Anda di halaman 1dari 21

TAFSIR AL QURAN TENTANG METODE TARGHIB

(PENGHARGAAN)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi

Diampu oleh Dosen Lailatul Usriyah, M.Pd.I.

Disusun oleh kelomok 5:

1. Nova Ulif Fuadiyah (T20184109)


2. Nursella Anggraini (T20184117)
3. Afiq Fathurrahman (T20184118)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
JEMBER
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada
kita semua. Berkat karunia-Nya lah kita dapat meneruskan pendidikan yang lebih tinggi
seperti sekarang ini. Alhamdulillah kita dari kelompok enam dapat menyelesaikan tugas
kelompok makalah yang berjudul “Tafsir Al-Quran Tentang Metode Targhib (Penghargaan) ”.
Semoga makalah yang kita buat dari kelompok enam ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Amin. Apabila dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya. Apabila ada saran dan kritik, kami akan menerimanya sebagai
perbaikan. Terima kasih.

Jember, 11 April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Metode Taghrib.................................................................................. 3


B. Pendapat Tokoh Islam Mengenai Metode Taghrib...................................................... 3
C. Macam-Macam Metode Taghrib.................................................................................. 4
D. Fungsi dari Metode Taghrib......................................................................................... 6
E. Tafsir Al Quran Tentang Metode Taghrib.....................................................................6
F. Problematika Metode Targhib di Jaman Sekarang......................................................13
G. Solusi dari Problematika Metode Targhib...................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................. 17
B. Saran........................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepertiyang diketahui dalam menjalani kehidupannya manusia sebagai subyek telah
ditetapkan oleh Allah SWT. mengelola bumi beserta isinya. Untuk memenuhi misi
tersebut manusia tidak mungkin tanpa ilmu pengetahuan. Proses belajar sesuatu yang
harus dijalankan, baik melalui orang terdekat (non-formal) atau lewat lembaga resmi
secara berjenjang (formal) Dalam proses belajar itulah kemudian tercipta perubahan moral
yang bersipat lebih baik.
Dalam kehidupan moderen seperti sekarang ini, produk pendidikan sering kali diukur
dari perubahan kemajuan material dalam bentuk meningkatnya pemuasan kebutuhan
manusia (jasmani). Ilmu pengetahuan dan kepandaiannya dikembangkan menjadi
instrumen kekuasaan untuk memperdayai orang lain, dan memperoleh kekayaan dari jalur
yang menrugikan orang lain. Tentu saja hal ini tidak kita inginkan apalagi terjadi dalam
lingkungan pendidikan islam.
Ketidakberhasilan tertanamnya nilai-nilai rohaniah terhadap peserta didik dewasa ini,
menurut Qomari Anwar sangat terkait dengan dua faktor penting. Kedua faktor tersebut
adalah mentalitas pendidik dan metode pendidikan. Terkait dengan hal terakhir yang
disebutkan, menurut al- Nahlawi , dalam al Qur’an dan as-Sunnah sebenarnya terdapat
berbagai metode pendidikan yang bisa menyentuh perasaan dan membangkitkan semangat
keagamaan, salah satu diantara metode –metode tersebut adalah metode targhib.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari metode taghrib?
2. Bagaimana pendapat tokoh islam mengenai metode taghrib?
3. Apa saja macam-macam metode taghrib?
4. Apa fungsi dari metode taghrib?
5. Bagaimana tafsir al quran tentang metode taghrib?
6. Bagaimana problematika metode targhib di jaman sekarang?
7. Bagaimana solusi dari problematika metode targhib?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari metode taghrib.
2. Untuk mengetahui pendapat tokoh islam mengenai metode taghrib.
3. Untuk mengetahui macam-macam metode taghrib.
4. Untuk mengetahui fungsi dari metode taghrib.
5. Untuk mengetahui tafsir al quran tentang metode taghrib.
6. Untuk mengetahui problematika metode targhib di jaman sekarang.
7. Untuk mengetahui solusi dari problematika metode targhib.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Targhib


Secara bahasa (etimologi) kata targhib dalam bahasa Arab dari kata raggaba yang
berarti membujuk menjadikan suka. Pengertian targhib secara istilah (terminologi),
Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan, pengertian targhib sebagai suatu janji yang
disertai dengan bujukan dan membuat ketertarikan terhadap suatu kebaikan, kenikmatan,
atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bebas dari segala bentuk keburukan,
kemudian dengan melakukan amal saleh dan menjauhi rayuan dunia yang
mengandung bahaya atau perbuatan jelek. Hal ini tidak lain dalam rangka
menggapai keridhaan Allah swt yang merupakan rahmat Allah swt bagi hamba-hamba
nya.1
Dalam pendidikan, metode targhib (reward) merupakan suatu cara yang dilakukan
oleh pendidik dalam memberikan motivasi untuk melakukan dan mencintai kebaikan dan
rayuan untuk melakukan amal saleh dan memberikan urgensi kebaikan itu sendiri.
Sehingga anak didik melakukan dengan ikhlas dengan harapan akan memperoleh imbalan
atau pahala dari Allah swt.
Substansi dari metode targhib yaitu memotivasi diri untuk melakukan kebaikan. Baik
memotivasi diri itu tumbuh karena faktor-faktor ekstrinsik atau pengaruh-pengaruh dari
luar, maupun faktor instrinsik atau faktor-faktor dari dalam diri sendiri peserta didik.2

B. Pendapat Tokoh Islam Mengenai Metode Targhib


1. Imam al-Ghazali
Menurut al-Ghazali hendaknya para guru memberikan nasehat kepada
siswanya dengan kelembutan. Guru dituntut berperan sabagai orang tua yang dapat
merasakan apa yang dirasakan anak didiknya, jika anak memperlihatkan suatu
kemajuan, seyogianya guru memuji hasil usaha muridnya, berterima kasih padanya,
dan mendukungnya terutama didepan teman-temannya.

1
Ma’rufin, Metode Targhib dan Tarhib (Reward dan Punishment Dalam Pendidikan Islam), Jurnal Risaalah,
Vol . 1 , No. 1, Desember 2015, 68.
2
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997)
2. Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun mengemukakan masalah imbalan dan hukuman di dalam
bukunya al Muqaddimah, beliau tidak menyebutkan selain seorang pendidik
harus mengetehui cara pertumbuhan akal manusia yang bertahap hingga ia mampu
menjalankan pertumbuhan itu dengan pengajarannya terhadap anak didik.
3. An Nahlawi
Targhib dalam khasanah pendidikan Islam , menurut Al Nahlawi seorang tokoh
pendidikan Islam dalam komentarnya menyatakan bahwa berbeda dari metode
ganjaran dalam pendidikan barat. Perbedaan yang palimg mendasar adalah targhib
berdasarkan ajaran Allah SWT. yang sudah pasti kebenarannya, sedangkan ganjaran
berdasarkan pertimbangan duniawi yang terkadang tidak lepas dari ambisi pribadi.
Targhib adalah metode dalam pendidikan islam dengan maksud agar anak dapat
melakukan perbuatan baik. Metode ini dalam pendidikan barat dapat disamakan
dengan ganjaran (reward).3

C. Macam-Macam Targhib (Reward)


Reward (ganjaran) merupakan penilaian yang bersifat positif terhadap belajarnya
murid. Reward (ganjaran) yang diberikan kepada siswa bentuknya bermacam-macam,
secara garis besar reward (ganjaran) dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Pujian
Pujian adalah satu bentuk reward (ganjaran) yang paling mudah dilakukan.
Pujian dapat berupa kata-kata seperti: baik, bagus, bagus sekali dan sebagainya,
tetapi dapat juga berupa kata-kata yang bersifat sugesti. Misalnya: “Nah, lain
kali akan lebih baik lagi.” “Kiranya kau sekarang telah lebih rajin belajar” dan
sebagainya. Disamping yang berupa kata-kata, pujian dapat pula berupa isyarat-
isyarat atau pertandapertanda. Misalnya dengan menunjukkan ibu jari (jempol),
dengan menepuk bahu anak, dengan tepuk tangan dan sebagainya.
2. Penghormatan
Reward (ganjaran) yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk dua macam
pula. Pertama berbentuk semacam penobatan. Yaitu anak yang mendapat
penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan teman-temannya. Dapat
juga dihadapan teman-temannya sekelas, teman-teman sekolah, atau mungkin juga

3
Ma’rufin, Metode Targhib dan Tarhib (Reward dan Punishment Dalam Pendidikan Islam), Jurnal Risaalah,
Vol . 1 , No. 1, Desember 2015, 71-72.
dihadapan para teman dan orang tua murid. Misalnya saja pada malam
perpisahan yang diadakan pada akhir tahun, kemudian ditampilkan murid-murid
yang telah berhasil menjadi bintang-bintang kelas. Penobatan dan penampilan
bintang-bintang pelajar untuk suatu kota atau daerah, biasanya dilakukan di
muka umum. Misalnya pada rangkaian upacara hari proklamasi kemerdekaan.
Kedua, penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk melakukan
sesuatu. Misalnya, kepada anak yang berhasil menyelesaikan suatu soal yang sulit,
disuruh mengerjakannya di papan tulis untuk dicontoh teman-temannya.
3. Hadiah
Yang dimaksud dengan hadiah di sini ialah reward (ganjaran) yang berbentuk
pemberian yang berupa barang. Reward (ganjaran) yang berupa pemberian
barang ini disebut juga reward (ganjaran) materiil, yaitu hadiah yang berupa
barang ini dapat terdiri dari alat-alat keperluan sekolah, seperti pensil, penggaris,
buku dan lain sebagianya.
4. Tanda Penghargaan
Jika hadiah adalah reward (ganjaran) yang berupa barang, maka tanda
penghargaan adalah kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi
harga dan kegunaan barang-barang tersebut, seperti halnya pada hadiah.
Melainkan, tanda pengahargaan dinilai dari segi “kesan” atau “nilai kenang”nya.
Oleh karena itu reward (ganjaran) atau tanda penghargaan ini disebut juga
reward (ganjaran) simbolis. Reward (ganjaran) simbolis ini dapat berupa surat-
surat tanda jasa, sertifikat-sertifikat.4

Dari keempat macam reward (ganjaran) tersebut di atas, dalam penerapannya


seorang guru dapat memilih bentuk macam-macam reward (ganjaran) yang cocok
dengan siswa dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi, baik situasi dan kondisi
siswa atau situasi dan kondisi keuangan, bila hal itu menyangkut masalah keuangan.

Dalam memberikan reward (ganjaran) seorang guru hendaknya dapat mengetahui


siapa yang berhak mendapatkan reward (ganjaran), seorang guru harus selalu ingat
akan maksud reward (ganjaran) dari pemberian reward (ganjaran) itu. Seorang siswa
yang pada suatu ketika menunjukkan hasil lebih baik dari pada biasanya, mungkin
sangat baik diberi reward (ganjaran). Dalam hal ini seorang guru hendaklah

4
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), 159-161.
bijaksana, jangan sampai reward (ganjaran) menimbulkan iri hati pada siswa yang
lain yang merasa dirinya lebih pandai, tetapi tidak mendapat reward (ganjaran).

Mengingat itu, Ngalim Purwanto membagi jenis ganjaran (hadiah), antara lain:
1. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan sesuatu jawaban yang
diberikan oleh seorang anak.
2. Guru memberi kata-kata yang mengembirakan (pujian).
3. Dengan memberikan pekerjaan yang lain, misalnya anak didik akan segera diberi soal
yang lebih sukar oleh guru karena soal sebelumnya bisa diselesaikan dengan sangat
baik.
4. Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh siswa, misalnya dengan mengajak bertepuk
tangan untuk seluruh siswa atas peningkatan prestasi rata-rata kelas tersebut
5. Ganjaran berbentuk ganda, misalnya pensil, buku tulis, coklat dan lain-lain.Tapi
dalam hali ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda
tersebut hadiah bisa berubah menjadi upah.5

D. Fungsi Metode Targhib


Penghargaan atau hadiah dalam pendidikan anak akan memberikan motivasi untuk
terus meningkatkan atau paling tidak memperahankan prestasi yang telah dicapainya, di
lain pihak temannya yang melihat akan ikut termotifasi untuk memperoleh yang sama.
Seorang anak yang pandai dan selalu menunjukkan hasil pekerjaan yang baik tidak
perlu selalu mendapatkan hadiah (reward) sebab dikhawatirkan hal itu bias berubah
menjadi upah dan itu sudah tidak mendidik lagi. Di sinilah dituntut kebijaksanaan seorang
guru sehingga pemberian hadiah ini sesuai dengan tujuannya yaitu memberikan motivasi .
Dalam hal tertentu, bisa jadi yang mendapatkan hadiah itu adalah seluruh siswa, bukan
hanya yang berprestasi saja.6

E. Tafsir Al-Quran Tentang Metode Targhib


1. QS. Luqman ayat 12

‫َولَقَ ْد آت َ ْينَا لُ ْق َمانَ ْال ِح ْك َمةَ أ َ ِن ا ْش ُك ْر ِ هّلِلِ ۚ َو َم ْْن َيَ ْْش ُك ْر َفَِإَِّنه َما َيَ ْْش ُك ُر ِلنَ ْْف ِِس ِِه َو َم ْْن ََكْفَ َر َفَِإ ِ هن ه‬
َ َ‫َهَّللا‬
‫َغنٌِّي ََح ِميد‬

5
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis , Bandung, 1994, 171.
6
Ibid, 170.
 Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
 Kandungan ayat:
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang nikmat-Nya yang diberikan
kepada hamba-Nya yang mulia; Luqman. Nikmat yang diberikan-Nya itu adalah
hikmah (kebijaksanaan), yaitu pengetahuan terhadap kebenaran sesuai keadaan yang
sebenarnya dan mengetahui rahasianya. Hikmah adalah mengetahui hukum-hukum dan
mengetahui rahasia yang terkandung di dalamnya, karena terkadang seseorang berilmu
namun tidak mengetahui hikmahnya. Berbeda dengan hikmah, maka ia mencakup ilmu,
amal, dan hikmah atau rahasianya. Oleh karena itulah, ada yang menafsirkan hikmah
dengan ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan nikmat yang besar ini, Dia
memerintahkan Beliau untuk bersyukur, agar nikmat itu diberkahi dan bertambah.
Demikian pula memberitahukan, bahwa syukur yang dilakukan seseorang manfaatnya
untuk dirinya sendiri, dan jika kufur, maka bencananya pun untuk dirinya sendiri.
Yakni karena hikmah yang telah Kami anugerahkan kepadamu.
Karena pahalanya untuk dirinya sendiri.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah butuh kepada syukur seorang hamba, dan
Dia Maha Terpuji dalam qada’ dan qadar-Nya terhadap orang yang menyelisihi
perintah-Nya. Sifat kaya pada-Nya termasuk sifat lazim (mesti) pada zat (Diri)-Nya.
Dia yang terpuji karena sifat-sifat-Nya yang sempurna dan karena perbuatannya yang
baik dan indah, termasuk lazim zat-Nya. Masing-masing sifat ini adalah sifat sempurna,
dan ketika keduanya berkumpul bersama, maka semakin sempurna.7
 Relevansinya:
Diantara ayat yang mengandung tentang reward adalah ayat 12 yang
berbunyi‚ “Bersyukulah kepada Allah, barang siapa yang bersyukur, maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” Dalam tafsir Al-Misbah
(Quraisy,2006) rasa bersyukur merupakan untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan
yang tidak bersyukur sebenarnya merugikan diri sendiri. Ayat ini memberikan sebuah

7
http://tapsiku.blogspot.com/2013/04/tafsir-luqman-ayat-12-19.html?m=1, diakses pada 11 April 2019.
penjelasan tentang reward bersyukur, dimana reward tersebut akan bermanfaat bagi diri
sendiri.8
2. QS. Al-Baqarah ayat 261
‫س ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ ََحبه ٍة ۗ َو ه‬
ُ‫َهَّللا‬ ُ ‫سنَا ِب َل َفٌِّي َُك ِل‬
َ ‫س ْب َع‬ ْ ‫َهَّللاِ ََك َمث َ ِل ََحبه ٍة أ َ َّْن َبت‬
َ ‫َت‬ َ ‫َمث َ ُل الهذَِيْنَ َيُ ْن ِْفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم َفٌِّي‬
‫س ِبي ِل ه‬
‫ع ِليم‬ ‫ف ِل َم ْْن ََيْشَا ُء ۗ َو ه‬
َ ‫َهَّللاُ َوا ِسع‬ ُ ‫ضا ِع‬
َ ُ‫َي‬
 Artinya:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
 Asbabun Nuzul:
Didalam ayat ini terdapat kesatuan tema pembahasan, yakni tentang infak. Ayat ini
turun berkenaan dengan datangnya Utsmân bin ‘Affân dan Abdul Rahman bin ‘Auf
kepada Rasulullah dengan membawa dirham untuk dinafkahkannya kepada pejuang
yang terlibat dalam perang Tabuk. Abdul Rahman bin ‘Auf membawa 4.000 dirham
dan berkata kepada Rasulullah: “Aku memiliki 8.000 dirham lalu seperduanya ini aku
persembahkan kepada Allah”.
Sedangkan Utsmân bin Affân sendiri membawa 1.000 unta untuk diinfakan. Sikap
kedermawanan kedua sahabat tersebut disambut baik oleh Rasulullah, lalu turunlah

َ ‫)له ِذَيْنَ َيُن ِْفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم َفٌِّي‬.9


ayat (...ِ‫سبِي ِل َهَّللا‬
 Kandungan Ayat:
Menurut tafsir Ibnu Katsir, Hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh
Allah subhanahu wa ta’ala untuk menggambarkan perlipatgandaan pahala bagi orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan mencari keridaan-Nya.
Setiap amal kebaikan itu dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat,
sampai kepada tujuh ratus kali lipat.
Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah.”
Yang dimaksud dengan ‘jalan Allah’ menurut Sa’id ibnu Jubair ialah dalam rangka
taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

8
Latifatul Masruroh, METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN (Kajian Surat Luqman Ayat 12-19), Jurnal
Risaalah, Vol . 1 , No. 1, Desember 2015.
9
Muhammad ibn Ali al-Wahidi, Asbâb Nuzûl al-Qur’an, (Riyad: Dar al-Maiman, 2005), h. 204.
Menurut Makhul, yang dimaksud dengan ‘jalan Allah’ ialah menafkahkan hartanya
untuk keperluan berjihad, seperti mempersiapkan kuda dan senjata serta lain-lainnya
untuk tujuan berjihad.
Syabib ibnu Bisyr meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa
menafkahkan harta untuk keperluan jihad dan ibadah haji pahalanya dilipatgandakan
sampai tujuh ratus kali lipat.
Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
“…serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji.”
Perumpamaan ini lebih berkesan dalam hati daripada hanya menyebutkan sekadar
bilangan tujuh ratus kali lipat, mengingat dalam ungkapan perumpamaan tersebut
tersirat pengertian bahwa amal-amal saleh itu dikembangkan pahalanya oleh Allah
subhanahu wa ta’ala buat para pelakunya, sebagaimana seorang petani menyemaikan
benih di lahan yang subur.
Sunnah telah menyebutkan adanya perlipatgandaan tujuh ratus kali lipat ini bagi
amal kebaikan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnur Rabi’ Abu
Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Wasil maula Ibnu Uyaynah, dari Basysyar
ibnu Abu Saif Al-Jurmi, dari lyad ibnu Gatif yang menceritakan bahwa kami datang
ke rumah Abu Ubaidah dalam rangka menjenguknya karena ia sedang mengalami
sakit pada bagian lambungnya.
Saat itu istrinya bernama Tuhaifah duduk di dekat kepalanya.
Lalu kami berkata, “Bagaimanakah keadaan Abu Ubaidah semalam?”
Tuhaifah menjawab, “Demi Allah, sesungguhnya dia menjalani malam harinya
dengan berpahala.” Abu Ubaidah menjawab, “Aku tidak menjalani malam hariku
dengan berpahala.” Saat itu Abu Ubaidah menghadapkan wajahnya ke arah tembok,
lalu ia menghadapkan wajahnya ke arah kaum yang menjenguknya dan berkata,
“Janganlah kalian menanyakan kepadaku tentang apa yang telah kukatakan.” Mereka
berkata, “Kami sangat heran dengan ucapanmu itu, karenanya kami menanyakan
kepadamu, apa yang dimaksud dengannya?”

Abu Ubaidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Barang

siapa yang membelanjakan sejumlah harta lebihan di jalan Allah, maka pahalanya
diperlipatgandakan tujuh ratus kali.
Dan barang siapa yang membelanjakan nafkah buat dirinya dan keluarganya atau
menjenguk orang yang sakit atau menyingkirkan gangguan (dari jalan), maka suaiu
amal kebaikan (pahalanya) sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal.
Puasa adalah benteng selagi orang yang bersangkutan tidak membobolnya.
Dan barang siapa yang mendapat suatu cobaan dari Allah subhanahu wa ta’ala
pada tubuhnya, maka hal itu baginya merupakan penghapus (dosa).
Imam Nasai meriwayatkan sebagian darinya dalam Bab “Puasa” melalui hadis
yang berpredikat mausul, sedangkan dari jalur lain berpredikat mauquf.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
“telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan
kepada kami Syu’bah, dari Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abu Amr Asy
Syaibani menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas’ud, bahwa ada seorang lelaki

menyedekahkan seekor unta yang telah diberi tali kendali, maka Rasulullah ‫ﷺ‬

bersabda: Sesungguhnya kamu akan datang di hari kiamat nanti dengan membawa
tujuh ratus ekor unta yang telah diberi tali kendali.”
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnu
Mihran, dari Al-A’masy dengan lafaz yang sama.
Lafaz menurut riwayat Imam Muslim seperti berikut:
“Seorang lelaki datang dengan membawa seekor unta yang telah diberi tali kendali,

lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, unta ini untuk sabilillah.” Maka beliau ‫ﷺ‬

bersabda, “Kamu kelak di hari kiamat akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta
karenanya.”
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan:
“telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Majma’ Abul Munzir Al-Kindi, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu

Mas’ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬telah bersabda: Sesungguhnya Allah

menjadikan suatu amal kebaikan anak Adam menjadi sepuluh kali lipat sampai
dengan tujuh ratus kali lipat pahala kebaikan, selain puasa.”
Puasa (menurut firman Allah subhanahu wa ta’ala) adalah untuk-Ku, Akulah yang
membalasnya (secara langsung).
Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, satu kegembiraan di saat ia berbuka,
dan kegembiraan yang lain (diperolehnya) pada hari kiamat.
Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah
daripada minyak misik (kesturi).
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:
“telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Al-

A’masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ‫ﷺ‬

pernah bersabda: Semua amal (kebaikan) anak Adam diperlipatgandakan, suatu amal
baik menjadi sepuluh kali lipat pahala kebaikan sampai dengan tujuh ratus kali lipat,
dan sampai bilangan yang dikehendaki oleh Allah.”
Allah berfirman, “Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku,
Akulah yang akan membalasnya (secara langsung), orang yang puasa meninggalkan
makan dan minumnya karena demi Aku.” Bagi orang yang puasa ada dua
kegembiraan, satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain di saat
ia bersua dengan Tuhannya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang puasa itu lebih
wangi di sisi Allah (menurut Allah) daripada minyak kesturi. Puasa adalah benteng,
puasa adalah benteng.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah
dan Abu Sa’id Al-Asyaj, keduanya meriwayatkan hadis ini dari Waki’ dengan lafaz
yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:
“telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ali, dari Zaidah, dari Ad-Dakin, dari

Bisyr ibnu Amilah, dari Harim ibnu Fatik yang menceritakan bahwa Rasulullah ‫ﷺ‬

pernah bersabda: Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta di jalan Allah,
maka pahalanya dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat.”
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud,
“telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnus Sarh, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Yahya ibnu Ayyub dan Sa’id ibnu Abu
Ayyub, dari Zaban ibnu Faid, dari Sahl ibnu Mu’az, dari ayahnya yang mengatakan

bahwa Rasulullah ‫ﷺ‬ pernah bersabda: Sesungguhnya salat, puasa, dan zikir

dilipatgandakan pahalanya menjadi tujuh ratus kali lipat di atas membelanjakan harta
di jalan Allah.”
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Abu Usman An-Nahdi, dari
Abu Hurairah yang menceritakan tentang perlipatgandaan suatu amal kebaikan
sampai menjadi dua ribu kali lipat kebaikan, yaitu pada firman-Nya:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 245),
hingga akhir ayat.
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih,
“telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ubaidillah ibnul Askari Al-Bazzar,
telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Syabib, telah menceritakan
kepada kami Mahmud ibnu Khalid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami
ayahku, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi’ dari Ibnu Umar.”
Disebutkan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah., hingga akhir ayat.”

Maka Nabi ‫ ﷺ‬berdoa, “Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku.” Maka Allah

menurunkan firman-Nya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,

pinjaman yang baik. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 245) Nabi ‫ ﷺ‬masih berdoa, “Ya Tuhanku,

tambahkanlah buat umatku.” Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-


Nya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas. (Az Zumar:10)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab
sahihnya, dari Hajib ibnu Arkin, dari Abu Umar (yaitu Hafs ibnu Umar ibnu Abdul
Aziz Al-Muqri), dari Abu Ismail Al-Mu-addib, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi’,
dari Ibnu Umar, lalu ia mengetengahkan hadis ini.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Yakni sesuai
dengan keikhlasan orang yang bersangkutan dalam amalnya. Dan Allah Maha Luas
lagi Maha Mengetahui.”
Artinya, anugerah-Nya Mahaluas lagi banyak, lebih banyak daripada makhluk-Nya,
lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat pahala yang berlipat ganda dan
siapa yang tidak berhak. Mahasuci Allah dengan segala pujian-Nya.
 Relevansinya:
Berdasarkan ayat di atas jelaslah bahwa metode reward (ganjaran) mendidik
kita untuk berbudi luhur, maka diharapkan agar manusia selalu berbuat baik
dalam upaya mencapai prestasi-prestasi tertentu dalam hidup dan kehidupan di
dunia.
Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian reward
(ganjaran) dalam konteks pendidikan dapat diberikan bagi siapa saja yang
berprestasi, dengan adanya reward (ganjaran) itu siswa akan lebih giat belajar
karena dengan adanya reward (ganjaran) itu siswa menjadi termotivasi untuk
selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik, untuk itulah pentingnya metode
reward (ganjaran) di terapkan di sekolah.

F. Problematika Metode Targhib di Jaman Sekarang


Masalah pokok di dalam metode paedagogis adalah memilih atau membuat keputusan.
Walaupun guru hanya akan melaksanakan pelajaran yang sederhana sekalipun ia harus
memilih :
1. Tujuan Pengajaran
2. Strategi untuk mencapai tujuan tersebut dan didalam pemetakan strategi tersebut
maka yang di seleksi keduanya yaitu : isi dan metode atau pendekatan umum
3. Memilih tak-tik tak-tik khusus hyang dapat digunakan dalam melaksanakan strategi
4. Memilih materi dan alat pengajaran,
5. Memilih prosedur yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan mengajar dan
mengembangkan lebih lanjut.

Diagnosis dalam mengajar dipersulit oleh beberapa faktor variabel antara lain :
1. Anak Didik
Anak didik adalah manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan, di sekolah,
gurulah yang berkewajiban untuk mendidiknya. Di ruang kelas guru akan berhadapan
dengan sejumlah anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Status
sosial mereka juga bermacam-macam. Demikian juga halnya mengenai jenis kelamin
mereka, ada jenis kelamin laki-laki dan ada yang berjenis kelamin perempuan. Postur
tubuh mereka ada yang tinggi, sedang, dan ada pula yang rendah. Pendek kata, dari
aspek fisik ini selalu ada perbedaan dan persamaan pada setiap anak didik.
Jika ada aspek biologis di atas ada persamaan dan perbedaan, maka pada aspek
intelektual juga ada perbedaan. Para ahli sepakat bahwa secara inteketual, anak didik
selalu menunjukkan perbedaan. Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan anak didik
terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar, dan lambatnya
tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan guru. Tinggi atau
rendahnya kreativitas anak didik dalam mengolah kesan dari bahan pelajaran yang
baru diterimabisa dijadikan tolak ukur dari kecerdasan seorang anak terlihat seiring
dengan meningkatnya kematangan usia anak. Daya pikir anak bergerak dari dari cara
perpikir konkret ke arah cara berpikir abstrak. Anak-anak usia SD lebih cenderung
berpikir konkret. Sedangkan anak SMP atau SMA sudah mulai dapat berpikir abstrak.
Berdasarkan IQ anak, ditentukanlah klasifikasi kecerdasan seseorang dengan
perhitungan tertentu. Dari IQ ini pula diketahui persamaan dan perbedaan kecerdasan
seseorang.
Dari aspek psikologi sudah diakui ada juga perbedaan. Di sekolah, perilaku anak
didik selalu menunjukkan perbedaan, ada yang pendiam, ada yang kreatif, ada yang
suka bicara, ada yang tertutup, ada yang terbuka, ada yang pemurung, ada yang
periang, dan sebagainya.
Semua perilaku anak didik tersebut mewarnai suasana kelas. Dinamika kelas
terlihat dengan banyaknya jumlah anak dalam kegiatan belajar mengajar. Kegaduhan
semakin terasa jika jumlah anak didik sangat banyak di dalam kelas. Semakin banyak
jumlah anak didik di dalam kelas, semakin mudah terjadi konflik dan cenderung sukar
dikelola.
2. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar. Tujuan
dalam pendidikan dan pengajaran berbagai-bagai jenis dan fungsinya. Secara hierarki
tujuan itu bergerak dari yang rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan intuksional atau
tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler atau tujuan kurikurum, tujuan institusional, dan
tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan intermediet (antara)
yang paling langsung dalam kegiatan belajar mengajar dikelas. Tujuan pembelajaran
dikenal ada dua, yaitu TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan
Instruksional Khusus).
3. Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari
hari kehari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan situasi belajar
mengajar dialam terbuka, yaitu diluar ruangan sekolah. maka guru dalam hal ini tentu
memilih metode mengajar yang sesuai situasi yang diciptakan itu, dilain waktu, sesuai
dengan sifat bahan dan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan, maka guru
menciptakan lingkungan belajar anak didik secara berkelompok.
4. Fasilitas
Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak dididk disekolah.
Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar.
Ketiadaan laboratorium untuk praktek ipa, misalnya kurang demontrasi.
Demikian juga halnya ketiadaan mempunyai fasilitas olahraga, tentu sukar bagi
guru menetapkan metode latihan. Justru itu, keampuhan suatu metode mengajar akan
terlihat jika faktor lain mendukungnya.
5. Guru
Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Seorang guru misal kurang
suka berbicara, tetapi seorang guru yang lain suka berbicara. Seseorang guru yang
bertitel sarjana pendidikan dan keguruan, berbeda dengan guru yang sarjana bukan
pendidikan dan keguruan dibidang penguasaan ilmu kependidikan dan keguruan. Guru
yang sarjana pendidikan dan keguruan barangkali lebih banyak menguasai metode-
metode mengajar, karena memang dia dicetak sebagai tenaga ahli dibidang keguruan
dan wajar saja dia menjiwai dunia guru.

G. Solusi Pemecahan Problematika Metode Targhib


1. Guru harus lebih memahami karakteristik masing-masing anak didik
Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis,
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang mana sebaiknya guru ambil
untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam waktu yang relatif lama
demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan secara operasional.
2. Guru harus mampu menyelaraskan antara tujuan yang hendak dicapai dengan metode
apa yang harus digunakan
Perumusan tujuan instruksional khusus, misalnya akan mempengaruhi kemampuan
yang bagaimana yang terjadi pada diri anak didik. Proses pengajaranpun
dipengaruhinya. Demikan juga penyelesaian metode yang harus guru gunakan dikelas.
Metode yang guru pilih harus sejalan dan taraf kemampuan yang hendak diisi kedalam
diri setiapa anak didik. Artinya, metodelah yang harus tunduk kepada kehendak tujuan
dan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan yang bagaimana dikehendaki oleh
tujuan,maka metode harus mendukung sepenuhnya.
3. Guru harus tanggap dengan situasi yang darurat dan segera mengganti metode
pembelajaran
Tentunya mood anak didik bisa berubah-ubah setiap saat. Terkadang anak
berangkat ke sekolah dengan mood yang baik namun terkadang ia berangkat ke
sekolah dengan mood yang berantakan. Sebelum memulai proses pembelajaran, guru
harus mampu melihat situasi dan kondisi anak anak didik. Selanjutnya guru harus
dengan sigap mengganti metode awal yang telah direncanakan. Misalnya : Awalnya
guru menggunakan metode ceramah, namun setelah mengetahui kondisi mood anak
didik yang kurang baik, anak didik dibagi kedalam beberapa kelompok belajar
dibawah pengawasan dan bimbingan guru. Disana semua anak didik dalam kelompok
masing-masing diserahi tugas oleh guru untuk memecahkan suatu masalah, dalam hal
ini tentu saja guru telah memilih metode mengajar untuk pembelajaran anak didiknya,
yaitu metode problem sloving.
4. Guru harus menguasai berbagai jenis metode pembelajaran
Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kopetensi. Kurangnya
penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan
menentukan metode. Itulah yang biasanya dirasakan oleh mereka yang bukan berlatar
belakang pendidikan guru. Apalagi belum memiliki pengalaman mengajar yang
memadai. Sungguhpun begitu, baik dia berlatar belakang pendidikan guru maupun dia
yang berlatar belakang bukan pendidikan guru, dan sama-sama minim pengalaman
mengajar dikelas, cenderung sukar memilih metode yang tepat. Tetapi ada juga yang
tepat memilihnya, namun dalam pelaksanaannya menemui kendala, disebabkan
labilnya kepribadian dan dangkalnya penguasaan atas metode yang digunakan, dengan
demikian, dapatlah dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan, dan
pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi
pemilihan dan penentuan metode mengajar.10

10
http://dyasvalmey.blogspot.com/2016/01/problematika-metode-pembelajaran.html?m=1, diakses pada 11
April 2019.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode targhib yang telah di uraikan diatas sangat berpengaruh atau berdampak
positif terhadap perkembangan dan kwalitas proses belajar yang dilakukan seorang
pendidik. Seorang siswa bukan saja matang dalam kwalitas keilmuan yang diperoleh,
tetapi mentalnya terus ditempa sehingga terbentuk ahlak yang baik sebagai seorang
ilmuan dimasa mendatang. Para tokoh Islam, yaitu Imam al-Ghazali, Ibnu Khaldun,
dan An Nahlawi, berpendapat bahwa metode ini bertujuan untuk membuat siswa bisa
melakukan perbuatan baik.
Metode targhib dalam pendidikan anak akan memberikan motivasi untuk terus
meningkatkan atau paling tidak memperahankan prestasi yang telah dicapainya.
Macam-macam bentuk targhib seperti memberi pujian, hadiah, penghormatan, dan
tanda penghargaan. Tafsir Al-Quran tentang metode targhib terdapat pada quran surat
Luqman ayat 12 dan Al-Baqarah ayat 261.
Masalah pokok di dalam metode paedagogis adalah memilih atau membuat
keputusan dari tujuan pengajaran, strategi untuk mencapai tujuan tersebut dan
didalam pemetakan strategi tersebut maka yang di seleksi keduanya yaitu : isi dan
metode atau pendekatan umum, memilih tak-tik tak-tik khusus yang dapat digunakan
dalam melaksanakan strategi, memilih materi dan alat pengajaran, memilih prosedur
yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan mengajar dan mengembangkan
lebih lanjut.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah guru harus lebih memahami karakteristik
masing-masing anak didik, harus mampu menyelaraskan antara tujuan yang hendak
dicapai dengan metode apa yang harus digunakan, harus tanggap dengan situasi yang
darurat dan segera mengganti metode pembelajaran, harus menguasai berbagai jenis
metode pembelajaran.

B. Saran
1. Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut
berpartisipasi dalam memahami tentang metode targhib.
2. Peran serta pemerintah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi
metode targhib (reward) kepada setiap anak dan peserta didik secara adil dan merata.
DAFTAR PUSTAKA

Indrakusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Ma’rufin. Metode Targhib dan Tarhib (Reward dan Punishment Dalam Pendidikan Islam).
Jurnal Risaalah, Vol . 1 , No. 1, Desember 2015.

Tafsir, Ahmad. 1997. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Purwanto, M. Ngalim. 1994. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung.

Masruroh, Latifatul. METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN (Kajian Surat Luqman


Ayat 12-19), Jurnal Risaalah, Vol . 1 , No. 1, Desember 2015.

al-Wahidi, Muhammad ibn Ali. 2005. Asbâb Nuzûl al-Qur’an. Riyad: Dar al-Maiman.

http://dyasvalmey.blogspot.com/2016/01/problematika-metode-pembelajaran.html?m=1

http://tapsiku.blogspot.com/2013/04/tafsir-luqman-ayat-12-19.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai