjadi 14-22 tahun). Fungsi pokok Seinendan ialah untuk melatih dan

memobilisasikan anggota-anggotanya dalam berbagai kegiatan dengan bermacam-

macam tujuan sebagai berikut:

a. Latihan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, dan olah raga.

b. Kegiatan-kegiatan sukarela untuk kepetingan umu, seperti pembersihan

jalan, pembangunan irigasi dan infrastruktur lainnya. Serta transportasi

dan sebagainya.

c. Peningkatan semangat kerja

d. Latihan dalam berbagai keahlian (kejuruan)

e. Meningkatkan berbagai industri dan peningkatan produksi

f. Pencegahan serangan udara dan kebakaran.

g. Latihan mobilisasi tenaga manusia dalam keadaan darurat.63

60
“Latihan Djawa Seinendan”, Djawa Baroe, Nomor Istimewa (5/10/2603).
61
Poesponegoro, dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 45.
62
Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 52
63
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 377.
63

Tujuan pokok Sainendan adalah memobilisasi pemuda demi tujuan-tujuan

yang lebih pragmatis, seperti peningkatan produksi dan pekerjaan umum, serta

memberikan latihan bagi mereka yang bekerja dalam bidang-bidang tersebut.

2. Keibodan (Organisasi Keamanan)

Keibodan dibentuk pada 29 April 1943, bersamaan dengan terbentunya

Seinendan. Keibodan pada saranya adalah suatu organisasi keamanan di bawah

Kantor Pengajaran Departemen Dalam Negeri. Keibonan mempunyai peran

sebagai tenaga bantu kepolisian yang bekerja untuk menjaga keamanan,

sedangkan seinendan lebih mengarah pada pemanfaatan bagi pekerjaan

produktif.64

“Sebagai organisasi ra’jat goena menjokong Pemerintah Balatentara, maka


beloem beberapa lama berselang telah lahir pergerakan Poetera. Berkenaan
dengan hari moelia Tentjosetsoe lahirlah poela Keibodan sebagai soeatoe
badan oentoek menjokong hal kepolisian jang djoega mendjadi soeatoe
bagian Pemerintahan dan badan tsb, akan bergerak segiat-giatnya oentoek
menoendjang Pembangoenan Djawa Baroe.
Toejoean:
Oentoek memberikan bantoean dan toedjangan jang perloe kepada seosonan
kepolisian jang masih lemah dan daif serta oentoek mengadakan kepolisian
rakjat dengan sesoenggoeh-soenggoehnja, maka diadakan poela bahwa
Keibodan itoe haroes memiliki beban sebahagian pekerdjaan kepolisian.”65

Dalam hal pembentukan Keibodan, Jepang berusaha agar anggotanya tidak

dipengaruhi oleh kaum nasionalis. Oleh karena itulah organisasi ini dibentuk di

desa-desa.66 Dibentuknya keibodan dimaksudkan untuk melenyapkan elemen-

elemen anti-Jepang dari masyarakat, serta mencegah bahaya apapun yang

64
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 387.
65
“Lahirnja Djawa Keibodan” Djawa Baroe, Nomor Istimewa (5/10/2603).
66
Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 53.
64

ditimbulkan oleh musuh. Di samping menjaga keamanan, kewajiban penting

keibodan ialah menjaga agar tidak ada pelanggarana ekonomi.

Anggota-anggota keibodan biasanya dilatih secara teratur sekitar dua kali

seminggu. Sebagian besar yang diusulkan sebagai instruktur latihan adalah guru

sekolah dan guru agama. Latihan secara teratur terdiri dari latihan semi

kemiliteran dengan menggunakan pentungan dan bambu runcing, baris-berbaris

dan taiso (gerak badan). Akan tetapi di beberapa derah juga diajarkan bahasa

Jepang, karena dalam beberapa hal bahasa Jepang diperlukan dalam istilah teknis

kegiatan-kegiatan keibodan.67

3. Pendidikan Militer Hizbulloh (Tentara Allah)

Hizbulloh merupakan barisan semimiliter yang ada di bawah naungan

Masyumi.68 Keputusan tentang pembentukan Hizbullah oleh masyumi pada 14

Oktober 1944.

“.....Poetoesan jang diambil oleh Madjlis Sjoero Moeslimin Indonesia pada


tanggal 14 Oktober 2604 jang diantaraja berboenji: “berdjoeang loehoer
bersama-sama, leboer bersama-sama dengan Dai Nippon didalam djalan
ALLAH oentoek membinasakan moesoeh jang Zhalim”. Alaha
mengoeatkan keboelatan niat ra’jat Indonesia dalam berjoeang mati-
matian.....”69

Pemerintah Jepang mengizinkan barisan Hizbullah untuk memberikan

latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam.70 Pengumuman tentang adanya

barisan ini disampaikan oleh Saiko Sikikan (panglima Tertinggi) pada 8 Desember
67
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 388.
68
Majelis Sjoero Moslimin Indonesia, didirikan pada tanggal 22 November 1943 sebagai
wadah untuk memobilisasi umat Islam. Secara resmi ketuanya adalah K.H. Hasyim Asyari.
Masyumi dipercaya untuk mengorganisasikan pelatihan terhadap ulama dan para gutru agam desa
yang sebelumnya dilakukan oleh para pejabat Jepng dari Shumubu. Nino, Konflik Bersejarah h.
71.
69
“Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir Shumubu-Jichoo”,
Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.
70
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam h. 151.
65

1944, berdasarkan permintaan para pemuda Islam. Keputusan ini berbeda dengan

sikap Jepang setahun sebelumnya pada bulan September 1943 mereka menolak

permintaan golongan Islam untuk mendirikan barisan bersenjata. Dengan

terbentuknya Hizbulloh. Jepang masih berharap agar propaganda tentang perang

suci akan mendapat dukungan dari para pemuda Islam.71 Hizbullah direncanakan

sebagai korps cadangan bagi Peta, beberapa perwiranya para kiai diberi tugas

untuk melatih pasukan-pasukan baru.72

Pembentukan Hizbulloh diresmikan pada 15 Desember 1944. Di samping

membantu bala tentara Jepang, para kiai juga bisa ngajarkan ajaran-ajaran Islam

dan menganjurkan para orang tua untuk mengizinkan anaknya untuk ikut dalam

Hizbullah, seperti yang disampaikan H. A. Kahar Moedzakir dalam pidatonya;

“...Barisan HIZBULLAH akan berjoeang goena menjelesaikan peperangan


ini dengan menoedjoe kemenangan achir dan pembentoekan masjarakat.
Disamping membantoe Balatentara Dai Nippon, mereka dapat
mengerdjakan adjaran-adjaran Agama Islam dengan tha’at oentoek
membela Agama, bangsa dan Tanah Air.mereka berpedoman kepada sifat-
sifat jang moelia agar dapat mendjadi tjontoh bagi Oemat Islam, didalam
membangkitkan semangat perdjoangannja. Dalam menjiapkan
HIZBULLAH itoe semangat Islam dan didikan semangat Nippon serta
mempertinggi perangai jang moelia, kesemoeanya itoe dipentingkan sekali.
Idzin orang toeanja atau wali Pemoeda Moeslim jang akan masoek dalam
HIZBULLAH itoe sangat dihargai. Maka oleh karena itoe, tiap-tiap
Pemoeda Indonesia jang masih mengair pada djiwanja darah tjinta kepada
Agama, Bangsa dan Tanah Air-nja, tidak sjak lagi akan melontjat serentak
membentoek HIZBULLAH ini, dan dengan demikian Kemenangan Achir
dan Kemerdekaan Indonesia dapat tertjapai. Insja Allah.....”73

Para ulama juga berusaha untuk membakar semangat pemuda Indonesia

seperti pidato yang disampaikan oleh A. Salam Yahja;

71
Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945 h. 54.
72
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 216.
73
“Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir Shumubu-Jichoo”,
Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.
66

“.....Alharndoe'liilah pada zaman pantjaroba ini, sebagian besar oemat Islam


di Indonesia, telah muai Insaf dan sadar dari kesalahannja dan moelai insaf
poela, bahwa kewajiban kita sebagai oemat Islam boekan hanja
membanjak2-kan poeteran tasbih sadja, tetapi kita oemat Islam haroes
berdjoeang dengan segenap tenaga kita disetai dengan permohonan kita
kepada Allah, agar kita dapat menoenaikan perintah2-Nja, teroetama sekali
dalam tolong-menolong antara kita sama kita, bernasehat antar satoe dengan
jang lain, dan bekerdja dalam hal menjokong sesoeatoe oesaha jang soetji
bagi agama dan masjarakat kita. Disamping kewadjiban kita terseboet tak
boleh poela kita loepakan dan abaikan akan persatoean kita, persatoean
dzohir dan bathin jang sesoenggoehnja, karena dengan persatoean kita itoe,
dapat kita menyoesoen tenaga dan kekoeatan jang kokoh koeat laksana
Benteng Badja jang tegak berdiri dibelakang garis peperangan, oentoek
membantoe oesaha pemerintah jang sekarang ini, jang sangat berlainan
toejoeanja dengan pemerintah jang lenjap itu. Kita sebagai poetera soedah
tentoe tak maoe ketinggalan dalam membantu oesaha Pemerintah goena
mempertahankan Agama dan Tanah Air kita jang kita tjintai dan oentoek
kema’moeran bersama di Asia Tomoer Raja....”74

Dr. Soekiman salah seorang pemuka PII (Partai Islam Indonesia) juga

memberikan sambutan yang isinya mengajak pemuda-pemuda Indonesia untuk

ikut dalam Hizbullah:

“...... izin dan sokongan oentoek pembentoekan Hizbullah dari pemerintahan


Dai Nippon pada kaoem Moeslimin (Masjoemi) adalah soeatoe boekti lagi,
jang berkenaan dengan hal itoe dan adalah kedjadian jang perloe
difahamkan sedalam-dalamnja. Disamping pimpinan Pembela Tanah Air
boleh dikatakan diserahkan pada pemoeda-pemoeda Islam dan azas
peratoeran hidoep perdjoerid kita (roehani) didasarkan atas Islam, datanglah
sekarang perkenan pembentoekan istimewa Barisan Hizbullah sebagai
tertera tjadangan. “Kaoem Islam-lah jang haroes memberi tauladan dan ada
dimoeka.” Demikian andjoeran Jogja Koochi Jimu Kyoku Chookan dalam
salah satoe pesidangan. Hai pemoeda-pemoeda Islam Indonesia, penoehilah
panggilan zaman dan perintah ALLAH! Koeatkan Barisan Tentara
Hizbullah.....”75

Disiplin militer merupakan ciri pemerintahan Militer Jepang yang

diterapkan dalam bidang pendidikan. Murid-murid diharuskan melakukan

74
“Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla
Indonesia, (14 Sja’ban 1364 /15 Agoestoes 2603). h 10
75
“Dengan Keberanian dan Pengorbanan Membela Agama dan Tjita-tjita oleh Dr.
Soekiman”, Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.
67

Kinrohosyi (Kerja bakti), seperti mengumpulkan bahan-bahan untuk perang,

menanam bahan makanan, membersihkan asramah, dan memperbaiki jalan-jalan.

Selain itu diadakan latihan jasmani yang keras serta kemiliteran. Murid-murid

menerima gemblengan sedemikian rupa agar mereka “bersemangat Jepang”

(Nippon seishin). Hal lain yang harus dilakukan pelajar adalah menyanyikan lagu

kebangsaan Jepang Kimigayo dan lagu-lagu lainnya, melakukan penghormatan

kepada istana kaisar di Tokyo Seikerei, dan menghormati bendera Jepang dan

melakukan gerak badan Taiso.76

Mereka yang diterima sebagai anggota adalah pemuda yang berusia 17-25

tahun dan belum berkeluarga. Setiap Shu harus mengirimkan 25 calon untuk

dilatih. Untuk itu pada pertengahan Desember Masyumi mengerahkan anggotanya

untuk mengadakan peninjauan di daerah-daerah di Jawa.

Pelatihan dimulai pada Februari 1945 di Cibarusa, Jawa Barat, diikuti oleh

500 orang. Upacara pembukaan pelatihan dihadiri oleh kepala Gunseikan dan

wakil ketua masyumi Wahid hasyim. Kapten Yanagawa, tokoh yang telah

memberi andil besar dalam pelatihan pemuda di Seinen Dojo (Balai

Pengemblengan pemuda) dan kemudian pelatihan peta, ditugasi memimpin

pelatihan calon-calon anggota Hizbulloh ini. Latihan berlangsung selama dua

bulan. Setelah selesai mereka kembali kedaerah untuk melatih calon anggota

Hizbulloh di daerah masing-masing. Secara keseluruhan, Hizbulloh dipimpin oleh

Zainul Arifin, seorang tokoh Nadlatul Ulama.77

76
Poesponegoro, dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 92.
77
Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 55.
BAB IV

DAMPAK KEBIJAKAN PENDIDIKAN TERHADAP KAUM MUSLIMIN

A. Respon Masyarakat Muslim Indonesia terhadap Kebijakan Jepang

Respon masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat Jepang dalam bidang

pendidikan beraneka ragam. Pada awal pendudukan Jepang, banyak orang tua

yang mulai menyekolahkan anak-anak mereka, hal ini karena Jepang telah

menghapuskan kebijakan pendidikan yang diskriminasi pada masa Belanda. Tidak

hanya anak laki-laki dan gadis usia sekolah, tetapi orang dewasa juga bersekolah

sewaktu pendudukan Jepang. Namun menjelang akhir pendudukan, kegembiraan

dan minat terhadap pendidikan harus dihentikan akibat tekanan ekonomi. Para

pelajar banyak yang dikeluarkan dari sekolah karena harus membantu orang tua

mereka untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja akibat penekanan romusha

serta berbagai program latihan.1 Hal ini terjadi karena Jepang membutuhkan

banyak tenaga untuk membantunya dalam melawan sekutu.

Meskipun para ulama banyak yang mengikuti Pelatihan Ulama, tetapi tidak

semua para ulama menerima begitu saja kebijakan yang diberikan oleh

pemerintah Jepang, karena kebijakan Jepang telah menyengsarakan rakyat.

Seperti yang terjadi pada bulan Februari 1944, perlawanan serius pertama kaum

tani di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras meletus di sebuah desa di

Priangan. Perlawanan ini dipimpin oleh seorang kiai NU (Nahdlatul Ulama)

setempat bersama murid-muridnya, namun berhasil ditumpas dengan kejam.

Pemberontakan-pemberokan selanjutnya dipimpin oleh para haji setempat, yang

1
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945,
(Depok: Komunitas Bambu, 2015) hal, 404

68
69

meletus di Jawa Barat pada bulan Mei dan Agustus, sejak saat itu dan seterusnya

protes-protes kaum tani yang terisolasi menjadi semakin umum.2

Kondisi rakyat di desa-desa selama masa-masa pendudukan sangat buruk,

sehingga rakyak hanya makan singkong yang dijadikan bubur sebagai pengganti

beras. Selain itu banyak orang terpaksa makan umbi badur yang mula-mula harus

dipotong tipis-tipis dan direndam garam buat menghilangkan getahnya yang

beracun. Bonggol pisang juga dimasak untuk dimakan, dan juga daun kelapa yang

disebut “bulung”.3

Rakyat Indonesia yang menjadi romusha sama sekali tidak dibayar atau

dibayar jauh lebih kecil dari pada kontrak. Dan banyak para romusha yang

meninggal karena kekejaman Jepang. Kesehatan yang tidak dijamin, makanan

yang tidak cukup, dan pekerjaan yang terlalu berat, menyebabkan banyak

romusha meninggal dalam jumlah yang besar dalam tempat kerja.4 Hal ini yang

menyebabkan mereka kekuranag gizi.

Namun para alim ulama tidak dapat berbuat banyak terutama alim ulama

yang menjadi pegawai Sumuka karena mereka tidak pernah diberikan kekuasaan

pemerintah yang sesungguhnya, tetapi hanya sekedar kegiatan propaganda, status

mereka lebih kurang seperti pegawai teknis dikantor pemerintahan lainnya.

Mereka tidak memiliki kekuatan pengambilan keputusan tetapi semata-mata

hanya menjalankan program, yang sebelumnya telah diatur. Meskipun ulama

diberikan status sebagai pegawai resmi pemerintah di Shumuka, mereka duduk

2
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001) h. 420.
3
Anton E Lucas, Peristiwa Tiga Daerah Revolusi dalam Revolusi, (Jakarta: PT. Pustaka
Utama Grafiti, 1989) h. 51.
4
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai
Pustaka, 2011) h. 65.
70

diposisi agak pinggiran didalam struktur birokrasi. Dengan melihat kecendrungan

umum birokrasi Jepang untuk mengabaikan pegawai non karir mudah dipahami

bahwa pegawai ulama tidak bisa benar-benar dipercaya. Alim ulama tidak pernah

bebas dari kontrol pangreh praja di dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Saat

berpidato ulama selalu didampingi seorang pegawai priyai, selain itu tema-tema

pidato ulama ditentukan oleh pemerintah.5

Harapan baik bangsa Indonesia kepada Jepang seketika berubah menjadi

kekecewaan yang besar. Apa yang dikatakan Jepang terhadap “kemakmuran

bersama Asia Timur raya” terbukti hanya kata-kata kosong belaka.6 Alim ulama

juga tidak begitu saja menerima kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, seperti

kebijakan melakukan Seikerei, mereka menentang kebijakan tersebut karena

bertentangan dengan Islam. beberapa tokoh yang menetang kebijakan tersebut

ialah Dr. Abdul Karim Amrullah, Kiai Mas Mansur, dan Abdul Kahar Muzakkir.

Akhirnya pemerintah Jepang membebaskan alim ulama untuk melakukan seikerei

selama pertemuan-pertemuan agama.7

Para pemuda yang berpendidikan di Jakarta maupun di Bandung, mulai

menggalang jaringan-jaringan bawah tanah mereka sendiri. Dibawah pimpinan

Syahrir, mereka mulai menyusun rencana-rencana untuk merebut kemerdekaan

Indonesia karena mereka tahu posisi Jepang dalam perang memburuk. 8 Oleh

karena itu mereka memanfaatkan situasi tersebut untuk mempersatukan rakyat

Indonesia dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

5
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 364.
6
Sutrisno Kutoyo, dkk (edt), Sejarah Daerah-Daerah Istimewa Yogyakarta, (Jakarta: PT.
CV. Eka Darma, 1997) h. 300.
7
Harry J. Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang(terjemah), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980) h. 157.
8
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, h. 422.
71

Mobilisasi pemuda dalam latihan-latihan semi militer dan kemiliteran, telah

membawa perubahan-perubahan besar dalam mentalitas pemuda. Semangat juang,

latihan keras, kondisi dan keadaan masyarakat yang buruk, serta pengalaman-

pengalaman kolektif, mengarahkan kaum muda kepada pembelaan terhadap

rakyat. Satu contoh ialah perlawanan Peta di Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi,

telah menunnjukkan ketidak puasan mereka terhadap realitas sosial yang terjadi.9

Sebagian ulama juga ada yang melakukan pemberontakan terhadap Jepang

karena sikap semena-mena yang dilakukan Jepang terhadap rakyat Indonesia,

seperti pemberontakan yang terjadi di Cot Plieng Bayu, dekat Lhok Seumawe

yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, selama setengah hari, Jepang

berhadapan dengan murid-murid Abdul Jalil yang hanya bersenjatakan

tradisional. Keberhasilan Jepang menguasai Cot Plieng diikuti oleh tindakan

mereka yang membakar masjid dan rumah-rumah penduduk serta menewaskan 86

orang murid Abdul Djalil. Dan Abdul Jalilpun tewas bersama 19 pengikutnya di

Blang Gampung Tengah tempat Abdul Jalil dan pengikutnya menyinkir.

Perlawanan juga terjadi di Singaparna desa Sukamanah, dekat Tasikmalaya yang

dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa pada bulan Februari 1944. Ia menganggap

Jepang musuh bangsanya karena itu mereka tidak mau bekerja sama dengan

penguasa itu.10

9
Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan
Hingga Kemerdekaan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995) h. 197.
10
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia h. 112.
72

B. Kemajuan terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa kehadiran Jepang di Indonesia

terhitung amat singkat, yakni hanya 3,5 tahun. Namun waktu yang singkat itu

tidak berarti bahwa Jepang tidak memberi pengaruh terhadap perkembangan

pendidikan Islam. Lamanya waktu, sebagaimana yang dilakukan oleh Belanda di

Indonesia, tidak menjadi jaminan bangsa Belnada telah berbuat banyak terhadap

pendidikan Islam. Sebaliknya Jepang yang berada di Indonesia dalam waktu

singkat telah memberikan pengaruh pendidikan Islam sebagai berikut;

Pertama, umat Islam lebih leluasa dalam mengembangkan pendidikannya,

karena berbagai undang-undang dan peraturan yang dibuat pemerintah Belanda

yang sangat diskriminatif seperti undang-undang yang membatasi gerak-gerik

para guru agama dan dai Islam dihapuskan oleh Jepang, sehingga para guru

agama dan da‟i dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh leluasa.11 Umat Islam

pada zaman kolonial Jepang memperoleh peluang yang memungkinkan dapat

berkiprah lebih leluasa dalam bidang pendidikan.

Kedua sistem pendidikan Islam yang terdapat pada masa Jepang pada

dasarnya masih sama dengan sistem pendidikan Islam zaman Belanda, yakni di

samping sistem pendidikan pesantren yang didirikan kaum ulama tradisional, juga

terdapat sistem pendidikan klasikal sebagai mana yang terdapat pada madrasah,

yaitu sistem pendidikan Belanda yang muatannya terdapat pelajaran agama. 12

11
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia Group,
2014) h. 305.
12
Ibid. h. 308-309.
73

Ketiga Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam yang dipimpin

oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta,13 sebagai ketuanya,

yang dibuka secara resmi pada hari Minggu, 8 Juli 1943 bertepatan dengan hari

Isro Mi‟roj Nabi Muhammad SAW yang dihadiri oleh Gunseikan serta pembesar-

pembesar Jepang dan Indonesia. Sekolah Tinggi Islam bertujuan untuk

melahirkan orang-orang yang yang berguna bagi masyarakat Indonesia dimasa

depan.14

Selain itu bahasa Indonesia dan budi pekerti yang sebelumnya tidak pernah

mengalami perkembangan pada zaman Belanda, kini mengalami kemajuan.

Bahasa Indonesia mengalami kemajuan, karena digunakan sebagai bahasa

pengantar di sekolah-sekolah,15 yang sebelumnya menggunakan bahasa Belanda

sebagai bahasa pengantar di sekolah sekolah. Pelajaran budi pekerti yang

sebelumnya tidak pernah diperhatikan karena pemerintah Belanda lebih

mengutamakan pendidikan otak saja, kini menjadi pelajaran yang penting, karena

dianggap sebagai dasar yang utama dalam kehidupan manusia, yang diajarkan

disekolah-sekolah umum oleh para alim ulama sesuai dengan pelajaran agama

Islam.

“... Pendidikan Boedi Pekerti sekarang mendjadi diotamakan dalam


pendidikan, setelah Balatentara Dai Nippon datang di Indonesia oentoek
merintis djalan baroe menoedjoe ke Asia Raja. Pendidikan boedi pekerti
sekarang mendjadi bagian jang penting dalam pendidikan, karena telah

13
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2012 h. 125.
14
Majalah Islam: Soeara Muslimin Indonesia, Djakarta : M.I.A.I, 1943 no 11 th.3 (19
djoemadil Achir 1364/ 1 Djoeni 2605)
15
Imran, Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan
A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 76.
74

ternjata, bahwa dasar pendidikan jang doeloe tidak dapat memberi


kepoeasan pada semoea kita.....”16

Pendidikan Jasmani juga mengalami peningkatan pada tahun 1942,

pendidikan jasmani berupa Taiso (senam pagi ala Jepang) diiringi dengan lagu

diberikan disekolah-sekolah. Selain itu Jepang juga mewajibkan pelajar-pelajar

baris-berbaris dan pelatihan perang-perangan yang disebut Kyoreng, bela diri

seperti sumo, kendo dan base ball diperkenalkan oleh tentara Jepang.17

C. Kemunduran Terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia

Pada awal kekuasaan Jepang, Jepang memang memberikan kebebasan

terhadap pendidikan kaum muslimin. Namun di akhir-akhir kekuasaanya Jepang

mulai mengatur pendidikan kaum muslimin, hal ini dilakukan Jepang untuk

kepentingan propagandanya. Pada tahun 1944, Jepang mulai mengatur khutbah-

khutbah di masjid dan memberikan mata pelajaran tambahan di sekolah sekolah

agama, yaitu bahasa Jepang dan disiplin Jepang. Penambahan sekolah agama

tidak dibolehkan, hanya badan hukum saja yang diperbolehkan mendirikan

sekolah swasta.

“....... Pasal 3: hanya badan-hoekoem sadja boleh mendirikan sekolah


partikoelier. Pasal 4: mendirikan sekolah partikoelier, memboebarkannja
dan bergantinja pengoesaha sekolah itoe haroes disahkan oleh pedjabatan
jang bersangkoetan....”18

16
“Pendidikan Boedi pekerti II oleh: R.P Soemaolan”. Pandji Poestaka, Weltevreden: Balai
Pustaka,1943.
17
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI h. 44.
18
“Osamu SeiRei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah) No. 22
Tahun II Bulan 7, 2603.
75

Begitu pula tablig-tablig kecuali jika isinya berpihak kepada Jepang dan

tentunya meminta izin terlebih dahulu atau disediakan isi tablik oleh Senden Han

yaitu badan propaganda Jepang.19

Jepang sangat mengawasi organisasi-organisasi Islam terutama pendidikan

Islam.20 Jepang memang memberikan bantuan materi terhadap sekolah-sekolah

agama, tetapi tidak memberikan kebebasan pendidikan.21 Jepang menguasai

kurikulum baru yang berlaku secara umum untuk semua sekolah. Karena Jepang

mengetahui bahwa jalur yang paling inti untuk mempengaruhi bangsa Indonesia

adalah melalui pendidikan.

Dalam kurikulum yang baru bahasa Indonesia menjadi pelajaran utama dan

bahasa Jepang jadi pelajaran wajib. Jepang juga berusaha membersihkan

kebudayaan Barat dan kebudayaan Islam dengan cara menggantinya dengan

kebudayaan Jepang, dan menjadikan bahasa Jepang sebagai bahasa resmi. Selama

tahun pertama pendudukan Jepang, ada usaha-usaha untuk melarang diajarkannya

bahasa Arab di sekolah-sekolah agama. Walaupun akhirnya larangan itu dicabut

akibat kerasnya tantangan umat Islam. Karena Jepang menyadari bahwa bahasa

Arab merupakan hak muslim untuk dapat mengajarkan Al-Quran.22

Sistem yang diterapkan oleh Jepang tidak lepas dari maksud dan tujuan

pendidikan untuk kepentingan militernya. Jepang juga mengawasi kurikulum

sekolah dengan tegas demi tegaknya perjuangannya, peraturan disekolah sangat

disiplin dan keras. Semua pelajar pria diwajibkan menggundulkan kepala sampai

licin, dan apabila peraturan itu dilanggarmaka pelajar yang tak patuh tersebut akan

19
Ahmad Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, (Pekanbaru: Badan
Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004) h. 110.
20
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit h. 140.
21
Ibid. h. 161.
22
Ibid. h. 159.
76

dihukum sehari penuh yaitu dijemur dibawah sinar matahari. Jika melewati pos-

pos penjaga (piket) diharuskan berhenti dengan menundukkan badan sampai 90

derajat, kalau hal tersebut dilanggar dan kebetulan didlihat oleh serdadu yang

sedang piket maka akan dipanggil dan ditempeleng. 23

Secara umum pendidikan di Indonesia pada zaman Jepang mengalami

kemunduran, karena pendidikan di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Jepang

sangat membutuhkan sumber daya manusia untuk membantu dalam perang dunia

II. Sehingga banyak guru-guru tidak lagi mengajar karena harus bekerja sebagai

pegawai Jepang dan banyak anak-anak yang putus sekolah karena harus

membantu orang tuanya mencari nafkah dan menjadi tenaga kerja akibat

penekanan romusha pada masa-masa terkahir penjajahan Jepang di Indonesia.

D. Terbentuknya Organisasi Militer

1. Heiho

Pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman yang isinya memberikan

kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang

(Heoho). Para Heiho adalah prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan di

dalam organisasi militer Jepang, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut.

Syarat-syarat penerimaan ialah berbadan sehat, berlaku baik, berumur antara 18-

25 tahun, dan pendidikan terendah ialah sekolah dasar.24

Sistem Heiho mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 22 April 1943,

heiho bertugas sebagai pekerja transportasi, logistik, dan konstruksi. Yang lainnya

bertugas dalam unit-unit penangkis serangan udara, tank, dan transportasi.

23
Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1. h. 63.
24
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI h. 50.
77

Perekrutan Heiho untuk unit-unit Angkatan Darat Jepang kemudian diikuti oleh

perekrutan kompeiho bagi Kempetai maupun keigun Heiho bagi Angkatan Laut

Jepang, yang terutama bekerja dalam unit penyapu ranjau maupun penjaga

pangkalan. Banyak Heiho Indonesia yang dikirim ke garis depan untuk

menghadapi pasuka Sekutu.

Pada awalnya, Heiho dibentuk terutama dari para tawanan perang bangsa

Indonesia yang pernah bertugas dalam KNIL. Kemudian perekrutan dilakukan

diantara masyarakat umum. Pasukan heiho tidak memiliki komandan bangsa

Indonesia sendiri, tetapi berada dibawah komando tentara Jepang. Adapun

pangkat tertinggi seorang heiho adalah sersan. Jumlah Heiho diperkirakan ada

42.500 orang, dimana 25.000 orang diantaranya berasal dari Jawa, 2.500 dari

Timor, sementara 15.000 dari daerah lainnya. 25 Karena kaum muslimin belum

mempunyai kesatuan militer jadi ada kemungkinan kaum muslimin juga terlibat

dalam Heiho dilihat dari fakta bahwa bahwa rakyat Indonesia mayoritas beragama

Islam.

2. Peta (Pembela Tanah Air)

Pada tanggal 3 Oktober 1943, ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin

Nasionalis membentuk Barisan Pembela Tanah Air (PETA). 26 Peta adalah

kesatuan tentara yang anggotanya seluruhnya orang Indonesia, tetapi di bawah

kendali tentara Jepang. Karena itu latihan yang diperoleh sepenuhnya menurut

sistem militer.27 Organisasi ini dibuat oleh Jepang agar dapat memobilisasi rakyat

25
Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia.
(Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 37-39.
26
Sunanto , Sejarah Peradaban Islam Indonesia. h. 125.
27
A.B Lapian (penyunting), Dibawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua
Orang Yang Mengalami, (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1988) hal, 63
78

Indonesia.28 Organisasi ini merupakan suatu tentara sukarela bangsa Indonesia.

Dalam Osamu Seirei No. 44 pasal 1 sampai 4 dijelaskan bahwa:

a. Tentara Peta berkebangsaan Indonesia (penduduk asli)

b. Di dalam tentara Peta akan ditempatkan militer Jepang untuk tujuan

pelatihan

c. Tentara Peta ditempatkan langsung di bawah panglima tentara, lepas dari

badan manapun.

d. Tentara Peta merupakan tentara teritorial dengan kewajiban

mempertahankan daerah masing-masing (shu) dan harus siap untuk

melawan musuh yang menyerang daerah mereka.29

“Osamu Seirei No. 44


Tentang pembentoekan Pasoekan soeka-rela oentoek membela Tanah Djawa
Pasal 1: mengingat semangat jang berkobar-kobar serta djoega memenoehi
keinginan jang sangat dari 50 djoeta pendoedoek di Djawa, jang hendak
membela tanah airnja dengan sendiri , maka Balatentar Dai Nippon
membentoek Tentara Pembela Tanah air, ja‟ni pasoekan soekarela oentoek
membela Tanah Djawa, dengan pendoedoek asli, ialah berdiri atas dasar
tjita-tjita membela Asia Timoer Raja bersama-sama.
Pasal 2 : pasoekan Soeka-rela Tentara Pembela Tanah Air ini dibentoek
dengan pendoedoekan asli jang memadjoekan diri oentoek kewadjiban
membela tanah airnja, dan ditempatkan didalamnja sedjoemlah opsir nippon
sebagai pendidik.
Pasal 3 : Pasoekan Soeka Rela Tentara Pembela Tanah Air temasoek
dibawah pimpinan Seikoo Sikikan dan wadjib menerima perintahnja.
Pasal 4 : Pasoekan Soeka-rela Tentara Pembela Tanah Air Haroes insaf akan
tjita2 dan kepentingan pekerdjaan pembela tanah air, serta wadjib toeroet
membela tanah air, serta wadjib toeroet membela tanah airnja didalam Syuu
masing-masing terhadap negeri sekoetoe, dibawah pimpinan Balatentara
Dai Nippon.
Atoeran Tambahan: Oendang-oendang ini moelai berlaku pada hari
dioemoemkan. Djakarta, tanggal 3, Boelan 10, Tahoen Syoowa 18 (2603).
SAIKOO SIKIKAN.”30

28
Peter Post, and Elly Touwen-Bouwsma (edt), Japang, Indonesia And The War, The
Netherlands: KITLY Press, 1997.
29
Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945h. 63.
30
“Osamu Seirei No.44 Tentang Pembentukan Pasoekan Soeka-rela Oentoek Membela
Tanah Djawa” ”, Djawa Baroe, No Istimewa,6/10/2603. h. 4
79

Tidak seperti Heiho, Peta dipimpin oleh para perwira Indonesia. Para

perwira Jepang di unit mereka hanya bertugas sebagai pelatih atau penasehat. 31

Minat para pemuda untuk memasuki Peta cukup besar, antara lain disebabkan

oleh gencarnya propaganda yang dilancarakan oleh pihak Jepang dan imbauan

para tokoh masyarakat. Mereka berasal dari berbagai golongan, seperti

bangsawan, priyai, dan rakyat biasa dan kaum muslimin. Karena pada saat Peta

dibnetuk, Islam belum memiliki kesatuan militer sendiri. 32 Sebagian dari mereka

pernah menempuh pendidikan sekolah menengah dan tergabung dalam

Seinendan.33

Calon perwira Peta dilatih di Bogor pada pusat pelatihan yang disebut Jawa

Bo-ei Giguyun Kanbu Reiseitai, yang kemudian berganti nama menjadi Bo-ei

Giyugun Knbu Kyokutei.34 Akhir perang, anggotanya berjumlah 37.000 orang

Jawa, 1.600 di Bali, dan sekitar 20.000 orang di Sumatra (di mana organisasi ini

biasanya dikenal dengan nama Jepang Giyugun “prajurit-prajurit sukarela”) tidak

seperti Heiho, Peta tidak secara resmi menjadi bagian dari balatentara Jepang,

melainkan dimaksudkan sebagai pasukan gerilya pembantu guna melawan

serbuan pihak sekutu, korps perwiranya meliputi para pejabat, para guru, para

kyai, dan orang-orang Indonesia yang sebelumnya menjadi serdadu kolonial

Belanda. Di antara mereka adalah bekas guru sekolah Mohammadiyah yang

31
Oktorino, Konflik Bersejarah h. 92.
32
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 173
33
Oktorino, Konflik Bersejarah. h. 63.
34
Ibid, h. 64.
80

bernama Soedirman, yang nantinya menjadi salah satu seorang tokoh militer

terkemuka pada masa revolusi.35

Kelompok Islam mendapat dukungan yang jauh lebih besar di desa-desa

dibandingkan dengan kaum nasionalis „sekuler‟. Itulah sebabnya ketika

mendirikan angkatan bersenjata Indonesia yang pertama, penguasa Jepang

memalingkan muka kepada Islam. Bendera Peta (Daidan-ki) bukanlah Merah-

Putih, melainkan Bulan-Sabit di dalam Matahari-Terbit, melukiskan perang suci

Islam Indonesia terhadap imperialis Barat yang Kristen.

“Bendera (demikian terbaca tulisan resmi) menunjukkan sebuah bidang


hijau, dengan matahari bulat ditengah.....sinar-sinarnya...yang merah
memancar ke segala arah. Di dalam matahari ini, bulan sabit dan bintang
muncul dalam warna putih, sebuah simbol yang dihormati oleh para
penduduk Jawa...”36

Para anggota Peta diberi pendidikan dan latihan militer dasar seperti baris-

berbaris, peraturan dan disiplin militer. Mereka dilatih pula untuk

mempergunakan senjata ringan seperti pistol, karabin, senapan mesin ringan dan

juga senapan mesin berat dan motir. Mereka juga diberikan latihan bertempur

yang disebut sentokyoren pada tingkat regu, tingkatan peleton dan tingkatan

kompi.37

Manfaat yang didapat pemuda-pemuda Indonesia itu selama menjadi

angggota tentara Peta adalah instruktif. Gemblengan-gemblengan di dalam daidan

Peta memberikan mereka kepercayaan diri sendiri bahwa merekapun mampu

berjuang melawan kekuatan yang lebih kuat dan terlatih. Orang Jepang

35
Ricklefs. M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001) h. 418.
36
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit h. 174-175.
37
M.D, Sagimun, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti
Idayu Press, 1985) h. 44.
81

memperlihatkan kepada bangsa Indonesia bahwa sebagai orang Asia mereka tidak

hanya dapat tegak berdiri sebagai bangsa yang merdeka, tetapi juga mampu

mencapai tingkat yang sama dengan orang Barat.38

Pembentukan Peta yang mulanya dimaksud untuk menunjang kekuatan

Jepang dalam melawan sekutu akhirnya menjadi bumerang bagi kekuatan Jepang

sendiri. Hal ini terlihat pada masa-masa akhir kekuatan militer Jepang di

Indonesia. Kekuatan-kekuatan militer bumi putra tersebut bangkit untuk

melakukan perlawanan terhadap sisa-sisa kekuatan militer Jepang.39 Peta

dibubarkan pada tanggal 18 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah kepada

sekutu. Jepang khawatir, Peta tidak dapat dikendalikan, sedangkan Jepang sudah

berubah fungsi menjaga ketertiban dan keamanan sambil menunggu kedatangan

sekutu.40 Tentara pembela Tanah Air (Peta) inilah yang menjadi inti dari TNI. 41

38
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI h. 55.
39
Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan
Hingga Kemerdekaan, (Semarang: IK IP Semarang Press, 1995) h. 198.
40
Lapian (penyunting), Dibawah Pendudukan Jepang. h. 59
41
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997) h. 151.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendudukan Jepang di Indonesia yang singkat telah memberikan banyak

perubahan terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia. Kebijakan yang

dibuat pemerintah Jepang antara lain; pertama pelatihan ulama/guru yang

bertujuan agar para guru dan ulama dapat mendidik para santrinya, serta dapat

mengajak rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang dalam melawan sekutu.

Para ulama dan guru menyampaikan pendidikan yang mereka dapat selama

pelatihan yaitu melalui pendidikan di madrasah maupun di sekolah umum, serta

melalui ceramah-ceramah di masyarakat atau melalui media masa.

Kedua pendidikan formal santri di sekolah, yaitu dengan mengubah

kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru, menghapuskan pelajaran-

pelajaran yang berkaitan dengan Barat, melarang penggunaan buku-buku

berbahasa Belanda, serta menanamkan kebudayaan Jepang pada para santri.

Ketiga yaitu pendidikan militer bagi santri seperti Hizbullah, dan Peta yang

bertujuan agar Jepang dapat memobilisasi kaum muslimin untuk membantu

Jepang dalam perang, dengan memanfaatkan kayakinan kaum muslimin,

mengenai perang suci untuk melawan orang-orang kafir (Barat).

Dampak dari kebijakan pendidikan yang dibuat Jepang untuk kaum

muslimin di Indonesia pada awal kedatangannya memang memberikan

peningkatan terhadap pendidikan di Indonesia, Pendidikan Islam lebih leluasa

dalam mengembangkan agama Islam. Namun pada saat-saat terakhir pendudukan

Jepang, Jepang mulai memaksakan kebijakannya kepada kaum muslimin.

82
83

Pendidikan di sekolah-sekolah tidak berjalan dengan baik, guru-guru banyak yang

dipaksa untuk bekerja di kantor pemerintahan. Sehingga kegiatan di sekolah tidak

berjalan dengan baik. Dan banyak para santri yang putus sekolah karena harus

membantu orang tuanya untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja akibat

penekanan romusha serta berbagai program latihan.

Tetapi kaum muslimin tidak begitu saja mau dimanfaatkan oleh pemerintah

Jepang, sebaliknya kaum muslimin yang dipimpin oleh alim ulama memanfaatkan

kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang untuk meningkatkan pendidikan kaum

muslimin. Seperti pelatihan alim ulama mereka manfaatkan untuk berhubungan

dengan ulama-ulama dari daerah lain, dan mereka manfaatkan untuk menyebarkan

agama Islam. Pendidikan jasmani di sekolah dan pendidikan militer dimanfaatkan

untuk melatih kaum santri dan rakyat Indonesia agar mereka siap untuk merebut

kemerdekaan Indonesia. Akhirnya rakyat Indonesia dapat merebut kemerdekaan

Indonesia dari pemerintah Jepang, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945.

B. Saran

Penulis memahami betul dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan

jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran sangat dibutuhkan demi

baiknya tulisan/karya ini.

Untuk generasi selanjutnya akan lebih bagus lagi jika mengkaji lebih

mendalam dan memunculkan ide-ide yang cemerlang untuk menggali tulisan

khusus kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang di Indonesia seperti: kebijakan

militer pada masa penjajahan Jepang, pelatihan ulama pada masa penjajahan

Jepang dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Sezaman:

Sumber Majalah:

“Sekolah Latihan Goeroe Poetri di Djakarta” Djawa Baroe, No


Istimewa,1/3/2603.

“Pendidikan Nippon di Desa”, Djawa Baroe, No Istimewa,6/10/2603.

“Kanak-Kanak di Djawa” Djawa Baroe, No. Istimewa, 1/3/2603.

“Latihan Djawa Seinendan”, Djawa Baroe, Nomor Istimewa, 5/10/2603.

“Tentara Pembela Tanah Air lahir; Osamu Seirei No.44 Tentang Pembentukan
Pasoekan Soeka-rela Oentoek Membela Tanah Djawa” ”, Djawa Baroe, No
Istimewa,6/10/2603.

“Osamu SeiRei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah)


No. 22 Tahun II Bulan 7, 2603.

“Alim Olama; Menghadapi Pendidikan Ra’jat”, Soeara Madjelis Islam A’lla


Indonesia, 30 Radjab 1364 (1 Agoestoes 2603).

“Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla
Indonesia, 14 Sja’ban 1364 (15 Agoestoes 2603).

“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis


Islam A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603).

“Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir Shumubu-


Jichoo”, Soeara Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari
2605), No. 1 Th. III.

“Dengan Keberanian dan Pengorbanan Membela Agama dan Tjita-tjita oleh Dr.
Soekiman”, Soeara Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari
2605), No. 1 Th. III.

“Pendidikan Bagi Rakyat Oentoek Mentjapai Indonesia Merdeka oleh Drs. Moh.
Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari
2605), No. 1 Th. III.

“Tjara Kerdja Bersama-sama jang Oetama oleh K. H. M, Mansoer”, Soeara


Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.

84
85

“Pendidikan di Masa Perang oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia,
30 Moeharram 1364 (15 Djanoeari 2605), No. 2 Th. 3.

“Sekolah dan Agama Islam oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia,
30 Moeharram 1364 (15 Djanoeari 2605), No. 2 Th. 3.

“Oepatjara Pemboekaan: Sekolah Tinggi Islam; Pendidikan Tjalon Pemimpin-


Pemimpin Islam Indonesia”, Soeara Muslimin Indonesia, 19 Djoemadul
Achir 1364 (19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3.

“Sekolah Tinggi Islam jang Pertama di Indonesia Keterangan jang Berwajib”


Soeara Muslimin Indonesia, 19 Djoemadul Achir 1364 (19 Djoeni 2605),
No. 11 Th. 3.

“Pendidikan Boedi pekerti II oleh: R.P Soemaolan”. Pandji Poestaka,


Weltevreden: Balai Pustaka,1943.

“Dasar Perdjoeangan Moeslimin Oleh; Ahmad Joesoef”, Pandji Poestaka,


Weltevreden: Balai Pustaka,1943.

Sumber Surat Kabar:

“Sekolah Tinggi Islam: Tjalon-tjalon jang Diterima Oentoek Tingkat


Pendahuluan”, Asia Raya, Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364).
No.158

“Sekolah Pertanian menengah dan Sekolah Teknik menengah” Asia Raya, Senin
Legi, 23 Djoeli 2605 (14 Roewah 1364).

“Moerid2 S.M.T Minta Masoek Sekolah Tinggi Islam”, Asia Raya , Selasa Pon,
14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No. 195.

“Sekolah Bahasa Nippon Tinggi” Asia Raya, Djoem’at Paing, 3 Agoest 2665 (25
Roewah 1364)

“Oesaha Pendidikan Dikalangan Para Roomusya”, Asia Raya, Djoem’at Paing, 29


Djoeni 2665 (19 Redjab 1364).

“Sekolah Tinggi Islam Djakarta (Djakarta Kaikyoo Daigaku)”, Asia Raya, Rebo
Legi, 13 Djoeni 2665 (3 Redjab 1361).
86

Sumber Sekunder:

Buku-Buku:

Abdurrahman(adt), Dari Kurun Niaga Hingga Orde Baru, Bunga Rampai Sejarah
Indonesia, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, 2007.

Anak Agung Dge Agung. Ide, Kenangan Masa Lampau Zaman Kolonial Hindia
Belanda dan Zaman Pendudukan Jepang di Bali, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1993.

Benda. Harry J, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang (trjmh), Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980.

Budi Utomo, Cahyo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari


Kebangkitan Hingga Kemerdekaan, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.

Djoened Poesponegoro, Marwati dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional


Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonesia (1942-1998) edisi
pemutakhiran, Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2011.

E Lucas. Anton, Peristiwa Tiga Daerah Revolusi dalam Revolusi, Jakarta: PT.
Pustaka Utama Grafiti, 1989.

Goto, Ken’ichi, Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia, 1998.

Harnoko Poliman, Darto, Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950,


Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1986/1987.

Imran, Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah


dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi
Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012.

Joe Lan. Nio, Dalem Tawanan Djepang, Jakarta: Komunitas Bambu, 2008

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana


Yogya, 2003.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,


1995.

Kurasawa, Aiko, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-


1945, Depok: Komunitas Bambu, 2015.

Kutoyo, Sutrisno dkk (edt), Sejarah Daerah-Daerah Istimewa Yogyakarta,


Jakarta: PT. CV. Eka Darma, 1997.
87

Lapian, A.B (penyunting), Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat


Puluh Dua Orang yang Mengalami, Jakarta: Arsip Nasional Republik
Indonesia, 1988.

M.D, Sagimun, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang Jakarta:


Inti Idayu Press, 1985.

Ma’arif. Syafi’i, Islam Dan Politik Di Indonesia Pada masa Demokrasi Tepimpin
(1959-1965), Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.

Murayama, Yoshitada, Orang Jepang di Koloni Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia, 1998.

Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia


Group, 2014.

Oktorino, Nino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di


Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2013.

Paeni, Mukhlis dan Mestika Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial
Belanda, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam
Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2012.

Post, Peter and Elly Touwen-Bouwsma (edt), Japang, Indonesia And The War,
The Netherlands: KITLY Press, 1997.

Ricklefs. M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001.

Subiakto, Ari, Kronik Perang Dunia II 1939-1945, Yogyakarta: Mata Padi


Pressindo, 2015.

Sunanto. Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT.Raja


Grafindo Persada, 2012.

Utomo, Cahyo Budi, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari


Kebangkitan Hingga Kemerdekaan,Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.

Van Nieuwenhuijze, C. A. O Aspects Of Islam In Post-Colonial Indonesia, The


Hague and Bandung: W. Van Hoeve LTD, 1958.

Yusuf, Ahmad, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, Pekanbaru:


Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004.

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.


88

Skripsi:

Dimas Suryo Sudibyo, “Kebijakan Jepang dalam Bidang Pendidikan Terhadap


Orang Indonesia Tahun 1930-1945”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia, Depok, 2009.

Sumber WEB:

www.kamusbesar.com (akses: Rabu, 12 Agustus 2015)


LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1:

K. H. M. Mansur mengajak rakyat Indonesia untuk membantu Jepang.1

1
“Tjara Kerdja Bersama-sama jang Oetama oleh: K.H.M, Mansoer”, Soeara Muslimin Indonesia, (16
Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605, No. 1 Th. III).

89
90

Lampiran 2:
91

Pidato Ahmad Yusuf mengenai dasar perjuangan kaum muslimin untuk membantu tentara
Dai Nippon.2

2
“Dasar Perdjoeangan Moeslimin Oleh; Ahmad Joesoef”, Pandji Poestaka, (Weltevreden: Balai
Pustaka,1943).
92

Lampiran 3:

Gambaran Sistem Pendidikan di Indonesia pada Masa Perang yaitu menggunakan sistem
kemiliteran.3

3
“Pendidikan di Masa Perang oleh; Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30 Moeharram
1364 /15 Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3).
93

Lampiran 4

Alim ulama memiliki peranan yang penting dalam pendidikan rakyat Indonesia.4

4
“Alim Olama; Menghadapi Pendidikan Ra’jat”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, (30 Radjab
1364/1 Agoestoes 2603).
94

Lampiran 5:

Pendapatan yang diperoleh ulama selama pelatihan.5

5
“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A. Musaddad ”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia,
1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11
95

Lampiran 6
96

Sekolah Latihan guru-guru putri di Jakarta selama dua bulan, setelah itu mereka kembali lagi
kedaerah masing-masing untuk mengajarkan ilmu yang telah didapat selama latihan.6

6
“Sekolah Latihan Goeroe Poetri di Djakarta” Djawa Baroe, No Istimewa,(1/3/2603).
97

Lampiran 7:

Namun pada sumber lain dijelaskan bahwa kursus untuk guru dilakukan selama 3 bulan,
kemudian guru-guru yang sudah mengikuti kursus kembali kedesa dan mengajarkan ilmu
yang telah mereka dapat kepada murid-muridnya.7

7
“Pendidikan Nippon di Desa”, Djawa Baroe, No Istimewa,(6/10/2603).
98

Lampiran 8:

A.Saleh Yahya memberikan gambaran perbedaan pendidikan Islam pada masa Belanda
dengan pendidikan Islam masa Jepang. 8

8
“Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 14 Sja’ban
1364 (15 Agoestoes 2603).
99

Lampiran 9:

Diadakannya pelajaran agama Islam disekolah-sekolah rakyat. 9

9
Sekolah dan Agama Islam Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30 Moeharram 1364/15
Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3). h. 7
100

Lampiran 10:

Sekolah partikuler selain sekolah pertama, sekolah rakyat dan sekolah perusahaan menengah
dilarang dibuka, kecuali telah memenuhi syarat dan telah diizinkan oleh pejabat yang
bersangkutan10

10
“Osamu Seirei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah) No. 22 (Tahun II
Bulan 7, 2603).
101

Lampiran 11:

Anak-anak di Jawa berlatih Sumo 11

11
“Kanak-Kanak di Djawa” Djawa Baroe No. Istimewa (1/3/2603).
102

Lampiran 12:

Pembukaan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2605.12

12
“Sekolah Tinggi Islam Djakarta (Djakarta Kaikyoo Daigaku)”, Asia Raya, Rebo Legi, (13 Djoeni
2665/3 Redjab 1361).
103

Lampiran 13:

Sambutan pada upacara pembukaan Sekolah Tinggi Islam.13

13
“Oepatjara Pemboekaan: Sekolah Tinggi Islam; Pendidikan Tjalon Pemimpin-Pemimpin Islam
Indonesia”, Soeara Muslimin Indonesia, (19 Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3.
104

lampiran 14:

Banyaknya siswa yang diterima di sekolah Tinggi Islam pada tahap awal berjumlah 49 orang,
35 dari SMT dan 14 dari madrasah..14

14
“Sekolah Tinggi Islam: Tjalon-tjalon jang Diterima Oentoek Tingkat Pendahuluan”, Asia Raya
(Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No.158
105

Lampiran 15:

Selain sekolah Agama pendidikan agama Islam juga diberikan disekolah umum salah satunya
yaitu pendidikan untuk para Romusa.15

15
“Oesaha Pendidikan Dikalangan Para Roomusya”, Asia Raya, (Djoem’at Paing, 29 Djoeni 2665/19
Redjab 1364).
106

Lampiran 16:

Sambutan H. A. Kahar Moedzakir tentang Pembentukan Barisan Hizboellah.16

16
“Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir Shumubu-Jichoo”, Soeara
Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.
107

Lampiran 17:

Peraturan pemerintah Jepang dalam pembentukan pasukan sukarela untuk membela tanahh
Djawa.17

17
“Tentara Pembela Tanah Air lahir; Osamu Seirei No.44 Tentang Pembentukan Pasoekan Soeka-rela
Oentoek Membela Tanah Djawa” ”, Djawa Baroe, No Istimewa,6/10/2603

Anda mungkin juga menyukai