Anda di halaman 1dari 19

PEMIKIRAN KH.

HASYIM ASY’ARI DALAM PENDIDIKAN


ISLAM

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Pemikiran Pendidikan
Islam

Dosen Pengampu: Abu Bakar M.Pd.I

Disusun Oleh :

Lailatul Choirun Umma (18110051)


Lisamatul Kamalah (18110004)
Wardah Nabilah (18110140)
Nurul Azizatul Isnaini (18110079)
Elok Nadiatun Naimah (18110204)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT. Yang mana
berkat kuasa-Nya lah saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.
Mungkin jika tidak ada kuasanya saya tidak mungkin menghasilkan karya ini.

Selawat serta salam saya haturkan kepada penerang seluruh alam, Nabi
Akhiruz Zaman, yakni Nabi Muhammad SAW. Karena berkat-Nya lah saya bisa
menjalani pendidikan dan menikmati perkembangan zaman dengan lancar.

Dalam makalah kali ini, kelompok 5 ingin menjabarkan sebuah materi


dengan judul “Pemikiran KH. Hasyim Asy’Ari Dalam Pendidikan Islam”, dengan
tujuan agar para pembaca bisa lebih mengetahui apa saja konsep pendidikan Islam
menurut KH. Hasyim Asy’Ari dan bagaimana penerapannya dalam pendidikan
Islam, sehingga para pengajar di Indonesia memiliki arahan-arahan serta etika saat
mereka mengajar, serta bagaimana respon dan etika murid saat diajar”.

Terimakasih kami ucapkan kepada kedua orang tua, yang mana berkat
do’a dan dukungannya kami bisa melanjutkan pembelajaran yang lebih tinggi,
Terimakasih kepada dosen pengampu pelajaran Pemikiran Pendidikan Islam,
Terimakasih kepada para teman-teman yang sudah bersedia membaca rangkuman
materi dari kelompok kami, terimakasih juga tak lupa kami ucapkan kepada
semua pembaca materi ini.

Mohon ma’af kami ucapkan jika terjadi kesalahan dan kekurangan, karena
kebenaran sebenarnya adalah milik Allah SWT.

Malang, 29 April 2019

Tim Penyusun.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

KH. Hasyim Asy’ari mengklarisifikasi sistem pendidikan bagi


penduduk pribumi Indonesia. Pertama, adalah sistem pendidikan yang
disediakan untuk para santri muslim di pesantren yang focus pengajarannya
adalah ilmu agama. Kedua, adalah sistem pedidikanBarat yang dikendalikan
oleh pemerintah kolonial Belanda dengan tujuan menyiapkan para siswa
untuk menempati posisi-posisi administrasi pemerintah baik tingkat rendah
maupun menengah.
Awal abad ke-20 sering dikatakan sebagai masa kebangkitan
pendidikan Islam di Indonesia, ditandai dengan munculnya ideide dan usaha
pembaruan pendidikan Islam, baik oleh pribadipribadi maupun organisasi-
organisasi keagamaan yang concern di bidang ini. Tujuannya untuk
memperbaiki kondisi pendidikan kaum muslimin yang semakin terpuruk di
wilayah ini, sejak diperkenalkannya sistem kelembagaan pendidikan baru
oleh pemerintah kolonial, dalam rangka menghadapi berbagai tuntutan dan
kebutuhan hidup masyarakat dimasa modern. Ide dasarnya adalah bahwa
memperbarui sistemkelembagaan pendidikan Islam merupakan keniscayaan
yang tak bisa ditunda-tunda, jika kaum muslimin tidak ingin
mengalamiketertinggalan dengan Barat.1
Namun jumlah sekolah Belanda untuk pribumi (Hollandsch
Inlandsche School), mulai didirikan pada awal 1914, sangat terbatas bagi
masyarakat pribumi Indonesia. Dari kalangan masyarakat pribumi, hanya
anakanak keluarga priyayi tinggi yang dapat mendaftarkan diri. Masa belajar
juga dibatasi hanya tujuh tahun dan mereka yang berharap melanjutkan
pendidikan mereka harus ke negeri Belanda. Karena itu, hanya beberapa
orang saja yang mendapatkan kesempatan ini. Namun orang-orang Eropa dan

1
Azyumardi Azra, “Pembaruan Pendidikan Islam: Sebuah Pengantar” dalam Marwan Saridjo,
Bunga Rampai Pendidikan Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997/1998), vol. 2.
Timur Asing (China dan Arab) mendapatkan kesempatan lebih baik untuk
belajar di sekolah model Barat yang berkualitas.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi KH. Hasyim Asy’Ari?
2. Bagaimana karakteristik dan kontribusi pemikiran pendidikan KH. Hasyim
Asy’Ari?
3. Apa saja konsep pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’Ari?
4. Apa saja tujuan pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’Ari?
5. Bagaimana metode pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’Ari?
6. Bagaimana perbandingan pemikiran KH. Hasyim Asy’Ari dengan
beberapa pemikir kependidikan lainnya?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca bagaimana biografi KH.
Hasyim Asy’Ari.
2. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca karakteristik dan kontribusi
pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’Ari.
3. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca apa saja konsep pendidikan
menurut KH. Hasyim Asy’Ari.
4. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca apa saja tujuan pendidikan
menurut KH. Hasyim Asy’Ari.
5. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca bagaimana metode
pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’Ari.
6. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca bagaimana perbandingan
pemikiran KH. Hasyim Asy’Ari dengan beberapa pemikir kependidikan
lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi KH. Hasyim Asy’Ari
1. Riwayat Hidup KH. Hasyim Asy’ari
Nama lengkap KH. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim
Asy’ari ibn ‘Abd al-Wahid ibn ‘Abd al-Halim yang mempunyai gelar
Pangeran Benowo ibn Abdur ar-Rohman yang dikenal dengan Jaka Tingkir,
Sultan Hadiwijaya ibn Abdullah Ibn Abdul Aziz ibn Abd al-Fatih ibn
Maulana Ishaq dari Raden Ainul Yaqin disebut Sunan Giri. Ia lahir di
Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur pada hari Selasa kliwon
24 Dzulqa’dah 1287 H. bertepatan pada tanggal 14 Februari 1871. KH.
Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03.45 dini hari
bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan tahun 1366 dalam usia 79 tahun.
Pada masa muda KH. Hasyim Hasyim Asy’ari, ada dua sistem
pendidikan bagi penduduk pribumi Indonsia, Pertama adalah sistem
pendidikan yang disediakan untuk para santri muslim di pesantren yang fokus
pengajarannya adalah ilmu agama. Kedua adalah sistem pendidikan Barat
yang dikenalkan oleh kolonial Belanda dengan tujuan menyiapkan para siswa
untuk menempati posisi-posisi administrasi pemerintahan baik tingkat rendah
maupun menengah.
Semasa hidupnya, KH. Hasyim Asy’ari mendapatkan pendidikan dari
ayahnya sendiri, Abd al-Wahid, terutama pendidikan di bidang Al-qur’an dan
penguasaan beberapa literatur keagamaan. Setelah itu ia pergi untuk menuntut
ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shona,
Siwalan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo.
Setelah menimba ilmu di pondok pesantren Sidoarjo,ternyata KH. Hasyim
Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada
KH. Ya’kub yang merupakan kyai di pesantren tersebut. Kyai Ya’kub lambat
laun merasakan kebaikan dan ketulusan KH. Hasyim Asy’ari sehingga
kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya,Khadijah. Tepat pada usia 21
tahun.
Setelah menikah, KH. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera
melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertuanya
menganjurkannya untuk menuntut ilmu di Makkah.2
2. Silsilah KH. Hasyim Asy’ari
Sebagaimana ditulis oleh M. Ishom Hadzik yang merupakan ahli
waris almarhum KH. Hasyim Asy’ari di dalam bukunya yang berjudul
“Mengenal KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Pesantren Tebuireng”
sebagai berikut: KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada hari Selasa Kliwon
24 Dzulqoidah 1287 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871
Masehi di kediaman Kyai Utsman di lingkungan Pondok Pesantren
Gedang Jombang dari pasangan Kyai Asy’ari dan Nyai Halimah.
Ayahandanya bernama Asy’ari yang berasal dari Demak
(Semarang) dan dikenal sudah lama menjadi santri di Gedang, acapkali
pula ia disuruh Kyainya (Utsman) menyelesaikan pekerjaan dan soalsoal
yang penting. Berkat kecakapan, kerajinan dan kesungguhannya dalam
melaksanakan perintah dan menuntut ilmu, ia lebih dekat dengan
kyainya.1 Hasyim pada waktu kecilnya tumbuh di bawah asuhan ayah ibu
dan kakek neneknya di Gedang. Mereka tidak hanya mencurahkan kasih
sayang, tetapi juga memperkenalkan kitab suci Al-Qur’an, budi pekerti
yang luhur serta menanamkan jiwa kepem- impinan dan semangat
berjuang. Sejak kecil Hasyim menunjukkan jiwa dan watak yang santun
tetapi tegas, maka tak heran jika Hasyim tampak menonjol di antara
teman-teman sebayanya.
Menjelang usia 6 tahun Hasyim diajak ayahnya ke desa Keras, 10
kilometer dari arah selatan Jombang. Di tempat inilah Hasyim mulai
mendapat didikan dari ayahnya mengembangkan ilmu dengan
membangun masjid dan pondok pesantren, di tempat ini jugalah Hasyim
dididik lebih intensif mengenal dasar-dasar ilmu agama hingga berusia 13
tahun. Melalui didikan kakek dan ayahnya, pada saat kecil Hasyim sudah

2
M. Ishom Hadzik, Mengenal KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Pesantren Tebuireng, (Jombang:
2009 tnp,), hlm. 3
mulai meresapi nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di tengah pondok
pesantren. Di situlah Hasyim diperkenalkan nilai-nilai sosial budaya yang
berorientasi pada kehidupan ukhrāwī.3
3. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari
Sebagai seorang intelektual, KH Hasyim Asy’ari telah
menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban,
diantaranya adalah sejumlah literatur keagamaan dan sosial. Karya-karya tulis
KH. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah sebagai berikut:
1) Adāb al-‘Ālim wa al-Muta’allim,
Menjelaskan tentang pelbagai hal yang berkaitan dengan etika orang
yang menuntut ilmu dan seorang guru.
2) Ziyādāt Ta’liqāt,
Menjelaskan tentang sebuah tanggapan atas pendapat Syaikh
Abdullah bin Yasin Pasuruan yang berbeda pendapat tentang NU.
3) Al-Tanbīhāt al-Wājibāt Liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarāt,
Menjelaskan tentang orangorang yang mengadakan perayaan maulid
nabi dengan kemungkaran.
4) Al-Risālah al-Jāmi’ah,
Menjelaskan tentang keadaan orang yang meninggal dunia, tanda-
tanda kiamat, serta ulasan tentang sunnah dan bid’ah.
5) Al-Nūr al-Mubīn fī Mahabbah Sayyid al-Mursalīn,
Menjelaskan tentang cinta kepada Rasul dan hal-hal yang
berhubungan dengannya, menjadi pengikutnya dan menghidupkan tradisinya.
6) Al-Durar al-Muntasyirah fī al- Masāil al-Tis’a ’Asyarah,
Menjelaskan tentang persoalan tarekat, wali, dan hal-ha; penting
lainnya yang terkait dengan keduanya atau pengikut tarekat.4

3
Syihabuddin Raso. Mudah Kiprah dan KisahSukses, (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 27
4
M. Ishom Hadzik, Mengenal KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Pesantren Tebuireng, hlm. 6
2.2 Karakteristik Dan Kontribusi Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim
Asy’Ari
Tentang pemikiran pendidikan KH. Hasyim seperti tertuang dalam
bukunya Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’allim, sebenarnya sudah banyak
mendapat perhatian. Kitab yang terdiri atas delapan bab, secara garis besar
dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian penting, menyangkut (1)
siginifikansi pendidikan, (2) tanggung jawab dan tugas murid, serta (3)
tanggung jawab dan tugas guru, menurut ZuhairiMisrawi, merupakan
resume dari tiga kitab: Adâb al-Mu’allim Ibn Sahnun (w. 871 M), Ta’lîm al-
Muta’allim fî ÙarÊqât al-Ta’allum al-Zarnuji (w. 1222 M), dan Tadhkirâh
al-Syâm’i wa al-Mutakallim fî Adâb al-‘Âlim wa al- Mutakallim Ibnu
Jamaah (w. 1333 M).63 Menggunakan tipologi Langgulung, Suwendi
mengelompokkan corak pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari ke dalam
pemikir pendidikan independen.64 Tidak dijelaskan apa yang dimaksud
dengan istilah itu.
Yang dapat diketahui, sosok Hasyim boleh dikatakan mewakili
sedikit ulama yang berada di luar golongan ulama kebanyakan yang
dikatakan Watt sebagaiantimodernitas,65 tetapi sikap progresifnya dalam
menerima pembaruan tidak seperti koleganya dari kalangan reformis yang
cenderung menerima mentah-mentah gagasan dan unsur-unsur baru dari
luar, melainkan murni difokuskan pada persoalan pendidikan Islam, dengan
tetap berpegang teguh pada kedua sumber aslinya Al-Qur’an dan Hadis.
Sebagai pemikir bebas, Hasyim Asy’ari bisa jadi mewakili sedikit dari apa
yang disinyalir Watt golongan ulama yang terbuka terhadap pembaruan.
Karena itu bukan hal yang mengejutkan kalau dalam pemikiran
pendidikannya masih ditemukan adanya kekhasan, yaitu kuatnya pengaruh
mazhab serta warna sufistik sebagai cerminan pengaruh pemikiran tasawuf
(Al- Ghazali) di dalamnya5.

5
Suwendi , Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: 2004, PT. Raja Grafindo Persada)
hlm.146.
Dengan membaca Adâb al-‘Âlim wa al-Muta’allim, kesan seperti itu
pada pemikiran pendidikan Hasyim Asy’ari memang tidaklah sulit
diperoleh. Hal itu dikarenakan kuatnya anggapan Hasyim yang perjalanan
mistik, lewat mana seorang murid (sâlik) harus melewati sejumlah maqâmât
(stasion), dengan guru bertindak sebagai pembimbing moral intelektual
spiritual, guna mencapai hasil yangm diinginkan, harus selalu menjaga diri
agar tetap dalam kondisi serba bersih-suci jasmani rahani dan akhlaqi. Itulah
sebabnya, kepada mereka yang terlibat di dalamnya ditekankan perlunya
membekali diri dengan seperangkat nilai-nilai adab (etika),6 sebagai
pegangan normatif dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan,
yaitu terbentuknya generasi muslim yang taqwa Dimaksud adab (etika) oleh
Hasyim adalah seperangkat nilai-nilai dan norma-norma dasar
bersumberkan ajaran agama yang menjadi pegangan dalam menata
hubungan sosial-fungsional antara murid dan guru, menyangkut amal
qalbiyah (hati), badaniyah (badan), qauliyah (ucapan), dan fi’liyah
(perbuatan).69 Dan tak diragukan lagi, semua itu perlu terus ditekankan dan
dijaga kelestariannya, terlebih lagi bagi murid dan guru dalam menghadapi
situasi yang penuh dengan berbagai macam tantangan di tengah masyarakat
yang sedang berubah.
2.3 konsep pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’Ari
Sebelum berbicara mengenai konsep pendidikan, tentunya adanya
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pemikiran pendidikan yang
diutarakan oleh KH. Hasyim Asy’Ari. Diantaranya adalah:
1. Pengalaman Tradisi Pendidikan
Dalam tradisi yang sedang berlagsung, biasanya terjadi perubahan
pola pikir mengenai pendidikan tersebut, seperti jatuhnya Baghdad oleh
kaum Mongol hingga masa-masa belakangan, yang kurang menjanjikan
terhadap peradaban Islam.7 Seperti yang terjadi pada pendidikan Islam pada

6
Ibid, 23.
7
Ibid, 133.
masa KH. Hasyim Asy’Ari yang tengah dijajah oleh kaum Belanda
membuat kaum Islam ingin terus mengokohkan keIslamannya.

2. Wacana Keagamaan
Pada wacana keagamaan ini, terjadi gejolak dalam intelektual,
yang mana persoaalan pendidikan dipahami sebagai sesuatu yang lain dari
kerangka keagamaan.8
3. Disilin Pendidikan
Disiplin pendidikan merupakan bagian ilmu pengetahuan yang
kurang memiliki rantai yang bertautan dalam proses sejarahnya jika
dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain, seperti ulum al quran, ulum
al hadis, dan fiqih.9
Dari beberapa faktor yang sudah dijelaskan tersebut tentunya
menjadi sebuah latar belakang yang sangat berhubungan terhadap
lemahnya pendidikan Islam pada masa ke masa.
Adapun konsep pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’Ari, sangat
bertitik kepada akhlak (pendidikan karakter) dalam proses belajar
mengajar. Sesuai dalam kitab beliau yaitu adab al-‘alim wa al-muta’allim,
yaitu membedakan akhlak dari dua sisi, yaitu:
1. Hubungan terhadap Allah
Dalam kebersihan jiwa ini, beliau menganjurkan bagi seorang
pendidik maupun peserta didik untuk memantapkan hatinya dalam proses
belajar mengajar, diantaranya adalah: membangun niat belajar, tetap sabar
dalam mencari ilmu, bersikap wara’, tawaddu’, qana’ah, dan lain
sebagainya.
2. Hubungan Terhadap Diri Sendiri dan Sesama Manuasia
Yang dimaksud disini adalah bagaimana seorang pendidik maupun
peserta didik untuk memiliki kehatia-hatian serta memiliki hubungan yang
baik terhadap sesama, maupun terhadap diri kita sendiri, diantaranya

8
Ibid, 134.
9
Ibid,
adalah: Bagaimana cara membagi waktu, mengatur pola makan,
mengurangi tidur, tidak mau bertanya jika tidak mengerti, dan
lainsebagainya.
Konsep belajar tersebut juga mengajarkan kita bagaimana
memperoleh ilmu yang baik dan benar agar diridhoi oleh Allah SWT.
Sehinga kita memiliki hubungan yang kuat antara sang Pencipta dan antara
sesama manusia.
2.4 Tujuan Pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’Ari
KH. Hasyim Ashari mendirikan pesantren ia berkata:

“Menyebarkan agama Islam berarti meningkatkan kualitas kehidupan


manusia. Jika manusia sudah mendapatkan kehidupan yang baik, apalagi yang
harus ditingkatkan dari mereka? Lagi pula menalankan jihad berarti
menghadapi kesulitan dan mau bekorban, sebagaimana yang telah dilakukan
Rasul kita dalam perjuangannya”.10

Tujuan pendidikan itu tidak hanya dilakukan oleh KH. Hasyim Ashari,
tetapi semangat itu diwariskan kepada para santrinya, salah satunya Kyai As’ad
Syamsul Arifin. Saat itu KH.Hasan Basri Lc, pengurus teras Pesantren
Sukorejo, membacakan wasiat pendiri NU, KH. Hasyim Ashari, yang juga
guru kiai As’ad “kamu As’ad, supaya banyak mencetak kader-kader fuqaha’ di
akhir zaman”11.

KH. Hasyim Ashari sudah memikirkan tentang perlunya pendidikan bagi


perempaan dikalangan Nahdliyin pada saat Indonesia belum merdeka, sekitar
1930-an. Saat itu, pemikiran begitu dianggap sesat, malah, Hasyim ditentang
kyai-kyai besar seperti kyai dan Pasuruan, KH. M. Yasin. Dulu perempuan
mendapat pendidikan itu makruh, makruh mendekati haram. Tapi Hasyim maju
terus, tak peduli kritik, karena dia yakin argumentasi didasarkan juga pada ilmu
agama12.

10
Latifatul Khuluq, Fajar Kebangkitan Ulama, (Yogyakarta: 2000, Lkis) hlm.37-38
11
Ashori Karni, Studi Paling Inspiratif Indonesia, (Bandung: 2010, Mizan Pustaka) hlm. 253
12
Windu Budi, Sebelas Tokoh Paling Inspiratif Indonesia, (Jakarta: 2010, Mizan) hlm. 21
Dasar Pendidikan Islam

Dalam memberikan pembelajaran, KH Hasyim Ashari


menggunakan ayat-ayat Al Qur’an secara langsung. Hal ini terdapat dalam
kitab Adab Allim wa Muatallim. KH. Hasyim Ashari yang memaparkan
tingginya penuntut ilmu dan ulama dengan menggunakan Surat Al
Mujadalahyang berbunyi:

ُ ‫ِس َفا ْف َسح ُْوا َي ْف َس ِح هّٰللا ُ لَ ُك ۚ ْم َوا َِذا قِ ْي َل ا ْن‬


‫ش ُز ْوا‬ ِ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا ا َِذا قِ ْي َل لَ ُك ْم َت َف َّسح ُْوا فِى ْال َم ٰجل‬
ٌ‫ت َوهّٰللا ُ ِب َما َتعْ َملُ ْو َن َخ ِبيْر‬ ٍ ۗ ‫ش ُز ْوا َيرْ َف ِع هّٰللا ُ الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا ِم ْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذي َْن ا ُ ْو ُتوا ْالع ِْل َم د ََر ٰج‬
ُ ‫َفا ْن‬

“hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu ‘berlapang-


lapanglah dalam majlis’, lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: ‘berdirilah kamu, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(QS.58:11).13

KH. Hasyim Asyari memaparkan ayat-ayat tersebut dalam kajian


kitabnya. Kelebihan ayat Al Qur’an adalah sebgai dasar yang paling kuat
sehingga tidak ada lagi keraguan dalam diri santrinya.

Materi Pendidikan Islam

KH. Hasyim Ashari dapat dipandang sebagai pemburu di kalangan


ulama tradisonalis. Pesantren Tebuireng mungkin dapat dipandang sebagai
pesantren untuk pengajaran tingkat tinggi, khususnya mengingat banyak
murid datang ke pesantren ini setelah menguasai berbagai cabang ilmu
pengetahuan di pasentren lain. Kiai Abdul Wahab Hasbullah, misalanya,
belajar di Pesantren Tebuireng setelah menyelesaikan pelajarannya di
pesantren Kiai Khailil. Kiai Chudlori (1912-1977), pendirii Pesantren
Tegalrejo (Magelang), pernah belajar di Pesantren Tebuireng selama lima
13
Al Quran, 58:11
tahun dengan mengkhususkan diri mempelajari berbagai buku seperti
ajjurumiyyah karya Ibn Ajurrum, al imritti karya Sharaf bin Yahya al
Anshari al Tmrlthl, izzi karya ‘Izzi ad-Din Ibrahim az-Zanjani, Maqshud
(karya anonim yang kadang-kadang dianggap kadang-kadang dianggap
sebagai karya Abu Hanifah), Qawa’id al I’rab karya Ibn Hisham dan
Alfiyah karya Ibn Malik.14

KH. Hasyim Ashari juga mengutus asisten-asisten pengajar beliau,


yang biasanya maish keluarga dekat. Untuk tugas belajar ke pesantren-
pesantren lain untuk meningkatkan ilmu pengetahuan mereka. Abdul
Wahid putra beliau dan Ilyas sepupu beliau. Contohnya dikirim ke
Pesantren Siwalan Panji untuk belajar tasawuf, fiqh, dan tafsir Al Quran
selama dua tahun. KH, Hasyim Ashari juga melatih Abdul Wahid sebagai
asisten pribadi beliau, mengirim dia ke berbagai pesantren sebelum
melanjutkan belajarnya ke Mekkahpada 1932 selama tiga tahun untuk
belajar dan beribadah.

Melalui proses konsultasi dengan asisten-asisten pengajar beliau,


KH. Hasyim Ashari yang mempunyai pemikiran terbuka, setuju dengan
beberapa perubahan di pesantren. Kiai Masum menantu beliau, contohnya
memperkenalkan sistem madrasah di pesantren pada 1916 seizin KH.
Hasyim Asyri. Kiai Ma’sumjuga telah menulis buku tentang nahwu dan
matematika. Meskipun demikian, pembaruan tidak menghilangkan metode
pengajaran tradisional semacam halaqa dan sorongan yang masih tetap
digunakan.

Kiai Mas’um menjadi kepala madrasah yang berdiri sendiri yang


terdiri dari enam tingkatan yaitu kelas persiapan selama setahun dan lima
program madrasah. Sistem ini untuk menanggulangi salah satu kelemahan
sistem tradisional yang tidak bisa mengontrol kehadiran siswa dengan
baik. Dalam kelas persiapaan siswa diberi pelajaran bahasa Arab secara

14
Zuhari Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan dan Kebangsaan,
(Jakarta: 2010, Kompas Media Nusantra), hlm. 43
intensif sebagai dasar yang pentinguntuk belajar ditingkat lanjutan.
Kurikulum madrasah ini sampai tahun 1919 terdiri hanya mengajarkan
pelajaran agama, setelah itu pelajaran matematika dan geografi diberikan.

Perubahan juga dimotorioleh keponakan KH. Hasyim Ashari, Kiai


Ilyas yang dimulai dengan memberikan bahasa Belanda dan pelajaran
sejarah mualai tahun 1926. Sejak 1929 pesantren mulai berlangganan
berbagai surat kabar berbahasa Melayu agar dibaca oleh santri, suara
pembaruan yang masih kontroversial ketika itu karena bahasa Melayu
yang ditulis dengan huruf latin masih merupakan asing bagi masyarakat
Jawa. Di madrasah Kiai Ilyas mengajar bahasa Melayu (Indonesia),
geografi, dan sejarah Indonesia.

KH. Hasyim Ashari sendiri tidak akan setuju dengan pembaruan


yang dilaksanakan oleh para pemabantu beliau apabila dianggap akan
berakibat buruk terhadap pesantren. Sebagai contoh, beliau menolak
rencana penggantian sistem pengajaran bandongan dengan sistem tutorial
yang sistematis diajukan oleh putra beliau A.Wahid setelah kemabli dari
Mekkah pada tahun 1933. Beliau menolak rencana ini dengan
pertimbangan bahwa pembaruan ini bisa menyebabkan keresahan di
kalangan guru.

Akan tetapi KH. Hasyim Ashari menerima beberapa perubahan


pada madrasah yang diberi nama baru dengan Madrasah Nizhamiyah pada
1934. Masa belajar di madrasah ini ditambah menjadi 6 enam tahun sebab
pelajaran non-agama lebih banyak dimasukkan dalam kurikulum yang
merupakan 70% dari seluruh mata pelajaran yang ada. Bahasa Inggrisjuga
diajakan dengan lebih intensif. Wahid Hasyim juga mendirikan
perpustakaan yang kemudian memiliki 1000 judul buku. Fenomena
tersebut dapat disimpulakn bahwa KH. Hasyim Ashari berusaha dapat
menyesuaikan pesantren Tebuireng dengan tuntunan zaman modern,
sembari menjaga tradisi masa lampauyang masih baik. Beliau adalh
seorang pemimpin yang pragmatis.15

2.5 Metode Pendidikan Menurut KH. Hasyim Asy’Ari

Berikut adalah gambaran metode pengajaran yang digunakna kH.


Hasyim Ashari:

Di beranda (masjid) ini, ini para murid tingkat atas belajar langsung
dan guru-guru mereka, termasuk KH. Hasyim Ashari. Disana yang terakhir
ini duduk mengajar kadang-kadang sampai malam. Biasanyaa beliau
mengajar selama satu jam sebelum dan sesudah sholat lima waktu. Beliau
duduk diatas kasur yang dilapisi dengan sajadah atau kulit kambing dan
disamping itu ada buku-buku yang diperlukan untuk mengajar. Kadang kala
kita menemukan dua ataua tiga bantal yang diletakkan dibelakang
punggugnya, khhusunya ketika beliau sedang tidak sehat. Pengajaran
biasanya mengenai fiqh , hadist, dan tafsir yang sangat menarik, yang tidak
hanya sangat fasih tetapi juga penerjemahan dan penjelasan yang diberikan
sangat tepat dan jelassehingga para murid yang mengikuti pengajian dapat
dengan mudah menerimanya. Contoh yang diberikan sebagai penjelasan dari
ayat mengandung pelajaran yang berguna bagi kehidupan manusia dan
memperkuat keimanan mereka dan menolong mereka untuk mengerjakan
kebaikan. Umumnya penjelasan dan pengajaran yang diberikan menunjukkan
keluasan ilmu dan pengalaman beliau dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan yang jarang dimiliki oleh ulama lain.16

Sebagaimana yang dijelaskan bahwa sistem pendidikan yang


diinisiasikan oleh Kiai Hasyim adalah sistem pengajaran sorongan atau
bandongan dan hafalan. Sistem tersebut mengacu pada kitab yang diajarkan.17

15
Ibid., hlm. 43-49
16
Ibid.,49
17
Ibid, 66
2.6 Perbandingan Pemikiran KH. Hasyim Asy’Ari Dengan Beberapa
Pemikir Kependidikan Lain
Dalam dunia pendidikan, banyak sekali terjadi persamaan dan
perbedaan pendapat khususnya dalam hal konsep pendidikan. Dalam pemikiran
pendidikan, K.H. Hasyim Asy’ari lebih fokus kepada persoalan-persoalan etika
dalam mencari dan menyebarkan ilmu. Beliau berpendapat bahwa seseorang
yang akan mencari ilmu pengetahuan atau menyebarkan ilmu pengetahuan,
yang pertama harus ada pada diri mereka adalah semata-mata untuk mencari
ridho Allah swt.
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan
umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis
adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala
prioritas utama dalam proses pembangunan umat, diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama,
berwawasan luas dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang
untuk kemajuan masyarakatnya.
Sedangkan Pemikiran pendidikan Ibn Miskawaih tidak dapat dilepaskan
dari konsepnya tentang manusia dan akhlaq. Untuk kedua masalah ini dapat
dikemukakan sebagai berikut. Dalam konsep tentang manusia, sebagaimana
para filosof lainnya, Ibn Miskawaih memandang manusia sebagai mahluk yang
memiliki macam-macam daya. Menurutnya dalam diri manusia ada tiga daya
yaitu: (1) Daya nafsu sebagai daya terendah, (2) Daya berani sebagai daya
pertengahan (3) Daya berfikir sebagai daya tertinggi. Ketiga daya ini
merupakan unsur rohani manusia yang asal kejadiannya berbeda.

Sedangkan konsep Akhlaq menurut Ibnu Miskawaih ialah suatu sikap


mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan
pertimbangan. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur,
yakni unsur watak naluriah dan unsur kebiasaan dan latihan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan yang sudah dijelaskan, dapat kita
simpulkan bahwa pemikiran pendidikan menurut KH Hasyim Asy’Ari
adalah lebih ditekankan kepada akhlah (etika) antara pendidik dan peserta
didik dalam proses belajar mengajar, sesuai dengan kitab karangan beliau
adab ‘alim wa al-muta’allim. Sedangkan dalam pencarian ilmu sendiri lebih
ditekankan kepada usaha (tirakat) dalam perolehan ilmu itu sendiri di sebuah
pesantrem-pesantren.
3.2 Saran
Saran terhadap pendidikan di Indonesia sebaiknya juga tidak boleh
melupakan sistem mencari ilmu dalam menempuh pendidikan secara
tradisional seperti yang sudah di utarakan oleh salah satu pemikir bersejarah
di Indonesia, yakni KH Hasyim Asy’Ari.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai