Anda di halaman 1dari 14

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

KH. HASYIM ‘ASYARI DAN KH. AHMAD DAHLAN

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Dr. H. Darmu’in, M. Ag.

Disusun oleh kelompok 12 kelas PAI3E

Ahmad Abdul Hamid (2203016201)

Muhamad Riski Vima P (2203016190)

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitan Islam Negeri Walisongo

Semarang
2023

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang
KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan adalah dua tokoh besar yang
sangat terkenal di kalangan masyarakat Indonesia, terutama dalam dunia pendidikan.
KH. Hasyim ‘Asyari adalah seorang ulama yang dikenal sebagai pendiri dari ormas
Islam Nahdlatul Ulama (NU) dan KH. Ahmad Dahlan yang dikenal sebagai pendiri
dari Muhammadiyah. Dalam kalangan masyarakat Indonesia dua organisasi sangat
terkenal dan berkembang pesat, yang membuat banyak sekali pemikiran dalam
berbagai bidang.
KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan belajar kepada guru yang sama
tapi memiliki pemikiran yang berbeda. Diantaranya guru KH. Hasyim ‘Asyari dan
KH. Ahmad Dahlan adalah Kyai Kholil Al Bangkalani, Kyai Sholeh darat, Syekh
Ahmad Khatib Al Minangkabauwi, dan lainnya. Pemikiran yang berbeda ini diawali
saat dua sahabat ini belajar di Makkah, KH. Hasyim ‘Asyari sangat menyukai hadis
sedangkan KH Ahmad Dahlan lebih condong kepada pemikiran dan gerakan Islam.
Pendidikan Islam di Indonesia sering kali membahas KH. Hasyim ‘Asyari dan
KH Ahmad Dahlan, karena pemikirannya yang sangat membangun. Bahkan sampai
saat ini pemikiran kedua ulama tersebut masih sangat relevan diterapkan pada
Pendidikan Islam di era modern, banyak sekolah yang menerapkan pemikiran
mereka.1
B. Rumusan Masalah
1. Siapa KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan?
2. Bagaimana pemikiran KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan mengenai
Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Relevansi Pemikiran KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan
dengan Pendidikan Islam saat ini?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui siapa KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan.
2. Untuk memahami pemikiran KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan
tentang Pendidikan Islam.
1
Najmudin. 2019. Dahlan dan Hasyim; Persahabatan di Antara Dua Ideologi.
Sumber: https://nu.or.id/opini/dahlan-dan-hasyim-persahabatan-di-antara-dua-ideologi-IGk6D

1
3. Untuk mengetahui hubungan pemikiran KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad
Dahlan dengan Pendidikan Islam saat ini.

BAB II Pembahasan

A. Biografi KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan


1. Biografi KH. Hasyim ‘Asyari
KH Hasyim Asy’ari, tercatat lahir pada 4 Robiulawwal 1292 H /10
April 1875, di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa
Timur. Beliau merupakan putra pasangan Kyai Asy’ari dan Nyai Halimah.
Kyai Asy’ari putera Kyai Usman yang pindah ke Keras, mendirikan dan
mengasuh Pesantren Keras yang terletak di selatan Jombang. KH Hasyim
Asy’ari sendiri merupakan anak ketiga dari 11 orang bersaudara. Dari garis
keturunan ibu maupun ayahnya, KH Hasyim Asy’ari memiliki garis genealogi
dari Sultan Pajang yang terhubung dengan Maharaja Majapahit Brawijaya V.
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim
memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil
sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya
mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun
Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari
satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren
Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan,
Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas
dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren
Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya,
Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak
usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara
lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban,
Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan
Pesantren Siwalan di Sidoarjo.

2
Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo.
Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-
benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal
sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup
lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya
Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim
itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang
baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai
Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke
Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali
ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.
Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap
di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib
Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar,
Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh
Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf,
dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim
mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia
mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim bukan saja Kyai
ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya
puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat
tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi
ke Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari
bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan
pesantrennya.2
2. Biografi KH. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan memiliki nama kecil Muhammad Darwis. Ia lahir pada
8 Dzulhijjah 1330 H atau Senin Legi tanggal 18 November 1912. Ia adalah
anak keempat dari tujuh bersaudara dan termasuk keturunan dari Maulana
Malik Ibrahim, salah satu Walisongo yang menjadi pelopor penyebaran agama
Islam di Jawa.
Ketika memasuki usia 15 tahun, Ahmad Dahlan pergi melaksanakan
ibadah haji dan tinggal selama lima tahun di Mekkah. Pada lima tahun
2
Muhamad Rifai. 2009. KH. Hasyim ‘Asyari Biografi Singkat 1871-1947. Hlm. 71

3
tersebut, Ahmad Dahlan pun mulai berinteraksi dengan para pemikir
pembaharu dalam agama Islam, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Al
Afghani, hingga Ibnu Taimiyah.
Seusai pulang dari Mekkah pada 1888, ia kemudian mengganti
namanya menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali
ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, dia sempat berguru
kepada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim
Asyari dan pendiri PERTI, Syekh Sulaiman Arrasuli. Pada tahun 1912, ia
mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Muhammadiyah didirikan untuk mencapai cita-cita pembaruan Islam di bumi
Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Dia ingin mengajak
umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan
hadis. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912.
Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan
organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.3
B. Pemikiran KH. Hasyim ‘Asyari dan KH. Ahmad Dahlan Mengenai
Pendidikan Islam
1. Pendidikan Islam Prespektif KH. Hasyim ‘Asyari
Hasyim Asy'ari lahir dan dibesarkan di lingkungan pesantren, serta
banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di
lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Semua yang dialami dan
dirasakan beliau, selama itu menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola
pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan.
Hasyim Asy'ari adalah seorang penulis yang produktif di semua bidang
keilmuan Islam, tetapi dari sudut pandang epistemologis ada kesimpulan dari
pemikirannya yang memiliki pemikiran khas dan tipikal, selalu merujuk pada
referensi yang memiliki sumber otoritatif, ada baiknya untuk mengatakan Al-
Qur'an dan Al-Hadis, selain fakta bahwa apa yang khas dari karyanya adalah
kecenderungannya terhadap madzhaab syafi'i.
Salah satu karya KH yang monumental, Hasyim Asy'ari, yang
berbicara tentang pendidikan adalah bukunya yang berjudul Adab al Alim wa
al Muta'allim, yang lebih menekankan pada masalah pendidikan pada masalah
3
Sutrisno Kutojo. 1991. K.H. Ahmad Dahlan: riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa.

4
akhlak dalam pendidikan, juga jika tidak menyangkal aspek pendidikan
lainnya.4 Di antara refleksinya tentang pendidikan:
a) Signifikasi pendidikan
Signifikasi pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy'ari berupaya
memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa bertaqwa kepada
Allah swt, dengan benar-benar mengamalkan segala perintah Allah swt. dan
menegakkan keadilan di muka bumi, beramal shaleh, dengan menyandang
predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari
segala jenis makhluk Allah yang lainnya.
b) Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy'ari adalah:
1) Menjadi insan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah swt.
2) Insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.5
c) Karakteristik guru
K.H. Hasyim Asy'ari menyebutkan karakteristik yang harus dimiliki oleh
seorang guru antara lain:
1) Cakap dan professional,
2) Kasih sayang,
3) Berwibawa,
4) Menjaga diri dari hal-hal yang merendahkan martabat,
5) Berkarya,
6) Pandai mengajar,
7) berwawasan luas, dan
8) Mengamalkan ajaran al-Qur'an dan al-Hadis.6
Kehati-hatian dalam hal memilih pendidik didasarkan atas pandangannya
bahwa ilmu itu sama dengan agama. Olehnya itu, peserta didik harus
mengetahui dari mana agama itu diperoleh.
d) Sistem pendidikan
Dalam sistem pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari berlandaskan Al-
Qur’an sebagai paradigmanya dengan berlandaskan dengan wahyu Allah SWT

4
Rohinah M. Noor. 2010 KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo
Khazanah ilmu. Hlm. 18
5
Rohinah M. Noor. 2010 KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo
Khazanah ilmu. Hlm. 19.
6
Suwendi. Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hlm. 153.

5
terwujud suatu sistem pendidikan yang komperhensif meliputi tiga aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ada beberapa nilai yang harus
dikembangkan dalam pengelolaan sistem pendidikan Islam, antara lain : nilai
teosentris, nilai sukarela dan mengabdi, nilai kearifan, nilai kesederhanaan,
nilai kebersamaan, restu pemimpin (kyai).7
e) Kurikulum Pendidikan
Kurikulum yang ditetapkan oleh KH Hasyim Asy’ari adalah; al-Qur’an
dan al-Hadis, ushul fiqih, fiqih, nahwu, sharaf, dan cenderung menerapkan
sistem kurikulum pendidikan yang mengajarkan kitab kitab klasik. Pada tahun
1916-1919 kurikulum madrasah memasukkan pelajaran umum di samping
pelajaran agama seperti bahasa Melayu, matematika dan ilmu bumi, Sejak
tahun 1926 ditambah dengan bahasa Belanda dan sejarah Indonesia. Kedua
pelajaran terakhir ini diperkenalkan oleh Kiai Ilyas, keponakan Kiai Hasyim
yang telah menamatkan pelajaran di HIS Surabaya.
Sistem yang dikembangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari ini ternyata
sangat efektif dan berhasil melahirkan kader-kader yang kelak mendirikan
pesantren besar di daerah. Dengan demikian, KH. Hasyim Asy’ari, secara
tidak langsung telah membangun sistem pendidikan Islam tradisional yang
baru sekaligus mendistribusikan pemerataan pendidikan pada kelas sosial yang
paling bawah. Semua pelajaran umum ini dirasakan sangat berguna setelah
Jepang datang dan tidak lama kemudian Indonesia merdeka. Sejak saat itulah
para tokoh tradisional pesantren harus berhadapan dengan berbagai tokoh
nasional.
f) Metode Pengajaran
Untuk menentukan pilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dan
memperhitungkan tujuan, bahan dan lingkungan pendidikan, ketika merujuk
ke pesantren, metode yang digunakan adalah metode konvensional yaitu
sistem sorogan, bandongan, wetonan, dengan kajian utama klasik buku.
g) Proses Pembelajaran
Memang, keberhasilan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, termasuk: guru, siswa, tujuan pendidikan, kurikulum dan
metode. KH. Hasyim Asy'ari masih tradisional, karena ia memposisikan guru

7
Rohinah M. Noor. 2010 KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo
Khazanah ilmu. Hlm. 57-58.

6
sebagai subjek dan murid sebagai objek, guru tidak hanya sebagai penyampai
pengetahuan bagi siswa, tetapi juga sebagai bagian yang memengaruhi
pelatihan signifikan dari perilaku siswa (etika).8
h) Evaluasi
Menurut KH. Hasyim ‘Asyari dalam proses penilaian, tidak hanya
untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi, tetapi juga untuk
mengetahui sejauh mana upaya menginternalisasi nilai-nilai di antara siswa
dapat diserap dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengukur tingkat
partisipasi guru dalam mendidik akhlak pada peserta didik lebih baik untuk
partisipasi kehidupan santri sehari-hari. Nilai tentang hal tidak perlu
standarisasi nilai, namun mereka sudah mempertimbangkan baik jika mereka
sudah bisa mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pendidikan Islam Prespektif KH. Ahmad Dahlan
a) Tujuan Pendidikan
Pelaksanaan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan hendaknya
didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka
filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik
secara vertikal (khaliq) maupun horizontal (makhluk). Dalam pandangan
Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai
‘abdAllah dan khalifah fil-ardh. Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan
Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang
berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah
ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Hal
ini berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi
muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai ‘abd maupun khalifah fil al-ardh.
Maka untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan Islam hendaknya
mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama.
Untuk mempertajam daya intelektualitas dan memperkokoh spiritualitas
peserta didik. Upaya tersebut menurut Ahmad Dahlan akan terealisasi
manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses pendidikan yang
demikian pada gilirannya akan mampu menghasilkan alumni “intelektual-
ulama” yang lebih berkualitas.9

8
Suwendi. Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hlm. 154.
9
Samsul Nizar. 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis.

7
b) Kurikulum Pendidikan
Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang menyeluruh, maka
hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun
agama. Untuk mempertajam daya intelektualitas dan memperkokoh
spiritualitas peserta didik. Menurut KH. Ahmad Dahlan upaya ini akan
terealisasi manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses pendidikan
yang demikian pada gilirannya akan mampu menghasilkan alumni
“intelektual-ulama” yang lebih berkualitas. Untuk menciptakan sosok peserta
didik yang demikian, maka epistimologi Islam hendaknya dijadikan landasan
metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan.
Menurut Ahmad Dahlan, materi pendidikan Islam adalah pengajaran al-Qur’an
dan Hadist, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar.
Materi al-Qur’an dan Hadist meliputi: ibadah, persamaan derajat, fungsi
perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian
kebenaran al-Qur’an dan Hadist menurut akal, kerjasama antara agama
budaya-kebudayaan kemajuan peradaban, hukum kasualitas perubahan, nafsu
dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berfikir, dinamika
kehidupan dan peranan manusia didalamnya, dan akhlak (budi pekerti).10
c) Metode Pembelajaran
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahmad Dahlan tidak
menggunakan pendekatan yang tekstual, tetapi metode pembelajaran yang
dikembangkan KH. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses
penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un
kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari
bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong
fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu
mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Sebagaimana yang di
sebutkan oleh Hamzah dalam bukunya “Pembaharuan Pendidikan dan
Pengajaran oleh Pergerakan Muhammadiyah” yang dikutib oleh Khozin, ada
perbedaan sistem pendidikan yang terdapat di pondok Muhammadiyah dengan
sistem pendidikan Islam tradisional, yaitu:

Jakarta: Ciputat Pers. Hlm. 107.


10
Samsul Nizar. 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis.
Jakarta: Ciputat Pers. Hlm. 108.

8
1) Cara Belajar Mengajar
Di pondok pesantren lama “tradisional” masih memakai cara
belajar dengan sistem sorogan, santri satu persatu menghadap kepada
kyai untuk membaca kitab dan weton, atau bandongan, yaitu santri
melingkari kyai biasanya dalam jumlah yang cukup besar. Sedangkan
dipondok Muhammadiyah digunakan sistem klasikal dengan memakai
cara-cara yang terhitung modern, seperti yang dilakukan dalam
pendidikan Barat.
2) Bahan Pembelajaran
Di pondok tradisional, bahan pelajaran semata-mata hanya
agama. Kitab karangan ulama pembaharu belum dipakai, tetapi
dipondok Muhammadiyah di samping pelajaran agama, juga diajarkan
ilmu pengetahuan umum, dan kitab-kitab agama, baik karangan ulama
salaf maupun karangan ulama khalaf.
3) Rencana Pembelajaran
Di pesantren tradisional belum memiliki rencana pelajaran
yang teratur dan integral, sedangkan di pondok Muhammadiyah sudah
diatur dengan rencana kurikulum sehingga efisiensi belajar akan lebih
terjamin.
4) Pengasuh dan Guru
Di pesantren tradisional, para pengasuhnya hanya terdiri dari
mereka yang berpengetahuan agama saja, tetapi di pondok
Muhammadiyah disamping ada guru-guru agama juga terdapat guru-
guru ilmu pengetahuan umum.
5) Hubungan Guru dan Murid
Di pondok pesantren tradisional, hubungan guru dengan murid
lebih bersifat otoriter, sedangkan di pondok Muhammadiyah
diusahakan suasana yang lebih akrab antara guru dengan para santri.11
Dari penjelasan-penjelasan diatas, tampak jelas bagaimana model
metode pendidikan yang di kekembangkan Ahmad Dahlan Yaitu mengambil
beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Dari ide ini, KH. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian
dengan gagasan dan praktek pendidikannya dapat menerapkan metode
11
Khozin. 2005. Menggugat Pendidikan Muhammadiyah. Malang: UMM pers.

9
pendidikan yang dianggap baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya
dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang ditawarkan adalah sintesis
antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional.
C. Relevansi Pemikiran KH. Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan Terhadap
Pendidikan Islam
Orientasi yang digagas KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari
dalam kenyataannya ternyata memiliki muatan yang juga tidak berbeda dengan
apa yang telah ditetapkan oleh negara dalam bidang pendidikan. Memang secara
umum keduanya mengutamakan muatan pendidikan yang bersifat ukhrawi.
Namun apabila dilihat lebih jauh bahwa orientasi pendidikan ke arah ukhrawi
mempunyai dampak positif dalam mengembangkan keseimbangan antara
kebutuhan jasmaniah dan rohani. Keseimbangan ini akan menjadi dasar untuk
mencapai kebahagiaan yang sempurna yakni dunia dan akhirat. Pesatnya arus
globalisasi yang ditengarai dengan kemajuan teknologi informatika yang bisa
diakses kapan pun dan oleh siapa pun, tawuran pelajar yang sering terjadi di kota-
kota besar, pornografi, merupakan alasan yang mengharuskan kembalinya peran
basis moral dalam kehidupan, harus dipahami sebagai ajakan kembali pada
konsep agama. Penyelarasan langkah antara akal dan hati, antara pemikiran dan
ajaran agama. Tentang penyertaan religius dalam setiap kegiatan belajar mengajar,
yang berarti berusaha membuat suasana keagamaan selama proses pendidikan.
Kontribusi ini punya peran besar dalam menumbuh kembangkan moral dan
spiritual siswa. Dengan orientasi ini maka perkembangan pendidikan tidak
sekedar pada transfer pengetahuan dengan pengajaran semata, tetapi lebih dari itu
diharapkan mampu membekali kepribadian yang mantap dan agamis terhadap
anak didik.12
Dalam memanajeman lembaga pendidikan KH. Ahmad Dahlan dan KH.
Hasyim Asy’ari sama-sama meletakkan ide madrasah dengan sistem klasikal dan
sama-sama berkembang pesat di Jawa. Adapun perbedaan dalam pemikiran
manajemen lembaga pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan dalam
mengembangkan lembaga pendidikan Islam di bawah manajeman organisasi
Muhammadiyah di tiap daerah dengan kepemimpinan lembaga berdasarkan
pemilihan organisasi. KH. Hasyim Asy’ari dengan madrasah yang didirikannya

12
Imron Arifin dan Muhammad Slamet. 2010. Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan Manajemen Pondok
Pesantren, Kasus Ponpes Tebuireng Jombang. Yogyakarta: Aditya Media.

10
dalam lingkungan pesantren berorientasi pada pengembangan manajemen
pesantren yang inovatif sebagai jawaban bagi tantangan zaman yang dihadapi.
Lembaga harus dipimpin oleh orang-orang yang berkompeten dengan tetap
memperhatikan aspek keturunan.
Isu-isu pendidikan seperti character building, problem solving, integrasi
keilmuan dan inovasi pendidikan merupakan konsep-konsep pendidikan yang
sudah ditawarkan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari yang mana hal ini
merupakan sebuah upaya pembaruan dalam mengantisipasi perkembangan zaman
dan situasi pada masa-masa berikutnya.13

BAB III Penutup


A. Kesimpulan
KH Hasyim Asy’ari, tercatat lahir pada 4 Robiulawwal 1292 H /10 April
1875, di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Beliau merupakan putra pasangan Kyai Asy’ari dan Nyai Halimah. Kyai Asy’ari
putera Kyai Usman yang pindah ke Keras, mendirikan dan mengasuh Pesantren
Keras yang terletak di selatan Jombang. Ahmad Dahlan memiliki nama kecil
Muhammad Darwis. Ia lahir pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau Senin Legi tanggal 18
November 1912. Ia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara dan termasuk
keturunan dari Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo yang menjadi
pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Keduanya adalah sahabat pada saat
masih remaja dan belajar pada guru yang sama dan uniknya memiliki pandangan
yang berbeda.
Menurut KH Hasyim 'Asyari, pendidikan Islam harus mencakup tiga aspek
yaitu Akidah, Syari'ah dan Akhlaq. Akidah untuk membenarkan keyakinan,
Syari'ah untuk memenuhi kewajiban ritual, dan Akhlaq untuk membimbing
perilaku. Beliau juga menjelaskan pentingnya pendidikan agama untuk
mencerdaskan anak-anak dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan
Islam harus berbasis pada nilai-nilai moral dan agama yang baik serta
13
Muktu Ali. Alam Pikiran Modern di Indonesia Indonesia. Jakarta: Jajasan Nida.

11
mengajarkan kesopanan. KH Hasyim 'Asyari menekankan pembelajaran menjadi
kunci utama untuk keberhasilan dalam mencapai cita-cita. Menurut KH Ahmad
Dahlan, pendidikan Islam harus mencakup lima aspek penting yaitu tauhid,
akhlaq, fikih, bahasa Arab dan sains. Tauhid sebagai dasar keimanan, akhlaq untuk
membimbing perilaku, fikih untuk memahami hukum Islam, bahasa Arab untuk
mempelajari Al-Quran dan hadis, dan sains untuk meningkatkan kemajuan umat
Islam. Beliau juga menegaskan pentingnya penyampaian materi pendidikan yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman agar tidak ketinggalan zaman.
Pendidikan Islam menurut KH Ahmad Dahlan harus memberikan kontribusi aktif
dalam pembangunan umat dan menciptakan kemajuan.
Pendidikan Islam menurut KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari
sampai saat ini masih dianggap relevan di Indonesia. Namun, terdapat beberapa
perbedaan dalam pemikiran kedua tokoh tersebut. KH Ahmad Dahlan lebih
menekankan pada pemahaman konseptual dalam materi pendidikan Islam,
sedangkan KH Hasyim Asyari lebih menitikberatkan pada penanaman nilai-nilai
moral dan agama dalam pendidikan. Selain itu, saat ini pendidikan Islam juga
telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam hal kurikulum, metode
pengajaran, dan penggunaan teknologi. Meskipun demikian, pendidikan Islam
berdasarkan pemikiran kedua tokoh tersebut masih menjadi acuan bagi orang-
orang yang ingin mendalami ilmu agama Islam dan memahami kaidah-kaidah
Islam lebih dalam.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. Alam Pikiran Modern di Indonesia Indonesia. Jakarta: Jajasan Nida.

12
Arifin, Imron dan Slamet, Muhammad. 2010. Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan
Manajemen Pondok Pesantren, Kasus Ponpes Tebuireng Jombang. Yogyakarta:
Aditya Media.

Khozin. 2005. Menggugat Pendidikan Muhammadiyah. Malang: UMM pers.

Kutojo, Sutrisno. 1991. K.H. Ahmad Dahlan: riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung:
Angkasa

Najmudin. 2019. Dahlan dan Hasyim; Persahabatan di Antara Dua Ideologi.


Sumber: https://nu.or.id/opini/dahlan-dan-hasyim-persahabatan-di-antara-dua-
ideologi-IGk6D

Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis.
Jakarta: Ciputat Pers.

Noor, Rohinah M. 2010. KH. Hasyim Asy’ari Memordenisasi NU dan Pendidikan Islam.
Jakarta: Grafindo Khazanah ilmu.

Rifai, Muhamad. 2009. KH. Hasyim ‘Asyari Biografi Singkat 1871-1947.

Suwendi. Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

13

Anda mungkin juga menyukai