Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al-Islam & Kemuhammadiyahan

Dosen Pengampu,
Nur Kholis, M.Ag.

Disusun Oleh:
Santri Mariah Khaerunisah 1907043008
Ratih Ratnasari 1907043015

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019
SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
A. Biografi K.H. Ahmad Dahlan
Muhammad Darwis atau yang biasa dipanggil K.H. Ahmad Dahlan
adalah pendiri Muhammadiyah. Beliau lahir pada tanggal 1 agustus 1868 di
Kauman Yogyakarta dan meninggal 23 Februari 1923. Ahmad Dahlan
merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya
adalah perempuan kecuali adek bungsunya. K.H. Ahmad Dahlan adalah
keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim. Malik Ibrahim adalah
salah satu tokoh terkemuka di anatara Walisongo yaitu pelopor penyebaran
agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim,
Maulana Ishaq, Maulana ‘Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan
Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung
Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla,
KH Muhammad Sulaiman, KH Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad
Dahlan). Ayah K.H. Ahmad Dahlan adalah K.H. Abu Bakar bin K.H.M.
Sulaiman yang memiliki jabatan sebagai khatib Masjid Agung Yogyakarta
(Kesultanan) sedangkan ibunya adalah Nyai Abu Bakar adalah putri dari K.H.
Ibrahim bin K.H. Hasan yang juga memiliki jabatan sebagai pengelola
Kesultanan Ngayogyakarto.
Muhammad Darwis atau K.H. Ahmad Dahlan memperoleh pendidikan
agama pertama kali dari ayahnya sendiri. Pada saat berusia 8 tahun beliau
sudah lancar membaca Al-Qur’an dan khatam 30 juz. Darwis dikenal sebagai
anak yang ulet pandai memanfaatkan sesuatu, pandai, cerdik dan cerdas. Beliau
rajin dan selalu fokus, sehingga mengajinya cepat mengalami kemajuan.
Senang bertanya hal-hal yang belum diketahuinya (dregil) karena selalu kreatif
dan banyak akal untuk mengatasi berbagai kendala. Menginjak masa remaja
Darwis atau K.H. Ahmad Dahlan mulai belajar fiqih dengan K.H .M. Saleh dan
belajar ilmu nahwu kepada Kyai Haji Muchsin, Kedua gurunya adalah kakak
iparnya sendiri. Beliau belajar ilmu falak kepada K.Raden Haji Dahlan (putra
Kyai Pesantren Termas Pacitan), belajar ilmu Hadist kepada Kyai Mahfudz dan
Syaikh Khayyat, belajar ilmu Qiraah Al-Qur’an kepada Syaikh Amien dan
Sayyid Bakri Syatha. Beliau juga belajar ilmu tentang bisa racun binatang buas
kepada Syaikh Hasan. Beberapa gurunya yang lain yakni R. Ngabehi
Sastrosugondo, R. Wedana Dwijosewoyo dan Syaikh Muhammad Jamil
Jambek dari Bukit tinggi.
Saat K.H. Ahmad Dahlan berusia 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal
di Mekah selama lima tahun. Dalam lima tahun tersebut K.H. Ahmad Dahlan
mulai belajar dan berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan
dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu
Taimiyah. Tahun 1888 K.H. Ahmad Dahlan pulang ke Indonesia dan berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, K.H. Ahmad Dahlan kembali
ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau menjadi murid
Syeh Ahmad Khatib. Dan pada tahun 1912, beliau mendirikan Muhammadiyah
di Kauman, Yogyakarta.
Pada tahun 1889 K.H. Ahmad Dahlan menikah dengan Siti Walidah
binti Kyai Penghulu Haji Fadhil. Pernikahan ini dikaruniai enam orang anak
yaitu Djohanah (1890), Siraj Dahlan (1897), Siti Busyro (1903), Siti Aisyah
(1905), Irfan Dahlan (1905), Siti Zuharoh (1908). Beberapa bulan setelah
menikah, beliau memutuskan untuk kembali ke Mekkah untuk menunaikan
ibadah Haji dan juga berniat untuk memperdalam ilmu agama Islam. Selama
tinggal di Mekkah (5 tahun tinggal di Mekkah) beliau banyak membaca
tulisan-tulisan dari Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rashid
Ridha. Setelah Beliau banyak belajar mengenai ilmu Agama Islam Beliau
mendapat sertifikat untuk menggati namanya dari Sayyid Bakri Syatha seorang
syaikh/ guru di Mekkah, menjadi Haji.Ahmad Dahlan. Lalu setelah itu,
kembali ke Indonesia dengan membawa banyak sekali buku buku tebal.
Sekembalinya dari Haji dan belajar agama kepada para syekh di Mekkah, K.H.
A. Dahlan membantu ayahnya mengajar agama kepada murid-murid ayahnya
di Masjid Besar Kauman.
Di Masjid Besar Kauman beliau mengajar pada waktu siang, bakda
Dhuhur dan sesudah Maghrib sampai Isya’. Saat bakda Ashar, beliau ikut
mengaji kepada ayahnya yang memberi pelajaran kepada orang-orang tua. Jika
ayahnya sedang berhalangan hadir, yang menggantikan adalah K.H.Ahmad
Dahlan, sehingga sering di panggil dengan panggilan kyai oleh murid-murid,
anak-anak, dan orang tua dan sejak saat itu beliau di kenal sebagai Kyai Haji
Ahmad Dahlan. Pada tahun 1896, Khatib Amien Kyai Haji Abu Bakar, ayah
dari K.H.A Dahlan meninggal dunia sehingga beliau menggantikan tugas
ayahnya sebagai Khatib Amin yang antara lain tugasnya adalah: melaksanakan
Khutbah Shalat Jumat secara bergantian dengan delapan Khatib lainnya,
melaksanakan piket di serambi Masjid dengan enam orang penghulu lainnya
sekali dalam seminggu. Tahun 1903 K.H. Ahmad Dahlan mengajak putranya
Muhammad Siraj yang berumur 6 tahun pergi ke Mekkah untuk menunaikan
ibadah Haji, K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammad Siraj tinggal selama satu
setengah tahun, belajar ilmu-ilmu agama kepada beberapa orang guru. Beliau
belajar ilmu fiqh kepada Kyai Makhful Termas dan Sa’id Babusyel, belajar
ilmu Hadist kepada Mufti Syafi’i, belajar ilmu falak kepada Kyai Asy’ari
Baceyan, dan berguru kepada Syaikh Ali Mishri Makkah dalam ilmu qiraah.
K.H. Ahmad Dahlan juga menjalin hubungan dan berteman dengan orang-
orang Indonesia di sana, yaitu Syaikh Muhammad Khatib dari Minangkabau,
Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya dan Kyai Fakih
Maskumambang dari Gresik. Sepulang dari Mekkah Kyai Haji Ahmad Dahlan
mulai mendirikan pondok (asrama) untuk murid – murid yang datang dari jauh,
yaitu Pekalongan, Batang, Magelang, Solo dan Semarang. Selain dari daerah –
daerah itu, murid-muridnya juga datang dari yang lebih dekat seperti Bantul,
Srandakan, Brosot, dan Kulonprogo. Sebagaimana umumnya kaum santri
Indonesia masa itu, kitab-kitab yang di pelajari Kyai Dahlan adalah kitab –
kitab dari Ahlusunnah wal jamaah dalam ilmu Aqaid, kitab Madzab Syafi’i
dalam ilmu fikih dan dari Imam Gazali dalam ilmu tasawuf.
Namun kembalinya dari Makkah,setelah percakapan dengan beberapa
tokoh pembaharuan dia mulai membaca kitab-kitab yang berjiwa penbaharuan
itu. Kitab yang sering di bacanya adalah : Al-Tauhid, karangan Muhammad
‘Abduh, Tafsir Jus Amma karangan Muhammad Abduh, Kanzul-Ulum; Dairah
Al- Ma’arif, karangan Farid Wajdi , Fi’al – Bid’ah karangan ibn Taimiyyah: Al-
Tawassul w-a- wasilah, karangan ibn Taimiyah; Al –Islam wan Nashraniyyah,
karangan Muhammad Abduh, Izhar al-haqq, karangan Rahmah Allah Al-Hindi;
Tafsil al- Nasharatain Tafhsil al- Sa’adatain. ; Matan al-Hikam, karangan
‘Atha Allah dan Al-Qsha’ id al ‘Aththasiyyah, karangan Abd al-Aththas.
B. Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi K.H. Ahmad Dahlan Mendirikan
Muhammadiyah
Berkaitan dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah secara garis
besar faktor penyebabnya adalah pertama, faktor subyektif adalah hasil
pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur’an dalam menelaah,
membahas dan mengkaji kandungan isinya. Kedua, faktor obyektif di mana
dapat dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal ketidakmurnian
amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-
satunya rujukan oleh sebagiab besar umat Islam Indonesia.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat islam
sendiri yang tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem
pendidikan islam. Sikap beragama umat islam saat itu pada umumnya belum
dapat dikatakan sebagai sikap beragama yang rasional. Sirik, taklid, dan
bid’ah masih menyelubungai kehidupan umat islam, terutama dalam
lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu telah jauh tertanam. Sikap
beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba pada awal
abad ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa
terjadinya proses islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui
proses islamisasi di indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu
Tasawuf/Tarekat dan mazhab fikih, dan dalam proses tersebut para
pedagang dan kaum sifi memegang peranan yag sangat penting. Melalui
merekalah islam dapat menjangkau daerah-daerah hampir diseluruh
nusantara ini.

2. Faktor eksernal
Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah
adalah faktor yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh politik
penjajahan kolonial belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak dalam
system pendidikan kolonial serta usaha kearah westrnisasi dan kristenisasi.
Pendidikan kolonial dikelola oleh pemerintah kolonial untuk anak-anak
bumi putra, ataupun yang diserahkan kepada misi and zending Kristen
dengan bantuan financial dari pemerintah belanda. Pendidikan demikian
pada awal abad ke 20 telah meyebar dibeberapa kota, sejak dari pendidikan
dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga pendidikan guru dan sekolah
kejuruan. Adanya lembaga pendidikan colonial terdapatlah dua macam
pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan islam tradisional dan
pendideikan colonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya
dari segi tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.
Pendidikan kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-
sekolah colonial, dan dalan artian ini orang menilai pendidikan colonial
sebagai pendidikan yang bersifat sekuler, disamping sebagai peyebar
kebudayaan barat. Dengan corak pendidikan yang demikian pemerintah
colonial tidak hanya menginginkan lahirnya golongan pribumi yang
terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini merupakan salah satu sisi
politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak lain dari
usaha westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia
kedalam orbit kebudayaan barat. Dari lembaga pendidikan ini lahirlah
golongan intlektual yang biasanya memuja barat dan menyudutkan tradisi
nenekmoyang serta kurang menghargai islam, agama yang dianutnya. Hal
ini agaknya wajar, karena mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan
kebudayaan barat yang sekuler anpa mengimbanginya dengan pendidiakan
agama konsumsi moral dan jiwanya. Sikap umat yang demikianlah tankanya
yang dimaksud sebagai ancaman dan tantangan bagi islam diawal abad ke
20.
Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang
dapat dijadikan sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar
ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan
surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan
gerakan tauhid. Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian
umat islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam
dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan faham animisme dan
dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di indonesia
memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam,
terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak segala
bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran
menjadi piliha mutlak bagi umat islamm Indonesia. Keterbelakangan umat
islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk
mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan.
Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama
keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap
menjadi sumber lahirnya generasi baru muda islam yang berpikir moderen.
Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika
kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia. Maraknya kristenisasi di
indonesia sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia timur yang
mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek
imperialalisme dan modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk
memperluas daerah koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi
industeri yang melada eropa.
Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya gerejawan dan para
penginjil untuk menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa umat manusia
diseluruh dunia untuk ’mengikuti’ ajaran jesus. Tetapi juga membawa angin
modernisasi yang sedang melanda erofa. Modernisasi yang terhembus melalui
model pendidikan barat (belanda) di indonesia mengusung paham-paham yang
melahirkan moernisasi eropa, seperti sekularisme, individualisme, liberalisme
dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak dihentikan maka akan terlahir
generasi baru islam yang rasional tetapi liberal dan sekuler.
C. Pengertian Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang berada di
Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW,
sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang
menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama Muhammadiyah
adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses
dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampurbaur
dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi. Muhammadiyah
adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar
dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan
pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran
Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan
berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Alquran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang
berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para
tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam
menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga
mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi.
D. Maksud Dan Tujuan Muhammadiyah
Pada tahun 1912, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi
Nusantara. K.H. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam
cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Dia ingin mengajak
umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-
Hadits. Untuk mencapai tujuan tersebut selalu di adakan rapat-rapat dan tabligh
yang dibicarakan adalah masalah- masalah Islam. Organisasi perlu mendirikan
Badan Wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur,
surat-surat kabar dan majalah-majalah.
Perkumpulan ini berdiri pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal
K.H. Ahmad Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan
organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai
fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh
hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi
Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam
tuduhan lain. Saat itu K.H. Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di
sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk
anak-anak priayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun
ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam
di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
E. Arti Lambang Muhammadiyah
1. Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk
matahari yang memancarkan duabelas
sinar yang mengarah ke segala penjuru
dengan sinarnya yang putih bersih
bercahaya. Di tengah-tengah matahari
terdapat tulisan dengan huruf Arab :
Muhammadiyah. Pada lingkaran yang
mengelilingi tulisan huruf Arab berwujud kalimat syahadat tauhid :
asyhadu anal ila,ha illa Allah (saya bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan
kecuali Allah); di lingkaran sebelah atas dan pada lingkaran bagian bawah
tertulis kalimat syahadat Rasul : wa asyhadu anna Muhammaddar
Rasulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Seluruh Gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di
atas warna dasar hijau daun.
2. Arti Lambang
Matahari merupakan titik pusat dalam tata surya dan merupakan
sumber kekuatan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Jika matahari
menjadi kekuatan cikal bakal biologis, Muhammadiyah diharapkan dapat
menjadi sumber kekuatan spiritual dengan nilai-nilai Islam yang berintikan
dua kalimat syahadat.
Duabelas sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru
diibaratkan sebagai tekad dan semagat warga Muhammadiyah dalam
memperjuangkan Islam, semangat yang pantang mundur dan pantang
menyerah seperti kaum Hawari (sahabat nabi Isa yang berjumlah 12).
Warna Putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan
keikhlasan. Warna Hijau yang menjadi warna dasar melambangkan
kedamaian dan dan kesejahteraan.

DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan
https://www.biografiku.com/biografi-kh-ahmad-dahlan/
http://www.muhammadiyah.or.id/content-44-det-tentang-muhammadiyah.html
Abdullah, Nafilah. 2015. K.H. Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis). Volume 9,
No. 1, Januari-Juni 2015.
Pimpinan Pusat Aisyiyah. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan.Yogyakarta:
Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.
Pimpinan Pusat Aisyiyah. “Gerakan Perempuan muslim Untuk Mencerahkan
Bangsa “ Dalam Suara Aisyiyah Majalah Perempuan Berkemajuan. Edisi
Khusus Mukatamar Aisyiyah ke-47 (Edisi th ke 92, 8 Agustus 2015).
Yogyakarta : Gramasurya.

Anda mungkin juga menyukai