Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMIKIRAN


AHMAD DAHLAN DAN RAHMAH ELYUNISIAH

Dosen Pengampu : Dr. Syarnubi, M.Pd.I

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Oleh:
Kelompok 12

1. Fadhilah Rabbanita (NIM : 2220202223)


2. Amelia (NIM : 2220202216)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2023
A.Pendahuluan
Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek penting dalam
pembentukan dan pengembangan masyarakat Muslim. Selama berabad-
abad, para pemikir dan tokoh Islam telah mengabdikan diri mereka untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang berkualitas, yang tidak hanya
menekankan pada aspek keagamaan, tetapi juga pada pengembangan
intelektual, moral, dan sosial individu muslim.
Di Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim,
pendidikan Islam telah menjadi bagian integral dari perkembangan
masyarakat Muslim dan upaya mempertahankan serta memperkuat
identitas keislaman.
Dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia, terdapat dua tokoh
penting yang berperan dalam memajukan pendidikan Islam, yaitu Ahmad
Dahlan dan Rahmah Elyunisiah. Ahmad Dahlan hidup pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20. Beliau adalah pendiri organisasi
Muhammadiyah, yang didirikan pada tahun 1912. Ahmad Dahlanadalah
seorang reformis Muslim yang berperan dalam memperbarui pendidikan
Islam di Indonesia. Pemikiran dan aksinya berfokus pada pentingnya
menggabungkan ajaran agama Islam dengan ilmu pengetahuan modern.
Beliau mengusulkan pendidikan Islam yang terbuka, inklusif, dan relevan
dengan perkembangan zaman. 1
Rahmah Elyunisiah lahir pada pertengahan abad ke-20. Sebagai
seorang cendekiawan muslimah, beliau memberikan kontribusi penting
dalam memahami dan mengembangkan pendidikan Islam yang sesuai
dengan tuntutan dan kompleksitas zaman. Pemikirannya yang progresif
menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan

1Mufidah, “Ahmad Dahlan dan Pemikirannya tentang Pendidikan Islam”, Jurnal


Pendidikan Islam. 2, no. 2 (2017): 119

2
pendidikan yang berpusat pada pengembangan spiritual, akhlak, dan
kesadaran sosial. Rahmah Elyunisiah menekankan pentingnya pendidikan
yang memperkuat kesadaran sosial, kepedulian terhadap sesama, dan
pemberdayaan perempuan. Beliau memandang pendidikan Islam sebagai
sarana untuk membentuk karakter yang baik, mendorong inklusivitas, dan
membangun masyarakat yang adil dan harmonis. 2

B. Pengertian Pendidikan Islam


Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad SA Ibrahim
bahwa pendidikan Islam adalah: “ Islamic education in true sense of the
lern, a system of education wich enable a man to lead his life according
to the islamic ideology, so that he may easily mould his life accordance
with tenets of Islam” (Pendidikan Islam dalam pandangan yang
sebenarnya adalah sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang
dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam,
sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan
ajaran Islam). Dalam pengertian ini dinyatakan bahwa pendidikan Islam
merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat beberapa komponen
yang saling terkait. Misalnya kesatuan akidah, syariah dan akhlak, yang
meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik, yang mana keberartian
komponen lain.
Pendidikan Islam juga dilandaskan atas ideologi Islam, sehingga
proses pendidikan Islam tidak bertentangan dengan norma dan nilai dasar
ajaran Islam.3 Terdapat dalam al-Tarbiyah wa al-Ta‟lim fi al-Quran al-
Karim, Muhammad Javed al-Sahlani mengartikan pendidikan Islam

2Abdullah Usman, “Pemikiran Rahmah Elyunisiah Dalam Bidang Pendidikan Islam”,


Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol.17, no.2 (2019): 219
3 Afifuddin Harisah, FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PRINSIP DAN DASAR

PENGEMBANGAN, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), p. 32

3
adalah proses mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan dan
mengembangkan kemampuannya. Definisi ini, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Jalaluddin Rahmat (1991:115) mempunyai tiga prinsip
pendidikan Islam, yaitu:
a) Pendidikan merupakan proses pembantuan pencapaian tingkat
kesempurnaan, yaitu manusia yang mencapai tingkat keimanan
dan keilmuan (QS. Al-Mujadalah: 11) yang disertai kualitas
amal saleh (QS. Al-Mulk: 2).
b) Sebagai model, maka Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah
(suri teladan), yang dijamin Allah SWT. memiliki akhlak mulia
(QS. AlAhzab: 21, al-Qalam: 4).
c) Pada diri manusia terdapat potensi baik-buruk (QS.Asy-Syams:
7-8). Potensi buruk atau negatif, seperti lemah (QS.An-Nisa„:
28) tergesagesa (QS.Al-Anbiya:37), berkeluh kesah (QS.Al-
Ma„arij:19), dan roh ciptaan Tuhan ditiupkan kepadanya pada
saat penyempurnaan penciptaannya (QS.Shad:72). Potensi baik
atau positif seperti manusia diciptakan dalam sebaik-baik
bentuk (QS. At-Tin: 4)

C. Ahmad Dahlan dan Pemikirannya Tentang Pendidikan Islam


a) Biografi K.H. Ahmad Dahlan
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1
Agustus 1868 dan Meninggal dunia di Yogyakarta pada tanggal 23
Februari 1923. Ia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Ayahnya adalah K.H. Abu Bakar, seorang ulama dan Khatib
terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.

4
Ibunya Putri H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu kesultanan
Yogyakarta pada masa itu 4.
Ia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara (semua
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya), yaitu Katib Harun,
Mukhsin atau Nur, Haji Shaleh, Muhammad darwis, ‘Abd Al-
Rahim, Muhammad Pakin dan Basir. Semenjak kecil Muhammad
darwis diasuh dan dididik sebagai putera kyai. Pendidikan dasarnya
dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur‘an, dan
kitab-kitab agama. Pendidikan agama diperoleh langsung dari
ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-
ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Nama kecil
Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis 5
Dalam silsilahnya, ia termasuk keturunan yang kedua belas
dari maulana malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang
terkemuka di antara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama
dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Sulaiman bin Kyai
Murtadha bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin
Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng
Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik
Ibrahim.
Pada umur 15 tahun, Ahmad Dahlan pergi haji dan tinggal di
mekkah selama lima tahun. Pada periode ini, ahmad Dahlan mulai
berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam islam,
seperti Muhammad Abduh, AlAfghani, Rasyid Ridha dan Ibnu

4 Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang : Al-Wasat

Publising House, 2009) h.56.


5
Hery Sucipto, K.H. Ahmad Dahlan Sang Pencerah, Pendidik dan Pendiri
Muhammadiyah, (Jakarta: Best Media Utama, 2010), 59.

5
Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Diantara guru Muhammad darwis adalah K.H. Abu Bakar
(ayahnya) K.H. Muhammad Saleh yang masih kakak iparnya, K.H.
Saleh Darat Semarang (yang juga guru dari K.H. Hasyim Asy‘ari),
K.H. Mukhsin (guru ilmu fiqh), K.H. Abdul Hamid (ilmu nahwu),
K.H. Raden Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz (ilmu hadis dan
ilmu fiqh) dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin
dan Sayyid Bakri (qira‘at Al-Qur‘an), serta beberapa guru
lainnya21. Dengan data ini, tak heran jika dalam usia relatif muda, ia
telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. 6
Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, KH.Ahmad
Dahlan menjadi tenaga pengajar agama di kampungnya. Di samping
itu, ia juga mengajar di sekolah negeri, seperti Kweekschool (
Sekolah Pendidikan Guru) di Jetis Yogyakarta dan Opleiding School
voor inlandhsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah untuk pegawai
pribumi) di Magelang. Sambil mengajar, beliau juga berdagang dan
bertabligh.7

b) Pemikiran Pendidikan Islam Menurut K.H. Ahmad Dahlan


Ahmad Dahlan mempunyai pandangan mengenai pentingnya
pembentukan kepribadian dalam pendidikan, hal ini sama dengan
pemikiran Ahmad Khan (tokoh pembaharu Islam India). Ahmad
Dahlan berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai
kebesaran di dunia maupun di akhirat kecuali mereka yang

6 Hery Sucipto, K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta : Lembaga Pengkajian Agama dan
Masyarakat) h. 64-65
7 Syamsul Kurniawan, Jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam , (Jogjakarta : Ar-

ruzz Media, 2011) h. 193-195

6
mempunyai kepribadian yang baik. Selain berpendapat seperti
diatas, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus
membekali siswa sehingga mampu mencapai kemajuan materiil.
Pendidikan diarahkan untuk mampu menjawab tuntutan masyarakat
karena pada saat itu masyarakat Indonesia mengalami ketertinggalan
dalam bidang ekonomi sehingga tidak mampu memiliki akses ke
sektor pemerintahan dan mereka berada dibawah kolonialisme
Belanda.
Pandangan K.H Ahmad Dahlan dapat dilihat pada kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan di Muhammadiyah, juga bisa dilihat
ide-ide pendidikan yang dikelurakan oleh Ahmad Dahlan, antara
lain:Ia membawa pembaharuan dalam bidang pembentukan lembaga
pendidikan Islam yang semula sistem pesantren menjadi sistem
sekolah. Ia telah memasukan pelajaran umum pada sekolahsekolah
agama dan Madrasah, Ia telah mengadakan perubahan dalam metode
pengajaran dari semula pengajaran sorongan kepada metode
pengajaran yang lebih bervariasi, Ia telah mengajarkan sikap hidup
terbuka dan toleran, Ia dengan organisasinya Muhammadiyah
termasuk Organisasi islam yang paling pesat dalam
menegmbangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi, ia juga
memperkenalkan manajemen yang moderen ke dalam sistem
pendidikan. Cita-cita dan Usaha Ahmad Dahlan ini makin
brkembang pada saat ini, dan telah menunjukan kemajuan yang amat
pesat. 8
Pelaksanaan pendidikan hendaknya dilakukan menurut
Dahlan didasarkan pada landasan yang kokoh, yaitu sebgai Abd
Allah dan Khalifah fi al-ardh. Dalam proses kejadiannya, manusia

8 Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008) h.90-91

7
diberi Allah dengan Al-ruh dan Al-Aql.9 Untuk itu pendidikan
hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-
ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan
manusia kepada sang Khaliq.
Islam menekankan kepada umatnya untuk medayagunakan
semua kemampuan yang ada pada dirinya dalam rangka memahami
fenomena alam semesta. Meskipun dalam Al-Qur’an senantiasa
menekankan pentingnya menggunakan akal, akan tetapi Al-Qur’an
juga mengakui akan keterbatasan kemampuan akal. Oleh karena itu,
aktivitas pendidikan dalam islam hendaknya memberikan
kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi pengembangan kesemua
dimensi. Menurut Dahlan pengembangan merupakan proses
Integrasi Ruh dan Jasad. Konsep ini diketengahkannya dengan
menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara
langsung, sesuai dengan prinsip Al-Qur’an dan as-sunnah, bukan
semata-mata kitab tertentu.
Islam merupakan agama taqhayyir yang menghendaki
Moderenisasi (Tajdid). Prinsip ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-
qur’an bahwa tidak akan terjadi Moderenisasi pada suatu kaum,
kecuali mereka sendiri berupaya kearah tersebut (Q.S.Ar-Rad: 11).
Menurut Dahlan proses perumusan kerangka yang Ideal adalah
disebut dengan proses ijtihad, yaitu mengarahkan otoritas intelektual
untuk sampai pada suati Konklusi tentang berbagai persoalan.
Dalam hal ini Dahlan menyadari bahwa umat islam telah deikian
lama terpasung oleh faham dan amal agama yang menyimpang dari
Universalitas ajaran agama. Dahlan mencoba menggugat praktek

9 Ramayulis dan Syamsul Nizar, Insiklopedia Pendidikan Islam, (Ciputat : Kuantum


Teaching, 2005) h. 205-206

8
pendidikan islam pada masanya. Pada waktu itu pelaksanaan
pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan
sosialisasi pelaku individu maupun sosial yang telah menjadi model
baku dalam masyarakat. Pendidikan tidak memberkan kebebasan
peserta didik untuk berkreasi dan mengambil prakarsa. Kondisi yang
demikian menyebabkan pelaksanaan pendidikan berjalan searah dan
tidak bersifat dialogis. Menghargai potensi akal dan hati yang suci,
merupakan cara strategis bagi peserta didik mencapai pengetahuan
tertinggi.10
Sumbangan terbesar dari K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada
tanggal 18 November 1912 M mendirikan Muhammadiyah bersama
koleganya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji
Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani. Tujuan
Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam di
kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan agama Islam diluar
anggota inti. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi Muhammadiyah
bermaksud mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-
rapat dan tabligh yang membicarakan masalah-masalah Islam,
mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku,
brosur-brosur, surat kabar dan majalah.
Pada tanggal 20 Desember 1912, K.H. Ahmad Dahlan
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada
tahun 1914, dengan surat ketetapan Pemerintah No.81 tanggal 22
Agustus 1914. izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta.
Selanjutnya dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran

10 Syamsul Nizar, Filsafat Pendiidkan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002) h. 104-
109

9
akan perkembangan Muhammadiyah. Itulah sebabnya
kegiatanMuhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti
Srakandan, Wonosari, dan Imogiri serta di tempat-tempat lain telah
berdiri cabang Muhammadiyah di luar Yogyakartamemakai nama
lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan
nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di
Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF)
yang mendapat bimbingan dari cabang Muhammadiyah.
Organisasi Muhammadiyah sendiri berdiri pada tanggal 18
November 1912 atau 8 dzulhijjah 1330 H. Pendirian secara resmi
organisasi Muhammadiyah mempercepat pertumbuhan sekolah-
sekolah madrasah di Yogyakarta, yaitu dengan membangun sekolah
di Karang Kajen pada tahun 1913, Lempuyangan tahun 1915 dan
Pasar Gede tahun 1916, dan pada tahun 1920 madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah dipindah ke Suronatan karena kapasitas gedung
tidak mencukupi untuk menampung para siswa dan kemudian
sekolah itu berganti nama menjadi Pawiyatan Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri beliau menganjurkan
adanya jama‘ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan
menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan
jama‘ah-jama‘ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah,
yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya
Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam,
Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf Bima
kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Menurut Abuddin Nata, ada beberapa catatan yang perlu
dikemukakan. Pertama, Ahmad Dahlan telah membawa perubahan
dalam bentuk kelembagaan pendidikan, yang semula system

10
pesantren menjadi sekolah. Kedua, Ahmad Dahlan memasukkan
mata pelajaran umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau
Madrasah. Ketiga, Ahmad Dahlan mengadakan perubahan dalam
metode pengajaran, dari yang semula menggunakan weton dan
Sorogan menjadi lebih bervariasi. Keempat, Ahmad Dahlan
mengajarkan sifat hidup terbuka dan toleran terhadap pendidikan.
Kelima, Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyyahnya berhasil
mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam, dari tingkat
dasar hingga perguruan tinggi, dan dari yang berbentuk sekolah
agama hingga berbentuk sekolah umum. Keenam, Ahmad Dahlan
berhasil memperkenalkan manajemen pendidikan moderen kedalam
sistem pendidikan dirancangnya. 11
Menurut K.H Ahmad Dahlan bahwa kunci kemajuan ada pada
Al-qur’an dan Hadits. Maka K.H Ahmad Dahlan mangatakan untuk
mengaktualisasikannya bahwa harus mengetahui terlebih dahulu
Tujuan dari Pendidikan Islam yaitu hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, yaitu alim
dalam agama, luas pandangan, yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum
dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat, hal ini berarti
bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi
muslim sejati yang bertaqwa baik sebagai hamba Allah maupun
khalifah dimuka bumi. Untuk mencapai tujuan ini proses pendidikan
Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan baik
umum maupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas dan
memperkokoh spiritualitas peserta didik.
Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari
tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu

11 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet: I, Jakarta : Logos, 1997) h. 208

11
pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di
satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan
individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya,
pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler
yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat
dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia :
lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai
ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi
tidak menguasai ilmu agama.

D. Rahmah Elyunisiah dan Pemikirannya Tentang Pendidikan Islam


a) Biografi Rahmah Elyunisiah
Rahmah El-Yunisiah lahir pada tanggal 1 Rajab1318 H atau
20 Desember 1900 di jalan Lubuk Mata Kucing,Kanagarian, Bukit
Sarungan, Padang Panjang,tanah Minangkabau. 12 Menurut Deliar
Noer, Rahmah El-Yunisiah lahir di Padang Panjang pada tanggal 31
Desember 1900 dan dididik oleh abangnya sendiri sampai tahun
1923.13
Menurut Asni Furodiah, menyebutkan bahwa Rahmah El
Yunisiah dilahirkan pada tanggal 26 Oktober 1900 (1 Rajab 1318 H)
di Padang Panjang, Sumatera Barat. Dia anak bungsu dari lima
bersaudara, Zainuddin Labay (1890-1924 M), Mariah (1893-1972
M), Muhammad Rasyad(1895-1956 M), dan Rihanah (1898-1968
M) dan Rahmah mash mempunyai saudara lain ibu, yaitu Abdus

12 Rohmatun Lukluk Isnaini, “Ulama Perempuan dan Dedikasinya Dalam


Pendidikan Islam (TelaahPemikiran Rahmah El-Yunisiah)”, Jurnal Pendidikan Agama Islam,
Vol.4 No.1 (2016) : 3

13 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES:


1982) h.62

12
Samad, Hamidah, Pakih Bandaro, Liah, Aminuddin, Safiah,
Samihah dan Kamsiah.
Ayah Rahmah el-Yunusiyah, Syekh Muhammad Yunus
adalah seorang ulama besardi zamannya. Syekh Muhammad Yunus
(1846-1906 M) menjabat sebagai seorang Qadli di negeri Pandai
Sikat dan pimpinan Tarekat Naqsabandiyah al-Khalidiyah. Selain itu
Syekh Muhammad Yunusjuga ahli ilmu falakdan hisab. Ia pernah
menuntut ilmu di tanah suci Mekkah selama 4 tahun. Ulama yang
masih ada darah keturunan dengan pembaharu Islam yang juga
seorang tokoh Paderi Tuanku Nan Pulang di Rao.
Adapun ibunda Rahmah el-Yunusiyah yang biasa disebut
Ummi Rafl'ah, nenek moyangnya berasal dari negeri Langkat,
Bukittinggi Kabupaten Agam dan pindah ke bukit Surungan Padang
Panjang pada abad XVIIIM yang lalu. Ummi Rafi'ah masih berdarah
keturunan ulama, empat tingkat diatasnya masih ada hubungan
dengan mamak Haji Miskin, sang pembaharu gerakan Paderi. Ummi
Rafi'ah yang bersuku Sikumbang adalah anak keempat dari lima
bersaudara. Ia menikah dengan Syekh Muhammad Yunus saat
berusia 16 tahun, sedangkan Syekh Muhammad Yunus berusia 42
tahun.
Dari silsilah keturunan Rahmah el-Yunusiyah nampak bahwa
ia berasal dari keturunan ulama. Dalam usia enam belastahun ia
menikah dengan seorang alim dan mubaligh bernama Haji
Bahauddin Lathif dari Sumpur Padang Panjang. Perkawinan ini
tidak berlangsung lama, hanya enam tahun, pada tahun 1922
keduanya bercerai atas kehendak kedua belah pihak dan selanjutnya
menganggap sebagai dua orang bersaudara.

13
Dari perkawinan ini Rahmah tidak mempunyai anak. Sejak
perceraian tersebut, ia tidak bersuami lagi. Rupanya hal ini memberi
faedah kepadanya sendiri, sehingga ia dapat menempatkan seluruh
hidupnya kepada perguruan yang didirikannya. Ia berpulang ke
rahmatullah pada hari Rabu tanggal 9 Zulhijjah 1388 Hijriah atau
tanggal 26 Februari 1969 pada pukul 19.30 di rumahnya sendiri di
Padang Panjang.Jenazahnya dikuburkan di perkuburan keluarga
disamping rumahnya yang juga di samping perguruan yang ia
dirikan. Setiap orang yang melewati rumah dan perguruannya akan
dapat melihat nisan kuburannya di pinggirjalan Lubuk Mata Kucing.
Rahmah El-Yunusiyah mendapat pendidikan awal dari sang
ayah, namun masa belajar itu hanya berlangsung singkat karena
ayahnya meninggal saat ia mash kanak-kanak. Setalah itu, ia
dibesarkan oleh ibunya dan peran sang ayah digantikan oleh kedua
kakaknya yakni Zainuddin Labay El-Yunusiyah dan M. Rasyad.
Kakaknya Zainuddin adalah salah seorang tokoh pembaharu di
Sumatra Barat. Zainuddin juga pendiri Diniyah School di
Sumatra.Kakaknya dapat menguasai beberapa bahasa asing seperti:
Inggris, Arab, dan Belanda sehingga banyak membantu Rahmah
dalam mencari literature bahasa asing. Rahmah sangat menyegani
dan mengagumi kakaknya.
Rahmah menikah pada usia 16 tahun seperti jejak bunya. Ia
dipinang oleh seorang mubalig dan ulama muda berpikiran maju
bernama H. Baharuddin Lathif dari Sumpur Padang Panjang. Pada
tahun 1922 atas keputusan kedua belah pihak bersepakat bercerai dan
memutuskan untuk menganggap sebagai dua bersaudara. Dari
pernikahan ini a tidak memperoleh keturunan. Sejak peristiwa itu, ia

14
tidak bersuami lagi sampai sepanjang hidupnya a mengabdikan diri
pada madrasah yang dibangunnya.
Di akhir hayatnya, pada hari Rabu tanggal 9 Zulhijjah 1338
Hijriyah atau tanggal 26 Februari 1969 pada pukul 19.30 di
rumahnya sendiri di Padang Panjang, Rahmah Elyunisiah wafat pada
usia 68 tahun 2 bulan. Ia dikuburkan di perkuburan keluarga di
samping Jalan Lubuk Mata Kucing. Pengorbanan dalam hidupnya
tidaklah sia-sia. Perjuangan dan dedikasinya dalam bidang
pendidikan banyak memberi manfaat besar bagi agama, kehidupan
masyarakat, dan Negara khususnya perempuan.

b) Pemikiran Pendidikan Islam menurut Rahmah El-Yunisiah


Dalam pandangan Rahmah El Yunusiah, perempuan memiliki
peran penting dalam kehidupan. Perempuan merupakan tiang dalam
hidup untuk mengendalikan jalur kehidupan seseorang pada masa
yang akan datang. Bukan hanya kaum laki-laki saja yang menjadi
pokok dalam rumah tangga, akan tetapi perempuan juga ikut serta di
dalamnya.Oleh karena itu,untuk meningkatkan kualitas dan
memperbaiki kedudukan perempuan baik di bidang intelektual,
kepribadian maupun keterampilan diperlukan latihan khusus bagi
kaum perempuan.
Pemikiran seorang tokoh perempuan modernis ini telah
memperluas sarana pendidikan bagi kaum perempuan di kepulauan
Indonesia. Adapun gagasan dalam bidang pendidikan ialah, dia
sangat ingin melihat kaum wanita Indonesia memperoleh kesempatan
penuh meuntut ilmu pengetahuan yang sesuai dengan fitrah wanita
sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan mendidik
mereka sanggup berdiri sendiri di atas kekuatan kaki sendiri, yaitu

15
menjadi ibu pendidik yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab
kepada kesejahteraan bangsa dan tanah air, di mana kehidupan agama
mendapat tempat yang layak. 14
Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Rahmah El Yunusiah
adalah sistem modern yang mengintegrasikan pengajaran ilmu-ilmu
agama dan ilmu-ilmu umum secara klasikal,serta memberi pelajaran
keterampilan. Akan tetapi, penekanan pokok dituangkan pada ilmu-
ilmu agama agar perempuan di Indonesia tidak liar dalam berpikir.
Dengan berdirinya madrasah diniyyah puteri, Rahmah El Yunusiah
menuangkan seluruh pemikirannya untuk kemaslahatan kaum
perempuan.
Pandangan Rahmah tentang perempuan di kalangan
masyarakat, khususnya di rumah tangganya sendiri, bahwa bukan
laki-laki yang menjadi tiang rumah tangga tapi perempuan.Maka dari
itu, perempuan membutuhkan Pendidikan khusus dengan sistem
sendiri. Dia melihat bahwa hukum agama sangat erat dengan seluk
beluk kewanitaan.
Kiprah dan pemikiran Rahmah El Yunusiah dalam
pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau bisa dilihat dengan
adanya pendirian Diniyyah School Putri (1923), Yunior Institut Putri
(1938), Islamitisch Hollandse School (1940), Kulliyatul Mu'allimin
ElIslamiyyah (1940), dan lain-lain.15
Selain pemikiran dalam modernisasi pendidikan perempuan,
Rahmah El Yunusiah juga sangat produktif dan inovatif dalam
dakwah Islam. Menurutnya,dakwah itu bukan hanya ceramah di
atas panggung yang didengarkan oleh banyak orang, tapi seluruh

14 Hamruni, “Pendidikan dalam Pemikiran Rahmah El Yunisiah”, Jurnal Pendidikan


Islam, Vol 2 No.1 (2004) : 113
15 Ibid. hlm 123

16
kegiatan yang dilakukan dalam rangka melaksanakan amalan
Islam itu sudah termasuk dakwah. Dia berpegang pada hadits yang
mengatakan Ballighu ‘anni walaw Ayatan. Oleh karenanya Rahmah
El-Yunisiah merupakan tokoh Perempuan yang multidimensi dan
semua kegiatannya dalam rangka dakwah.
Sejak belajar di Diniyah School yang didirikan kakaknya,
Zainuddin Labay, pada tanggal 10 Oktober 1915, Rahmah banyak
memperoleh pengetahuan praktis yang berkenaan dengan pergaulan,
terutama pergaulan antara murid-murid perempuan dan laki-laki serta
watak manusia yang beragam. Ia dapat bertukar pikiran dengan
mereka baik mengenai hukum Islam, sosial, budaya dan pergaulan
(muamalah). Dari pengenalan berbagai macam watak manusia ini ia
mulai menyadari dirinya dan keadaan masyarakat lingkungannya,
terutama masyarakat wanita, yaitu mereka yang tidak memperoleh
kesempatan menuntut ilmu sebagaimana yang dialaminya.
Selama ia menjadi siswa Diniyah School, ia dapat menuntut
ilmu dengan baik dan dengan kecerdasannya Rahmah mendorong
dirinya untuk bersikap kritis, ia tidak puas dengan sistem koedukasi
pada Diniyah School yang kurang memberikan penjelasan terbuka
kepada siswa puteri mengenai persoalan khusus perempuan. Rasa
ketidak-puasannya ini dibicarakan dengan tiga temannya sesama
wanita (Rasuna Said, Nanisah dan Jawana Basyir), untuk kemudian
bersepakat untuk membentuk kelompok belajar.Rahmah mengajak
ketiga temannya ini untuk menambah ilmu agama secara mendalam
di luar perguruan di antaranya di Surau Jembatan Besi.

17
E. Penutup
Ahmad Dahlan dan Rahmah Elyunisiah, dua tokoh penting dalam
sejarah pendidikan Islam di Indonesia, telah memberikan kontribusi yang
signifikan dalam memajukan sistem pendidikan Islam di negara ini.
Meskipun memiliki pandangan dan pemikiran yang berbeda, keduanya
saling melengkapi dalam memperbaiki dan memperkaya pendidikan
Islam.
Ahmad Dahlan, sebagai seorang reformis dan modernis Muslim,
menekankan pentingnya menggabungkan pendidikan Islam dengan ilmu
pengetahuan modern. Ia memandang pendidikan sebagai sarana untuk
mengembangkan potensi individu, memperkuat karakter yang mulia, dan
menyebarkan pemahaman yang luas tentang ajaran agama Islam.
Di sisi lain, Rahmah Elyunisiah membawa perspektif yang progresif
tentang pendidikan Islam, yang menekankan integrasi nilai-nilai Islam
dengan pendidikan yang berpusat pada pengembangan spiritual, akhlak,
dan kesadaran sosial. Beliau memandang pendidikan sebagai sarana
untuk membentuk karakter yang baik, mendorong inklusivitas, dan
membangun masyarakat yang adil dan harmonis.
Pandangan dan kontribusi Ahmad Dahlan dan Rahmah Elyunisiah
membawa dampak positif dalam perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia. Melalui pendekatan inklusif, terbuka terhadap ilmu
pengetahuan, dan fokus pada nilai-nilai Islam, mereka telah memberikan
landasan yang kuat untuk memajukan sistem pendidikan Islam yang
relevan dan adaptif terhadap tuntutan zaman.
Dengan melibatkan elemen pendidikan yang holistik, yang
mencakup aspek spiritual, intelektual, dan sosial, pendidikan Islam dapat
membentuk generasi Muslim yang beriman, berakhlak mulia, dan
memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama Islam.

18
Ahmad Dahlan dan Rahmah Elyunisiah telah memberikan inspirasi dan
arahan yang berharga bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia,
memastikan bahwa pendidikan Islam tetap relevan, bermakna, dan
berdaya saing di era modern ini.
Namun, meskipun kontribusi mereka sangat berharga, penting
untuk diakui bahwa perkembangan pendidikan Islam di Indonesia masih
dihadapkan pada sejumlah tantangan. Faktor-faktor seperti aksesibilitas,
kualitas pendidikan, kesenjangan gender, dan tantangan sosial masih
menjadi isu yang perlu diatasi.
Kesuksesan pendidikan Islam di Indonesia memerlukan upaya
kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat,
lembaga pendidikan, dan tokoh-tokoh pemikir. Dengan komitmen
bersama dan pendekatan yang realistis, pendidikan Islam dapat terus
berkembang dan memberikan kontribusi yang positif dalam membentuk
generasi yang beriman, berakhlak mulia, dan berpengetahuan luas di
Indonesia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Usman, “Pemikiran Rahmah Elyunisiah Dalam Bidang


Pendidikan Islam”, Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol.17, no.2
(2019): 219
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet: I, Jakarta : Logos, 1997) h.
208
Afifuddin Harisah, FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PRINSIP DAN
DASAR PENGEMBANGAN, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), p. 32
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta:
LP3ES: 1982) h.62
Hamruni, “Pendidikan dalam Pemikiran Rahmah El Yunisiah”, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol 2 No.1 (2004) : 113
Hery Sucipto, K.H. Ahmad Dahlan Sang Pencerah, Pendidik dan Pendiri
Muhammadiyah, (Jakarta: Best Media Utama, 2010), 59.
Hery Sucipto, K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta : Lembaga Pengkajian Agama
dan Masyarakat) h. 64-65
Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang : Al-
Wasat Publising House, 2009) h.56.
Mufidah, “Ahmad Dahlan dan Pemikirannya tentang Pendidikan Islam”,
Jurnal Pendidikan Islam. 2, no. 2 (2017): 119
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Insiklopedia Pendidikan Islam, (Ciputat :
Kuantum Teaching, 2005) h. 205-206
Rohmatun Lukluk Isnaini, “Ulama Perempuan dan Dedikasinya Dalam
Pendidikan Islam (TelaahPemikiran Rahmah El-Yunisiah)”, Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol.4 No.1 (2016) : 3
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008) h.90-91

20
Syamsul Kurniawan, Jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam , (Jogjakarta
: Ar-ruzz Media, 2011) h. 193-195
Syamsul Nizar, Filsafat Pendiidkan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002) h.
104-109

21

Anda mungkin juga menyukai