Anda di halaman 1dari 130

PEMBERDAYAAN KELOMPOK DISABILITAS MELALUI

KEGIATAN KETRAMPILAN HANDICRAFT DAN


WOODWORK DI YAYASAN WISMA CHESHIRE JAKARTA
SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Mia Maisyatur Rodiah


1110054000022

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014/1436
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka ssaya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2014

Mia Maisyatur Rodiah


ABSTRAK
Mia Maisyatur Rodiah
Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan
Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan

Pada dasarnya kelompok disabilitas merupakan bagian dari warga Negara


yang memiliki hak, kewajiban serta peran yang sama dalam bernegara, namun hal
tersebut belum begitu terihat nyata dalam kehidupan. Kurangnya akses
pendidikan, pekerjaan dll menjadikan kelompok disabilitas sulit menjalani
kehidupan seperti masyarakat umum lainnya. Salah satu upaya agar mereka bisa
mendapatkan hak, kewajiban serta peran dalam bernegara adalah dengan cara
diberdayakan. Pemberdayaan terhadap kelompok disabilitas merupakan upaya
pemandirian bagi mereka agar tidak selalu bergantung kepada orang lain.

Salah satu bentuk pemberdayaan bagi kelompok disabilitas adalah melalui


kegiatan ketrampilan, seperti halnya Yayasan Wisma Cheshire yang
memberdayakan kelompok disabilitas melalui kegiatan ketrampilan handicraft dan
woodwork. Melalui kegiatan ketrampilan tersebut para disabilitas mampu
menjalani kehidupan yang mandiri seperti masyarakat pada umumnya. Dengan
kegiatan ketrampilan ini mereka bisa terus melatih kemampuan serta bakat yang
dimilikinya. Selain itu mereka bisa mendapatkan penghasilan dari ketrampilan
tersebut.

Oleh sebab itu penulis merasa perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai
pemberdayaan kelompok disabilitas melalui kegiatan ketrampilan handicraft dan
woodwork di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan dengan menggunakan
pendekatan kualitatif, melalui tehnik wawancara, observasi serta studi
dokumentasi, guna mengungkapkan suatu fenomena pada kelompok diasbilitas di
Yayasan Wisma Cheshire. Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari dengan
seksama proses pelaksanaan pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire serta
pengaruh kegiatan pemberdayaan terhadap kelompok disabilitas melalui
keterampilan.

i
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat
serta karunia yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa suatu kendala yang berarti. Sholawat
beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
sebagai Nabi dan Rasul terakhir yang telah membimbing umatnya ke jalan yang
benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar Sarjana Strata I (SI). Adapun skripsi ini penulis beri judul
“Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan Ketrampilan
Handicraft dan Woodwork Di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan”

Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari semua


pihak, skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas


Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi beserta jajaran pembantu Dekan I, II, III Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Syamsir Salam, M.S Dosen Pembimbing skripsi
penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahannya
secara detail dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga
menjadi lebih sempurna.
4. Ibu Wati Nilamsari M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam (PMI).
5. Bapak M. Hudri, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam (PMI).

ii
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan PMI Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang selalu memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada
penulis selama berada dibangku kuliah.
7. Orangtua dan segenap keluarga tercinta, yang senantiasa selalu
memberikan doa, nasihat, semangat, motivasi, bimbingan dan kasih
sayang yang tak terhingga serta dukungan moril maupun materiil, yang
tak pernah putus.
8. Ibu Petty Eliot, Mas Fendo Parama Sardi, Ibu Poniati, yang telah
mengizinkan serta memberi kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian skripsi di Yayasan yang sedang dikelolanya.
Kepada Resident YWC, staf serta alumni yang telah bersedia
meluangkan waktunya.
9. Teman seperjuangan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam angkatan
2010 Nurul Vivi AP, Nurhandayani dan Resa Purnama, yang selalu
menemani penulis dalam melakukan penelitian. Umu Salamah yang
selalu menemani dan bimbingan bersama selama proses bimbingan.
Serta Lilis Yunengsih, Badzlia R Framutami, Yulia Yusyunita, Sri
Rahmayani, Vivih Rahmawati, Maya Indah J, Anisa Fatonah, Desia
Cahya N, Ika Septi T, Tiflah Safitri, A. Septiawan, A. Suheri, Adiatma,
M. Iqbal, A Taufik, Viqih Akbar, M Imamudin Arya, Fikri Dzulkarnain,
Anfal, Ade Ramdhan, M. Irfan Jaya, Ujang Kosasih, Rendy Saputra,
Rian, Abdul Basith, Yusuf, dll.

Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu dengan
iringan doa kepada Allah SWT, penulis menghaturkan banyak terimakasih yang
tak terhingga atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis
selama ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa,
khususnya bagi penulis.

Jakarta, 17 September 2014

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1


A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................ 9
D. Subjek dan Objek Penelitian .................................................... 10
E. Tujuan Peneliatian .................................................................... 11
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 11
G. Metodologi Penelitian .............................................................. 12
1. Pendekatan Penelitian ........................................................ 12
2. Lokasi Penelitian ................................................................ 13
3. Sumber Data ....................................................................... 13
4. Teknik pengumpulan data .................................................. 14
a. Observasi ..................................................................... 14
b. Wawancara ................................................................... 15
c. Studi dokumentasi ........................................................ 15
5. Teknik Keabsahan Data ...................................................... 16
6. Analisis data ........................................................................ 17
H. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 18
I. Sistematika Penulisan .............................................................. 20

BAB II : LANDASAN TEORITIS ............................................................. 22


A. Pemberdayaan .......................................................................... 22
1. Pengertian Pemberdayaan ................................................. 22
2. Tujuan Pemberdayaan ....................................................... 26

iv
3. Indikator Pemberdayaan ................................................... 28
4. Strategi Pemberdayaan ...................................................... 30
5. Tahapan Pemberdayaan .................................................... 32
B. Disabilitas ................................................................................. 35
1. Pengertian Disabilitas ....................................................... 35
2. Jenis Disabilitas ................................................................. 37
3. Karakteristik Kelompok Disabilitas .................................. 38
4. Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri ............................. 38
C. Ketrampilan .............................................................................. 39
1. Pengertian Ketrampilan ..................................................... 39
2. Jenis Ketrampilan .............................................................. 41

BAB III : GAMBARAN UMUM ................................................................. 42


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 42
1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat ........ 42
2. Topografi ........................................................................... 42
3. Data Aparat Pemerintah Kelurahan Cilandak Barat ......... 43
B. Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire ........................... 44
C. Maksud dan Tujuan Didirikannya Yayasan Wisma Cheshire . 47
D. Visi dan Misi Yayasan Wisma Cheshire .................................. 47
E. Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire ........................ 49
F. Program Kegiatan Yayasan Wisma Cheshire .......................... 50
G. Kerjasama Yayasan Wisma Cheshire ...................................... 51
H. Sumber Dana Yayasan Wisma Cheshire .................................. 51
I. Sasaran Pelayanan .................................................................... 52
J. Sarana dan Prasarana................................................................. 52
K. Rekrutmen Anggota/Resident .................................................. 52
L. Kegiatan Sehari-hari Yayasan Wisma Cheshire ...................... 54
M. Aturan Umum warga Yayasan Wisma Cheshire ..................... 55
N. Nama-nama Anggota Para Disabilitas di Yayasan Wisma
Cheshire .................................................................................... 57

v
BAB IV : ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN YAYASAN WISMA
CHESHIRE DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN
KELOMPOK DISABILITAS .................................................... 58
A. Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok
disabilitas melalui Ketrampilan di Yayasan Wisma
Cheshire (YWC) ....................................................................... 58
1. Kegiatan Ketrampilan ........................................................ 58
2. Waktu Pelaksanaan Ketrampilan ....................................... 58
3. Metode Ketrampilan .......................................................... 59
4. Proses Pembuatan Ketrampilan Woodwork dan
Handicraft........................................................................... 60
5. Produk Ketrampilan ........................................................... 63
6. Pemasaran Produk Ketrampilan ......................................... 63
7. Tim Woodwok dan Handicraft .......................................... 65
B. Pengaruh Kegiatan Pemberdayaan terhadap Kelompok
Disabilitas (Resdient) Melalui Ketrampilan di Yayasan
Wisma Cheshire ....................................................................... 66

BAB V : PENUTUP ....................................................................................... 79

A. Kesimpulan .............................................................................. 79
B. Saran ....................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Table Pegawai Kelurahan Cilandak Barat Tahun 2013 .............. 43


2. Tabel 2 Jenis Disabilitas Yang diderita Anggota/Resident di Yayasan
Wisma Cheshire Berdasarkan Persentase dan Jenis Kelamin
Tahun 2014 ................................................................................ 46
3. Tabel 3 Jadwal Kegiatan Sehari-hari Resident di Yayasan Wisma
Cheshire, Tahun 2014 .................................................................. 54
4. Tabel 4 Tabel Anggota/Resident di Yayasan Wisma Cheshire Tahun
2014 ............................................................................................ 57
5. Tabel 5 Tabel Pembagian Waktu Kegiatan Ketrampilan Resident
Dalam Satu Hari di Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014 ........ 59
6. Tabel 6 Pelaksanaan Bazar Organisasi Ekspatriat dalam satu tahun di
yayasan wisma Cheshire berdasarkan jumlah pelaksanaannya ... 64
7. Tabel 7 Jenis Kegiatan Woodwork Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014 .................................... 65
8. Tabel 8 Jenis Kegiatan Handicraft Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014 ..................................... 66

vii
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 Tahapan Pemberdayaan ........................................................... 34


2. Gambar 2 Struktur Organisasi YWC Jakarta Selatan Tahun 2014 ........... 49

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecacatan mental atau fisik terkadang membuat banyak orang merasa

kurang beruntung dan psimis untuk menjalani berbagai kegiatan. Oleh karena itu

penyandang cacat dipandang sebagai kelompok yang kurang beruntung karena

dianggap tidak mampu mendapatkan keuntungan material dari kehidupan sosial,

misalnya kesempatan untuk menikah, bekerja, berkeluarga, dll.

Berdasarkan hasil pendataan, jumlah penyandang disabilitas pada 9 provinsi

di Indonesia sebanyak 299.203 jiwa, sekitar 67,33% disabilitas dewasa tidak

memiliki keterampilan dan pekerjaan. Jenis keterampilan utamanya adalah pijat,

pertukangan, petani, buruh dan jasa.1

Data tersebut menjelaskan bahwa mayoritas kelompok disabilitas tidak

memiliki peluang untuk bekerja. Itu berarti secara tidak langsung kelompok

disabilitas kehilangan sebagian haknya dalam bernegara. Peluang atau kesempatan

untuk memiliki pekerjaan merupakan salah satu hak setiap warga didalam suatu

Negara. Namun peluang dan akses pekerjaan di ranah publik bagi kelompok

disabilitas seakan-akan tidak diperuntukkan bagi mereka. Sehingga melalui

keterampilan yang dimilikinya, seolah-olah peluang bekerja para disabilitas hanya

sebagai tukang pijat, petukangan, dll.

Survey terhadap penyandang cacat membuktikan ketidakpuasan mereka

akan kehidupan sosial apa lagi mereka yang berusia lebih muda. Ini dikarenakan

1
Nawir, Expose Data Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi ICF Tahun 2009,
artikel di akses pada 27 September 2014,dari
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1013

1
2

mereka lebih menekankan pada hubungan mereka terhadap teman seusia dan gaya

hidup yang relative lebih tergantung pada aktivitas diluar rumah untuk melakukan

kontak social.2

Persepsi terhadap penyandang cacat sebagai orang yang tidak berguna,

mengalir begitu saja sejak dari sedikitnya keterlibatan mereka dalam aktivitas

ekonomi. Hal ini sebagai konsekuensi dari kegagalan mereka dalam

menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas. Mereka terpola sedemikian rupa

sebagai orang yang “berbeda”. Terlebih lagi, reaksi kekagetan yang ditunjukkan

orang-orang terhadap “penyandang cacat” menstimulasi ketakutan yang

mendalam, kegagalan mereka untuk menerima diri mereka seperti itu dan orang

lain yang secara sederhana melihat mereka sebagai orang lain”.3

Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu

masyarakat, seperti masyarakat kelas sosial ekonomi rendah, kelompok minoritas

etnis, wanita, populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat (disabilitas),

adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan. Keadaan dan perilaku

mereka yang berbeda dari „keumuman‟ kerapkali dipandang sebagai „deviant‟

(penyimpang). Mereka seringkali kurang dihargai dan bahkan di cap sebagai

orang yang malas, lemah, yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Padahal

ketidakberdayaan mereka seringkali merupakan akibat dari adanya

kekurangadilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.4

Kelompok disabilitas di Negara inipun nampaknya masih rentan dengan

diskriminasi. Seringkali mereka di pandang rendah oleh sebagian besar

2
Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007), h.84-85.
3
Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Penganta.,h.14-17.
4
Edi Suharto, Mengembangkan Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT.
Rifka Aditama, 2005), h. 60-61
3

masyarakat, mereka dianggap sebagai orang yang berbeda dari masyarakat pada

umumnya. Perlakuan tersebut menjadikan para disabilitas menerima berbagai

ketidakadilan dari kehidupan sosial.

Pada kenyataannya kelompok disabilitas merupakan bagian dari warga

Negara yang memiliki hak, kewajiban serta peran yang sama. Mereka perlu

diupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya, sebagaimana tertulis

dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang

penyandang cacat.5

Selain itu disebutkan pula dalam konvensi PBB mengenai hak-hak

kelompok disabilitas (UNCRPD, 2007). Konvensi tersebut bertujuan untuk

mempromosikan, melindungi dan memastikan kelompok disabilitas dapat

menikmati secara penuh dan setara semua hak asasi manusia dan kebebasan

fundamental serta mempromosikan penghargaan terhadap harkat dan martabat

mereka.

Konvensi tersebut menandai sebuah „pergeseran paradigma‟ dalam perilaku

dan pendekatan terhadap kelompok disabilitas. Kelompok disabilitas tidak dilihat

sebagai obyek kegiatan amal, perlakuan medis, dan perlindungan sosial, namun

dilihat sebagai manusia yang memiliki hak yang mampu mendapatkan hak-hak itu

serta membuat keputusan terhadap hidup mereka sesuai dengan keinginan dan ijin

yang mereka berikan seperti halnya anggota masyarakat lainnya. 6 Untuk

merealisasikan isi Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

5
Media Elektronik Sekretariat Negara Artikel diakses pada tanggal 09 februari 2014, dari
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf.
6
ILO, Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka Kesempatan
pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas, Artikel diakses pada 23 April 2014
4

1997 tentang kelompok disabilitas serta hasil konvensi PBB, maka kelompok

disabilitas perlu diberdayakan.

Istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu

yang bersenyawa dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk

membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Memberdayakan

masyarakat adalah upaya memperkuat unsur-unsur keberdayaan itu untuk

meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi

tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar

dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau proses memampukan dan

memandirikan masyarakat.7

Pemberdayaan menurut Parsons adalah sebuah proses dengan mana orang

menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan

mempengaruhi terhadap, kejadia-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempenggaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya.8 Pemberdayaan menurut Parsons pada intinya dilakukan sebagai

proses memampukan diri seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi serta dapat

berpengaruh dalam kehidupannya.

Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan utama pembangunan,

ini terkait dengan teori sumberdaya manusia yang memandang mutu penduduk

sebagai kunci utama pembangunan. Banyaknya penduduk bukan beban suatu

7
Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, (Bandung: Alfabeta CV, 2007), h.1.
8
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),
h. 59
5

bangsa bila mutunya tinggi, untuk itu pembangunan hakekat manusiawi

hendaknya menjadi arah pembangunan dan perbaikan sumber daya manusia akan

menumbuhkan inisiatif dan kewiraswastaan.9

Kemudian Rousoltone berpendapat bahwa Penyandang cacat/disabilitas

secara spesifik, sangat rendah pada bidang profesi dan manajemen, dimana ini

merupakan pekerjaan dengan pendapatan dan security atau kemapanan kerja yang

lebih tinggi serta kesempatan promosi yang lebih menjanjikan. Akan tetapi,

penyandang cacat memiliki angka tinggi pada pekerjaan yang berketerampilan

dan berpenghasilan rendah dan pekerjaan yang tidak secure.10

Menurut Anwar dalam Human capital theory, manusia merupakan sumber

daya utama, berperan sebagai subjek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup

dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya.11

Pada umumnya masyarakat mendambakan kondisi yang ideal yang

merupakan tatanan kehidupan yang diinginkannya. Kondisi tersebut

menggambarkan sebuah kehidupan yang disitu kebutuhan-kebutuhan dapat

terpenuhi, suatu kondisi yang tidak lagi diwarnai kekhawatiran hari esok,

kehidupan yang member iklim kondusif guna aktualisasi diri dan untuk

terwujudnya proses relasi yang berkeadilan.12

Apabila kehidupan sekarang belum memenuhi kondisi ideal tersebut selalu

ada dorongan usaha untuk mewujudkannya. Demikian juga apabila terdapat

realitas yang dianggap menghambat tercapainya kondisi ideal tersebut, akan

mendorong usaha untuk mengubah dan memperbaikinya. Dalam hal ini Chodak

9
Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, h.1-3.
10
Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.73.
11
Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan, h.3.
12
Soetomo, Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), h.1
6

mencoba menganalisis realitas tersebut, ia menggunakan lima pendekatan dalam

menjelaskan proses perkembangan masyarakat, salah satunya adalah

perkembangan masyarakat terjadi karena tumbuhnya dorongan dan motivasi

untuk berubah.13

Edward de Bono selalu mendalilkan bahwa di masa yang akan datang, orang

harus lebih konstruktif. Untuk menjadi lebih konstruktif, manusia harus menjadi

lebih kreatif.Persoalan dunia tidak menjadi semakin sederhana, melainkan

semakin hari semakin bertumpuk, ruwet dan membikin pening kepala. Untuk itu

manusia dituntut lebih kreatif dan konstruktif.14

Budaya disabilitas dibangun atas premis bahwa ada suatu kewajiban moral

dan politis untuk menghargai perbedaan. Munculnya gerakan kesenian kaum

penyandang cacat menandai suatu titik penting dalam tradisi menuju gambaran

yang lebih positif tentang kaum penyandang cacat, dan suatu tanda yang jelas

tentang kebangkitan politis mereka.15

Berkaitan dengan masalah tersebut, maka Yayasan Wisma Cheshire

merupakan salah satu lembaga yang dapat mendorong, menggali, dan

mengoptimalkan potensi dan kreatifitas kelompok disabilitas untuk mencapai

kemandiriannya. Yayasan Wisma Cheshire adalah wadah bagi kelompok

disabilitas seperti penyandang Pharaplegia, Polio, dan yang tidak bisa berjalan

lainnya dengan tujuan membuka peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi

mereka untuk membuktikan potensi yang dimilikinya di masyarakat luas.

13
Soetomo, Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka, h.17
14
Dra. Nanih Machendrawaty, M.Ag. dan Agus Ahmad Safei, M.Ag., Pengembangan
Masyarakat Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h.129.
15
Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.165-166.
7

Dengan adanya wadah tersebut diharapkan kelompok disabilitas dapat

mengubah status sosialnya menjadi lebih baik dengan cara memandirikan

kehidupannya melalui keterampilan dan skill yang mereka miliki. Kegiatan yang

diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire adalah, pertama, keterampilan handycraft

dan woodwork, melalui keterampilan tersebut mereka mengasah bakat membuat

kerajinan tangan dan kerajinan dari kayu. Kedua ada keterampilan tambahan

melalui pendidikan kursus B. Inggris, dan Computer, dan olahraga melalui

supporting program ini mereka dapat belajar serta mendapatkan hal lain tentunya.

Ketiga, ada program pendukung yang meliputi perawatan kesehatan serta rencana

pengembangan pribadi. Dan yang terakhir ada kegiatan Young Voice, kegiatan

tersebut adalah kegiatan yang diadakan oleh para disabilitas muda khususnya,

untuk menyerukan serta menyuarakan hak-hak yang sepatutnya mereka dapatkan.

Seluruh program tersebut merupakan program yang diterapkan pada anggota

(resident) yang dianggap berpotensi dan memiliki kemauan untuk belajar. Melalui

program tersebut mereka bisa belajar untuk lebih mandiri dari sebelumnya,

sehingga diharapkan mereka akan lebih siap untuk bermasyarakat.

Dari penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai

“PEMBERDAYAAN KELOMPOK DISABILITAS MELALUI KEGIATAN

KETRAMPILAN HANDICRAFT DAN WOODWORK DI YAYASAN WISMA

CHESHIRE JAKARTA SELATAN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mencoba untuk mengidentifikasi

beberapa masalah yang ada. Dalam UU No.4 Tahun 1997 tentang penyandang

disabilitas yang menyatakan bahwa:


8

1. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk

mewujudkan masyarakat adil dan makmur, penyandang cacat

merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki

kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama;

2. Penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat, oleh karena itu

perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi

penyandang cacat;

3. Dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan

peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu memberikan

landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan sosial

penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam

suatu Undang-undang.16

Namun pada kenyataannya isi UUD tersebut belum begitu terealisasikan

dalam kehidupan sosial. Sehingga ada beberapa masalah yang terlihat dalam

kehidupan ini khususnya yang bersangkutan dengan para penyandang disabilitas,

diantaranya:

1. Masyarakat pada dasarnya dapat memiliki kedudukan, hak, kewajiban,

serta peran yang sama, tetapi pada kenyataannya kelompok disabilitas

masih belum dapat merasakan hal tersebut, seperti kebanyakan

kelompok disabilitas masih saja dipandang sebagai pengangguran,

pemalas, tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki kegiatan dan

keterampilan yang dapat dilakukan.

16
Media Elektronik Sekretariat Negara Artikel diakses pada tanggal 09 februari 2014, dari
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf.
9

2. Sejauh ini kelompok disabilitas masih di pandang dan dianggap rendah

oleh sebagian besar masyarakat karena kekurangannya yang membuat

mereka merasa terbatas dalam melakukan berbagai hal sehingga mereka

terlihat seperti tidak memiliki keahlian atau kegiatan dalam hidupnya.

Hal tersebut yang kemudian membuat kelompok disabilitas merasakan

ketidaknyamanan dalam bermasyarakat. Mereka lebih memilih untuk

menghindar dan menjauhkan diri serta mereka enggan untuk melakukan

kontak sosial dengan masyarakat lainnya.

Sehubungan dengan hal tersebut YWC menggagaskan beberapa program

pemberdayaan yang diterapkan untuk kelompok disabilitas. Namun peneliti hanya

membatasi penelitiannya pada pemberdayaan melalui keterampilan.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi penelitian ini

pada pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, masing-masing adalah:

a. Keterampilan handicraft

b. Keterampilan woodwork

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan kelompok disabilitas

melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork?

b. Bagaimana pengaruh kegiatan keterampilan handicraft dan

woodwork dalam pemberdayaan kelompok disabilitas di Yayasan

Wisma Cheshire Jakarta Selatan?


10

D. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian ini adalah kelompok disabilitas yang mengikuti

kegiatan keterampilan handycraft dan woodwork di Yayasan Wisma

Cheshire beserta pengurusnya. Diantaranya:

a. Ketua lembaga, dari ketua lembaga peneliti akan mendapatkan

informasi mengenai Gambaran Umum Lokasi Penelitian, tujuan

pendirian yayasan, kerjasama yayasan, sumber dana yayasan,

sasaran pelayanan, dll.

b. Manager Program, dari Manager Program peneliti akan

mendapatkan informasi mengenai program di yayasan, pelaksanaan

dan langkah-langkah pembuatan keterampilan, produk yang

dihasilkan serta pemasaran produk.

c. Ibu Asrama, dari Ibu Asrama peneliti akan mendapatkan informasi

mengenai pengelolaan resident, perkembangan resident, sarana dan

prasarana yayasan, jadwal kegiatan sehari-hari resident, kapasitas

anggota di asrama.

d. Staf dan Resedent/kelompok disabilitas, peneliti akan mendapatkan

informasi mengenai alasan resident masuk yayasan, perkembangan

setelah masuk yayasan, respon resident terhadap kegiatan

keterampilan di yayasan, hasil atau manfaat yang diperoleh dari

kegiatan di yayasan.

e. Alumni Yayasan, dari alumni peneliti akan mendapatkan informasi

mengenai pengalamannya tinggal di yayasan, manfaat yang

diperoleh, dll.
11

2. Objek penelitian ini adalah pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire

melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mempelajari dengan seksama pelaksanaan pemberdayaan

melalui keterampilan di Yayasan Wisma Cheshire

2. Untuk menjelaskan pengaruh pemberdayaan masyarakat terhadap

kelompok disabilitas melalui kegiatan keterampilan di Yayasan

Wisma Cheshire Jakarta Selatan.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan:

a. Dapat memberikan kontribusi bagi jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam, khususnya di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

yang berkaitan dengan pemberdayaan penyandang cacat

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dan

tambahan pengetahuan dalam kerangka pengembangan

pemberdayaan lainnya.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan:

a. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas, untuk lebih

memperdulikan masalah social seperti ini khususnya masalah

para penyandang disabilitas.


12

b. Memberikan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi

peneliti khususnya, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang

telah didapat

c. Diharapkan dapat memberi kontribusi kepada keluarga

penyandang disabilitas akan pentingnya kegiatan keterampilan

guna meningkatkan kreatifitas sehingga mereka dapat menumbuh

kembangkan dan mengoptimalkan tingkat kreatifitas mereka

dalam kehidupannya secara layak.

G. Metodologi penelitian

1. Pendekatan penelitian

Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Hamidi (2010) adalah

untuk mengetahui tentang makna (berupa konsep) yang ada dibalik cerita

detail para responden dan latar social yang diteliti, peneliti dalam hal ini

mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkap

apa adanya sesuai dengan bahasa serta pandangan para responden.17

Bodgan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.Penelitian kulitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal

itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk

17
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan
Laporan Penelitian, (Malang, UMM Press, 2010), h.20
13

menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu

atau sekelompok orang.18

Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

kualitatif dan bermaksud untuk mendeskripsikan keadaan atau fenomena

sebenarnya dari hasil penelitian mengenai “PEMBERDAYAAN

KELOMPOK DISABILITAS MELALUI KEGIATAN KETRAMPILAN

HANDICRAFT DAN WOODWORK DI YAYASAN WISMA CHESHIRE

JAKARTA SELATAN”.

2. Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi yang akan diteliti, penelitian ini dilakukan

secara purposive (ditunjuk/ditentukan) di Yayasan Wisma Cheshire yang

berlokasi di Jl. Wijaya Kusuma, No.15a, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena Yayasan Wisma

Cheshire merupakan tempat pemberdayaan bagi kelompok disabilitas

melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork. yang memberikan

kesempatan dan peluang untuk para disabilitas agar tidak ketergantungan

dan lebih mandiri dan untuk mengasah bakat yang mereka miliki.

3. Sumber data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah hasil langsung dari penelitian yang

dilakukan, diperoleh dari beberapa dokumentasi dan para informan

yang ada di Yayasan Wisma Cheshire pada waktu penelitian. Data

18
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
2012), h.4-5
14

primer ini diperoleh melalui observasi atau pengamatan, wawancara

dan studi dokumentasi.

b. Sumber Data Skunder

Data skunder adalah sumber-sumber pendukung dalam penelitian,

serta data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak

langsung seperti data yang diperoleh dari catatan-catatan, buku,

majalah, bulletin dan dokumen tertulis yang berhubungan dengan

penelitian ini.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan

informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab

permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data

ini dilakukan dengan:

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,

objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi

yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan

tertentu.Teknik observasi sering digunakan dalam penelitian kualitatif.19

Menurut Marshall, dalam Sugiyono (2010:64) menyatakan bahwa

“through observation, the researcher learn about behavior and the

19
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, (Bandung,
PT.Remaja Rosdakarya, 2011), h.170.
15

meaning attached to those behavior”. Melalui observasi peneliti belajar

tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.20

Dalam hal ini peneliti akan melakukan observasi agar peneliti

mendapatkan data dan informasi yang objektif dalam kegiatan

keterampilan. Keterampilan handicraft dan woodwork merupakan

bentuk kegiatan dari pemberdayaan yang akan diteliti.

Observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kehidupan,

dan perilaku serta kegiatan sehari-hari para penyandang disabilitas.

Selain itu untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan melalui

keterampilan yang diterapkan oleh Yayasan Wisma Cheshire.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan

itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (inteerviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan

wawancara, seperti ditegaskan oleh Loncoln dan Guba antara lain:

mengonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,

motivasi, tuntutan, kepedulian, dll.21

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik untuk mempelajari dan

menganalisis bahan-bahan tertulis. Sejumlah besar fakta dan data

tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar

20
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, CV. Alfabeta, 2010), h.64
21
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 186.
16

data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cendera

mata, laporan, artefak, foto dan sebagainya.22

Dari hasil studi dokumentasi, peneliti akan mendapatkan informasi

mengenai visi dan missi yayasan, struktur organisasi yayasan, daftar

nama-nama resident (anggota) yayasan, serta aturan umum yang

diterapkan di yayasan.

5. Keabsahan Data (Triangulasi)

Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data diriberbagai sumber

dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.23

Teknik keabsahan data dalam penelitian memiliki kriteria:24

a. Kredibilitas (derajat kepercayaan)

Dengan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan

jalan membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Dalam hal ini penulis

membandingkan jawaban yang diberikan oleh sample yaitu para

resident (disabilitas), pengurus, staf dan alumni Yayasan Wisma

Cheshire (YWC) Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis membandingkan

hasil wawancara dengan data hasil pengamatan (Observasi).

b. Ketekunan dan pemusatan pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan cirri-ciri dan unsur-

unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

22
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, h.171.
23
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, CV. Alfabeta, 2010), Cet. Ke-6,
h. 125
24
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 256
17

sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara

rinci.

c. Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit

Disini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung

pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan

penemuan seseorang.

6. Analisis data

Dilihat dari tujuan analisis, maka ada dua hal yang ingin dicapai dalam

analisis data kualitatif, yaitu: menganalisis proses berlangsungnya suatu

fenomena social dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap

proses tersebut. Selain itu untuk menganalisis makna yang ada dibalik

informasi, data, dan proses suatu fenomena social itu.25

Analisis data adalah proses yang dilakukan secara sistematis untuk

mencari, menemukan dan menyusun transkip wawancara, catatan-catatan

lapangan, dan bahan-bahan lainnya yang telah dikumpulkan peneliti dengan

teknik-teknik pengumpulan data lainnya. Tahap-tahap kegiatan dalam

menganalisis data kualitatif, tahap tersebut adalah:

a. Reduksi data, untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang

diperoleh. Dalam tahap ini peneliti mencoba memilah data yang

relevan dengan tujuan dan masalah penelitian. Tujuannya adalah

untuk mencari tahu pola pemberdayaan masyarakat disabilitas

melalui keterampilan dan untuk mengetahui manfaat serta hasil dari

pemberdayaan tersebut.

25
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 153
18

b. Penyajian data, Penyajian data ini digunakan sebagai bahan untuk

menafsirkan dan mengambil simpulan atau dalam penelitian

kualitatif dikenal dengan istilah inferensi yang merupakan makna

terhadap data yang terkumpul dalam rangka menjawab

permasalahan.

c. Menarik simpulan/verifikasi. Simpulan tersebut merupakan

pemaknaan terhadap data yang telah dikumpulkan. Penarikan

simpulan dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian

pernyataan responden dengan makna yang terkandung dalam

masalah penelitian secara konseptual.26 Dan dalam tahapan ini

peneliti akan menginterpretasikan data-data yang didapat

berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian.

Namun dalam proses ini peneliti akan menggunakan analisis data

dengan beberapa tahapan yaitu, Pertama membaca hasil kegiatan

pengumpulan data, kedua, melengkapi data yang kurang, ketiga,

menginterpretasikan data berdasarkan teori yang digunakan dalam

penelitian.

H. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, sebelum penelitian lebih lanjut kemudian

menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis

tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi-skripsi yang mempunyai

mempunyai judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti. dantaranya:

26
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru, h.172-173.
19

1. Judul : Pemberdayaan Penyandang Cacat Tunagrahita Oleh

Yayasan Wahana Bina Karya Penyandang Cacat di

Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta

Selatan

Penulis : Riyan Rusdiyanto/104054002094, Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam, Lulus Tahun 2011

Isi Pokok : Skripsi ini membahas mengenai proses pemberdayaan

penyandang cacat tunagrahita di Yayasan Wahana Bina

Karya Penyandang Cacat serta keberlangsungan

penyandang cacat tunagrahita dalam melaksanakan

proses pemberdayaan tersebut.

2. Judul : Pengaruh Program Pemberdayaan Melalui Koperasi

Simpan Pinjam Terhadap Peningkatan Penghasilan

Anggota Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Di

Kelurahan Duri Utara Kecamatan Tambora Jakarta Barat

Penulis : Irhineu Dwi Wahyu Pratiwi/109054100022, Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Kesejahteran

Sosial, Lulus Tahun 2014

Isi Pokok : Skripsi ini membahas mengenai pengaruh dari program

simpan pinjam terhadap peningkatan penghasilan

anggota usaha mikro kecil menengah (UMKM)


20

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, secara sistematis,

penyususnannya dibagi kedalam empatbab, yang masing-masing bab terdiri dari

sub-sub bab. Adapun sistematika penyusunan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi

Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Subjek dan Objek

Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi

Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. Dalam bab ini

penulis berusaha mendeskripsikan secara umum tentang intisari

keseluruhan skripsi ini.

Bab II Pengertian Judul yang meliputi: Pengertian Pemberdayaan, Tujuan

Pemberdayaan, Indikator keberdayaan, Strategi Pemberdayaan,

Tahapan Pemberdayaan, Pengertian Disabilitas, Karakteristik

Penyandang Disabilitas, Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri,

Pengertian Ketrampilan, Jenis Ketrampilan.

Bab III Dalam bab ini akan membahas tentang Gambaran Umum Lokasi

Penelitian, Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat,

Topografi, Data Aparat Pemerintah Kelurahan Cilandak Barat,

Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire, Maksud dan Tujuan

Didirikannya Yayasan Wisma Cheshire, Visi dan Misi Yayasan

Wisma Cheshire, Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire,

Program Kegiatan Yayasan Wisma Cheshire, Kerjasama Yayasan

Wisma Cheshire, Sumber Dana Yayasan Wisma Cheshire, Sasaran

Pelayanan, Sarana dan Prasarana, Rekrutmen Anggota/Resident,


21

Kegiatan Sehari-hari Yayasan Wisma Cheshire, Aturan Umum warga

Yayasan Wisma Cheshire, Nama-nama Anggota Para Disabilitas di

Yayasan Wisma Cheshire.

Bab IV Merupakan bentuk analisa terhadap temuan lapangan yang meliputi

Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok disabilitas melalui

Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire (YWC), serta Pengaruh

Kegiatan Pemberdayaan Melalui Ketrampilan terhadap Kelompok

Disabilitas (Resdient) di Yayasan Wisma Cheshire

Bab V Penutup merupakan akhir dari pembahasan skripsi ini. Adapun

bahasannya meliputi kesimpulan dari semua pembahasan skripsi ini,

dan saran-saran penulis.


BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Upaya-upaya pembangunan untuk mensejahterakan rakyat banyak

dilakukan oleh pemerintah maupun non pemerintah. Baik itu melalui

peminjaman modal, pelatihan, keterampilan, pengembangan karakter, dll.

Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan masyarakat

agar dapat mencapai kehidupan yang lebih baik.

Istilah “pemberdayaan” adalah terjemahan dari istilah asing

empowerment. Secara leksikal, pemberdayaan berarti penguatan. Secara

teknis, istilah pemberdayaan dapat disamakan –atau setidaknya diserupakan-

dengan istilah pengembangan. Bahkan dua istilah ini, dalam batas-batas

tertentu bersifat interchangeable atau dapat dipertukarkan. Dalam

pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan –atau tepatnya

pengembangan sumber daya manusia- adalah upaya memperluas horizon

pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat

dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan memakai logika

ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat

memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.1

Dalam Edi Suharto (2005:58) dijelaskan bahwa pemberdayaan

menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah

1
Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam; dari
Ideologi, Strategi sampai Tradisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h.41-42

22
23

sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi

kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam

arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari

kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; selain itu mampu

menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat

meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa

yang mereka perlukan; dan dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan

dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.2

Menurut Kartasasmita dalam Anwar (2007:1), istilah keberdayaan

dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa

dengan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun

keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu maka

memberdayakan masyarakat adalah upaya memperkuat unsur-unsur

keberdayaan itu untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan

masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan

kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan

keterbelakangan, atau proses memampukan dan memandirikan masyarakat.3

Selain itu pemberdayaan menurut Gunawan Sumodiningrat dapat

dilihat dari tiga sisi. Pertama, pemberdayaan menciptakan suasana atau

iklim yang berkembang. Kedua, pemberdayaan untuk memperkuat potensi

ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat. Ketiga, pemberdayaan melalui

pengembangan ekonomi rakyat dengan cara melindungi dan mencegah

2
Edi Suharto, Mengembangkan Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT.
Rifka Aditama, 2005), h.58
3
Dr. Anwar, Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 1
24

terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan

dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang.4

Beberapa pengertian pemberdayaan menurut para ahli, diantaranya:

a. Shardlow mengemukakan bahwa pada intinya pemberdayaan

membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas

berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan

mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan

keinginan mereka.5

b. Biestek mengenai pemberdayaan, menurutnya prinsip ini pada

intinya mendorong klien untuk menemukan sendiri apa yang harus

ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan

yang ia hadapi.6

c. McArdle lebih menitikberatkan pemberdayaan pada proses

pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen

melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah

mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya,

bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui

usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan

serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa

tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.7

4
Moh Aziz, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi Metodologi,
(Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h. 136
5
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan
Sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002), 162
6
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi
Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2001), h. 33
7
Syamsir Salam, MS., dan Amir Fadhilah, S.Sos., M.Si., Sosiologi Pedesaan, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.
25

Jika diruntut dari seluruh pengertian yang ada, penulis menyimpulkan

bahwa pengertian pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan untuk

meningkatkan kapasitas masyarakat melalui kemandiriannya dengan upaya

menyediakan sarana yang dapat mengembangkan potensi atau bakat yang

dimiliki masyarakat tersebut melalui berbagai kegiatan atau peluang yang

ada, selain itu mereka dapat lebih aktif dan bisa berpartisipasi di dalam

masyarakat, serta dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dapat

berpengaruh dalam lingkungannya dan mampu menyelesaikan segala

permasalahan yang ada, agar terciptanya kesejahteraan bersama sesuai

dengan harapan.

Pada intinya pemberdayaan fokus pada tiga hal, yaitu:

Pemberkuasaan, Penguatan kapasitas diri, dan Memandirikan. Ketiga hal

tersebut merupakan hal yang penting dalam proses pemberdayaan, dimana

pemberkuasaan merupakan fase untuk menguatkan diri seseorang

khususnya mereka yang rentan dan lemah serta mereka yang masih

termarginalkan dalam kehidupan bermasyarakat, melalui partisifasi

masyarakat yang bersangkutan agar tercipta kemampuan dan kekuasaan

akan dirinya untuk akif dan ikut andil dalam kehidupan sosial melalui

penguatan kapasitas diri dengan memanfaatkan skill atau kemampuan yang

ada sehingga tercipta kemandirian. Tentu saja kegiatan pemberdayaan

dilakukan demi terwujudnya taraf hidup yang lebih baik.

Menurut pandangan penulis, pada dasarnya setiap orang memiliki

kemampuan untuk merubah kehidupannya, dari yang tadinya belum mampu

menjadi mampu, belum berdaya menjadi berdaya, belum berani menjadi


26

berani, dll. Semua hal tersebut akan terlaksana dengan baik jika masyarakat

yang diberdayakan ikut berpartisipasi aktif untuk melakukan perubahan

yang nyata dalam kehidupannya.

2. Tujuan Pemberdayaan

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk menciptakan

kondisi yang dapat mendorong kemampuan masyarakat untuk memperoleh

dan memanfaatkan hak-hak ekonomi, social, dan politik dalam rangka

peningkatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.8

Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau

hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social; yaitu masyarakat

yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,

ekonomi, maupun social seperti memiliki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan social, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas

kehidupannya. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan

masarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan,

baik karena kondisi internal maupun karena kondisi eksternal.9

Selain itu ada pula tujuan pemberdayaan masyarakat miskin

perkotaan, diantaranya adalah: Pertama, meningkatkan kualitas lingkungan

permukiman melalui suatu upaya penanganan terpadu, baik dari aspek fisik,

sarana dan prasarana, maupun kondisi social ekonomi masyarakatnya.

8
Ibid., h.77
9
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1, h. 59-60
27

Kedua, pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan inisiatif, kreatifitas

dan jiwa kemandirian dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan

kesejahteraan dilingkungan tempat tinggalnya. Ketiga, meningkatkan

kemampuan usaha dalam rangka pengembangan sumber pendapatan yang

dapat menunjang perekonomian keluarga/warga.10

Dalam kaitan dengan hal ini, Payne mengemukakan bahwa suatu

proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna

membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka,

termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan social dalam melakukan

tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa

percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui

transfer daya dari lingkungannya.11

Konsep pemberdayaan ada, karena adanya ketidakberdayaan. Bentuk

ketidakberdayaan tersebut secara tidak langsung membuat dan membentuk

masyarakat ketergantungan. Oleh sebab itu konsep atau strategi

pemberdayaan cukup penting untuk menguatkan dan meningkatkan

kemampuan masyarakat serta membentuk masyarakat yang mandiri.

Biasanya pemberdayaan dibentuk didalam masyarakat melalui berbagai

program dan kegiatan, dengan proses berkelanjutan dan bersifat partisipatif.

Pada intinya tujuan pemberdayaan dilakukan melalui berbagai proses

ini adalah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang dianggap kurang

10
Rr. Suhartini, dkk., Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS
Pelangi Aksara, 2005), h. 8
11
Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi Komunitas:
Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 32
28

berdaya dengan memanfaatkan berbagai peluang melalui kemandiriannya.

Selain itu tujuan pemberdayaan ini adalah sebagai bentuk penguatan bagi

masyarakat, agar mereka mampu mempertahankan dan memperjuangkan

apa yang menjadi hak-haknya sebagai warga masyarakat yang berdaulat,

sehingga sampai pada kehidupan yang sejahtera.

3. Indikator Keberdayaan

Menurut Kiefer pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi

kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi

partisipatif. Parson mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk

pada:

a. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan

individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan

social yang lebih besar.

b. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri,

berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

c. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang

dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan

kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang

lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah

struktur-struktur yang masih menekan.12

12
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Revika Aditama, 2005),
Cet ke-1, h.63.
29

Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indicator

pemberdayaan yang mereka sebut sebagai Empowerment Index atau indeks

pemberdayaan13:

a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar

rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas

medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat

mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

b. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu

untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari

(beras, minyak tanah, minyak goring, bumbu); kebutuhan dirinya

(minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu

dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat

membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya;

terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan

menggunakan uangnya sendiri.

c. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu

untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier seperti lemari

pakaian, TV, radio, Koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti

halnnya indicator diatas, poin tinggi diberikan terhadap individu

yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin

pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang

tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

13
Ibid, h.63-66
30

d. Terlibat dalam keputusan-keputusan rumah tangga: mampu

membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri

mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai

renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh

kredit usaha.

e. Kebebasan relative dari dominasi keluarga.

f. Kesadaran hokum dan politik: mengetahui salah seorang pegawai

pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat;

nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan

hokum-hukum waris.

g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang

dianggap „berdaya‟ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau

bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami

yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan

keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan social;

atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.

h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki

rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap

memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara

sendiri atau terpisah dari pasangannya.

4. Starategi Pemberdayaan

Dalam konteks pekerja social, pemberdayaan dapat dilakukan melalui

tiga aras atau matra pemberdayaan, diantaranya: mikro, mezzo dan makro.
31

a. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara

individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis

intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih

klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini

sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task

centered approach).

b. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai

media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok

biasanya dilakukan sebagai intervensi dalam meningkatkan

kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar

memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang

dihadapinya.

c. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi system

besar (large-system strategi), karena sasaran perubahan diarahkan

pada system lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan,

perencanaan social, kampanye, aksi social, lobbying,

pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah

beberapa strategi dalam pendekatan ini. System strategi besar

memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk

memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serrta

menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.14

14
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), h. 66-67.
32

Didalam Jim Ife dan Frank Tesoriero (2008) disebutkan beberapa

strategi untuk mencapai pemberdayaan, diantaranya adalah:

a. Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan, dicapai dengan

mengembangkan atau mengubah struktur-struktur dan lembaga-

lembaga untuk mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya

atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam

kehidupan masyarakat.

b. Pemberdayaan melalui aksi social dan politik, menekankan pentingnya

perjuangan dan perubahan politik dalam meningkatkan kekuasaan

yang efektif.

c. Pemberdayaan melalui pendidikan dan penyadar-tahuan, menekankan

pentingya suatu proses edukatif (dalam pengertian luas) dalam

melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Ini

memasukkan gagasan-gagasan peningkatan kesadaran --membantu

masyarakat memahami masyarakat dan sturuktur opresi, memberikan

masyarakat kosakata dan keterampilan untuk bekerja menuju

perubahan yang efektif dan seterusnnya.15

5. Tahapan Pemberdayaan

Sebagaimana disebutkan oleh Rr Suhartini dkk (2005: 135) ada

beberapa tahapan yang seharusnya dilalui dalam melakukan pemberdayaan,

diantaranya:

a. Membantu masyarakat dalam menemukan masalahnya.

15
Sastrawan Manullang, ed., Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.147-148
33

b. Melakukan analisis (kajian) terhadap permasalahan tersebut secara

mandiri (partisipatif).

c. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih

tiap masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan.

d. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain

dengancara sosio-kultural yang ada di masyarakat.

e. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang

sedang dihadapi.

f. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk

dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.16

Nampaknya tahapan yang disebutkan oleh Rr Suhartini diatas cukup

berbeda dengan tahapan menurut Isbandi Ruknimto Adi (2001:173-178).

Menurutnya tahapan yang dilakukan mencakup:

a. Tahap persiapan. Tahapan ini mencakup penyiapan petugas, dan

penyiapan lapangan

b. Tahap Assesment. Tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi

masalah/kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki klien

c. Tahap perencanaan alternative program atau kegiatan. Proses ini

dilakukan untuk menemukan dan memecahkan permasalah yang

ada, dan dilakukan secara partisiatif dengan melibatkan warga

d. Tahap performulasian rencana aksi. Dalam tahapan ini seorang

pemberdaya berusaha menjadi fasilitator dengan membantu

kelompok masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka

sehingga dalam bentuk tulisan

16
Suhartini, Model-Model Pemberdayaan Masyarakat, h.135
34

e. Tahap pelaksanaan (Implementasi) program atau kegiatan. Ini

merupakan tahapan yang paling penting dalam prosesnya

f. Tahap evaluasi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan

warga karena tahapan ini merupaka proses pengawasan dari

warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan

g. Tahap terminasi. Ini merupakan tahap pemutusan hubungan

secara formal dengan komunitas sasaran.17

Gambar 1
Tahapan Pemberdayaan

Persiapan

Assesment

Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Performulasian Rencana Aksi

Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Evaluasi

Terminasi

Sumber : Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan,


Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, 2001

17
Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan, Intervensi Komunitas:
Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 173-178
35

B. Disabilitas

1. Pengertian Disabilitas

Masyarakat mengenal istilah disabilitas atau difabel sebagai seseorang

yang menyandang cacat. Inilah yang secara kasat membuat kita mengartikan

penyandang disabilitas sebagai individu yang kehilangan anggota atau

struktur tubuh seperti kaki/tangan, lumpuh, buta, tuli, dan sebagainya.

Dengan demikian disabilitas diidentikkan dengan kecacatan yang terlihat.

Pembatasan makna disabilitas dengan kecacatan inilah yang

menyebabkan undercoverage, sehingga pendataan disabilitas yang mengacu

pada konsep kecacatan akan menghasilkan data yang underestimate.18

Dalam Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD)

tahun 2007 di New York, Amerika Serikat, Negara di dunia telah

menyepakati bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki

keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu

lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat menemui hambatan

yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif. Penekanan makna

disabilitas dalam konsep ini adalah adanya gangguan fungsi yang

berlangsung lama dan menyebabkan terbatasnya partisipasi di masyarakat.19

Dalam kehidupan masyarakat, paling tidak terdapat dua macam

dimensi dalam melihat sakit. Salah satunya melihat sakit sebagai gangguan

biologis akibat dari suatu penyakit tertentu (disease) yang membuat organ-

organ tubuh tidak berfungsi dengan sempurna. Segala bentuk pengobatan

18
BPS Dukung Hak Penyandang Disabilitas, artikel diakses pada 27 Oktober 2014 dari
http://www.bps.go.id/aboutus.php?info=91
19
Ibid.,
36

yang diberikan ditujukan untuk menghilangkan penyakit atau meredakan

aktifitasnya sehingga semua kembali berfungsi normal.20

Di abad ke duapuluh hampir semua masyarakat Barat,

menghubungkan disabilitas dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu

meliputi orang pincang, duduk dikursi roda, menjadi korban keadaan seperti

kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit jiwa, dan gangguan jiwa.

Singkatnya disabilitas sebagai sebuah „tragedi personal‟ dan problem social

atau bahkan dianggap sebagai beban bagi sebagian masyarakat.21

Konvensi ILO menjabarkan disabilitas sebagai “seseorang yang

kemungkinan untuk mengamankan, mendapatkan, dan meningkatkan

kondisi pekerjaan mereka secara substansial terkurangi sebagai akibat dari

keterbatasan fisik atau mental yang terlihat.22

Adapun pengertian disabilitas yang dikemukakan oleh Disabled

People‟s International (DPI) adalah hilangnya atau terbatasnya kesempatan

untuk mengambil bagian dalam kehidupan normal didalam masyarakat dan

tingkat yang sama dengan yang lain dikarenakan halangan fisik dan social.23

Sedangkan pengertian disabilitas menurut WHO adalah terbatasnya

atau kurangnya (yang disebabkan oleh kekurangsempurnaan fisik)

kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam cara yang dikategorikan

normal untuk manusia.24

20
Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), h.21
21
Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007), h.1
22
ILO, Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka
Kesempatan pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas, Artikel diakses pada 23 April
2014
23
Kusmana, dan Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar , h.105
24
Ibid, h, 21
37

Pengertian disabilitas menurut penulis sendiri adalah seseorang yang

menyandang keterbatasan fisik baik itu terjadi setelah dewasa ataupun

semenjak lahir, yang mengakibatkan:

a. Ketidakberdayaan dalam menjalani kehidupan sosialnya

b. Keterbatasan akses pendidikan, kerja, dll.

c. Keterbatasan dalam bersosialisasi

2. Jenis Disabilitas25

Dalam membahas mengenai disabilitas, tidak hanya berpacu pada

keterbatasan fisik seperti orang dengan pengguna kursi roda saja, namun ada

jenis lain yang termasuk pada disabilitas. Dalam istilah yang lebih umum,

disabled world (http://www.disabled-world.com) memberikan delapan

kategori disabilitas, diantaranya:

1. hambatan gerak dan fisik

2. disabilitas tulang belakang

3. disabilitas cedera kepala-otak

4. disabilitas penglihatan

5. disabilitas pendengaran

6. disabilitas kognitif atau belajar

7. gangguan psikologis

8. disabilitas takterlihat

25
Sekilas Tentang Disabilitas, artikel diakses pada 27 Oktober 2014 dari sumber :
http://www2.agendaasia.org/index.php/id/informasi/sekilas-tentang-disabilitas/102-sekilas-
tentang-disabilitas
38

3. Karakteristik Penyandang Disabilitas

Menurut data di AS menunjukan bahwa mereka berkemungkinan dua

kali untuk hidup sendiri (menyendiri), memiliki tingkat yang lebih tinggi

akan ketidakpuasan terhadap kehidupan social, mereka memiliki teman,

tetangga, dan kerabat yang lebih sedikit dibandingkan mereka yang normal.

Dalam kajian yang telah dilakukan oleh Elizabeth Anderson dan

Lynda Clarke Disability in Adolescence dalam Kusmana dan Napsiyah

(2007: 85) menyebutkan bahwa anak-anak yang disable memiliki kehidupan

yang lebih menyendiri, dan ketika mereka melakukan kegiatan diluar

rumah, mereka lebih melakukan kegiatan yang dilakukan bersama anggota

keluarga. Selain itu mayoritas anak dalam kelompok disabilitas ini hanya

berhubungan dengan mereka yang juga memiliki kekurangan.26

Ketidak inginan untuk bersosialisasi bahkan tidak ingin keluar dari

lingkungannya adalah salah satu karakteristik kelompok disabilitas. Mereka

sadar bahwa keadaannya bahwa keadaan fisiknya yang dianggap “berbeda”

akan menimbulkan kekagetan dan keanehan tersendiri untuk orang lain yang

masih tabu dengan penyandang disabilitas. Respon masyarakat tersebutlah

yang mengakibatkan kelompok disabilitas lebih memilih untuk tidak

melakukan kontak social dengan masyarakat pada umumnya.

4. Dampak Disabilitas Pada Identitas Diri

Berdasarkan isu riset yang spesifik mengenai dampak disabilitas

adalah pada identitas diri, shingga konsekwensinya berdampak pada

aktivitas sehari-hari. Survey terhadap penyandang cacat membuktikan

26
Ibid., h.85
39

ketidakpuasan mereka akan kehidupan social, apalagi bagi mereka yang

berusia lebih muda, dimana pada usia tersebut seharusnya mereka lebih

banyak berinteraksi dengan teman seusia mereka dan asik dengan gaya

hidup yang cenderung lebih banyak melakukan aktivitas diluar rumah untuk

melakukan kontak social, bahkan mereka seringkali mengalami perasaan

isolasi yang begitu mendalam karena mereka kehilangan kontak dengan

teman yang tidak disable. Selain itu mereka akan memiliki aspirasi kerja dan

advis karir yang rendah, marginalisasi pada pasar tenaga kerja yang akan

memberikan dampak pada sisi material. Usia meninggalkan rumah, menikah

dan menjadi orang tua serta masuk keduania kerja lebih terlambat,

kurangnya akses pada sarana umum atau lingkungan yang terbangun, serta

pilihan dan kesempatan untuk berpartisipasi social yang terbatas.27

Dalam kehidupan social, disabilitas cukup memberikan dampak yang

signifikan, tidak sedikit dari mereka yang merasa shock dan terpukul dengan

keadaannya yang dianggap “berbeda”. Banyak waktu yang mereka abaikan

hanya karna mereka tidak ingin bersosialisasi dengan masyarakat lainnya.

Hal tersebut tidak lain karena banyak masyarakat yang menganggap

kelompok disabilitas sebagai orang yang “berbeda”.

C. Keterampilan

1. Pengertian Keterampilan

Menurut Syamsuar Muchtar keterampilan adalah cara memandang

siswa serta kegiatannya sebagai manusia seutuhnya, yang diterjemahkan

dalam kegiatan belajar mengajar yang memperhatikan perkembangan

27
Ibid., h.98-117
40

pengetahuan, nilai hidup serta sikap, perasaan dan keterampilan sebagai satu

kesatuan baik berupa tujuan maupun sekaligus bentuk pelatihannya, yang

akhirnya semua kegiatan belajar dan hasilnya tersebut tampak dalam bentuk

kreatifitas. Sedangkan keterampilan menurut The Liang Gie adalah kegiatan

menguasai sesuatu keterampilan dengan tambahan bahwa mempelajari

keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan praktik, berlatih dan

mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang yang memahami semua asas,

metode, pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara praktis

adalah orang yang memiliki keterampilan.28

Keterampilan adalah pelajaran yang berisi kemampuan konseptual,

apresiatif dan kreatif produktif dalam menghasilkan benda produk kerajinan

dan atau produk teknlogi yang memberikan penekanan pada penciptaan

benda-benda fungsional dari karya kerajinan, karya teknologi sederhana,

yang bertumpu pada keterampilan tangan. Keterampilan menjadi hal yang

cukup penting dalam kehidupan, karena salah satu tujuan dari pendekatan

melalui keterampilan adalah untuk mengembangkan sikap percaya diri,

bertanggung jawab, dan rasa kesetiakawanan social dalam menghadapi

berbagai problem kehidupan.29

Pengertian keterampilan menurut penulis adalah sebuah kemampuan

atau skill yang dapat ditemukan pada setiap diri manusia. Keterampilan

adalah hal yang harus dilatih dan terus di asah agar kemampuan yang

28
Amelia, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Keterampilan Teknisi
Handphone di Institu Kemandirian Dompet Dhuafa,(Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009), h.40-41
29
Ari Kurniawan, Peran Yayasan Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui
Pendidikan Keterampilan di Kelurahan Rawa Badak Utara Kecamatan Koja Jakarta Utara,
(Skripsi S1 Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 52-53
41

dimilikinya terus berkembang. Keterampilan erat kaitannya dengan praktik,

biasanya keterampilan ini merupakan hal yang bersifat kreatif dan inovatif.

2. Jenis Keterampilan

Keterampilan dapat dikelompokan kedalam empat jenis, diantaranya:

a. Keterampilan personal (personal skill) yang mencakup

keterampilan mengenai diri sendiri, keterampilan berpikir rasional

dan percaya diri

b. Keterampilan social (social skill) seperti keterampilan melakukan

kerjasama, bertenggang rasa dan tanggung jawab social

c. Keterampilan akademik (academic skill) adalah keterampilan yang

berkaitan dengan melakukan penelitian, percobaan-percobaan

dengan pendekatan ilmiah

d. Keterampilan vokasional (vocacional skill) adalah keterampilan

yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan

tertentu seperti bidang perbengkelan, menjahit, peternakan,

pertanian, produksi barang tertentu.30

30
Sarifudin, Starategi Panti Sosial Development Center For Children (SDC) Dalam
Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan, (Skripsi S1 Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012), h. 50
BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Cilandak Barat

Kelurahan Cilandak Barat merupakan salah satu dari 5 (lima)

kelurahan di wilayah kecamatan Cilandak Kota Administrasi Jakarta Selatan

yang dibentuk berdasarkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor

1251 tahun 1985 dengan luas wilayah 604,60 Ha, dari luas wilayah tersebut

±453 Ha digunakan untuk perumaha, ±30,2 Ha digunakan untuk fasilitas

umum, ±5,2 Ha digunakan untuk pemakaman, dan ±120 Ha digunakan

untuk Jalan raya/lingkungan.

Kelurahan Cilandak Barat terbagi ke dalam 13 RW dan 148 RT yang

berbatasan dengan:

- Sebelah Utara : Kel.Gandaria Selatan dan Kel.Cipete Selatan

- Sebelah Timur : Kali Krukut Kel.Cilandak Timur

- Sebelah Selatan: Jl.Taman Wijaya Kusuma Kel.Pd.Labu

- Sebelah Barat : Kali Grogol Kel.Lebak Bulus & Kel.Pd.Pinang.1

2. Topografi

Kelurahan Cilandak Barat mempunyai jarak orbitasi sebagai berikut:

- Jarak ke Kecamatan : 1,2 Km

- Lama jarak tempuh ke Kecamatan

dengan kendaraan bermotor : 10 menit

1
Profil Kelurahan Cilandak Barat, 2013

42
43

- Jarak ke Wlikota : 5,6 Km

- Lama jarak tempuh ke Walikota

dengan kendaraan bermotor : 30 menit

- Jarak ke Provinsi : 14,7 Km

- Lama jarak tempuh ke provinsi

dengan kendaraan bermotor : 1 Jam.2

3. Data Aparat Pemerintahan Kelurahan Cilandak Barat

Kelurahan Cilandak Barat merupakan salah satu dari 5 (lima)

Kelurahan di Wilayah Kecamatan Cilandak Kota Administrasi Jakarta

Selatan. Adapun jumlah aparat pemerintahan Kelurahan Cilandak Barat,

diantaranya adalah:

Tabel 1

Table Pegawai Kelurahan Cilandak Barat Tahun 2013

No Nama NIP/NRK Pend. Jabatan

1 Mundari, S.IP, M.Si 196308051984031003 S.2 Lurah

2 Dra. Nurmiyati 196801151994032003 S.1 Wkl. Lurah

3 Maryono, S.KM 197105171992031003 S.1 Sekkel

4 Ichsan Darman 196812051996031001 SLTA Kasi Pemerintahan

& Trantib

5 Achyana, S.Kom 196910131997032001 S.1 Kasi Perekonomian

6 Triyas Mindriyati, 196605081968032008 S.1 Kasi Kesejahteraan

S.Sos Masyarakat

2
Profil Keluraha Cilandak Barat, 2014
44

7 Lumiati Sinaga 196910251989032003 SPK Kasi Prasarana &

Sarana

8 Nata Kusumah 196006161982101002 SLTA Kasi Kebersihan &

LH

9 Zuriah 196405021985032008 SLTA Kasi Pelayanan

Umum

10 Fatulloh 196309071989031009 SLTA Staf

11 Vina Gugus Pualam, 198803282010012014 D.III Staf

A.Md

12 Yudi Setia Prawira, 198708302010011005 D.III Staf

A.Md

13 Sutarni 196303041986032014 SD Staf

14 Kusnarno 196206041983121001 SD Staf

15 Nuryadi 196205101989071001 SD Staf

Sumber : Dokumen Profil Kelurahan Cilandak Barat, Tahun 2013

B. Gambaran Umum Yayasan Wisma Cheshire

Yayasan Wisma Cheshire (YWC) merupakan sebuah Yayasan yang

terdaftar di Indonesia. Yayasan yang berada di Jakarta ini telah dibuka sejak

November 1974 oleh grup Captain Leonard Cheshire, VC. Pada mulanya yayasan

ini dibangun diatas lahan yang disumbangkan oleh Rumah Sakit Fatmawati yang

digunakan sebagai panti atau tempat penampungan bagi para disabilitas yang

dirawat di Rumahsakit tersebut, karena Rumahsakit Fatmawati merupakan salah

satu rumah sakit yang merawat para disabilitas setelah kecelakaan, sehingga

dokter dan para perawatnya pun didatangkan dari Rumahsakit Fatmawati.


45

Yayasan berlokasi di sebelah selatan rumah sakit yang dikelola oleh para komite,

sukarelawan Indonesia dan para ekspatriat. Pembuatan bangunan yayasan ini

dibiayai atau didanai dari London, dan dari sumbangan lokal.

Setelah berjalan beberapa tahun yayasan berkembang, pengelolaanpun terus

mengalami perubahan. Dahulu wisma ini merupakan sebuah panti, dimana para

anggota yang tinggal disana dapat tinggal sampai kapan saja atau bahkan

selamanya. Kira-kira setelah 10 tahun kebelakang pengelolaan dirubah seperti

halnya training center, sehingga para penghuni tidak dapat tinggal di yayasan

selamanya, para penyandang disabilitas hanya dapat tinggal di yayasan selama 1-2

tahun saja, setelah itu yayasan akan merekrut anggota baru lagi dengan tujuan

untuk memperluas sasaran dan banyak pihak yang menerima manfaat dari

keberadaan yayasan ini.3

Kapasitas keanggotaan di Yayasan ini maksimal 30 orang, namun resident

yang ada pada tahun 2014 berjumlah 14 orang baik itu laki-laki ataupun

perempuan, pada umumnya mereka adalah para pengguna kursi roda, sebagian

besar diantaranya mengalami disabilitas karena kecelakaan, selain itu ada pula

yang menderita polio, cacat sejak lahir dll. Biasanya perekrutan anggota baru di

Yayasan Wisma Cheshire dikhususkan bagi penyandang disabilitas yang berasal

dari keluarga kurang mampu4. Dari beberapa jenis disabilitas tersebut, berikut

peneliti paparkan data resident sesuai jenis disabilitas yang di derita.

3
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
4
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
46

Tabel 2

Jenis Disabilitas Yang diderita Resident di Wisma Cheshire Tahun 2014

Jenis Kelamin
No Jenis Disabilitas Jumlah Persentase
P W

1. Paraplegia 6 3 9 64,29%

2. Cerebral Palsy 1 1 7,14%

3. Polio 2 2 14,29%

4. Amputasi 1 1 7,14%

5. Tetraplegia 1 1 7,14%

Total 14 100%

Sumber : Olahan data dari Studi Dokumentasi “Guidelines Yayasan Wisma Cheshire” tahun 2014

Data tebel tersebut menunjukkan bahwa dari seluruh resident/anggota

Yayasan Wisma Cheshire 64,29% menderita disabilitas jenis paraplegia, jenis

disabilitas ini biasanya dikarenakan kaki atau setengah badan yang lumpuh akibat

kecelakaan. Penderita paraplegia cenderung lebih banyak karena biasanya

sebagian penderita paraplegia merupakan pasien rujukan dari Rumah sakit

fatmawati dan mengetahui informasi mengenai Yayasan dari Rumahsakit

Fatmawati. Sebagaimana penuturan Mba Echi, bahwa:

“Awal mula saya tahu wisma, ketika saya kecelakaan kemudian dirujuk ke Rumah
sakit fatmawati untuk di rehab medic, kemudian resident disini suka maen kesana
dan memang perawatnya ngambil dari fatmawati. Jadi tahu infomasi yayasan ini
dari perawatnya dan dari anggota disini yang suka maen kesana, kemudian saya
maen ke wisma dan tertarik untuk lebih bisa belajar mandiri, bisa nambah-nambah
pelajaran, pengalaman, sehingga ga monoton di rumah saja”.5

5
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
47

C. Maksud dan Tujuan didirikan Yayasan Wisma Cheshire

Tujuan didirikannya YWC adalah untuk memungkinkan seluruh resident

belajar keterampilan baik itu didalam maupun diluar yayasan, dengan harapan

mereka bisa mendapatkan dan menemukan lapangan pekerjaan, dapat

memperoleh kemerdekaan ekonomi secara mandiri dan mendapatkan kehidupan

yang bebas.

Kebanyakan dari anggota yayasan, lebih mendorong residentnya untuk

belajar keahlian atau keterampilan yang akan membantu mereka untuk dapat

menunjang toko yang dimiliki oleh yayasan yaitu The Red Feather Shop, yang

masih berlokasi di Yayasan Wisma Cheshire. Toko tersebut merupakan tempat

penyaluran barang-barang dari tim woodwork serta tim handicraft yang sudah

diproduksi oleh para disabilitas dan siap untuk dipasarkan. Selain untuk

mempermudah para pelanggan memilah dan memilih barang atau pesanannya.

Selain itu tujuan lain dari Yayasan Wisma Cheshire adalah untuk

memandirikan para resident (penyandang disabilitas), sehingga ketika para

penyandang disabilitas itu sudah mengikuti kegiatan keterampilan selama 1-2

tahun, maka ketika kembali ke masyarakat ataupun kembali pada keluarganya,

mereka mampu mandiri dengan segala keterampilan yang telah dimilikinya.6

D. Visi dan Misi Yayasan Wisma Cheshire

1. Visi

Yayasan Wisma Cheshire adalah organisasi non-pemerintah yang

disediakan untuk para penyandang disabilitas, melalui bantuan tempat dan

program-program pelatihan kejuruan. Kami mendukungnya dengan tempat


6
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
48

yang aman di mana setiap anggota terinspirasi dan diberdayakan untuk

memenuhi potensi mereka sebagai anggota masyarakat.

2. Misi

a. Mendorong Warga untuk bertanggung jawab serta dapat

mempertanggung jawabkan pilihan mereka

b. Memberdayakan dan memfasilitasi Warga untuk mengambil

bagian aktif dalam rehabilitasi mereka sendiri dan re-introduksi

ke dalam masyarakat

c. Menemukan program pelatihan di mana penduduk akan mencapai

keterampilan tertentu/keterampilan yang sesuai dengan tujuan

individu dan tingkat kemampuan

d. Menemukan pelatihan kerja yang tepat atau penempatan kerja

yang ada dalam lingkup yayasan.

e. Mendukung dan mendorong kemandirian dalam berbagai

keterampilan hidup sehari-hari: perawatan pribadi, kebersihan

lingkungan, mengurus properti pribadi dan publik dan

pengelolaan keuangan

f. Memfasilitasi kemandiriannya melalui Yayasan dengan

mendirikan Half-Way Home untuk mengajarkan kemandirian diri

untuk kehidupan sehari-hari

g. Mengajarkan keterampilan tertentu yang berhubungan dengan

woodwork dan handycraft sehingga anggota/Resident akan

mampu untuk mencari nafkah dari kegiatan keterampilan tersebut


49

h. Untuk mempromosikan kejujuran dan advokasi diri dengan

mendorong warga untuk berbicara untuk diri mereka sendiri7.

E. Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire

Gambar 2

Struktur Organisasi Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014


Board
Patron Member of LCD
YWC

Programme YWC National


Manager Coordinator

Halfway
Shop
Marton Manager Staff Volunteer Home
Programme

Kitchen Cleaning Nurse & Computer President's


Woodwork Handicraft English Personal
President Driver & IT Language
Section Section Staff Staff Physiotherapist Development

Sumber: Yayasan Wisma Cheshire Guidelines 2013

Anggota Dewan

1. Untuk operasional organisasi sehari-hari:

a. Petty Elliot (Presiden)

b. Rachel Jackson (Bendahara)

c. Anita Othman (Sekretaris)

d. Shilpa Dhoka (Anggota Komite)

2. Dalam dokumen legal:

a. Ratih Dardo Subroto (Patron)

b. Janthy Nihardjo (Supervisor)

c. Laksmi Pratiwi (Kepala Badan)

7
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
50

d. Petty Bernadeth (Bendahara)

e. Yustysia Pandean (Sekretaris)

3. Staf

a. Fendo Parama Sardi (Program Manager)

b. Mahmudi Yusbi (Young Voices Koordinator Nasional)

c. Poniati (Matron)

d. Yadi (Staf Kitchen)

e. Sayem (Staf Kitchen)

f. Supardi (Driver and Staf Cleaning)8.

F. Program Kegiatan Yayasan Wisma Cheshire

Ada beberapa program yang diterapkan didalam YWC, diantara:

1. Keterampilan (Pelatihan Utama)

a. Pelatihan Handicraft

b. Pelatihan kayu (woodwork)

2. Keterampilan tambahan

a. Bahasa Inggris

b. Computer dan IT

c. Olahraga

3. Program Pendukung

a. Perawatan Kesehatan

1) Keperawatan

2) Fisioterapi

3) Refexology Facial

8
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
51

b. Rencana Pengembangan Pribadi

1) Penempatan Kerja

2) Rencana Bisnis

3) Pendidikan Formal atau Kursus

4) Program Hlafway Home

4. Proyek

a. Young Voice merupakan program untuk menyuarakan kaum muda

untuk berkampanye tentang hak-hak pada disabilitas dan untuk

meningkatkan kesadaran social terhadap disabilitas.9

G. Kerjasama Yayasan Wisma Cheshire

Dalam menjalankan berbagai kegiatan keterampilan yang ada, tentunya

yayasan bekerjasama dengan berbagai instansi, lembaga ataupun individu, seperti

halnya para volunteer, sukarelawan individual seperti para expatriate, organisasi

expatriate (BWA, ANZA, AWA). Selain itu Yayasan bekerjasama dengan LSM

pemerhati disabilitas, dan organisasi internasional seperti Leonard Cheshire

Disabilities, European Unio, dan United Nation seperti ILO.10

H. Sumber Dana Yayasan Wisma Cheshire

Adapun Sumber dana yang dikelola oleh yayasan adalah hasil yang

diperoleh dari beberapa instansi, diantaranya:

1. Donator (individual, organisasi social, perusahaan)

2. Fundraising komite yayasan

3. Hasil penjualan produk kerajinan

9
Guidelines Yayasan Wisma Cheshire, tahun 2014
10
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
52

4. Dari pemerintah (subsidi dari kementerian sosial).11

I. Sasaran Pelayanan

Sasaran pelayanan dari Yayasan Wisma Cheshire merupakan para

penyandang disabilitas, khususnya yang memiliki keterbatasan fisik/tubuh,

misalnya para penyandang paraplegia, polio, amputasi, dan CP dengan level

tertentu. Para PWD tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu secara

ekonomi, dan hal yang paling penting adalah mereka memiliki semangat untuk

mau belajar, kerja keras, dan keinginan yang kuat untuk hidup mandiri.12

J. Sarana dan Prasarana

Kamar, lemari pakaian, kamar mandi, dan tempat mencuci pakaian. TV,

meja tenis meja, meja untuk makan bersama, tempat latihan berjalan, ruang

fisioterapi untuk program fisioterapi, ruang computer, kipas, mobil, ruang kerja,

toko, kantor, dapur, tempat makan. Selain fasilitas, kami juga menyediakan

pelayanan kesehatan dimana kami berkerja sama dengan RS Fatmawati. Kami

menyediakan perawat yang datang setiap hari. Kami juga meyediakan makan 3

kali setiap hari dan cemilan dimana disiapkan oleh seorang koki dan assistannya.13

K. Rekrutmen Anggota/Resident

Langkah-langkah dalam penerimaan warga baru/resident ke Yayasan

Wisma Cheshire (YWC). Proses seleksi:

1. Kandidat akan diberitahu tentang semua peraturan dan persyaratan

penduduk di YWC.

11
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot
12
Ibid.
13
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
53

2. Kandidat harus menulis surat lamaran dan kirimkan bersama dengan

dokumen yang diperlukan kepada Manajer YWC. Dengan menyertakan

surat pribadi yang menyatakan mengapa potensi penduduk ingin tinggal

di YWC dan apa yang ingin mereka capai.

3. Menggunakan surat lamaran, Anggota Komite membahas aplikasi.

4. Jika Anggota Komite setuju, potensi pemohon akan diberitahu untuk

datang ke YWC untuk wawancara awal dan menjalani tes medis.

5. Hasil wawancara dan tes kesehatan akan dilaporkan kepada Komite

untuk diskusi lebih lanjut, dan persetujuan.

6. Anggota Komite akan memberitahukan Manajer penerimaan atau

penolakan dari pemohon.

Jika diterima:

1. Manager YWC akan memberitahu Calon melalui telepon dan / atau

email.

2. Manager YWC akan menginformasikan Calon dari tanggal mulai

mereka dan barang-barang pribadi apa yang diperlukan.

3. Matron YWC akan menyiapkan tempat tidur untuk penduduk baru.

4. Manajer akan mempersiapkan kontrak untuk ditandatangani oleh

Resident baru dan Presiden YWC. Isi kontrak akan mencakup jangka

waktu kontrak, peraturan dan aturan. Kontrak didasarkan pada

kebutuhan dan tujuan individu.14

14
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
54

L. Kegiatan Sehari-hari di Yayasan Wisma Cheshire

Yayasan Wisme Cheshire dibentuk sebagai yayasan yang dapat

mengaktifkan dan membentuk para disabilitas yang terampil, dan mandiri, oleh

sebab itu yayasan menerapkan berbagai kegiatan didalamnya, dan menjadwalkan

setiap kegiatan.15 Berikut jadwal kegiatan resident di YWC:

Tabel 3

Jadwal Kegiatan Sehari-hari Resident di Yayasan Wisma Cheshire,

Tahun 2014

SENIN SELASA

Waktu dan Kegiatan: Waktu dan Kegiatan:

10:00-11:30 : kelas bahasa Inggris 09:30 - selesai: Kayu kontrol kualitas

16:30-06:30 : Keperawataan 10:00-12:00: Kelas Komputer

16:30-06:30: Perawatan

RABU KAMIS

Waktu dan Kegiatan: Waktu dan Kegiatan:


09:30-11:00.: kelas bahasa Inggris
10:00 – 12:00: kelas bahasa Inggris
10:00 - selesai: relawan untuk
10:00-12:00: Rencana Pengembangan
membantu kerajinan
12:00-13:00: saran kesehatan dan Pribadi
pengawasan
16:30-06:30: Keperawatan
16:30-06:30: pengobatan Fisioterapi
16:30-06:30: Keperawatan
JUMAT SABTU

Waktu dan Kegiatan: Waktu & Kegiatan:

07:00-08:00: olahraga Senam 10:00-12:00: kelas bahasa Inggris

15
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
55

13:00 – 15:00: Kelas Komputer 16:30-06:30: Perawatan

16:30-18:30: Pengobatan Fisioterapi

16:30-06:30: Perawatan

Sumber: Dokumentasi Guidelines Yayasan Wisma Cheshire, tahun 2014

M. Aturan Umum Warga Yayasan Wisma Cheshire

1. Kegiatan rutin setiap hari:

a. 05:00-06:00 warga harus bangun, berdoa, latihan fisik dan mandi.

b. Waktu Makan:

1) Sarapan pagi: 07:00-09:00

2) Makan siang dan istirahat: 12:30-02:00

3) Makan malam: 18:00-19:30

c. Jam kerja: 9:00-04:30

d. Aktivitas pribadi: 05:00-18:00

e. Istirahat: 10:00 (gerbang utama akan ditutup pada 22:00).

2. Kehidupan sehari-hari:

a. Setiap warga harus mendukung lingkungan yang damai dengan

menghormati hak dan kewajiban masing-masing.

b. Warga harus memastikan lingkungan yang bersih, khususnya di

setiap kamar mana mereka tinggal, misalnya:

1) Jangan membuang sampah atau merokok di toilet.

2) Jangan merokok atau makan di kamar tidur.

3) Jangan gunakan telepon genggam mereka di kamar tidur

setelah jam 9. Setelah waktu yang telah ditetapkan tersebut,

mereka harus pindah ke tempat umum untuk menelepon.


56

c. Warga harus tepat waktu untuk waktu makan. Tidak diperbolehkan

untuk memiliki makanan di kamar tidur kecuali warga yang sakit.

d. Jangan mengeluarkan suara keras yang mengganggu warga lainnya.

e. Tidak diperbolehkan untuk mengundang atau memasukkan orang

luar ke dalam kamar tidur tanpa izin dari manajer atau Matron.

f. Perjudian, alkohol dan obat-obatan yang dilarang.

g. Setiap perkelahian fisik/intimidasi tidak akan ditoleransi. Hanya

satu kali peringatan akan diberikan, jika menyinggung lagi YWC

berhak menarik dukungan dan meminta penghapusan mereka dari

yayasan.

h. Warga diminta untuk mengikuti kegiatan kesehatan yang diberikan

kepada mereka oleh petugas kesehatan. Jika tidak, YWC berhak

menarik dukungan dan meminta penghapusan mereka dari yayasan.

i. Warga harus berpakaian dengan tepat setiap saat.

j. Setiap warga yang berencana untuk tinggal di luar Wisma, mereka

harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari manajer atau Matron.

k. Setiap warga wajib berpartisipasi dalam program yang

diselenggarakan oleh Komite.

l. Setiap kegiatan yang tidak terkait dengan Program Wisma, maka

terlebih dahulu harus disetujui oleh Komite sebelum

pelaksanaannya.

m. Semua Warga/Freelancer harus memperoleh persetujuan terlebih

dahulu dari manajer/Matron mengenai kegiatan di luar mereka

ingin hadir, terutama selama jam kerja di YWC.


57

n. Warga harus mematuhi peraturan dan kebijakan dari Komite.

o. Warga harus berhati-hati untuk menjaga barang pribadi dan

Wisma.16

N. Nama-nama Anggota Para Disabilitas17

Tabel 4

Tabel Anggota/Resident di Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014

No Nama Jenis Kelamin Usia Pendidikan

1. Baijuri Laki-laki 26 SMA

2. Dewi Rizki Perempuan 31 SD

3. Esti Nainggolan Perempuan 59 SD

4. Narti Perempuan 39 SD

5. Nursad Laki-laki 57 SD

6. Rio Jailani Laki-laki 47 SMA

7. Sumarto Laki-laki 52 SD

8. Sumiranto Laki-laki 43 SD

9. Wiwin Laki-laki 20 SMA

10. Yakub K Laki-laki 69 SD

11. Yessy Perempuan 38 SMA

12. Yos Heat P Laki-laki 45 SMA

13. Maisty A Perempuan 21 SMP

14. Echi P Perempuan 23 SMA

Sumber : Data Dokumentasi “Guidelines Yayasan Wisma Cheshire” tahun 2014

16
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
17
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta 2014
BAB IV

ANALISIS

A. Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Kelompok disabilitas melalui

Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire (YWC)

1. Kegiatan Ketrampilan

Kegiatan ketrampilan woodwork dan handicraft merupaka

ketrampilan inti di Yayasan Wisma Cheshire, oleh sebab itu kelompok

disabilitas yang tinggal di Yayasan Wisma Cheshire wajib mengikuti dan

menguasai ketrampilan tersebut. Dengan harapan kegiatan ini akan menjadi

bekal untuk memandirikan para disabilitas setelah keluar dari yayasan,

sehingga dengan bekal yang dimilikinya mereka mampu hidup

berdampingan dengan masyarakat pada umumnya, mereka sudah dapat

mandiri tanpa harus bergantung pada orang lain, mereka sudah dapat

menghasilkan penghasilan sendiri tanpa harus menerima belas kasihan dari

orang lain, selain itu mereka dapat terus mengembangkan potensinya.1

2. Waktu Pelaksanaan Ketrampilan

Kegiatan ketrampilan woodwork dan handicraft dilakukan selama 6

hari dalam seminggu sesuai dengan hari kerja, yaitu dari hari senin sampai

hari sabtu, namun untuk hari sabtu para resident bisa melakukannya hanya

setengah hari saja. Untuk hari senin sampai hari jumat, ketrampilan

handicraft dilaksanakan dari pukul 09:00-12:00 setelah itu resident istirahat

dari pukul 12:00-14:00, dalam waktu istirahat ini para resident bebas

1
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014

58
59

melakukan kegiatan apapun, ada yang makan, beribadah, tidur ataupun

mengerjakan hal lainnya. Setelah itu dari pukul 14:00-16:30 mereka

kembali pada pekerjaannya masing-masing. Berikut table pembagian waktu

kerja dalam satu hari:

Tabel 5
Tabel Pembagian Waktu Kegiatan Ketrampilan Resident
Dalam Satu Hari di Yayasan Wisma Cheshire Tahun 2014

No. Waktu Kegiatan Keterangan


1. 09:00-12:00 Praktik membuat ketrampilan Masing-masing resident
handicraft dan woodwork fokus pada keterampilan yang
ditekuni
2. 12:00-14-00 Istirahat beribadah, makan, tidur, dll
3. 14:00-16:30 Praktik membuat handicraft Masing-masing resident
dan woodwork fokus pada keterampilan yang
ditekuni
Sumber : Olahan data dari Wawancara dengan Ibu Poniati, 27 Juni 2014

3. Metode Ketrampilan

Dalam pelaksanaannya, Yayasan Wisma Cheshire tidak memberikan

kursus atau pelatihan khusus bagi para disabilitas dalam keterampilan

woodwork ataupun handicraft. Keterampilan tersebut dilakukan dengan cara

saling mengajarkan antara satu sama lain, hal ini biasa dilakukan oleh para

senior kepada juniornya, sehingga antara anggota/resident baik yang lama

ataupun yang baru akan saling mengajarkan. Metode tersebut biasa disebut

dengan metode learning by doing yaitu belajar sambil bekerja/praktik.2

2
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
60

4. Proses Pembuatan Ketrampilan Woodwork dan Handicraft

a. Woodwork

1) Langkah 1

Mendistribusikan pekerjaan kepada tim woodwork yang

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok memotong dan

mengatur (cut and set) dan kelompok cat.

Pembagian kelompok tersebut biasanya berdasarkan

keinginan dan minat para pekerja. Jika ia menginginkan pada

posisi cut & set maka ia bisa bekerja pada posisi tersebut, jika

ingin posisi pengecatan ia pun bisa bekerja pada posisi tersebut.

2) Langkah 2

Langkah selanjutnya adalah memotong dan mengatur (cut &

set). Hal ini melibatkan pemotongan, membentuk dan

pengampelasan kayu untuk rumah-rumahan boneka dan produk

woodwork lainnya.

Pekerjaan pada posisi ini biasa dilakukan oleh para senior

yang sudah mahir dalam keterampilan woodwork, karena dalam

tahap ini diperlukan keahlian khusus dalam pembuatannya. Untuk

pekerja yang masih baru dan belum mengerti cara pembuatan

keterampilan woodwork, biasanya sambil belajar dia akan

diposisikan pada bagian pengecatan (painter) terlebih dahulu.

3) Langkah 3

Langkah ini adalah untuk memeriksa pekerjaan kelompok

sebelumnya. Proses ini adalah untuk memastikan bahwa semua


61

pekerjaan kayu diproduksi dengan kualitas tinggi, terutama dalam

permukaan dan bentuk. Dalam tahap ini checker akan memeriksa

pekerjaan dari kelompok sebelumnya, jika pekerjaan yang

dilakukan masih kurang dari 60%, seperti permukaan produk

yang belum terlihat sempurna maka pekerjaan ini akan

dikembalikan pada kelompok sebelumnya untuk diperbaiki

sebelum diperiksa oleh quality control.

4) Langkah 4

Tahapan selanjutnya adalah tahapan pelukisan, dalam

tahapan ini semua produk yang sudah siap di cat akan dilukis.

Produk ini akan dilukis berdasarkan standar jenis yang biasa

diproduksi atau berdasarkan pesanan khusus dari pembeli. Selain

menjual produk tetap, Yayasan pun dapat menerima pesanan

sesuai keinginan konsumen.

5) Langkah 5

Tahapan selanjutnya checker/pemeriksa ditunjuk untuk

memeriksa kualitas sebuah lukisan produk setelah dilukis.

Checker akan memeriksa seluruh bagian produk yang telah di cat,

dan kemudian produk akan dibawa kepada supervisor quality

control untuk pemeriksaan terakhir sebelum dimasukkan ke toko.

6) Langkah 6

Dan tahapan akhir adalah memasukkan produk ke toko.

Semua produk yang sudah jadi akan ditampilkan di toko atau

disimpan di ruang penyimpanan. Manajer toko harus

menghubungi pelanggan yang telah meminta untuk pesanan


62

khusus untuk memberitahu mereka bahwa barang-barang mereka

siap untuk di koleksi.3

b. Handicraft

1) Belanja bahan berdasarkan order atau stock yang akan dibuat.

Dalam tahap ini biasanya staf yang dipercaya untuk belanja

bahan-bahan untuk handicraft adalah Ibu asrama. Motif yang

dipilih untuk pembuatan handicraft akan mempengaruhi minat

pembeli. Untuk keterampilan handicraft ini sendiri biasanya

bahan yang digunakan adalah bahan yang bermotif batik, karena

para peminat kebanyakan dari ekspatriat, sehingga mereka

menjadikan handicraft ini sebagai oleh-oleh khas Indonesia.

2) Langkah selanjutnya masuk pada proses pengerjaan.

Proses ini dilakukan diruang menjahit. Tahapan ini biasa

dikerjakan oleh para senior yang sudah mahir dalam hal jahit-

mejahit, disamping itu merekapun mengajarkan kepada juniornya

cara-cara membuat dan menjahit handicraft, sehingga sesekali

mereka mulai mempraktikan pembuatan handicraft ini. Untuk

tahap awal para junior biasanya mengerjakan hal-hal yang lebih

mudah, seperti menjahit bahan secara vertika ataupun secara

horizontal, sehingga dengan sering belajar dan melihat lambat

laun mereka dapat menekuni dan membuat handicraft sendiri.

3) Kemudian produk akan masuk pada proses control kualitas.

Setelah menjalani proses pembuatan, maka bahan yang sudah

jadi akan diperiksa, apakah keterampilan yang dihasilkan tersebut

3
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014
63

sudah bagus dan layak untuk dipasarkan atau masih perlu

diperbaiki. Jika dari segi kualitas sudah cukup memuaskan, maka

produk sudah layak untuk dipasarkan.

4) Langkah terakhir adalah proses pengepakan/packaging

Setelah produk handicraft ini diperiksa dan ternyata hasilnya

sudah layak jual, maka barang yang sudah jadi masuk pada tahap

pengepakan, yang kemudian akan dimassukkan ke toko.4

5. Produk Ketrampilan

a. Woodwork

Doll house, advance calendar, panggung kecil untuk boneka

tangan, miniature bath tub, miniature chair, miniature wastafle,

miniature bed, miniature dressing table, miniature tree, Furniture.

b. Handicraft

Small stars, casserole carrier, short ang long oven gloves, pot

holder, batik shopping bag, napkin, coaster, pouch, tea cozy, gift

bag for all size, lingerie, santa sacks, ipad case, songket wine bag,

tree skirt, bon-bon, apron, runner, bread basket, banana bag.5

6. Pemasaran Produk Ketrampilan

a. Toko Red Feather Shop

Toko Red Feather Shop ini merupakan sebuah toko yang masih

berlokasi di dalam YWC. Barang yang sudah di produksi akan di

stor oleh para resident ke toko tersebut untuk di pasarkan.

4
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014
5
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014
64

b. Bazar-bazar organisasi ekspatriat

Adapula pemasaran yang dilakukan melalui bazaar-bazar dari

organisasi. Untuk pelaksanaan bazaar melalui organisasi ini

tergantung dari organisasi penyelenggara bazaar, diantara

penyelenggara bazaar tersebut adalah:

Table 6
Pelaksanaan Bazar Organisasi Ekspatriat dalam Satu Tahun di
Yayasan Wisma Cheshire Berdasarkan Jumlah Pelaksanaannya
Jumlah
No. Organisasi
Pelaksanaan
1. AWA (American Woman Association) 3-4 kali/tahun

2. BWA (British Woman Association) 3-4 kali/tahun

3. ANZA (Australian & New Zeland Association) 3-4 kali/tahun

4. IWA (Indian Woman Association) 1 kali/tahun

5. Hiland Gethering (Scotland Community) 1 kali/tahun

Sumber: Olahan data dari Hasil Wawancara Dengan Manager Program, Mas Fendo
Parama Sardi

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah pelaksanaan bazaar

yang di selenggarakan oleh organisasi ekspatriat mencapai 11-14

kali pelaksanaan dalam setiap tahunnya.

Selain bazaar yang diselenggarakan oleh organisasi ekspatriat,

kadang YWC menyelenggarakan bazaar di sekolah-sekolah,

seperti Binus, dll.

c. Bazaar tahunan khusus yang di-organize oleh YWC sendiri


65

Selain bazar yang diselenggarakan dari organisasi, instansi dll,

YWC pun rutin menyelenggarakan bazaar setiap 1 tahun sekali.

Untuk bazaar tahunan ini, biasanya pada akhir bulan Oktober.

Bazaar tahunan ini pun biasa diselenggarakan oleh pemerintah

seperti Kementeraian Sosial/Departemen Sosial pada bulan Desember

sekaligus untuk memperingati hari disabilitas6.

7. Tim Woodwork dan Handicraft

Jumlah resident di Yayasan pada tahun ini berjumlah 14 orang. Dari

ke-14 resident tersebut 8 orang diantaranya focus pada keterampilan

woodwork dan 6 orang lainnya focus pada keterampilan handicraft. Berikut

table data resident berdasarkan tim keterampilan woodwork dan handicraft:

Tabel 7
Jenis Kegiatan Woodwork Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014
Jenis Kelamin
No Jenis Kegiatan Jumlah
P W

1. Furniture 1 0 1

2. Cut and Set 4 0 4

3. Paint/Pengecatan 1 0 1

4. Doll House 1 0 1

5. Cut and Set, Painter 1 0 1

Total 8

Sumber : Olahan data dari Hasil Wawancara dan Studi Dokumentasi “Guidelines YWC” tahun 2014

6
Ibid
66

Tabel 8
Jenis Kegiatan Handicraft Pada Yayasan Wisma Cheshire
Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2014
Jenis Kelamin
No Jenis Kegiatan Jumlah
P W

1. Handicraft 1 3 4

2. Floor Mate Maker 1 1

3. Small Star Maker 1 1

Total 6

Sumber : Olahan data Hasil Wawancara dan Studi Dokumentasi “Guidelines YWC” tahun 2014

B. Pengaruh Kegiatan Pemberdayaan Terhadap Kelompok Disabilitas

Melalui Ketrampilan di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan

Pada intinya Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh

keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempenggaruhi

kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.7

Pemberdayaan merupakan salahsatu metode yang digunakan dalam rangka

meningkatkan kapasitas seseorang yang dianggap kurang berdaya.

Pendekatan pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire

melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork ternyata cukup

mempengaruhi kehidupan kelompok disabilitas yang tinggal di wisma. Hal

tersebut dibuktikan oleh perkembangan-perkembangan yang terjadi pada mereka

selama menjalani kegiatan pemberdayaan tersebut, diantaranya:

7
Edi Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),
h. 59
67

1. Menambah pengetahuan dan ketrampilan kelompok disabilitas

(resident) di Yayasan Wisma Cheshire

Sebelum resident masuk wisma bahkan awal mula resident masuk

Yayasan Wisma Cheshire pun resident tidak mengetahui apa yang dapat ia

kerjakan dengan kondisi yang dideritanya. Bahkan belum ada yang bisa

mereka kerjakan baik itu membuat handicraft/menjahit, ataupun woodwork.

Setelah masuk wisma, dan mulai mengikuti kegiatan keterampilan

handicraft dan woodwork, sedikit demi sedikit resident menjadi lebih

terampil dan memiliki kegiatan yang dapat dikerjakan meskipun dengan

keterbatasan yang di derita. Untuk tiga bulan pertama biasanya resident

beradaptasi terlebih dahulu terhadap kegiatan baru mereka di wisma

mengenai keterampilan, baik keterampilan woodwork ataupun keterampilan

handicraft. Semasa itu, biasanya resident belajar mengenal dan memahami

cara kerjanya kemudian mempraktikannya. Seperti penuturan mas Heru:

“Kalo yang baru-baru awalnya sih paling biar mereka kenal aja dulu, terus kalo
mereka udah bisa dan ingin naik lagi bisa ke bagian merakitnya. Namun itu juga
tergantung dari kita nya juga sih, kita lebih tertarik dimana nih kalo tertarik di bagian
mana kita bisa langsung ke situ, jadi tidak di paksakan.”8

Pihak wisma mewajibkan kepada setiap residentnya mengikuti dan

menekuni kegiatan keterampilan dalam rangka memandirikan serta meberi

bekal untuk masa depannya. Kegiatan keterampilan di wisma memang

dikondisikan dengan keadaan dan keterbatasan para disabilitas. Seperti

halnya mesin jahit didesain elektrik dengan dynamo yang dioperasikan

dengan tangan sehingga memudahkan resident untuk mengoperasikannya.

8
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
68

Begitu pula dengan keterampilan woodwork yang dikondisikan pula dengan

resident yang mengerjakannya.

Dengan adanya kegiatan tersebut menjadikan resident lebih terampil,

dan mengetahui hal-hal yang masih dapat dikerjakan dengan

keterbatasannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Mba Maisty:

“Kegiatan ini sangat menolong saya, karena bisa mengetahui gimana kondisi buruk
kita, jadi lebih terampil juga untuk saya”. 9

Hal yang sama diungkapkan oleh Mba Echi, bahwa:

“Kegiatan keterampilan ini sangat bagus banget untuk para disabilitas, kaya kita yang
tadinya tidak bisa menjadi bisa. Yang tadinya saya ga bisa menjahit menjadi bisa
menjahit buat handicraft. Kadang kita yang kebiasaan di rumah mungkin berpikir bisa
apa sih sekang dan apa yang bisa dilakukan dengan kondisi seperti ini dan dengan
segala keterbatasan seperti ini, kadang orang tua juga ada rasa takut dan was-was
dengan kondisi anaknya yang seperti saat ini, namun dengan adanya keterampilan di
wisma membuat kita dan orang tua menilai bahwa kegiatan ini sangat bagus untuk
belajar dan memandirikan, karena tidak mungkin juga kita selamanya bergantung
pada orang tua, suatu saat pasti akan ada masanya dimana kita harus melakukan
segalanya sendiri sehingga tidak mungkin untuk bergantung terus. Sehingga dengan
kegiatan keterampilan ini saya mau berusaha sendiri dan mau berusaha untuk mandiri
sehingga tidak ketergantungan kepada orang”.10

Dengan keterampilan yang telah dimiliki diharapkan setelah keluar dari

wisma resident mampu bertahan dalam kehidupan sosial dengan keahlian

dan keterampilan yang telah ditekuninya selama tinggal di wisma.

Setidaknya melalui keterampilan yang telah dimilikinya menjadikan mereka

lebih mandiri dan dapat hidup seperti masyarakat pada umumnya yang tidak

dipandang sebelah mata.

9
Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014
10
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
69

Melalui kegiatan keterampilan handicraft dan woodwork di wisma,

kelompok disabilitas khususnya resident di wisma tersebut dapat melakukan

hal baru dalam hidupnya. Keterampilan yang telah dimilikinya itu dapat

mereka manfaatkan sebagai peluang pekerjaannya di masa yang akan

datang. Seperti penuturan Ibu Fetty, bahwa:

“Melalui keterampilan yang mereka miliki, mereka akan memiliki pengalaman


mempraktikkan kemampuannya dalam menghasilkan woodwork dan handicraft
selama tinggal di YWC, dengan itu mereka akan mendapatkan ketrampilan dan
income walaupun income bukan gaji. Karena tujuannya adalah resident bisa belajar
ketrampilan dan sekaligus belajar untuk mandiri dan lebih percaya diri dimana
merupakan modal besar untuk terjun dan menjadi warga yang aktif di dalam
komunitasnya.”11

Hal yang sama di tuturkan oleh Mas fendo, bahwa:

“Memberikan kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah diberi bekal
selama di yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada pemandirian anggota dan
memaksimalkan potensi anggota untuk lebih mandiri.”12

2. Menambah penghasilan resident ketika ketrampilan yang

dimilikinya mampu menghasilkan sebuah karya

Dari kegiatan keterampilan yang ditekuni resident di wisma, selain

menambah pengetahuan, mengasah kemampuan serta menjadi bekal untuk

masa depan, kegiatan keterampilan inipun menghasilkan income atau

penghasilan dari usahanya sendiri tanpa harus meminta belas kasihan orang

lain. Walaupun dengan penghasilan yang belum begitu besar, namun

penghasilan yang didapatnya dari yayasan, mereka sudah bisa memenuhi

11
Wawancara Pribadi dengan Ibu Fetty Elliot, Jakarta 16 Juli 2014
12
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo, Jakarta 16 Mei 2014
70

kebutuhan pribadinya tanpa harus meminta kepada orang tua ataupun

saudara. Seperti yang dituturkan oleh Mba Maisty, bahwa:

“Kalo sekarang udah punya uang dari hasil keringet sendiri dan udah mulai bisa
mandiri, sudah bisa menghasilkan dari usaha sendiri meskipun dengan keadaan
terbatas seperti ini Lumayan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari”.13

Pendapatan yang dihasilkan oleh setiap resident tidak menentu dan

penghasilan yang didapatkan oleh masing-masing berbeda-beda. Semakin

rajin, mereka bekerja dan semakin banyak produk yang dihasilkan, maka

akan semakin bertambah pula penghasilan yang akan mereka dapatkan.

Sebagaimana penuturan Pak Yono bahwa:

“Alhamdulillah saya jadi dapat penghasilan yah lumayan mecukupi perbulan dapat
Rp1.200.000,- kalau yang lain resident ada juga yang Rp. 200.000,- bahkan lebih dari
itu, kadang ada yang mendapatkan penghasilan Rp.400.000 sampai Rp. 500.000,-
tergantung banyaknya pekerjaan yang mereka kerjakan”. 14

Hal yang sama dituturkan oleh alumni Yayasan, Heru bahwa:

“Dulu setiap tahun sih beda-beda yah yang awalnya masih kecil, tahun-tahun awal saya
masuk pada 2002 sekitar Rp. 50.000 namun lama-lama kan kita ada motivasi lagi, kalo
kita butuh apa gitu jadi bisa lebih giat lagi. Kalo rata-ratanya dulu paling Rp.100.000
sampai Rp.150.000 an lah”.15

Dengan berbagai pengalaman yang telah didapatkan selama tinggal di

yayasan, para resident diharapkan mampu hidup dilingkungan masyarakat

dan mampu bekerja serta bersaing di ranah public dengan masyarakat

lainnya. Beberapa alumni sudah dapat melakukannya, dan salah satunya

adalah Bapak Heru Zainudin yang sampai saat ini sudah menjadi karyawan

13
Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014
14
Wawancara Pribadi dengan Pak Yono, Jakarta 02 September 2014
15
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
71

di salah satu bank di Indonesia. Sebagaimana penuturan Bapak Heru

Zainudin:

“Saya saat ini focus pada bidang perbankan, salah satu bank swasta. Jadi awalnya ada
yang rekomendasi dari komite wisma yang sebelumnya ada kerjasama dengan pihak
bank swasta, dicari dan disaring dari beberapa kandidat dan kemudian saya yang
terpilih. Di bank HSBC”.16

Selain itu ada pula alumni Yayasan Wisma Cheshire yang sudah

menjadi pengusaha woodwork (rumah boneka beserta furniture), beliau

sudah bisa meng-gaji para karyawan yang bekerja dengannya. Sampai saat

ini beliau memiliki kurang lebih 12 karyawan, sebagian dari karyawannya

merupakan para disabilitas. Sebagaimana penuturan Bapak Sony Suhery,

bahwa:

“Setelah keluar dari wisma, saya melanjutkan keterampilan ini dan sampai sekarang

sudah memiliki karyawan,kurang lebih 11-12 ada. Kalau penghasilan sekarang ga

tentu yang penting cukup lah, yang penting ada karyawan kan. Namanya karyawan

kan macem-macem penghasilannya pun ga tentu sih, penghasilan mereka juga ada yg

perhari Rp. 30.000 yg hanya setengah hari saja. Ada juga yang Rp. 75.000 per hari.

Dan beda lagi hitungannya kalau untuk yang lembur”. 17

3. Memiliki kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri

setelah menjalani kehidupan selama di yayasan.

Kelompok disabilitas termasuk pada kategori kelompok lemah khusus

dan ketidakberdayaan.18 Dengan segala keterbatasan yang dideritanya,

kelompok disabilitas tercipta sebagai orang yang selalu harus dibantu dan

16
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
17
Wawancara Pribadi dengan Bapak Sony Suheri, Jakarta 02 September 2014
18
Edi Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),
h.60
72

didampingi oleh keluarga ataupun saudaranya. Sulit baginya untuk hidup

jauh dari keluarga dan menjalani kehidupan yang mandiri layaknya orang

lain, karena ia sadar akan segala hal yang diderita membuatnya harus selalu

bergantung pada orang-orang terdekatnya. Seperti penuturan beberapa

resident :

“Jauh dari saudara itu sangat berat, Musti ada yang membantu, Perlu tempat dan akses
untuk beraktifitas, kegiatan agar lebih bebas, dan perlu nyali untuk tinggal diluar (jauh
dari keluarga). Pas masuk kesini Sempet kaget pas masuk wisma, dan ada rasa takut
juga, sementara kondisi fisik belum mampu untuk hal itu dan masih belum kuat.” 19

“Seneng, sedih juga karna kan kalo di wisma jauh dari orang tua, dll.”20

“Wisma Cheshire membuat kita dan orang tua menilai bahwa kegiatan ini sangat
bagus untuk belajar dan memandirikan, karena tidak mungkin juga kita selamanya
bergantung pada orang tua, suatu saat pasti aka nada masanya dimana kita harus
melakukan sendiri sehingga tidak mungkin untuk bergantung terus.21

Mengambil keputusan untuk jauh dari keluarga merupaka salah satu

usaha yang cukup hebat bagi kelompok disabilitas. Ketika sebelumya

mereka selalu dibantu dan didampingi oleh sanak saudaranya, namun

dengan tinggal di wisma, mereka dapat belajar untuk tidak selalu

bergantung pada orang lain. Di wisma, resident melakukan berbagai

kegiatannya dengan sendiri, hal tersebut dilakukan agar mereka terbiasa dan

tidak begitu mengandalkan orang lain. Sehingga ketika mereka dituntut

untuk hidup jauh dari orang-orang terdekatnya mereka dapat menjalaninya

tanpa harus merasa kesulitan. Seperti di jelaskan oleh mas Fendo, bahwa:

19
Wawancara Pribadi dengan Mba Teguh Budi Warni, Jakarta 27 Juni 2014
20
Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014
21
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
73

“Yayasan Wisma Cheshire merupakan Yayasan yg bergerak dalam bidang


pemberdayaan yang memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas
khususnya tuna daksa terutama paraplegia, polio, dan amputasi. Memberikan
kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah diberi bekal selama di
yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada pemandirian anggota dan
memaksimalkan potensi anggota untuk lebih mandiri”.22

Seperti halnya penuturan mba Teguh Budi Warni salah satu resident di

yayasan bahwa:

“Bergabung di wisma karena ingin melatih fisik dan mental agar lebih kuat. Karena
selama ini saya tinggal di rumah sebelumnya belum pernah berpisah dengan keluarga,
saudara, saya ingin coba bagaimana hidup mandiri jauh dari keluarga, sambil melatih
mental. Ada perasaan minder sehingga bergabung agar lebih kuat mental dan
fisiknya.”23

4. Menumbuhkan sifat berani sehingga dengan keberanianya mampu

menjadikannya bersosialisasi dengan masyarakat lainnya

Abberley mengatakan bahwa: “bagi penyandang disabilitas tubuh

merupakan tempat penindasan, baik dalam bentuknya maupun dalam apa

yang dilakukan terhadap tubuh tersebut”.24 Tubuh merupakan tampilan yang

dapat dilihat secara kasat mata, oleh sebab itu jika tampilan tubuh terlihat

berbeda dari keumuman maka masyarakat melihatnya sebagai hal yang

dianggap tidak wajar dan aneh. Itu sebabnya mengapa tubuh menjadi factor

utama tertindasnya kelompok disabilitas.

Bagi kelompok disabilitas, kehidupan sosial dianggap sebagai

kehidupan yang kurang sehat, karena menurutnya kehidupan sosial yang ia

jalani tidak seperti kehidupan orang lain. Didalam kehidupan sosial mereka

22
Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo, Jakarta 16 Mei 2014
23
Wawancara Pribadi dengan Mba Teguh Budi Warni, Jakarta 27 Juni 2014
24
Kusmana, dan Siti Napsiyah, ed., Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007), h.31-32
74

dianggap sebagai kelompok yang berbeda karena keterbatasan yang

dideritanya. Sering kali kelompok disabilitas dijadikan sebagai objek

pandangan-pandangan yang berbeda dari masyarakat ketika ia berada di

keramaian atau di tempat umum. Bahkan tidak jarang kelompok disabilitas

menerima cibiran atau perkataan yang menyinggung mereka serta reaksi-

reaksi kekagetan yang ditunjukkan kepada mereka. Selain itu terkadang

kehadirannya didalam kerumunan masyarakat dijadikan beban bahkan

dianggap menyusahkan orang lain.

Perlakuan dan tindakan-tindakan kurang baik dari orang lain yang

mereka terima memberikan dampak yang cukup signifikan bagi

kehidupannya. Hal tersebut menjadikan kelompok disabilitas minder,

enggan bersosialisasi dengan masyarakat umum, mereka lebih memilih

untuk menyendiri dan tidak keluar dari rumah, selain itu mereka tidak berani

keluar jauh dari rumahnya dan hadir di tempat umum atau tempat

keramaian. Karna hal-hal tersebut hanya akan mengundang rasa sakt hati

bagi mereka.

Sebelum masuk wisma para disabilitas (resident) hanya dapat meratapi

nasib mereka yang ditakdirkan tidak sama seperti orang lain. Mereka hanya

berdiam diri di rumah, menutup diri dari tetangga, teman dll. Namun setelah

masuk wisma, para disabilitas sedikit demi sedikit mulai belajar berinteraksi

dengan yang lainnya, belajar bersosialisasi dengan orang disekelilingnya,

dan mulai berkomunikasi dengan masyarakat yang berkunjung ke wisma.

Selain itu para disabitas sudah mulai belajar aktif dalam berbagai kegiatan

yang diselenggarakan di wisma. Seperti halnya penuturan mba Echi, bahwa:


75

“Yang tadinya ga berani untuk ngomong sama orang, sekarang justru kadang kita ikut
istilahnya kampanye. Yang tadinya kita diem aja ketika ada orang dan sekarang
banyak ngobrol, banyak ngasih tahu, tuker pendapat juga sama orang, banyak banget
manfaatnya. Mungkin saya juga sebelum kesini ga bakal jadi kaya gini gitu kan,
yaudahlah terima nasib mau gimana, sekarang kan setelah bergabung di wisma kita
lebih peduli dengan sesama karena semuanya emang harus diperjuangin. Dan bahkan
sekarang lebih PD aja, ke mall juga kita biasa aja, dan sama tatapan orangpun lebih
biasa Bahkan sekarangpun dari yayasan sendiri sudah ada 5 orang yang aktif di
organisasi Young Voice”25.
“Pada tahaun 2012, Yayasan Wisma Cheshire mulai menjalankan inisiatif baru yaitu
Young Voice Indonesia dimana kami bekerja sama dengan pemuda-pemudi disabilitas
yang berumur dari 16-25 tahun untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas lewat
seminar, lagu, pentas seni dan terjun langsung di satu kelompok masyarakat”. 26

Begitu pula di tuturkan oleh ketua yayasan Ibu Fetty Elliot mengenai

perkembangan yang dilihatkan oleh resident di yayasan wisma Cheshire,

bahwa:

“Perbedaan dapat dilihat ketika mereka pada masa-masa awal bergabung dengan
YWC, masih terlihat tidak percaya diri, tidak memiliki skill yang memadai, dan masih
berada pada masa-masa trauma. Setelah bergabung dengan YWC dan terlibat aktif
dalam program dan aktivitas di sini, banyak di antara mereka yang percaya dirinya
meningkat, lebih disiplin, memiliki berbagai keterampilan hidup, dan mau berusaha
untuk meningkatkan taraf hidup dan mengejar cita-cita mereka”.27

Di wisma, resident dibiasakan untuk selalu bertemu dan ditemui oleh

masyarakat umum, sehingga mau tidak mau mereka harus belajar

berkomunikasi sedikit demi sedikit agar mereka mulai terbiasa. Mereka

mulai berani untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.selain

itu resident sering dilibatkan langsung dalam kegiatan bazar, dll. Seperti

penuturan Ibu Poniati, bahwa:

25
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
26
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
27
Ibid.,
76

“Terlihat perkembangannya semakin baik. Para resident masuk wisma dengan sistim
batas waktu jadi mereka tidak bisa tinggal di wisma selamanya, sehingga mereka
harus bisa mandiri, bisa bersosialisasi di masyarakat, dan diharapkan bisa dapet kerja
di luar seperti disini juga banyak yang sudah mendapatkan kerja. Perkembangan yang
terlihat ya kalo dulu kegiatannya kayu dan handycraft, mengikuti training, dll.
Sehingga jika kedepannya mereka nanti ada kapasitas untuk bekerja diluar jadi
mereka tidak gerogi, karena melalui berbagai kegiatan tersebut mereka dilatih untuk
percaya diri, bisa ngomong.” 28

Mengaktifkan kembali seseorang yang telah mengalami trauma

bukanlah hal yang mudah, menyadarkan seseorang yang berada dalam

kondisi keterpurukanpun tidak mudah, namun secara perlahan dengan

pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire sedikit demi

sedikit para resident mulai menata dan membangun kehidupannya kembali.

Sebagaimana yang telah dituturkan oleh Mas Heru:

“mental kita menjadi balik lagi seperti semula sebelum kecelakaan, karna waktu itu
sempet drop selama 3 tahun, kemudian setelah bergabung di yayasan baru bisa balik
lagi seperti dulu. Dan selain itu saya mulai berani bergabung dalam organisasi
PERPARI (Persatuan Paraphlegia Indonesia), sampai saat ini kurang lebih ada 10
orang dari Yayasan yang bergabung didalamnya”. 29

Melalui berbagai kegiatan tersebut, para disabilitas sedikit demi sedikit

mulai membuka diri dan belajar untuk lebih maju lagi. Dengan berbagai

motivasi dan dorongan melalui kegiatan yang diberikan oleh pihak Yayasan,

lambat laun resident mulai sadar dan secara perlahan mereka mulai merubah

pola pikirnya dengan terus belajar untuk lebih baik lagi.

28
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
29
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
77

Selain itu dengan kegiatan pemberdayaan melalui keterampilan

handicraft dan woodwork, kelompok disabilitas di Yayasan Wisma

Cheshire bisa mendapatkan banyak hal, diantaranya:

1. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka akan

mendapatkan dan terus melatih skill yang melekat pada diri

mereka.

2. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka bisa

belajar untuk bekerja dalam tim work.

3. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka

dapat belajar mengenai pengutamaan kualitas yang baik dalam

bekerja

4. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka

dapat belajar mengenai disiplin diri terutama bagaimana mengelola

waktu terkait dengan perencanaan kerja dan produksi

Pendekatan pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire

nampaknya dapat membantu kelompok disabilitas dalam memperbaiki

kehidupannya. Keterpurukan, rasa minder, dan sikap menghindar yang ada pada

dirinya perlahan terkikis. Dengan pemberdayaan melalui keterampilan ini

kelompok disabilitas terus berusaha unutk memperkuat kapasitas diri. Program

pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan yang diterapkan di Yayasan dapat

mengembangkan potensi diri dan mengasah kemampuan yang mereka miliki.

Kemajuan-kemajuan serta Keaktifan yang telah diperlihatkan oleh para

disabilitas tersebut merupakan salah satu hasil dari kegiatan pemberdayaan yang

telah dicapai dalam proses dan usaha pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire.
78

Dari beberapa pemaparan diatas telah dijelaskan bahwa, pendekatan

pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan cukup berpengaruh bagi kelompok

disabilitas. Pemberdayaan di wisma Cheshire memfokuskan residentnya untuk

lebih mandiri melalui keterampilan yang sudah diberikan. Selain itu pendekatan

pemberdayaan melalui keterampilan ini pun mengajarkan para disabilitas cara

bagaimana ia dapat memanfaatkan skill yang dimilikinya agar lebih bermanfaat

serta bisa mendapatkan hasil yang berguna dan positif untuk sekarang ataupun di

masa yang akan datang, untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain.

Dalam hal ini peran yang dilakukan Yayasan Wisma Cheshire sebagai

pelaku perubahan dalam memberdayakan kelompok disabilitas cukup

berpengaruh positif bagi kemajuan dan kehidupan para disabilitas. Sejauh ini para

resident ataupun para alumni yang pernah merasakan dan menjalani serangkaian

kegiatan di wisma merasakan manfaat yang baik khususnya untuk diri sendiri.

Oleh karenanya, kelompok disabilitas merupakan kelompok yang perlu

diberdayakan. Pemberdayaan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk

memperbaiki kehidupan melalui penguatan kapasitas diri.

Tiga indicator keberdayaan menurut Parsons, diantaranya adalah:

1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan

individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan

social yang lebih besar.

2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri,

berguna dan mampu mengandalkan diri sendiri dan orang lain.

3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakkan social, yang dimulai

dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian


79

melibatkna upaya kolektif dari orang lemah tersebut untuk memperoleh

kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan30.

Dapat disimpulkan bahwa menurut Parsons pemberdayaan dilakukan

sebagai proses memampukan diri seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi serta

dapat berpengaruh dalam kehidupannya.

30
Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 63
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan

Kegiatan keterampilan (handicraft dan woodwork) merupakan

kegiatan inti di Yayasan Wisma Cheshire. Oleh sebab itu seluruh resident di

wajibkan untuk mengikuti kegiatan keterampilan tersebut dimana para

resident harus bisa memanfaatkan potensi serta kemampuan yang ada pada

dirinya, dengan tujuan untuk memandirikan para disabilitas dan

memberikan bekal bagi masa depan mereka melalui kegiatan keterampilan

tersebut.

Dalam Pelaksanaannya, seluruh resident akan diajarkan dan diasah

kemampuannya mengenai keterampilan sampai mereka tahu, mau dan

mampu menghasilkan sebuah karya yang bernilai. Program pemberdayaan

yang dilakukan di Yayasan Wisma Cheshire dalam kegiatan keterampilan

woodwork dan handicraft tidak menghadirkan pelatih secara khusus. Dalam

pelaksanaannya kegiatan keterampilan woodwork dan handicraft ini pihak

yayasan menggunakan system “Learning by Doing” antara satu resident

dengan resident lainnya, sehingga mereka saling share dan saling

mengajarkan antara satu sama lain.

Banyak dari masyarakat yang mulai mengakui dan menyenangi hasil

karya para disabilitas. Keterampilan woodwork dan handicraft ini banyak

diminati oleh berbagai kalangan masyarakat khususnya para ekspatriat. Para

peminat dapat membeli langsung atau bahkan memesan sesuai

79
80

keinginannya. Melalui kegiatan keterampilan ini para penyandang

disabilitas dapat menjalin hubungan baik dengan masyarakat, selain itu

melalui kegiatan keterampilan ini para penyandang disabilitas dapat

membuktikan berbagai kemampuan serta keahliannya kepada berbagai

kalangan dan lapisan masyarakat umum lainnya.

2. Pengaruh kegiatan pemberdayaan terhadap kelompok disabilitas

Kegiatan keterampilan ini cukup memberikan pengaruh dan manfaat

besar bagi para resident, ketika mereka putus asa serta tidak tahu apa yang

dapat dilakukan dengan keadaannya yang sangat terbatas dan berbeda

dengan orang lain ini, ternyata melalui kegiatan keterampilan yang diadakan

di Yayasan Wisma Cheshire mereka masih bisa menghasilkan hal yang

bermanfaat serta bernilai untuk dirinya dan orang lain.

Melalui kegiatan ini pula mereka mampu untuk hidup mandiri

layaknya masyarakat pada umumnya yang mampu menghasilkan hal-hal

yang bernilai dari hasil usahanya. Selain itu dengan kegiatan pemberdayaan

tersebut resident memiliki kesepatan dan peluang untuk belajar hidup

mandiri jauh dari keluarga dan orang-orang terdekatnya. Melalui kegiatan

pemberdayaan di wisma pula resident mulai berani untuk bersosialisasi serta

berinteraksi dengan masyarakat.

Kegiatan pemberdayaan melalui keterampilan yang diterapkan di

Yayasan Wisma Cheshire ini membuat para disabilitas terbangun dan sadar

bahwa masih banyak kegiatan dan hal-hal yang bermanfaat yang bisa

mereka lakukan meskipun dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.


81

B. Saran

1. Terus meningkatkan program dan kegiatan pemberdayaan untuk

kelompok disabilitas, agar kelompok disabilitas lebih kreatif dan

terampil

2. Terus menambah jaringan, agar semakin bertambah masyarakat yang

mengetahui dan sadar akan hasil keterampilan para disabilitas

3. Meningkatkan pelayanan agar hasil yang didapat akan semakin baik

4. Terus meningkatkan kreatifitas dalam hal keterampilan, agar hasil

keterampilan akan semakin baik dan fariatif.


DAFTAR PUSTAKA

1. Referensi Buku dan Skripsi

Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan


Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001.

Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteaan


Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2002.
Amelia, “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Keterampilan Teknisi
Handphone di Institu Kemandirian Dompet Dhuafa”. Skripsi S1 Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.
Anwar. Manajemen Pemberdayaan Perempuan: Perubahan Sosial Melalui
Pembelajaran Vacation Skills Pada Keluarga Nelayan. Bandung:
Alfabeta, 2007.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2011.
Aziz, Moh. Ali, ed. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: PT LKiS
Pelangi Aksara, 2005.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan Praktis Penulisan Proposal
dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press, 2010.
Kurniawa, Ari. Peran Yayasan Kumala Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan
Melalaui Pendidikan Keterampilan di Kelurahan Rawa Badak Utara
Kecamatan Koja Jakarta Utara. Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010.
Kusmana dan Napsiyah, ed. Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007.
Machendrawaty, Nanih. Dan Safei, Agus Ahmad. Pengembangan Masyarakat
Islam. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001.
Manullang, Sastrawan. dkk. ed. Community Development: Alternatif
Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2012.
Sarifudin. Strategi Panti Sosial Development Center For Children (SDC) Dalam
Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan. Skripsi
S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta,
2012.
Salam, Samsir dan Fadhilah, Amir. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Soetomo. Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta, 2010.
Suhartini, Rr. Dkk. Model-Model Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2005.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT
Refika Aditama, 2005.
Usman, Sunyoto. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006.
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus IbuKota Jakarta. Profil Kelurahan Cilandak
Barat, Jakarta, 2013.

2. Referensi Arsif Dokumentasi dan Wawancara Pribadi


Wawancara Pribadi dengan Mas Fendo Parama Sardi, Jakarta 16 Mei 2014.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Mba Maisty Akhdaniah, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Teguh Budi Warni, Jakarta 27 Juni 2014.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014.
Wawancara Pribadi dengan Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014.
Wawancara Pribadi dengan Sony Suheri, Jakarta 02 September 2014.
Wawancara Pribadi dengan Pak Yono, Jakarta 02 September 2014.
Yayasan Wisma Cheshire, Profil Yayasan Wisma Cheshire, Jakarta, 2013.
Yayasan Wisma Cheshire, Guidelines, Jakarta, 2014.
3. Referensi Media Elektronik
ILO, “Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka
Kesempatan pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas.” Artikel
diakses pada 23 April 2014.
Media Elektronik Sekretariat Negara.Artikel diakses pada tanggal 9 Februari 2014
dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf.
Nawir, Expose Data Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi ICF Tahun
2009, artikel di akses pada tanggal 27 September 2014, dari
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=1
013
Sekilas Tentang Disabilitas, artikel diakses pada 27 Oktober 2014 dari
http://www2.agendaasia.org/index.php/id/informasi/sekilas-tentang-
disabilitas/102-sekilas-tentang-disabilitas
LAMPIRAN
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN KETUA YAYASAN

Nama : Fetty Elliot

Jabatan dalam organisasi : Ketua

Jabatan dalam organisasi : Ketua Yayasan Wisma Cheshire

1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?


YWC adalah Organisasi Non Pemerintah, didirikan oleh Captain Leonard
Cheshire. yang memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan pada para
penyandang disabilitas dalam mengembangkan potensi mereka sehingga
mereka dapat hidup mandiri dalam masyarakat.

2. Bagaimana sejarah yang melatar belakangi berdirinya Wisma


Cheshire?
Yang menjadi inisiator pertama adalah Captain Leonard Cheshire, seorang
tentara kebangsaan Inggris, yang pada awalnya merasa ingin membangun
rumah sebagai tempat beraktivitas untuk para penyandang disabilitas
akibat korban perang supaya mereka termotivasi kembali untuk menjalani
kehidupan mereka. Dalam perkembangannya Leonard Cheshire
mendapatkan dukungan dari banyak stakeholder dan akhirnya berhasil
menginisiasi pendirian “Cheshire Home” (sebutan untuk organisasi /
rumah yang didirikannya) di berbagai wilayah di dunia (ada di 56 negara).
Salah satunya di Indonesia, yaitu di Jalan Wijaya Kusuma No 15 A
Cilandak, Jakarta dengan nama Yayasan Wisma Cheshire (YWC) yang
didirikan pada tahun 1974. Lahan / tanah yang ditempati adalah sebuah
donasi dari Rumah Sakit Fatmawati Jakarta, sedangkan untuk pendirian
bangunannya merupakan bantuan dari Leonard Cheshire sendiri dan dalam
perkembangannya, renovasi-renovasi bangunan dan fasilitas banyak
disuport oleh donatur individual maupun dari organisasi atau perusahaan.
Kini YWC dikelola secara independen oleh sebuah komite yang terdiri dari
pimpinan komite dan anggota dimana komite ini sekaligus merupakan
sukarelawan. Banyak juga anggota sukarelawan dari komunitas expatriate,
orang asing yang tinggal di Jakarta sementera waktu. Baik ketua komite /
ketua yayasan maupun anggota komite adalah para sukarelawan / volunteer
yang bekerja menjalankan program YWC.

3. Apa maksud didirikannya Yayasan Wisma Cheshire?


Untuk memberikan kesempatan kepada PWD, terutama dengan
keterbatasan tubuh, untuk mengembangkan dirinya dan memberikan rasa
percaya diri yang tinggi melalui program keterampilan kerajinan tangan
dan keterampilan hidup lainnya yang diselenggarakan secara residensial /
berasrama, dengan tujuan akhir supaya para PWD dapat hidup mandiri di
dalam masyarakat melalui keterampilan di YWC. Pada tahun 2012, YWC
mulai menjalankan inisiatif baru yaitu Young Voice Indonesia dimana kami
bekerja sama dengan pemuda-pemudi disabilitas yang berumur dari 16
sampai dengan 25 untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas lewat
seminar, lagu, pentas seni dan terjun langsung di satu kelompok masyrakat.

4. Dari mana sumber dana Yayasan Wisma Cheshire diperoleh?


- Dari donatur baik individual maupun organisasi sosial atau
perusahaan.
- Fund raising oleh Komite YWC.
- Dari hasil penjualan produk kerajinan tangan.
- Dari pemerintah (Subsidi Kementerian Sosial) dengan prosentase yang
tidak besar.

5. Dengan pihak apa saja Yayasan Wisma Cheshire bekerjasama?


Kami bekerjasama dengan para volunteer, sukarelawan individual yang
sebagian besar adalah para expatriat yang sedang tinggal di Jakarta,
organisasi expatriat (seperti BWA, ANZA AWA), LSM pemerhati disabilitas,
dan organisasi internasional (seperti Leonard Cheshire Disabilities,
European Union, dan United Nation seperti ILO, dsb.)
6. Siapa sajakah yang menjadi sasaran dari pelayanan Yayasan?
Para penyandang disabilitas, khususnya yang memiliki keterbatasan fisik /
tubuh, misalnya para penyandang paraplegia, polio, amputasi, dan CP
dengan level tertentu. Para PWD tersebut berasal dari keluarga yang tidak
mampu secara ekonomi, dan hal yang paling penting adalah mereka
memiliki semangat untuk mau belajar, kerja keras, dan keinginan yang kuat
untuk hidup mandiri.

7. Bagaimana pola dan pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan oleh


Yayasan Wisma Cheshire dalam program keterampilan?
Kami memanfaatkan potensi para volunteer yang ada dalam network YWC.
Setiap divisi, misalnya handicraft dan woodwork dipimpin oleh seorang
volunteer yang menjadi “head” dari divisi tersebut. Para volunteer akan
memberikan ide-ide mengenai produk apa yang menarik untuk dibuat dan
laku di pasaran, menggunakan material apa, dan sebagainya. Kemudian
ide-ide tersebut diteruskan kepada para residen untuk dicoba direalisasikan
dalam bentuk produk kerajinan tangan.Pelatihan kami dilakukan dengan
system “learning by doing” artinya banyak praktik yang harus dilakukan
supaya bisa. Bila ada residen baru, dia akan dimentoring oleh residen yang
sudah berpengalaman secara bertahap sampai akhirnya bisa menghasilkan
banyak ragam produk handicraft maupun woodwork. Masukan dan
perbaikan mengenai kerajinan tangan yang telah dibuat diberikan oleh
volunteer yang berperan dalam quality control, dan residen akan terus
memperbaiki hasil karyanya sampai benar-benar maksimal hasilnya, baru
setelah itu produk bisa dimasukkan di toko yang selanjutnya akan
dipasarkan. Ketika produk sudah masuk di toko, maka residen tersebut akan
mendapatkan “reward” dalam bentuk uang sesuai dengan harga per satuan
dari berapa banyak yang bisa dihasilkan.

8. Apa tujuan adanya program keterampilan (woodwork dan


handicraft)?
Untuk memberikan residen keterampilan dalam membuat kerajinan tangan
dari kayu (woodwork) dan kerajinan tangan yang berhubungan dengan
jahit-menjahit (handicraft).Dengan keterampilan tersebut, residen dilatih
untuk berkontribusi kepada Yayasan melalui produksi yang dihasilkan
untuk dijual di event-event bazaar di Jakarta. Melalui keterampilan yang
mereka miliki, mereka akan memiliki pengalaman mempraktikkan
kemampuannya dalam menghasilkan woodwork dan handicraft selama
tinggal di YWC – dengan itu mereka akan mendapatkan ketrampilan dan
income walaupun income bukan gaji. Karena tujuannya adalah resident
bisa belajar ketrampilan dan sekaligus belajar untuk mandiri dan lebih
percaya diri dimana merupakan modal besar untuk terjun dan menjadi
warga yang aktif di dalam komunitasnya.

9. Adakah pelatihan khusus yang diberikan kepada para resident dalam


program keterampilan?
Tidak memerlukan metode khusus, hanya saja sarana kerjanya perlu
disesuaikan dengan kondisi fisik para residen. Misalnya, mesin jahit harus
dimodifikasi menggunakan elektrik yang bisa dikontrol dari tangan, karena
sebagian besar paraplegia kurang maksimal dalam menggunakan kaki
untuk mengayuh mesin jahit secara konvensional. Ketinggian mesin potong
kayupun harus disesuaikan dengan rata-rata ketinggian kursi roda dalam
menjangkau meja kerja.

10. Apa manfaat yang diterima oleh para resident dari kegiatan
keterampilan tersebut?
Manfaat yang diperoleh adalah, selain skill yang melekat pada diri mereka,
mereka juga belajar bagaimana untuk bekerja dalam tim work, belajar
mengenai administrasi sederhana, belajar mengenai pengutamaan kualitas
yang baik dalam bekerja, belajar mengenai disiplin diri terutama
bagaimana mengelola waktu terkait dengan perencanaan kerja dan
produksi. Kesemuanya itu, ujungnya adalam memberikan bekal skill dan
mental yang sangat penting untuk kehidupan mandiri mereka kelak, karena
realitas kehidupan menuntut setiap orang untuk memiliki kemampuan dasar
tersebut.

11. Adakah kemajuan yang terlihat dari para anggota setelah mengikuti
kegiatan pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire?
Tentunya ada, meskipun level dan kecepatan kemajuannya berbeda antara
residen yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan dapat dilihat ketika
mereka pada masa-masa awal bergabung dengan YWC, masih terlihat tidak
percaya diri, tidak memiliki skill yang memadai, dan masih berada pada
masa-masa trauma. Setelah bergabung dengan YWC dan terlibat aktif
dalam program dan aktivitas di sini, banyak di antara mereka yang percaya
dirinya meningkat, lebih disiplin, memiliki berbagai keterampilan hidup,
dan mau berusaha untuk meningkatkan taraf hidup dan mengejar cita-cita
mereka. Beberapa dari mereka kemudian keluar dari YWC karena
mendapatkan pekerjaan, berwirausaha, menikah, dan kembali ke keluarga
atau komunitas asal mereka.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN MANAGER PROGRAM
YAYASAN

Nama : Fendo Parama Sardi


Jabatan dalam organisasi : Manager Program
Tanggal, waktu wawancara : Jakarta 16 Mei 2014
Tempat wawancara : Yayasan Wisma Cheshire

1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?


Yayasan Wisma Cheshire merupakan Yayasan yg bergerak dalam bidang
pmberdayaan yang memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas
khususnya tuna daksa trutama paraplegia, polio, dan amputasi.
Memberikan kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah
diberi bekal selama di yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada
pemandirian anggota dan memaksimalkan potensi anggota untuk lebih
mandiri. dari segi produk yg lebih ditonjolkan adalah keterampilan yaitu
keterampilan menjahit dan woodwork untuk ajang bagaimana bekerja dan
bagaimana belajar berbisnis.

2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma


Cheshire?
Awalnya yayasan ini didirikan seperti panti, sehingga banyak para
disabilitas yang tinggal semaunya bahkan selamanya sampai selesai,
namun setelah 10 tahun belakangan ini yayasan berubah menjadi training
center sehingga mereka tidak tinggal di yayasan selamanya mereka Cuma
bisa tinggal 1-2 tahun, kemudian kita merekrut yang baru sehingga
dampaknya meluas kepada yang lainnya.

3. Apa maksud didirikannya Yayasan Wisma Cheshire?


Tujuannya Lebih pada memandirikan anggota dan memaksimalkan potensi
anggota untuk lebih mandiri. dari segi produk yg lebih ditonjolkan adalah
keterampilan menjahit dan woodwork untuk ajang bagaimana bekerja dan
bagaimana belajar berbisnis
4. Program apa saja yang ada di Wisma Cheshire?
Program utama: Handicraft dan Woodwork. Ada pula Keterampilan
tambahan yaitu English language dan Computer and IT. Selain itu ada
Supporting program, Personal development plan, Formal Education or
Course, Halfway home program, serta Comminity program.

5. Apa tujuan adanya program keterampilan?


Memberikan kesempatan dan peluang agar dapat hidup mandiri setelah
diberi bekal selama di yayasan. Selain itu yayasan ini lebih fokus pada
pemandirian anggota dan memaksimalkan potensi anggota untuk lebih
mandiri

6. Produk apa saja yang dihasilkan dari kegiatan keterampilan yang ada
di Yayasan Wisma Cheshire?
Untuk keterampilan Woodwork produk yang dihasilkan ada doll house,
advance calendar, panggung kecil untuk boneka tangan, miniature bath tub,
miniature chair, miniature wastafle, miniature bed, miniature dressing
table, miniature tree, Furniture, dll.
Untuk keterampilan handicraft ada small stars, casserole carrier, short ang
long oven gloves, pot holder, batik shopping bag, napkin, coaster, pouch,
tea cozy, gift bag for all size, lingerie, santa sacks, ipad case, songket wine
bag, tree skirt, bon-bon, apron, runner, bread basket, banana bag.

7. Kemana saja sasaran pemasaran produk yang sudah jadi?


a. Toko Red Feather Shop
Toko Red Feather Shop ini merupakan sebuah toko yang masih
berlokasi di dalam YWC. Barang yang sudah di produksi akan di stor
oleh para resident ke toko tersebut untuk di pasarkan.
b. Bazar-bazar organisasi ekspatriat,
diantaranya organisasi: AWA (American Woman Association), BWA
(British Woman Association), ANZA (Australian and New Zeland
Association), IWA (Indian Woman Association) dan Hiland
Gethering.Masing-masing organisasi tersebut biasa
menyelenggarakan bazaar ini 3-4 kali dalam satu tahun. Jadi jumlah
pelaksanaan bazaar yang di selenggarakan oleh organisasi ekspatriat
mencapai 11-14 kali pelaksanaan dalam setiap tahunnya. Selain
bazaar yang diselenggarakan oleh organisasi ekspatriat, kadang YWC
menyelenggarakan bazaar di sekolah-sekolah, seperti Binus, dll.
c. Bazaar tahunan khusus yang di-organize oleh YWC sendiri
Selain bazar yang diselenggarakan dari organisasi, instansi dll, YWC
pun rutin menyelenggarakan bazaar setiap 1 tahun sekali. Untuk
bazaar tahunan ini, biasanya dilaksanakan pada akhir bulan Oktober.
Bazaar tahunan ini pun biasa diselenggarakan oleh pemerintah
seperti Kementeraian Sosial/Departemen Sosial pada bulan Desember
sekaligus untuk memperingati hari disabilitas.

8. Bagaimana pendapat bapak/ibu dengan adanya kegiatan keterampilan


untuk para disabilitas?
Kegiatan keterampilan sangat bagus untuk dikembangkan. Dengan adanya
program tersebut, kita bisa memberikan bekal kepada mereka supaya bisa
menigkatkan taraf hidup dan mendapatkan penghasilan, dan yang juga
penting adalah melalui program tersebut kita menumbuhkan rasa percaya
diri bagi mereka karena mereka merasa bisa melakukan hal-hal yang
dilakukan oleh orang lain, tidak lagi merasa perlu dikasihani, tetapi mereka
bisa mengembangkan potensinya dan berperan aktif dalam kehidupan
masyarakat.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN IBU ASRAMA YAYASAN

Nama : Poniati
Jabatan dalam organisasi : Ibu Asrama
Tanggal, waktu wawancara : 15:55, Jumat 27 Juni 2014
Tempat wawancara : Yayasan Wisma Cheshire

1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?


Kalo yayasan wisma Cheshire ini kan memang kita membantu penyandang
disabilitas dari semua kalangan, namunyang diutamakan sih para
pengguna kursi roda yang paraphlegia yang memang mereka beraktifitas
sehari-harinya menggunakan kursi roda. Disinikan ada kegiatan jahit-
menjahit dan pelatihan juga jadi mereka bisa megikuti kegiatan itu. Jadi
Yayasan Wisma Cheshire itu adalah lembaga untuk para penyandang
disabilitas dan diutamakan bagi penyandang disabilitas yang berasal dari
keluarga kurang mampu.

2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma


Cheshire?
Kalo sejarah Wisma Cheshire ini kan dilihat dari namanya juga kan Wisma
Cheshire, nah Cheshire itu pendiri awalnya, namanya itu Leonard Cheshire
orang Inggris makanya wisma Cheshire ini Cheshire Home itu di seluruh
dunia memang ada, dan yang di Indonesia hanya satu ini saja.
Awal-awal didirikannya itu karena si Mister Cheshire itu memang tentara
jadi beliau itu pilot pesawat Bomber yang perang itu dan dia melihat
banyak korban-korban perang yang bergeletakan dan dari mereka ituh
kebanyakan cacat ga ada kaki jadi mereka ada inisiatif bahwa harus
didirikannya ini Cheshire home jadi memang rumah yang memang untuk
menampung mereka para penyandang disabilitas. Jadi awal mula ide
Cheshire Home itu karena melihat banyak korban-korban perang. Dan ini
sangat bermanfaat sekali untuk para penyandang disabilitas, jika di
rumahnya ga bisa maka di wisma ini di bikinin akses sehingga kebanyakan
para resident merasakan aman dan nyaman karena segala sesuatunya
dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Begitupun didirikannya wisma
di Indonesia karena ingin menolong para disabilitas.

3. Sebagai pengelola, bagaimana perkembangan Yayasan sampai


sekarang?
Terlihat perkembangannya semakin baik. Para resident masuk wisma
dengan sistim batas waktu jadi mereka tidak bisa tinggal di wisma
selamanya, jadi disini untuk pelatihan sehingga mereka harus bisa mandiri,
bisa bersosialisasi di masyarakat, dan diharapkan bisa dapet kerja di luar
seperti disini juga banyak yang sudah mendapatkan kerja. Perkembangan
yang terlihat ya kalo dulu kegiatannya masih kayu dan handycraft,
mengikuti training, dll. Sehingga jika kedepannya mereka nanti ada
kapasitas untuk bekerja diluar jadi mereka tidak gerogi, karena melalui
berbagai kegiatan tersebut mereka dilatih untuk percaya diri, bisa
ngomong.

4. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia di Yayasan Wisma


Cheshire?
Kalau sarananya memang seperti ini segala sesuatunya tinggal disini tanpa
membayar apapun, makan semuanya gratis dan kita sudah urusin, para
residen mendapatkan fasilitas kamar, lemari pakaian, kamar mandi, tempat
mencuci pakaian.dan dapur. Selain itu juga bisa memanfaatkan fasilitas
umum seperti TV, meja tenis meja untuk olahraga, dan beberapa fasilitas
umum lainnya seperti meja untuk makan bersama, tempat latihan berjalan,
ruang fisioterapi untuk program fisioterapi, dan ruang computer, ada juga
mobil. Sarana untuk kegiatan keterampilan kerajinan tangan adalah ruang
workshop menjahit dan ruang workshop untuk pemotongan kayu untuk
keterampilan woodwork, sekaligus tokonya. Selain itu ada juga ruang
kantor. Kami juga menyediakan pelayanan kesehatan dimana kami berkerja
sama dengan RS Fatmawati. Kami menyediakan perawat yang datang
setiap hari. Kami juga meyediakan makan 3 kali setiap hari dan cemilan
dimana disiapkan oleh seorang koki dan assistannya.

5. Sampai saat ini berapa jumlah keseluruhan anggota (resident) yang


mengikuti pelatihan keterampilan di YayasanWisma Cheshire?
Untuk isi kapasitas asrama bisa sampai 30 orang, namun berhubung bulan-
bulan lalu banyakyang sudah keluar jadi saat ini resident yang ada
berjumlah 14 orang

6. Apa saja kegiatan sehari-hari para resident di Yayasan Wisma


Cheshire?
Kegiatan kterampilan dilakukan melalui jadwal yang sudah ditetapkan,
namun untuk peraturan itu sendiri kembali pada diri masing-masing.
Keterampilan ini merupakan pekerjaan rutin bagi para disabilitas yang
berlangsung dari hari senin sampai jumat dan sabtu setengah hari.
Pekerjaan ini dilakukan dari jam 09-12 kemudian istirahat sampai jam
14.00 dari jam 14.00-16.30 melanjutkan pekerjaan kembali.Karena mereka
disini kan tidak hanya makan dan tidur yah, kalo disni para resident dibuat
aktif, jadi disini kita berdayakan mereka karena mereka dapat
menghasilkan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang lain dan
menghasilkan pula untuk mereka sendiri gitu, selain itu mereka juga ada
uang saku dari penghasilan kerjanya, jika mereka bekerja dan
mengerjakannya banyak maka mereka pun akan menghasilkan uang saku
banyak pula.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN RESIDENT YAYASAN

Nama : Echi PramitaSari


Jabatan dalam organisasi : Resident/Shop manager
Tanggal, waktu wawancara : 12:37, Jumat 27 Juni 2014
Tempat wawancara : red feather shop

1. Sudah berapa lamakah saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?


Saya tinggal di Yayasan sudah 9 bulan. Awalnya saya mengalami
kecelakaan ketika masih kelas 3 SMA, waktu itu saya pulang les bersama
adik saya dengan menggunakan kendaraan bermotor. Saya mengalami
cidera tulang belakang sama rahang kemudian di bawa ke salah satu rumah
sakit dilampung, namun pihak rumah sakit angkat tangan karena ga bisa,
terus dibawa ke Cipto dioperasi rahang dan tulang belakang 2 bulan,
kemudian saya menyelesaikan sekolah dulu dilampung dengan kondisi
seperti ini, setelah lulus baru saya masuk fatmawati untuk menjalani rehab
medic.

2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma


Cheshire?
Untuk belajar juga untuk memandirikan diri sendiri agar tidak
ketergantungan kepada orang lain. Karena memang di wisma ini
melakukan segalanya dengan sendiri mulai dari bangun tidur, mandi, dll,
dari situ saya tidak takut untuk mencoba belajar mandiri. Awalnya ketika
saya masih sekolah dengan kondisi seperti ini baik itu orang tua ataupun
teman-saya itu mereka care banget, mereka bantuin dorong bantuin dan
ngangkatin kalau saya ada perlu apa mereka yang bantuin. Kalau untuk
teman-teman sekitar atau teman sekolah sih masih biasa aja ga melihat
pandangan mereka yang gimana gitu, tapi kalau udah keluar rumah atau
kita jalan ditempat umum gitu udah deh pandangan-pandangannya mulai
berbeda, dan itu dirasa ada rasa-rasa minder aja gitu, yang tadinya kita
jalan biasa aja dan sekarang harus seperti ini dan tatapan orang-orang
yang ga enak, dipandang sebelah mata, kadang ada omongan-omongan ga
enak yang membuat kita menjadi nge-down.Setelah saya menjalani rehab di
fatmawati dan banyak bertukar fikiran dengan yang lainnya kemudian saya
memutuskan untuk mencoba dan tertarik juga tinggal di wisma.

3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi yayasan wisma Cheshire?


Awal mula saya tahu wisma ketika saya kecelakaan kemudian dirujuk ke RS
fatmawati untuk rehab medic, kemudian resident disini suka maen kesana
dan memang perawatnya ngambil dari fatmawati. Jadi tau infomasi
yayasan ini dari perawatnya dan dari anggota disini yang suka maen
kesana, kemudian saya maen ke wisma dan tertarik untuk lebih bisa belajar
mandiri, bisa nambah pelajaran, pengalaman, jadi ga monoton di rumah
aja, kalau di rumah lebih dijaga namun di wisma kita bisa banyak belajar
lah, banyak manfaatnya banget. Masuk sini menggunakan surat lamaran,
karena memang tidak sembarangan sehingga dipilih oleh para komitenya
yang ingin masuk ke wisma, kemudian di wawancara kemudian di telpon
untuk bergabung dan kemudian bergabung disini

4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di


wisma?
Semenjak masuk wisma saya sudah mulai berani untuk ikut bergabung
dengan orang-orang Karena saya fikir banyak juga ko orang yang kaya
gini, jadi mau diliatin pun it’s oke gitu. Dan disini juga ada organisasi
untuk anak muda disabilitas namanya Young Voice yang menyuarakan hak-
hak disabilitas selain itu kadang ngadain sosialisasi ke department-
departement social, ke kantor kelurahan, kesekolah, kekampus gitu buat
menyadarkan bahwa ini lho kita disabilitas kita nunjukin hak kita dimana,
terus hal apa yang harus dilakukan oleh masyarakat umum untuk kita dan
kami pun bekerja sama dengan organisasi disabilitas lain seperti JBFT
namanya, itu kita memang sengaja keluar, kita jalan-jalan diluar pake
kendaraan umum naek angkot, naek kereta, naek busway, dll dan itu
dilakukan secara sengaja biar masyarakat tahu apa yang harus dilakuin
buat kita, terus pemerintah juga biar sadar nyediain fasilitas umum buat
seperti untuk tuna rungu yang harus disedian ini, untuk tuna daksa dan
untuk pengguna kursi roda yang harus disedianin ini dan hal itu memang
disini adanya gitu.

5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan


keterampilan untuk para disabilitas?
Kegiatan keterampilan ini sangat bagus banget untuk para disabilitas,
kadang kita yang kebiasaan di rumah mungkin berpikir bisa apa sih sekang
dan apa yang bisa dilakukan dengan kondisi seperti ini dan dengan segala
keterbatasan seperti ini, kadang orang tua juga ada rasa takut dan was-was
dengan kondisi anaknya yang seperti saat ini, namun dengan adanya
keterampilan di wisma Cheshire membuat kita dan orang tua menilai
bahwa kegiatan ini sangat bagus untuk belajar dan memandirikan, karena
tidak mungkin juga kita selamanya bergantung pada orang tua, suatu saat
pasti aka nada masanya dimana kita harus melakukan sendiri sehingga
tidak mungkin untuk bergantung terus. Sehingga dengan kegiatan
keterampilan ini saya mau berusaha sendiri dan mau berusaha untuk
mandiri sehingga tidak ketergantungan kepada orang.

6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika


menjalani kegiatan keterampilan?
Kan Wisma Cheshire itu sebenenarnya kaya panti rehabilitasi, tempat
vocational, karena disini kita di training terus dilatih keterampilan, dimana
perempuan dilatih handycraft dan kalau untuk laki-laki itu woodwork
paling hambatannya yah pas pertama masuk sini aja, kaya belum bisa
keterampilan gitu gitu sih, tapi kan kita juga sambil belajar yah, jadi bisa.

7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri


Banyak banget, kaya kita yang tadinya tidak bisa menjahit menjadi bisa
menjahit, dimana dynamo mesinnya digerakkan oleh tangan namun
sekarang jadi bisa tentunya hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk
kedepannya nanti.Selain itu yang tadinya ga berani untuk ngomong sama
orang, sekarang justru kadang kita ikut istilahnya kampanye secara ga
langsung. Yang tadinya kita diem aja ketika ada orang dan sekarang
banyak ngobrol, banyak ngasih tahu, tuker pendapa juga sama orang,
banyak banget manfaatnya. Belajar banyak manfaat dari sini, mendapatkan
motifasi juga dari orang lain sehingga tidak nge-down dengan melihat
kondisi kita seperti ini, melihat alumni yang sudah bisa kerja dimana-mana
dan itupun merupakan salah satu mptivasi untuk saya, kalau mereka bisa
kenapa saya tidak.
Kadang kesempatan-kesempatan itu justru dateng dari mereka.Mungkin
saya juga sebelum kesini ga bakal jadi kaya gini gitu kan, saya mungkin
masih cuek yang yaudahlah terima nasib mau gimana lagi gitu kan, ga mau
tau sama sekali terserah deh gitu, sekarang kan setelah bergabung di wisma
kita lebih peduli dengan sesama karena semuanya emang harus
diperjuangin. Dan bahkan sekarang lebih PD aja, ke mall juga kita biasa
aja, dan sama tatapan orangpun lebh biasa dan lebih cuek aja
sekarang.Dan juga untuk menambah penghasilan sendiri, dan untuk
memenuhi kebutuhan pribadi. Jadi dari keterampilan tersebut hasilnyapun
dapat mereka terima secara materi berupa gaji perbulan. Penghasilan yang
didapatkan tidak menentu, semakin tekun ia bekerja maka semakin banyak
pula hasil yang didapatkan dan akan semakin banyak pula gaji yang ia
dapatkan dalam setiap bulannya.

8. Rencana kedepannya bagaiamana?


Kalau saya ingin melanjutkan untuk kerja diluar, namun karena disini ada
system kontrak satu tahun dan itu tergantung komitenya mau diperpanjang
atau tidak. Jika dirasa kita mampu untuk berkompetendi wisma biasanya di
perpanjang, namun jika terlihat malas, dan ogah-ogahan itu biasanya tidak
diperpanjang. Kalo untuk sekarang sih jalanin aja dulu yang disini karena
masih ada kontrak selama satu tahun, jadi jalanin aja yang disini dulu tapi
sambil belajar banyak computer dan bahasa inggris untuk lebih
mempersiapkan kedepannya agar bisa lebih mandiri. Dan mungkin lebih
memilih untuk melanjutkan di Jakarta, karena di kampong saya aksesnya
kurang, berbeda dengan di Jakarta yang aksesnya sudah lumayan dimana
orang-orangnya sudah mulai sadar pada para disabilitas. Kalau di
lampung masih buta banget, kita jalan ke luar ruah saja diliatin dan itu
rasanyakan tidak enak, berbeda dengan disini yang ramean jadi lebih pede
aja kalau kemana-mana. Untuk didaerah saya untuk orang-orang yang
sudah dekat mungkin melihatnya biasa saja, namun untuk yang tidak kenal
kadang melihatnya atau memandangnya sedikit miring terhadap
penyandang disabilitas, dan terkadang dengan pandangan itu yang kita
juga sendiri membuat kita jadi ngedrop, minder dang a bisa apa apa juga.
Namun kalau disini kita ramean dan sudah seperti keluarga juga karena
tinggal bersama, makan bersama dan itu menambah rasa percaya diri aja
sih, selain itu banyak masukan dari pengalaman kakak-kakaknya juga,
banyak yang bisa dijadiin motivasi juga dan banyak banget manfaatnya
kalo tinggal disini bersama-sama. Selain itu banyak pengunjung dari luar
juga sehingga banyak masukan-masukan.
Nama : Maisty akhdaniyah
Jabatan dalam Organisasi : anggota (Resident)
Tanggal, waktu wawancara : 15:08, Jumat 27 juni 2014
Tempat wawancara : Wisma Cheshire

1. Sudah berapa lama saudara/i tinggal di YayasanWisma Cheshire?


7 bulan, dari agustus 2013,awalnya karena Jatoh ditoilet sekolah ketika
kelas 2 smp, seminggu setelahnya masih bisa jalan kemudian setelah itu
kaki terasa sakit, langsung ga bisa jalan, kemudian di bawa ke fatmawati
dan diurut dialternatif

2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma


Cheshire?
Ingin belajar kemandirian, menambah wawasan baru, dll. Karena awalnya
saya putus asa, Beda, ada yang menyinggung, membuat saya tersindir,
awalnya sih kaget pokonya nge-drop banget, ga mau ketemu siapa2,
kmudian setelah melihat wisma Cheshire baru mengetahui di fatmawati
ternyata banyak yang lebih parah dari saya setelah itu baru kemudian saya
sadar, saya baru memulai bermasyarakat lagi, dan sudah berani ketemu
teman-teman lagi. Da untuk saya sudah berani untuk bermasyarakat, dan
saya telah mencoba itu

3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai Yayasan Wisma


Cheshire?
Dari saudara yang kebetulan alumni dari yayasan dan pernah tinggal di
yayasan, kemudian dia menyarankan saya untuk tinggal disini

4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di


wisma?
Tambah berani, sudah bisa menghasilkan uang dari usaha sendiri meskipun
dengan keadaan terbatas seperti ini, banyak kemajuan-kemajuan yang
sudah rasakan, dan sekarang sudah berani beradaptasi.
5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan
keterampilan untuk para disabilitas ini?
Disinikan saya mengikuti keterampilan Handycraft, menjahit dari nol,
dengan menggunakan tangan.Kegiatan ini sangat menolong saya, karena
bisa mengetahui gimana kondisi buruk kita, jadi lebih terampil juga untuk
saya

6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika


menjalani kegiatan keterampilan?
Seneng, sedih juga karna kan kalo di wisma jauh dari orang tua, dll.

7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri


Sekarang udah punya uang dari hasil keringet sendiri ya lumayan bisa
mencukupi kebutuhan sehari-har, dan udah mulai bisa mandiri, selain itu
saya sudah mulai berani.

8. Rencana kedepannya bagaiamana?


Rencananya kalo udah keluar dari sini saya ingin membuka jahitan, atau
buka usaha lainnya.
Nama : Teguh Budi warni
Jabatan dalam Organisasi : Resident/anggota
Tanggal, waktu wawancara : 15:08, Jumat 27 juni 2014
Tempat wawancara : Wisma Cheshire

1. Sudah berapa lama saudara/i tinggal di YayasanWisma Cheshire?


Saya kan baru yah disini sudah 5 hari, ke wisma dari hari minggu

2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma


Cheshire?
Karena ingin belajar lebih maju lagi, kuat dan bisa lebih mandiri
Bergabung di wisma karena ingin melatih fisik dan mental agar lebih kuat.
Karena selama ini saya tinggal di rumah sebelumnya belum pernah
berpisah dengan keluarga, saudara, saya ingin coba bagaimana hidup
mandiri jauh dari keluarga, sambil melatih mental. Ada perasaan minder
sehingga bergabung agar lebih kuat mental dan fisiknya.

3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai Yayasan Wisma


Cheshire?
Informasi dari kaka yg mendapat undangan seminar di gereja katedral,
kemudian ketemu dgn penyalur penyandang cacat, kemudian bertemu dengan
manager program, kemudian survey tempat baru kemudian bergabung

4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di


wisma?
Sebelum kesini kebutuhan saya ditopang sama kaka, keperluan pribadi,
keperluan bulanan, dll tapi disini kan resident memang dilatih untuk kearah
yang mandiri meskipun ada keterbatasan fisik.

5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan


keterampilan untuk para disabilitas ini?
Sangat bagus, dan baik karena memang sangat membantu para disabilitas
dalam mengembangkan dirinya dan mengembangkan bakat yang dimilikinya,
selain itu disini lebih nyaman karena dikasih kebebasan sehingga tdk merasa
dikejar waktu, tergantung kita bisa mengatur waktu saja. Meskipun ada
jadwal waktu yang telah ditentukan, namun semua itu kembali pada kita
sendiri

6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika


menjalani kegiatan keterampilan?
Kendalanya: Keterbatasan, Jauh dari saudara itu sangat berat, Musti ada
yang membantu, Perlu tempat dan akses untuk beraktifitas, kegiatan agar
lebih bebas, dan perlu nyali untuk tinggal diluar (jauh dari keluarga)

Pas masuk kesini Sempet kaget pas masuk wisma, dan ada rasa takut juga,
sementara kondisi fisik belum mampu untuk hal itu dan masih belum kuat.
Sementara disini dituntut, dan takutnya belum bisa mengikuti. Karena
ibaratnya di wisma hidup sendiri.Pas pertama masuk merasa kesulitan
ketika pas mandi berbeda dengan di rumah. Kalau dirumah menggunakan
bangku atau pegangan saja, kursi roda untuk pergi pergi saja sedangkan di
wisma menggunakan kursi roda.

Kalau di tempat orang lain yah seperti di wisma gini tergantung diri kita
sendiri, dan tergantung pendiriannya. Kalau nyalinya kecil ya mungkin ga
berani hidup di luar jalur. Sebetulnya saya tdk punya nyali untuk hidup
diluar jalur, tetapi saya juga mikir kalau tidak bisa seperti itu

7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri


Dapat belajar keterampilan, menjahit dan memperdalam menjahit lagi.Di
yayasan kegiatan yang akan saya ikuti adalah keterampilan
handicraft/menjahit, serta pelatihan b.inggiris dan computer

8. Rencana kedepannya bagaiamana?


Rencananya kalau sudah bisa ingin buka usaha walaupun kecil-kecilan tapi
perlahan dan semua itu perlu persiapan dan modal juga.
Nama : Yono

Jabatan dalam Organisasi : Resident/staf

Tanggal, waktu wawancara : 02 September 2014

Tempat wawancara : Wisma Cheshire

1. Sudah beapa lamakah saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?


Saya disini sudah lama dari tahun 91, semenjak kecelakaan motor. Awalnya
dirawat dulu, Kecelakaan waktu itu mengakibatkan patah kaki sama bagian
belakang, yah parah lah samapai ga bisa jalan. Dan sekarang saya sudah
diangkat jadi staf disini

2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma


Cheshire?
Dulu disini kan di saring gitu, orang-orang yang setelah kecelakaan disini
dikasih kegiatan, dikasih keterampilan. Yah saya makanya sampai sekarang
masih bertahan disini.

3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi yayasan wisma Cheshire?


saudara sekaligus tetangga saya yang menggunakan kursi roda juga, jadi
saya tau dari saudara itu, Setelah diberi tau yayasan ini langsung kesini.

4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di


wisma?
Banyak yah perkembangan yang dirasakan,yang tadinya setelah kecelakaan
saya ga bisa kerja, Cuma bantu-bantu di rumah saja jualan, karna di rumah
ka nada warung kopi. Setelah ke wisma saya jadi ada pekerjaan. Banyak
lah yah

5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan


keterampilan untuk para disabilitas ini?
Dengan adanya kegiatan ini yaa sangat bersyukurlah, karna kalau nyari
kerjaan juga sulut juga kan ijazah aja yang SMP saya ga keluar karna ga
tuntas. Soalnya karna malu juga yah karna lagi sakit waktu itu.
6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika
menjalani kegiatan keterampilan?
Hambatan sih ga ada, karna memang sudah terbiasa yah.

7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri


Alhamdulillahsaya jadi dapat penghasilan yah lumayan mecukupi perbulan
dapat Rp. 1.200.000,- saya dulu resident disini sudah lama kemudian
sempat pulang ke rumah, kemudian di panggil lagi oleh yayasan dan
sampai sekarang sudah menjadi staf.kalau yang lain resident ada juga yang
Rp. 200.000,- bahkan lebih dari itu, kadang ada yang mendapatkan
penghasilan Rp.400.000 sampai Rp. 500.000,- tergantung banyaknya
pekerjaan yang mereka kerjakan. Kalau pendapatan istri saya kadang
Rp.500.000,- kadang Rp. 600.000,-.

8. Rencana kedepannya bagaiamana?


Rencana kedepannya yaa apa ya, untuk sekarang mah masih konsentrasi
disini aja dulu lah kayanya.
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN ALUMNI YAYASAN

Nama : Heru zainudin

Jabatan : Alumni Yayasan Wisma Cheshire

Tanggal wawancara : Minggu 24 Agustus 2014

Tempat wawancara : Rumah

1. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai YWC?


Dari Rumah sakit fatmawati, dari perawat-perawat.Ya awalnya sih waktu
tahun 98 ketika saya masih sekolah di STM sih kebetulan terus ada
perkelahian antar pelajar gitu terus kena benda tajam di punggung yang
menyebabkan saraf putus, terus langsung dibawa ke rumah sakit Fatmawati
ditanganin disitu. Saya dirawat selama 3-4 bulan, setelah di rawat saya
masih tinggal di rumah selama 3 tahun dan saya merasa jenuh kemudian
minta dicarikan yayasan. Waktu saya dirawat itu banyak yang berkunjung,
kemudian di kasi tau ngobrol tinggal dimana, ada juga yang dari panti lain
seperti pondok bambo. Namun setelah keluar dari rumah sakit saya tinggal
di rumah dulu sampai 3 tahun, namun saya merasa jenuh, boring, baru
kemudian minta dicarikan yayasan sama orang tua

2. Berapa lama saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?


Waktu itu saya dari tahun 2002 sampai tahun 2012, 10 tahun deh kurang
lebih, baru 2 tahun saya keluar dari yayasan. Jadi saya sudah tidak tinggal
di asrama kurang lebih 2 tahunan, karna waktu itu saya diasrama sampai
tahun 2012

3. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YWC?


Pengen bisa mandiri aja, bisa ada kegiatan, ga nyusahin keluarga.
Sehingga tidak ketergantungan kepada keluarga., tinggal disana seneng sih
malah udah seperti keluarga sendiri aja disitu, pulang ke rumah juga udah
ga betah di rumah malah betahnya disitu.

4. Bagaimana tanggapan saudara/i dengan pelaksanaan kegiatan


keterampilan di YWC?
Ya bagus sih seneng, emang dulu sih sebenernya ada dari yayasan apa gitu
melakukan pelatihan, ada keterampilan memotong kayu, cara mengecat
gitu,

5. Berapa penghasilan yang didapatkan ketika di YWC?


Dulu setiap tahun sih beda-beda yah yang awalnya masih kecil, sekitar Rp.
50.000 namun lama-lama kan kita ada motivasi lagi, kalo kita butuh apa
gitu jadi bisa lebih giat lagi. Kalo rata-ratanya dulu paling 100-150000 an
lah

6. Manfaat apa yang saudara/i rasakan dari kegiatan yang diikuti di


YWC?
Waktu awal-awal dan baru keluar dari rumah sakit sih masih takut ketemu
teman dan orang-orang, masih malu dengan kondisi yang seperti ini masih
belum bisa menerima, buat ngomong aja ga bisa, hanya nangis aja, masih
terpukul sekali. Namun beberapa tahun belakangan ini setelah saya di
yayasan sudah mulai biasa mengembalikan dan memulihkan mental lagi,
sudah mulai berbaur lagi. Dan untuk sekarang Alhamdulillah sudah bisa
biasa lagi seperti dulu sebelum mengalami kondisi seperti ini.
Manfaat yang saya rasakan sih banyak yah, buat ilmu saya sendiri, bekal
saya juga, saya bisa menambah skill, pengetahuan juga kan disana. Selain
itu juga mental kita menjadi balik lagi seperti semula sebelum kecelakaan,
karna waktu itu sempet drop selama 3 tahun, kemudian setelah bergabung
di yayasan baru bisa balik lagi seperti dulu. Dan selain itu saya mulai
berani bergabung dalam organisasi PERPARI (Persatuan Paraphlegia
Indonesia), sampai saat ini kurang lebih ada 10 orang dari Yayasan yang
bergabung didalamnya.Banyak kemajuan sih, saya bisa lebih mandiri, tidak
bergantung kepada wisma lagi, untuk lebih bertanggung jawab tinggal di
luar

7. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC?


Waktu pas saya masuk sih ga terlalu banyak persyaratan kaya sekarang gitu,
malah kalau mau tinggal disitu juga bisa, untuk hambatannya paling karna
saya belum masih terlalu lancar dengan menggunakan kursi roda yah jadi
masih kaya anak baru yang baru keluar rumah sakit, terus disitu belum tau
lingkungan harus keluar kemana, mental kan belum siap juga untuk ketemu
lingkungan masyarakat gitu. Ya pokoknya pas masuk sama aja kaya ibarat
anak baru masuk sekolah yang masih merasa asing, belum kenal siapa-siapa,
jadi kita harus berusaha untuk berbaur, mereka juga baik sih yang anak-anak
lamanya, menyambut kita, ngajarin apa yang mereka bisa, apa mau kita, jadi
mereka juga terbuka. Kalo yang baru-baru awalnya sih paling biar mereka
kenal aja dulu, terus kalo mereka udah bisa dan ingin naik lagi bisa ke
bagian merakitnya. Namun itu juga tergantung dari kita nya juga sih, kita
lebih tertarik dimana nih kalo tertarik di bagian mana kita bisa langsung ke
situ, jadi tidak di paksakan.

8. Bagaimana sikap saudara/i kepada Yayasan setelah keluar dari YWC?


Hubungan dengan yayasan masih baik sampai saat ini, karna kebetulan
memang lingkungan saya masih disini jadi kalau waktu libur/sabtu minggu
ga ada kegiatan suka maen aja kesana. Karna memang tempat maennya
paling kesana kecuali ada cara di luar

9. Kagiatan/pekerjaan apa yang saudara/i tekuni saat ini, setelah keluar


dari YWC?
Sebelum bergabung di yayasan saya Cuma di rumah aja, ga ada kegiatan
apa-apa
Setelah masuk yayasan hampir semua kegiatan yang ada di yayasan saya
pelajarin, saya mulai dari ngecat, ngerakit rumah-rumah boneka,
handicraft. Waktu itu sih awalnya saya focus di woodwork, namun setelah
beberapa lama karna bagian itu masih menggunakan bahan kimia dan
banyak debu jadi sempat kena paru-paru, kemudian pindah ke handicraft.
Saya saat ini focus pada bidang perbankan, salah satu bank swasta. Jadi
awalnya ada yang rekomendasi dari komite wisma yang sebelumnya ada
kerjasama dengan pihak bank swasta, dicari dan disaring dari beberapa
kandidat dan kemudian saya yang terpilih. Di bank HSBC sebagai Leader
datatecture
Dan kesibukan saat ini paling masih di organisasi PERPARI (Persatuan
Paraphlegia Indonesia) sebagai seksi pengurus aja. Awalnya ketika masih
di yayasan juga sudah gabung disitu sebagai anggota dan sekarang sebagai
seksi pengurus, buat bantu-bantu disana. Perpari ini dulu sih ketika masih
banyak anggotanya aktif, namun sekarang sedang fakum karna sudah focus
dengan kegiatannya masing-masing.

10. Berapa penghasilan yang didapatkan saudara/i saat ini, setelah keluar
dari yayasan?Apakah penghasilan saat ini dapat memenuhi kebutuhan
saudara/i beserta keluarga?
Penghasilan sekarang sudah lumayanlah ada buat bagian standar UMR,
dan Alhamdulillah bisa memenuhi kebutuhan keluarga
Nama : Sony Suheri

Jabatan : Alumni

Tanggalwawancara : 02 September 2014

Tempat wawancara : Tempat kerja

1. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai YWC?


Awalnya pada tahun 1971 saya kecelakaan, di rawat di rumah sakit
fatmawati sampai tahun 1973, tadinya wisma Cheshire itu tadinya yayasan
wisma Cheshire wakaf dari fatmawati dibangunlah disitu asal mulanya
begitu yang dibangun oleh orang inggris seorang pilot yaitu captain
Cheshire, jadi awal mulanya itu mungkin setelah perang dia bikinlah
tempat penampungan-penampungan itu salah satunya di Indonesia yaitu
Yayasan Wisma Cheshire. Saya adalah orang pertama yang tinggal di
wisma itu, awalnya kami ber 4 saja diantaranya 2 orang dari fatmawati dan
2 orang lagi dari cengkareng, baru satu kamar aja pada waktu itu,
Jadi saya ke wisma itu awalnya rujukan dari rumah sakit fatmawati, jadi
dari rumah sakit dipindahkan ke wisma. Tadinya memang yayasan
fatmawati satu komplek dengan rumah sakit, sehingga penghuninya,
dokternya segala macem ada hubungan dengan rumah sakit.
Dulu tadinya diminta untuk penampungan sehingga dikasih lah ini,

2. Berapa lama saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?


Tadinya dari tahun 74- 89 berarti kurang lebih 15 tahun saya tinggal di
yayasan wisma Cheshire

3. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YWC?


Awalnya memang dirujuk dan dipindahkan ke wisma, karena perawatan di
rumah sakit sudah kelamaan 3 tahun lebih, dan itu sudah selesai.

4. Bagaimana tanggapan saudara/i dengan pelaksanaan kegiatan


keterampilan di YWC?
Bagus.Karena kalau dulu tinggal di yayasan itu kan namanya juga
penampungan jadi cuma makan tidur saja dan kita tidak biasa kalau
makan-tidur saja, kita kan karena kecelakaan jadi fisik kita masih gini.
sehingga awal mulanya hanya utak atik saja, dan ada orang-orang bule,
kemudian mereka itu bawain contoh-contoh mainan-mainan anak dari kayu,
kemudian terus berkembang dan selanjutnya baru ada rumah bonekanya.

5. Berapa penghasilan yang didapatkan ketika di YWC?


Untuk penghasilannya ga tentu sih yah berkisar aja. Dulu juga waktu di
wisma honor sih yaa lebih 20 ribu mah kalau untuk tahun 80 an mah.Ya
bisa mencukupi

6. Manfaat apa yang saudara/i rasakan dari kegiatan yang diikuti di


YWC?
Saya jadi punya kerjaan, sampai punya karyawan juga.

7. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika


menjalani kegiatan keterampilan?
Sebetulnya nggk ada sih, berjalan aja, karena dulu karena masih pertama
kali jadi masih bebas, home itu kan ditempatkan untuk rumah kita, jadi
bebas aja, berbeda dengan sekarang kan.

8. Bagaimana sikap saudara/i kepada Yayasan setelah keluar dari YWC?


Baik baik aja sih, ada juga resident wisma yang suka maen, kerja disini
juga

9. Kagiatan/pekerjaan apa yang saudara/i tekuni saat ini, setelah keluar


dari YWC?
Saya masih menekuni woodwork sampai sekarang.Kalau dulu karena
berawal dari hoby kan, kalau sekarang sudah menjadi profesi kan, kadang
dalam sebulan mendapatkan 30-50 unit. Kalau dulu masih dari pesanan-
pesanan saja tapi kalau sekarang sudah menjadi supplyer toko-toko seperti
ke bandung, samarinda, Jakarta, dll. karena hargaper unitnya ada yang
harga 250-900 ribu, kalau lemari 1 juta lebih, itu aja ko yg penting ada
karyawan kan. Karyawan itu kan macem-macem kan kalau disini ada 7
orang, di parung ada 2 orang ya ada lah 11-12 orang mah, di ciledug juga
ada, di cibubur juga ada.

10. Berapa penghasilan yang didapatkan saudara/i saat ini, setelah keluar
dari yayasan?Apakah penghasilan saat ini dapat memenuhi kebutuhan
saudara/i beserta keluarga?
Kalau penghasilan sekarang ga tentu yang penting cukup lah, yang penting
ada karyawan kan. Namanya karyawan kan macem-macem penghasilannya
pun ga tentu sih, penghasilan mereka juga ada yg perhari 30.000 yg hanya
setengah hari saja. Ada juga yg 75.000 per hari. Dan beda lagi hitungannya
kalau untuk yang lembur.
PEDOMAN WAWANCARA

KETUA YAYASAN
1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire (YWC)?
2. Bagaimana sejarah yang melatar belakangi berdirinya YWC?
3. Apa maksud didirikannya YWC?
4. Dari mana sumber dana YWC diperoleh?
5. Dengan pihak apa saja YWC bekerjasama?
6. Siapa sajakah yang menjadi sasaran dari pelayanan YWC?
7. Bagaimana pola dan pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan oleh YWC
dalam program keterampilan?
8. Apa tujuan adanya program ketrampilan (woodwork dan handicraft)?
9. Adakah pelatihan khusus yang diberikan kepada para resident dalam
program ketrampilan?
10. Apa manfaat yang diterima para resident dari kegiatan ketrampilan tersebut?
11. Adakah kemajuan yang terlihat dari para anggota setelah mengikuti kegiatan
pemberdayaan di YWC?

MANAGER PROGRAM YAYASAN

1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?


2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma Cheshire?
3. Apa maksud didirikannya Yayasan Wisma Cheshire?
4. Program apa saja yang ada di Wisma Cheshire?
5. Apa tujuan adanya program keterampilan?
6. Produk apa saja yang dihasilkan dari kegiatan keterampilan yang ada di
Yayasan Wisma Cheshire?
7. Kemana saja sasaran pemasaran produk yang sudah jadi?
8. Bagaimana pendapat bapak/ibu dengan adanya kegiatan keterampilan untuk
para disabilitas?
IBU ASRAMA YAYASAN

1. Apa yang dimaksud dengan Yayasan Wisma Cheshire?


2. Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi berdirinya Wisma Cheshire?
3. Sebagai pengelola, bagaimana perkembangan Yayasan sampai sekarang?
4. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia di Yayasan Wisma Cheshire?
5. Sampai saat ini berapa jumlah keseluruhan anggota (resident) yang
mengikuti pelatihan keterampilan di YayasanWisma Cheshire?
6. Apa saja kegiatan sehari-hari para resident di Yayasan Wisma Cheshire?

RESIDENT YAYASAN

1. Sudah berapa lamakah saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?


2. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YayasanWisma Cheshire?
3. Dari mana saudara/i mengetahui informasi yayasan wisma Cheshire?
4. Perkembangan apa yang anda rasakan setelah masuk dan tinggal di wisma?
5. Bagaimana pendapat saudara/saudari dengan adanya kegiatan ketrampilan
untuk para disabilitas?
6. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC? Dan ketika menjalani
kegiatan keterampilan?
7. Manfaat apa yang saudara/i dapatkan dari YWC? Materi/nonmateri
8. Rencana kedepannya bagaiamana?
ALUMNI YAYASAN

1. Dari mana saudara/i mengetahui informasi mengenai YWC?


2. Berapa lama saudara/i tinggal di Yayasan Wisma Cheshire?
3. Apa alasan saudara/i tinggal/ikut bergabung di YWC?
4. Bagaimana tanggapan saudara/i dengan pelaksanaan kegiatan keterampilan
di YWC?
5. Berapa penghasilan yang didapatkan ketika di YWC?
6. Manfaat apa yang saudara/i rasakan dari kegiatan yang diikuti di YWC?
7. Hambatan apa saja yang dirasakan ketika di YWC?
8. Bagaimana sikap saudara/i kepada Yayasan setelah keluar dari YWC?
9. Kagiatan/pekerjaan apa yang saudara/i tekuni saat ini, setelah keluar dari
YWC?
10. Berapa penghasilan yang didapatkan saudara/i saat ini, setelah keluar dari
yayasan?Apakah penghasilan saat ini dapat memenuhi kebutuhan saudara/i
beserta keluarga?

Anda mungkin juga menyukai