Anda di halaman 1dari 11

makalah studi tokoh pendidikan islam "Kh.

Hasyim asyari"
pendiri NU
MAKALAH

PEMIKIRAN PENDIDIKAN
MENURUT K.H. HASYIM ASYARI
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata-Kuliah : Studi Tokoh Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Moch. Iskarim, M.S.I

Oleh:
Kukuh Dwi Atmono 2021 111 323
Inafa Atina 2021 111 380
Puput Suci Pamungkas 2021 112 002
Kelas F

PROGRAM STUDI PAI


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Berbicara soal pendidikan di Indonesia, perlu melihat sejarah pendidikan di Indonesia


sendiri, sejak awal adanya kegiatan kependidikan hingga pada masa untuk mengembangkan dan
memajukan pendidikan. Orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan, maka tentu tidak
terlepas dari pola pandangan mereka dalam bidang tersebut. Kaitannya, demi mengembangkan
dan memajukan kualitas maupun orientasi pendidikan di Indonesia, kita juga perlu memiliki
prinsip dalam mengelola sub-sub sistem pendidikan di dalamnya. Walau bagaimanapun, prinsip
tersebut tidak serta merta sepenuhnya muncul dalam pandangan seseorang saja, akan tetapi kita
perlu mengumpulkan, memandang, dan menganalisis beberapa pandangan para tokoh
pendidikan, agar tercapai atau mendekati kesempurnaan.
Banyak pemikiran para tokoh pendidikan di dunia, bahkan dari Indonesia sendiri, yang
menjadi acuan bagi para praktisi pendidikan di Indonesia, baik pendidikan di bidang umum
maupun agama, khususnya agama Islam. Salah satu dari beberapa tokoh agama Islam yang
terkemuka di Indonesia ialah K.H. Hasyim Asyari, yang mana pemikirannya tentang pendidikan
menjadi pandangan banyak pendidik di Indonesia.
Kyai Hasyim sendiri juga seorang pendidik profesional yang terkenal dengan ilmunya,
kharismanya, dan lembaga pendidikan Islam yang didirikannya, Pesantren Tebuireng, Jawa
Timur. Dari pemikirannya yang tertulis dalam kitab karangannya berjudul Adab al-Alim wa al-
Mutaallim fima Yahtaj Ila al-Mutaalim fi Ahuwal Taallum wa ma Yataqaff al-Muallim fi
Maqamat Talimi, berisi tentang konsep pendidikan yang banyak ditekankan pada etika dalam
pendidikan. Ini sekaligus menjadi nasihat dari beliau kepada orang-orang yang berhubungan
dengan pendidikan.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang biografi beliau, aktivitas beliau dalam dunia
pendidikan, dan pemikirannya tentang pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi K.H. Hasyim Asyari


Hadratussyaikh Hasyim Asyari, adalah seorang ulama Jawa yang menjadi panutan
banyak dari para kyai di Indonesia. Beliau lahir di desa Gedang, sekitar dua kilometer sebelah
timur Jombang, pada tanggal 24 Dzul Qadah 1287 H, bertepatan pada tanggal 14 Pebruari 1871.
Nama asli yang diberikan oleh orang tua beliau adalah Muhammad Hasyim, sedangkan ayahnya
bernama Asyari dan ibunya bernama Halimah. Dipercayai bahwa mereka adalah keturunan raja
Muslim Jawa, Jaka Tingkir, dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI, juga dipercayai merupakan
keturunan bangsawan.
Ayah beliau adalah seorang kyai pendiri Pesantren Keras di Jombang, sementara
kakeknya, kyai Utsman[1] adalah kyai terkenal pendiri Pesantren Gedang, sementara
moyangnya, kyai Sihah adalah pendiri Pesantren Tambakberas Jombang. Sahingga wajar saja
apabila K.H. Hasyim Asyari menyerap lingkungan agama dari lingkungan pesantren
keluarganya dan mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam yang luas.[2]
K.H. Hasyim Asyari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, bersama K.H. Wahab
Hasbullah dan K.H. Bisri Syansuri, yang didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344,
bertepatan tanggal 31 Januari 1926. Organisasi NU bermaksud untuk mempertahankan praktik
keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimabangi gencarnya ekspansi
pembaruan Islam. NU sendiri memberikan perhatian besar bagi pendidikan, khususnya
pendidikan tradisional yang harus dipertahankan keberadaannya. Kemudian NU mendirikan
madrasah-madarasah dengan model Barat.
Dalam hidupnya, beliau juga ikut berperan penting dalam bidang politik nasional. Di
samping itu, beliau menjadi salah satu motivator para pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir
pendudukan kolonial di tanah air, untuk meraih kemerdekaan. Akhir hayatnya, K.H. Hasyim
Asyari wafat pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H, bertepatan tanggal 25 Juli 1947, disebabkan
tekanan darah tinggi.[3]

B. Aktivitas Kependidikan K.H. Hasyim Asyari


Riwayat pendidikan K.H. Hasyim Asyari mungkin dapat digambarkan dengan kata-kata
sederhana, dari pesantren kembali ke pesantren. Beliau dibesarkan di lingkungan pesantren,
diasuh dan dididik langsung oleh orang tua dan kakeknya di Pesantren Gedang, di bawah
bimbingan orang tuanya sampai berusia 13 tahun. Ketika itu, beliau sudah berani menjadi guru
pengganti di pesantren ayahnya dengan mengajar murid-murid yang tidak jarang lebih tua dari
usia beliau sendiri. Pada usia 15 tahun, K.H. Hasyim Asyari mulai mengembara ke berbagai
pesantren di Jawa dan Madura untuk mencari ilmu pengetahuan keagamaan, di antaranya yaitu
Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis,
Pesantren Kademangan (Bangkalan, Madura), dan Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo).
Tradisi bahwa masing-masing pesantren memiliki spesialisasi dalam ilmu agama,
menjadikan para santri menerima pengajaran dari berbagai ahli agama dengan jalan berkelana ke
pesantren yang berbeda-beda untuk mencari ilmu. Hal ini memberi kesempatan pada K.H.
Hasyim Asyari untuk belajar tatabahasa dan sastra Arab, fiqih, dan sufisme dari Kyai
Khalil[4] dari Bangkalan, selama tiga tahun, sebelum memfokuskan diri dalam bidang fiqih
selama dua tahun di bawah bimbingan Kyai Yaqub di Pesantren Siwalan Panji. Pada akhir
perjalanan mencari ilmunya, K.H. Hasyim Asyari telah mahir dalam tauhid, fiqih, bahasa Arab,
tafsir dan hadits.[5]
Kemudian beliau ke Mekkah selama tujuh tahun melakukan ibadah haji dan belajar di
lingkungan seperti pesantren yaitu Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi. Beliau juga sempat
mengajar di Mekkah, yang menjadi sebuah awal karier pengajaran yang kemudian diteruskan
ketika kembali ke tanah air pada 1900. Setelah tujuh tahun di Mekkah beliau kembali ke
Nusantara. Di rumah, pertama beliau mengajar di pesantren ayah dan kakeknya, kemudian,
antara 1903-1906, mengajar di kediaman mertuanya, Kemuring (Kediri).[6]
Setelah dirasa cukup, pada tahun 1899 Hasyim mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng,
yang terletak 2 km dari pesantren milik ayahnya. Kyai Hasyim menghabiskan sebagian besar
waktunya mengajar para santri di pesantren. Bahkan mengatur kegiatan-kegiatan politik dari
pesantren.
Modal awal, selain tekad dan sikap istiqomah, Hasyim ditemani oleh 8 santri dari
pesantren ayahnya. Buahnyapun ada, dalam tempo 3 bulan, santrinya menjadi 28 orang. Dan ini
terus bertambah dan berkembang karena ilmu yang dimilikinya, menjadi ratusan bahkan ribuan
santri. Selain dibantu oleh para santri senior, Kyai Hasyim turun sendiri mengajar para santri.
Dan dalam mengajar, beliau punya disiplin yang tinggi.[7]
Banyak murid yang memperoleh pengetahuan dasar agamanya di pesantren-pesantren
yang lain, kemudian mendaftar di Pesantren Tebuireng untuk melanjutkan pendidikannya di
bawah pimpinan Kyai Hasyim. Mereka tertarik dengan pendekatan pedagogiknya, sebuah teknik
yang diperoleh dari berbagai ulama di Indonesia dan Hijaz. Kutipan berikut menggambarkan
metode mengajar Kyai Hasyim Asyari:
In this verandah (of the mosque), student who were at the advanced level of study learnt directly
from their lecturers, including K.H. Hasyim Asyari. There, the latter ..... sat teaching until night
sometimes. Usually he taught for an hour before and one after the five daily prayers. He sat on a
sofa which was covered with a plaited mat or a lambs skin, and beside him there were books
which were needed for the lesson. Sometimes we found two to three pillows which he propped
behind his back, especially if he did not feel well ..... the teaching was usually
about fiqh, hadith and tafsir which were very interesting, not only because his reading was fluent
(fasih) but also [because] the translation and description of the words was correct and clear so
that the students, who followed the teaching (pengajian), were able to absorb them easily. The
examples which were given as explanations to parts of verses usually contained useful insights
into human life and were made to strengthen the faith of students and to encourage them to
perform good deeds (amal). Generally, the descriptions and explanation indicated the breadth of
his knowledge and experience in many branches of knowledge rarely mastered by other
ulama.[8]
K.H. Hasyim Asyari adalah orang yang berani dan konsisten memperjuangkan ilmu-
ilmu umum agar dimasukkan ke dalam sistem pendidikan di Pesantren Tebuireng yang di
kemudian hari banyak ditiru di pesantren lain. K.H. Hasyim Asyari juga menerapkan sistem
madrasah ke dalam sistem pesantren dan memperkenalkan sistem musyawarah dalam sistem
pendidikan pesantren.[9] Sebagaimana kutipan dalam buku lain:
K.H. Hasyim Asyari was a master of the Quran and hadith, knowledge that was regarded as a
new field in the pesantrens. So, by providing instructions in these two subjects, K.H. Hasyim
Asyari can be regarded as an innovator and reformer within the traditionalist Indonesian
scholars.[10]
Kyai Hasyim adalah sosok terkemuka, sejak Pesantren Tebuireng yang dipimpinnya telah
meluluskan kyai-kyai terkenal di Indonesia, seperti Kyai Wahab Hasbullah, Kyai Manaf Abdul
Karim, pendiri Pesantren Lirboyo, Kyai Abbas, pendiri Pesantren Buntet, Kyai Asad Syamsul
Arifin, pendiri Pesantren Sukorejo, Kyai Bisri Syansuri pendiri Pesantren Denanyar, dan
sebagainya. Ada juga yang berperan dalam bidang politik, seperti Kyai Masykur yang menjadi
Menteri Agama, dan Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama pada era Demokrasi Terpimpin.

C. Pemikiran K.H. Hasyim Asyari mengenai Pendidikan


Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asyari yang berbicara tentang pendidikan
adalah kitab Adab al-Alim wa al-Mutaallim fima Yahtaj Ila al-Mutaalim fi Ahuwal Taallum
wa ma Yataqaff al-Muallim fi Maqamat Talimi. Sebagaimana umumnya kitab kuning,
pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika.
Namun demikian, karya tersebut tidak berarti menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya.
Karyanya ini merujuk pada kitab-kitab yang ditelaahnya dari berbagai ilmu yang diterima dari
para gurunya ditambah dengan berbagai pengalaman yang pernah dijalaninya.
Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu (1) Keutamaan ilmu dan ilmuan serta
keutamaan belajar mengajar, (2) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, (3) Etika
murid terhadap guru, (4) Etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani
bersama guru, (5) Etika yang harus dipesomani seorang guru, (6) Etika guru ketika dan akan
mengajar, (7) Etika guru terhadap murid-muridnya, dan (8) Etika terhadap buku, alat untuk
memperoleh pembelajaran, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dari delapan bab tersebut
dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu (1) Signifikansi pendidikan, (2) Tugas dan
tanggung jawab seorang murid, (3) Tugas dan tanggung jawab seorang guru, (4) Etika terhadap
buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya.[11]
Dalam makalah ini akan dibahas konsep pendidikan beliau meliputi tujuan pendidikan,
konsep pendidik, dan konsep peserta didik.

1. Tujuan Pendidikan
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, pertama bagi murid,
hendaknya ia berniat suci menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan
jangan melecehkan atau menyepelekan. Kedua, bagi guru, dalam mengajarkan ilmu hendaknya
ia meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata.
K.H. Hasyim Asyari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah
mengamalkannya. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya adalah pada pengertian
bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang
untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan
kebodohan.[12]
2. Konsep Pendidik
Dalam kitab karangan K.H. Hasyim Asyari yang disebut di atas, disebutkan tentang
tugas dan tanggung jawab seorang pendidik antara lain:
a. Etika yang dipedomani seorang guru
1) Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.
2) Senantiasa takut kepada Allah.
3) Senantiasa bersikap tenang dan berhati-hati.
4) Senantiasa tawadhu, mengadukan persoalannya kepada Allah.
5) Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawian semata.
6) Tidak selalu memanjakan anak didik.
7) Berlaku zuhud dalam kehidupan dunia.
8) Menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah.
9) Mengamalkan sunah Nabi.
10) Mengistiqamahkan membaca Al-Quran.
11) Bersikap ramah, ceria, dan suka menaburkan salam.
12) Membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah.
13) Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu pengetahuan.
14) Tidak menyalahgunakan ilmu dengan cara menyombongkannya.
15) Membiasakan diri menulis, mengarang, dan meringkas.[13]
b. Etika guru ketika dan akan mengajar
1) Mensucikan diri dari hadas dan kotoran.
2) Berpakaian yang sopan dan rapi serta usahakan berbau wangi.
3) Berniatlah beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu kepada anak didik.
4) Sampaikanlah hal-hal yang diajarkan oleh Allah.
5) Biasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan.
6) Berilah salam ketika masuk ke dalam kelas.
7) Sebelum mengajar, mulailah terlebih dahulu dengan berdoa untuk para ahli ilmu yang telah lama
meninggalkan kita.
8) Berpenampilan yang kalem dan jauhi hal-hal yang tidak pantas dipandang mata.
9) Menjauhkan diri dari bergurau dan banyak tertawa.
10) Jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, marah, mengantuk, dan sebagainya.
11) Pada waktu mengajar, hendaklah mengambil tempat duduk yang strategis.
12) Usahakan tampilannya ramah, lemah lembut, jelas, tegas, dan lugas, serta tidak sombong.
13) Dalam mengajar, hendaknya mendahulukan materi-materi yang penting dan sesuaikan dengan
profesi yang dimiliki.
14) Jangan sekali-kali mengajarkan hal-hal yang bersifat syubhat yang bisa membinasakan.
15) Perhatikan masing-masing kemampuan murid dalam mengajar dan tidak terlalu lama,
menciptakan ketenangan dalam belajar.
16) Menasehati dan menegur dengan baik bila terdapat anak didik yang bandel.
17) Bersikaplah terbuka terhadap berbagai macam persoalan-oersoalan yang ditemukan.
18) Berilah kesempatan kepada peserta didik yang datangnya ketinggalan dan ulangi penjelasannya
agar tahu apa yang dimaksud.
19) Dan bila sudah selesai, berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas ataau belum dipahami.[14]
c. Etika guru terhadap murid-muridnya
1) Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syariat Islam.
2) Menghindari ketidakikhlasan dan mengejar keduniawian.
3) Hendaknya selalu melakukan introspeksi diri.
4) Mempergunakan metode yang mudah dipahami murid.
5) Membangkitkan antusias peserta didik dengan memotivasinya.
6) Memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu.
7) Selalu memerhatikan kemampuan peserta didik.
8) Tidak terlalu memunculkan salah seorang peserta didik dan menafikan yang lainnya.
9) Mengarahkan minat peserta didik.
10) Bersikap terbuka dan lapang dada terhadap peserta didik.
11) Membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik.
12) Bila terdapat peserta didik yang berhalangan, hendaknya mencari hal ikhwal kepada teman-
temannya.
13) Tunjukkan sikap arif dan penyayang kepada peserta didik.
14) Tawadhu.[15]
3. Konsep Peserta Didik
Dalam kitab karangan K.H. Hasyim Asyari yang disebut di atas, disebutkan tentang
tugas dan tanggung jawab peserta didik antara lain:
a. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
1) Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian.
2) Membersihkan niat.
3) Tidak menunda-nunda kesempatan belajar.
4) Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan.
5) Pandai mengatur waktu.
6) Menyederhanakan makan dan minum.
7) Bersikap hati-hati (wara).
8) Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan.
9) Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan.
10) Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.[16]
b. Etika murid terhadap guru
1) Hendaknya selalu mendengar dan memperhatikan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru.
2) Memilih guru yang wara di samping professional.
3) Mengikuti jejak-jejak guru.
4) Memuliakan guru.
5) Memerhatikan apa yang menjadi hak guru.
6) Bersabar terhadap kekerasan guru.
7) Berkunjung kepada kepada guru pada tempatnya atau meminta izin terlebih dahulu kalau
keadaan memaksa harus tidak pada tempatnya.
8) Duduklah dengan rapi dan sopan bila berhadapan dengan guru.
9) Berbicaralah dnegan sopan dan lemah lembut.
10) Dengarkan segala fatwanya.
11) Jangan sekali-kali menyela ketika guru sedang menjelaskan.
12) Gunakan anggota yang kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.[17]
c. Etika murid terhadap pelajaran
1) Memerhatikan ilmu yang bersifat fardhu ain untuk dipelajari.
2) Harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ain.
3) Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.
4) Mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar kepada orang-orang yang dipercayainya.
5) Senantiasa menganalisis dan menyimak ilmu.
6) Pancangkan cita-cita yang tinggi.
7) Bergaullah dengan orang yang berilmu lebih tinggi.
8) Ucapkan salam bila sampai dim tempat majlis talim.
9) Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan.
10) Bila kebetulan bersamaan dengan banyak teman, sebaiknya jangan mendahului antrean kalau
tidak mendapatkan izin.
11) Ke mana pun kita pergi dan di mana pun kita berada jangan lupa membawa catatan.
12) Pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan kontinu.
13) Tanamkan rasa semangat dalam belajar.[18]

D. Relevansi Pemikiran K.H. Hasyim Asyari dengan Pendidikan Saat Ini


Relevansi pemikiran K.H. Hasyim Asyari terhadap pendidikan sekarang nampak pada
munculnya berbagai lembaga yang dinaungi panji-panji Islam atau lebih dikenal dengan sebutan
Pondok Pesantren. Pesantren sampai sekarang masih menjadi satu-satunya lembaga yang
diharapkan mampu melahirkan sosok ulama yang berkualitas, dalam arti mendalam pengetahuan
agamanya, agung moralitasnya dan besar dedikasi sosialnya.
Konsep pendidikan oleh K.H. Hasyim tidak hanya berupa teori dan pemikirannya saja,
akan tetapi beliau juga mempraktikkannya langsung dalam aktivitas kependidikannya. Walaupun
pemikiran beliau masih bercorak tradisionalis, tetapi pemikiran K.H. Hasyim Asyari tetap sesuai
dan tepat jika diterapkan dalam pendidikan Islam saat ini, terutama dalam beberapa aspek antara
lain yaitu dalam hal tujuan pendidikan, materi dan dasar yang digunakan yaitu Al-Quan dan Al-
Hadits.
Pemikiran Kyai Hasyim tentang pemaduan antara pesantren yang tradisionalis dengan
model sekolah barat yang lebih moderenis, sebelumnya banyak dikhawatirkan oleh banyak kyai
lain. Namun, beliau konsisten dengan pemikiran yang telah dipertimbangkannya, sebagaimana
slogan NU sebagai berikut:



tetap memelihara hal-hal yang lama yang baik dan mengambil hal-hal yang baru yang lebih
baik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Kyai Hasyim merupakan tokoh yang berusaha
memelihara tradisi turun temurun dari pondok pesantren, juga mengembangkan pendidikan
keilmuan di pondok pesantren. Hingga sekarang, pendidikan Islam berkembang dari model
pesantren tradisional, pesantren moderen, madrasah dan sekolah Islam.
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut K.H. Hasyim Asyari adalah mengamalkan ilmu untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kyai Hasyim juga menyebutkan dalam hal belajar,
bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang
untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan.
Pola pikir Kyai Hasyim yang pragmatis, memadukan antara pendidikan tradisionalis,
yang menekankan pada pendidikan keagamaan, dengan pendidikan modernis, yang berisi
pendidikan umum atau non-keagamaan. Hal tersebut bertujuan mencetak lulusan siswa menjadi
seorang ulama yang intelektual, dan intelek yang islami.
2. Konsep Pendidik
Seorang pendidik yang dipraktikkan oleh Kyai Hasyim sendiri adalah bahwa mereka
harus memiliki ilmu yang mumpuni, memiliki kewibawaan dan keteladanan, tekun, ulet,
bertekad menyebarluaskan ilmu kebenaran demi kebaikan, ikut berbaur dengan lingkungan
masyarakat sekitar dan sesama pendidik, selalu berusaha untuk mengimbangi antara memelihara
tradisi dan tuntutan kemajuan zaman, dan senantiasa mencintai anak didiknya dengan memberi
motivasi, inspirasi dan memeliharanya.
Sedangkan yang dijelaskan oleh beliau dalam kitabnya ialah sebagaimana yang
disebutkan di atas, bahwa pertama, guru harus memiliki kompetensi personal dengan etika yang
harus dipedomani oleh pribadi seorang pendidik. Kedua,memiliki kompetensi pedagogik dan
profesional dengan etika guru dalam mengajar. Ketiga, memiliki kompetensi sosial dengan etika
ketika bersama peserta didiknya.
Dalam mengajar, seorang guru harus memiliki niat yang lurus dan ikhlas dalam mengajar,
tidak mengharapkan meteri semata. Ikhlas di sini adalah bahwa seorang pendidik harus bekerja
dengan profesional, yaitu ahli sesuai dengan bidangnya. Guru harus tegas dan jelas dalam
menyampaikan ilmu, tidak menjadikan bingung dan ragu peserta didiknya, sehingga dapat
memahamkan ilmu bagi mereka.
3. Konsep Peserta Didik
Sebagai peserta pendidik, juga memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap guru,
pelajaran, dan dalam belajarnya. Sama halnya dengan pendidik, peserta didik juga harus
memiliki etika di dalamnya. Dalam menuntut ilmu peserta didik hendaknya berniat suci
menuntut ilmu pengetahuan untuk mengamalkannya, mengembangkan dan melestarikan nilai-
nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan, demi mencari ridha Allah yang
mengantarkan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, jangan sekali-kali berniat
untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekan ilmu dan gurunya.
4. Kurikulum Pendidikan
Pada awal mulanya, mata pelajaran yang di ajarkan oleh Kyai Hasyim adalah
menekankan pada syariat Islam atau ilmu pengetahuan dasar keagamaan Islam, yaitu tauhid,
fiqih dan tafsir. Sedangkan ilmu bahasa yang dipelajari adalah bahasa Arab, dan tulis menulis
Arab. Setelah berkembangnya tuntutan zaman, kurikulum yang sebelumnya ditambahkan
pelajaran Quran dan Hadits, dan bahasa Indonesia dan Melayu, serta bahasa asing Belanda.
Seiring berkembangnya model pesantren tradisional yang dipadukan dengan model
sekolah moderen, mata pelajaran pun ditambah dengan mempelajari baca tulis dengan tulisan
latin, ilmu hitung, ilmu geografi, ilmu sosial.
5. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan
Pada dasarnya tradisionalisme pendidikan Kyai Hasyim Asyari mengindikasikan bahwa
aplikasi pendidikan berkaitan dengan model dalam pembelajaran, lebih berpusat pada subject
matter oriented dengan posisi sentral pada keberadaan seorang guru sebagai subjek yang
menentukan dalam proses belajar mengajar, atau disebut teacher centre learning (pengajaran
berpusat pada guru). Dalam hal ini, sesungguhnya konsep dan aktualisasi pendidikan Kyai
Hasyim Asyari lebih dekat kepada kerangka esensialisme (lebih menitikberatkan pada materi)
dari pada progresifisme (lebih menitikberatkan pada aspek intelektual atau kecerdasan). Selain
itu, pembelajaran pendidikan di pesantren juga menggunakan pendekatan kontekstual dan
pembiasaan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, Kyai Hasyim menggunakan beberapa metode antara
lain dengan cara halaqah, mubahatsah, sorogan, bandongan, danmuthalaah, yang identik
dengan metode ceramah, demonstrasi, tanya jawab, diskusi dan dialog. Dalam mata pelajaran
bahasa Arab, terutama dalam belajar shorof, menggunakan metode hafalan.
6. Evaluasi Pendidikan
Mengenai evaluasi, menurut pemikiran K.H. Hasyim Asyari memang dalam proses
evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun jika diteliti sistem pendidikan islam
sebenarnya proses itu sudah menilai dari segala aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Pemikiran beliau lebih menitikberatkan pada persoalan hati (qolb) sehingga yang menjadi
hal terpenting atau modal dalam menuntut ilmu adalah niat yang tulus dan ikhlas dan
mengaharapkan ridha Allah SWT. Selain itu beliau juga sangat menekankan penanaman akhlak
dan moral terhadap siswa. Jika dikaitkan dengan pendidikan sekarang maka pemikiraan K.H.
Hasyim Asyari berhubungan erat dengan aspek afektif siswa. pada dasarnya pemikiran K.H.
Hasyim Asyari mengenai tujuan atau pun dasar yang digunakan adalah sangat tepat bahkan
sangat sesuai karena menggunakan dasar Al-Quran dan Al-Hadits. Karena dalam Al-Quran dan
Al-Hadits terwujud suatu sistem pendidikan yang komprehensif yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.

BAB III
PENUTUP

Disamping keilmuan, keteladanan dan kewibawaan K.H. Hasyim Asyari, ketekunnan


dan keuletan beliau merupakan kunci kesuksesan dalam usahanya untuk mengembangkan
pendidikan Islam di Indonesia. Menyebarluaskan berita dan risalah dari Nabi Muhammad SAW
yang terus menerus dibawa oleh sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin hingga guru-guru beliau,
merupakan tekad beliau. Kecintaannya dengan tanah air Indonesia yang tipe pendidikannya
identik dengan budaya pesantren tradisional, tidak menghalanginya untuk melakukan
pembaruan, mengambil dan mengkombinasikan sub-sub sistem ke dalamnya, namun tetap
menjaga yang bermanfaat dan maslahat, yang tentunya telah beliau benar-benar dipikirkan
dengan seksama.
Pemikiran pendidikannya yang sedemikian rupa menjadi inspirasi bagi praktisi
pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan Islam. Kitab tentang pendidikan, Adab al-Alim wa
al-Mutaallim fima Yahtaj Ila al-Mutaalim fi Ahuwal Taallum wa ma Yataqaff al-Muallim fi
Maqamat Talimi, buah karyanya dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan untuk sebuah
tuntunan bagi pendidik, peserta didik, dan orang-orang yang lain yang tentu tidak terlepas
dengan unsur pendidikan yang sebenarnya telah melekat di dalam mereka.
Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan bagi siapa saja pendidik yang berniat
mengadopsi pemikiran pendidikan beliau, dapat menerapkannya ke dalam pendidikan umum dan
pendidikan moderen. Hal ini menunjukkan adanya bentuk yang fleksibel pada pendidikan yang
dilakukan oleh Kyai Hasyim. Namun bukan berarti bahwa pemikirannyalah yang paling ideal
untuk diterapkan di berbagai bidang pendidikan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, & Abdullah Aly. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Herry, Mohammad. 2006. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20.Jakarta: Gema Insani.
Khuluq, Lathiful. 2000. Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasyim Asyari. Yogyakarta: LkiS.
Khuluq, Lathiful. 2000. Hasyim Asyari, Religious Thought and Political Activities (1878 1947).
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Kurniawan, Syamsul, & Erwin Mahrus. 2013. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Maguwoharjo:
Ar Ruzz Media.
Maksum. 1999. Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Rifai, Mohammad. 2009. Wahid Hasyim. Yogyakarta: Garasi.

Anda mungkin juga menyukai