Anda di halaman 1dari 57

RESUME

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia

Dosen Pengampu : Iqbal Anggia Yusuf,M.Pd

Oleh :

Nama Lengkap : Maya Febrianti


NIM : 1801178
Kelas/Semester : PAI C/V

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TASIKMALAYA

2020
1. PENGERTIAN SPII, OBJEK SPII, KEGUNAAN MEMPELAJARI SEJARAH
PENDIDIKAN DI INDONESIA
A. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Dalam pembahasan tentangpengertian sejarah pendidikan Islam terdapat dua
konsep yaitu sejarah dan pendidikan Islam. Dalam bahasa Arab sejarah
dinamakan dengan tarikh yang artinya adalah pengetahuan tentang waktu,atau
waktu terjadinya sesuatu. Sedangkan menurut Suryanegara,secara terminology
sejarah adalahistilah yang diangkat dari bahasa Arab “syajarotun’’ yang berarti
pohon. Kata syajarotunmemberikan gambaran pendekatan ilmu sejarah yang lebih
analogis karena memberikan gambaran pertumbuhan peradaban manusia
“pohon”,yang tumbuh dari pohon kecil menjadi pohon yang rindang dan
berkesinambungan. Dalam bahasa Inggris sejarah disebut “history”yang berarti
pengalaman masa lampau daripada umat manusia “the past experience of
mankind”. Pengertian selanjutnya memberikan maknasejarah sebagai catatan
yangberhubungan dengankejadian-kejadian masa silamyang diabadikan dalam
laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas. Kemudian sebagai
cabang ilmu pengetahuansejarah mengungkap peristiwa-peristiwa masa silam
baikperistiwa sosial, politik, ekonomi maupun agama dan budayadari suatu
bangsa,negara ataupun dunia. Menurut Sayid Quthub, sejarah bukanlah peristiwa-
peristiwa melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu dan pengertianmengenai
hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta
memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.

Pendidikan secara umum didefinisikan menjadi dua macam pertama pendidikan


sebagai proses pewarisan penerusan atau enkulturasi dan sosialisasi perilaku sosial
dan individual yang telah menjadi model anutanmasyarakat secara baku. Dalam
pengertian ini pendidikan berarti proses pembudayaanatau untuk menanamkan
nilai tertentu kepada anak didik baik dalam keluarga sekolah maupun masyarakat.
Kedua pendidikan sebagai upaya fasilitatifyang memungkinkan terciptanya situasi
atau lingkungan dimana potensi-potensi dasar anak dasar dengan tuntutan
perkembangan zaman. Pendidikan juga diartikan sebagai latihan mental, moral
dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah SWT.
Pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan yang dikelola, dilaksanakan dan
diperuntukkan bagi Umat Islam .

B. Objek sejarah Pendidikan Islam


Sejarah biasanya ditulis dan dikaji dari sudut pandang suatu fakta atau kejadian
tentang peradaban bangsa. Maka objek sejarah pendidikan Islam mencakup fakta-
fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Islam baik informal maupun formal. Dengan demikian dapat diperoleh “sejarah
serba objek”. Dalam hal ini sejalan dengan peranan agama Islam sebagai agama
da’wah menyeru kebaikan dan mencegah pada kemunkaran, menuju kehidupan
yang sejahtera baik lahir maupun batin. Namun sebagai cabang ilmu pengetahuan,
objek sejarah pendidikan islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang
dlakukan dalam objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang
dimilikinya.

C. Kegunaan mempelajaraiSejarah Pendidikan Islam di Indonesia


Secara umum sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan
umat manusia. Karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat
menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan serta
perkembangan kehidupan umaat manusia. Sumber utama ajaran Islam adalah al-
qur’anyang mengandung banyak sekali nilai-nilai ksejarahan, yang langsung dan
tidak langsung mengandung makna besar, pelajaran yang sangat tinggi dan
pimpinan utama, khususnya bagi umat Islam. Maka tarikh dan ilmu mempunyai
kegunaan dalam Islam menduduki arti penting dan mempunyai kegunaan dalam
kajian Islam.

Oleh sebab itu, kegunaan sejarah pendidikan Islam meliputi dua aspek yaitu
kegunaan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus atau akademis. Yang
bersifat umum, sejarah pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai faktor
keteladanan. Hal ini sejalan dengan makna yang tersurst dan tersirat dalam Firman
Allah SWT:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah. (QS.Al-Ahzab:21). Sedangkan yang bersifat
akademis, kegunaan sejarah pendidikan Islam selain membeikan perbendaharaan
perkembangan ilmu pengetahuan ( teori dan praktek) , juga untuk menumbuhkan
perspektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala
bentuk perubahan dan perkembangan ilmu teknologi.
2. PENDIDIK AGAMA ISLAMDI INDONESIA DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PENDIDIKAN DI NUSANTARA
A. K.H. Ahmad Dahlan
1) Riwayt Hidup
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1898 dan meninggal
pada tanggal 25 Pebruari 1923. Ia berangkat dari keluarga diktatis dan terkenal
alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar, seorang imam dan
khatib masjid besar kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Aminah,
putri KH. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di kraton
Yogyakarta. Pada usia yang masih muda, ia membuat heboh dengan membuat
tanda shaf dalam masjid agung denan memakai kapur. Tanda shaf itu
bertujuan untuk memberi arah kiblat yang benar dalam masjid. Menurut dia
letak masjid yang tepat menghadap barat keliru, sebab letak kota Mekkah
berada disebelah barat agak ke utara dari Indonesia. Berdasarkan hasil
penelitian yang sederhana Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa kiblat di
masjid agung itu kurang benar, dan oleh karena itu harus dibetulkan. Penghulu
kepala yang bertugas menjaga masjid Agung dengan cepat menyuruh orang
membersihkan lantai masjid dan tanda shaf yang ditulis dengan benar.

KH. Ahmad Dahlan memperdalam ilmu agamanya kepada para ulma’ timur
tengah. Beliau memperdalam ilmu fiqih kepada kiai Mahfudz Termas, ilmu
hadits kepada Mufti Syafi’i, ilmu falaq kepada kiai Asy’ari Bacean. Beliau
juga sempat mengadakan dialog dengan para ulama nusantara seperti kiai
Nawawi Banten dan kiai Khatib dari Minangkabau yang dialog ini pada
akhirnya banyak mengalami dan mendorongnya untuk melakukan reformasi di
Indonesia adalah dialognya dengan syeikh Muhammad Rasyid Ridha, seorang
tokoh modernis dari Mesir. Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunannya
dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan islam, KH. Ahmad Dahlan
kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan islam ke pelosok-pelosok
tanah air sambil berdagang batik. KH. Ahmad Dahlan melakukan tabliah dan
diskusi keagamaan sehingga atas desakan para muridnya pada tanggal 18
November 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah.
Disamping aktif di Muhammadiyah beliau juga aktif di partai politik. Seperti
Budi Utomo da Sarikat Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan utnuk
beramal demi kemajuan umat islam dan bangsa. KH. Ahmad Dalhlan
meninggal pada tanggal 7 Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan
dimakamkan di Karang Kadjen, Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.

2) Pemikiran pendidikan KH.Ahmad Dahlan


Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat
islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis
adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala
prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan
gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
 Tujuan pendidikan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan
pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim
dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta
bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan
tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling
bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan
sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan
utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama.
Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan
sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat
dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan
pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan
sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu
agama. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat
bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang
utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta
dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-
umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH.
Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.
 Materi Pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan
berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya
meliputi :
- Pendidikan Moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter
manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
- Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara
perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta
antara dunia dengan akhirat
- Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat
 Model mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahma dahlan tidak
menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena
pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara
kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
- Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan
Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal
seperti sekolah Belanda.
- Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama.
Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil
dari buku-buku umum.
- Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya
terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap
sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan
hubungan guru-murid yang akrab.

B. K.H. Hasyim Asy’ari


1) Riwayat Hidup
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn
‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa
Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan
tanggal 14 Februari 1871. Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari
tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam
Demak. Silsilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab
Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya
yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI
adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri
Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII).

Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan ketokohan Hasyim Asy’ari


sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di samping masa
kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah
bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Mimpi
tersebut kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur belaka, sebab
ternyata tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih sangat muda,
13 tahun, Hasyim Asy’ari sudah berani menjadi guru pengganti (badal) di
pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua dari
umurnya sendiri. Bakat kepemimpinan Kiyai Hasyim sudah tampak sejak
masa kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim
kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan
permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat temannya senang bermain,
karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama. Semasa
hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama
pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya.
Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren,
terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban,
Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K.H. Hasyim Asy’ari merasa
terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K.H. Ya’kub
yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan
kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya,
sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah.

Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan


pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub tersebut. Setelah nikah, K. H. Hasyim
Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari
tanah suci, mertua K. H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di
Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa
seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di
Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari
mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh
Syafi’iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.
Disaat K. H. Hasyim Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah
menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan
anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun
demikian, hal ini tidak mematahkan semangat belajarnya untuk menuntut
ilmu. K. H. Hasyim Asy’ari semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh
Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan
Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid
Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan
Syekh Sultan Hasyim Dagastani. Ia tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Dan
pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung
halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam
waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa. Tanggal 31
Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim
Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama.
Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai
Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU,
bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. K. H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang
pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim
Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang
penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia
dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan
penjajah Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan
kemerdekaan nasional oleh Presiden RI. Pada tahun 1926 K. H. Hasyim
Asy’ari mendirikan partai Nahdatul Ulama (NU). Sejak didirikan sampai
tahun 1947 Rais ‘Am (ketua umum) dijabat oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Ia
pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama pada zaman
pendudukan Jepang untuk wilayah Jawa dan Madura. K. H. Hasyim Asy’ari
wafat pada tahun 1947 di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh
waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan.

2) Pemikiran Pendidikan
Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren,
serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya,
di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Dan semua yang dialami
dan dirasakan beliau selama itu menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola
pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan. Salah satu karya
monumental Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah
kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta’allim fima Yahtaj ilah al
Muta’alim fi Ahuwal Ta’allum wama Yataqaff al Mu’allim fi Maqamat
Ta’limih, namun dalam penulisan ini kami tidak menemukakan kitab aslinya
dan akhirnya banyak mengambil dari tulisan Samsul Nizar dalam bukunya
Filsafat Pendidikan Islam, dan buku-buku yang lain sebagai penunjang.
Pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih beliau tekankan pada masalah
etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan beberapa aspek pendidikan
lainnya.Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
 Signifikansi Pendidikan
Beliau menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah
mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan
manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal
yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid
hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat
untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelikannya.
Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya
terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran
beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh pandangannya akan
masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan bagi siapa saja
yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan
lurus”. Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari
ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk
sekedar menghilangkan kebodohan.

Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju


kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan
hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai
kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan
penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh
orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-
norma Islam.
 Tugas dan Tanggung jawab Murid
- Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
Dalam hal ini terlihat, bahwa Hasyim Asy’ari lebih menekankan
kepada pendidikan ruhani atau pendidikan jiwa, meski demikian
pendidikan jasmani tetap diperhatikan, khususnya bagaimana mengatur
makan, minum, tidur dan sebagainya. Makan dan minum tidak perlu
terlalu banyak dan sederhana, seperti anjuran Rasulullah Muhammad
saw. Serta jangan banyak tidur, dan jangan suka bermalas-malasan.
Banyakkan waktu untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, isi
hari-hari dan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat.
- Etika sorang murid terhadap guru
Etika seperti tersebut di atas, masih banyak dijumpai pada pendidikan
pesantren sekarang ini, akan tetapi etika seperti itu sangat langka di
tengah budaya kosmopolit. Di tengah-tengah pergaulan sekarang, guru
dipandang sebagai teman biasa oleh murid-murid, dan tidak malu-malu
mereka berbicara lebih nyaring dari gurunya. Terlihat pula pemikiran
yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih maju. Hal ini, misalnya
terlihat dalam memilih guru hendaknya yang profesional,
memperhatikan hak-hak guru, dan sebagainya
- Etika murid terhadap pelajaran
sistem pendidikan di pesantren yang selama ini terlihat kolot, hanya
terjadi komunikasi satu arah, guru satu-satunya sumber pengajaran,
dan murid hanya sebagai obyek yang hanya berhak duduk, dengar,
catat dan hafal (DDCH) apa yang dikatakan guru. Namun pemikiran
yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih terbuka, inovatif dan
progresif. Beliau memberikan kesempatan para santri untuk
mengambil dan mengikuti pendapat para ulama, tapi harus hati-hati
dalam menanggapi ikhtilaf para ulama. Hal tersebut senada dengan
pemikiran beliau tentang masalah fiqh, beliau meminta umat Islam
untuk berhati-hati pada mereka yang mengklaim mampu menjalankan
ijtihad, yaitu kaum modernis, yang mengemukakan pendapat mereka
tanpa memiliki persayaratan yang cukup untuk berijtihad itu hanya
berdasarkan pertimbangan pikiran semata. Beliau percaya taqlid itu
diperbolehkan bagi sebagian umat Islam, dan tidak boleh hanya
ditujukan pada mereka yang mampu melakukan ijtihad.

 Tugas dan tanggungjawab guru


- Etika seorang guru
Catatan yang menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas
pemikiran dan pandangan yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari
adalah etika atau statement yang terakhir, dimana guru harus
membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada
masanya jarang sekali dijumpai. Dan hal ini beliau buktikan dengan
banyaknya kitab hasil karangan atau tulisan beliau. Betapa majunya
pemikiran Hasyim Asy’ari dibanding tokoh-tokoh lain pada zamannya,
bahkan beberapa tahun sesudahnya. Dan pemikiran ini ditumbuh serta
diangkat kembali oleh pemikir pendidik zaman sekarang ini, yaitu
Harun Nasution, yang mengatakan hendaknya para dosen-dosen di
Perguruan Tinggi Islam khususnya agar membiasakan diri untuk
menulis.
- Etika guru dalam mengajar
Terlihat bahwa apa yang ditawarkan Hasyim Asy’ari lebih bersifat
pragmatis, artinya, apa yang ditawarkan beliau berangkat dari praktik
yang selama ini dialaminya. Inilah yang memberikan nilai tambah
dalam konsep yang dikemukakan oleh Bapak santri ini. Terlihat juga
betapa beliau sangat memperhatikan sifat dan sikap serta penampilan
seorang guru. Berpenampilan yang terpuji, bukan saja dengan
keramahantamahan, tetapi juga dengan berpakaian yang rapi dan
memakai minyak wangi. Agaknya pemikiran Hasyim Asy’ari juga
sangat maju dibandingkan zamannya, ia menawarkan agar guru
bersikap terbuka, dan memandang murid sebagai subyek pengajaran
bukan hanya sebagai obyek, dengan memberi kesempatan kepada
murid-murid bertanya dan menyampaikan berbagai persoalan di
hadapan guru.

C. H.A. Mukti Ali


1) Riwayat hidup
Nama lengkapnya Prof Dr H Abdul Mukti Ali dilahirkan di kota Cepu, pada
tanggal 23 Agustus 1923 dan Meninggal di kota Yogyakarta, pada tanggal 5
Mei 2004 (tepatnya berumur 81 thn) dengan meninggalkan seorang Istri
bernama Siti Asmadah dan tiga orang anak. Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali
(lahir di Cepu, 23 Agustus 1923) adalah mantan Menteri Agama Kabinet
Pembangunan IIperiode 1973-1978. Sejak berumur delapan tahun, Mukti
menjalani pendidikan Belanda di HIS. Ketika berumur 17 tahun, ia
melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Termas, Kediri, Jawa Timur.
Mukti Ali kemudian melanjutkan studi ke India setelah perang dunia ke dua.
Ia menyelesaikan pendidikan Islam di India dengan memperoleh gelar doktor
sekitar tahun 1952. Setelah itu, ia melanjutkan kembali studinya ke McGill
University, Montreal, Kanada mengambil gelar MA.

Semasa hidupnya, Mukti Ali telah menulis beberapa buku seperti : Beberapa
Persoalan Agama Dewasa ini, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia,
Muslim Bilali dan Muslim Muhajir di Amerika, Ijtihad dalam Pandangan
Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan, Muhammad Iqbal, Ta'limul Muta'alim
versi Imam Zarkasyi, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Asal Usul
Agama, dan Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan.

Abdul Mukti Ali meninggal dunia dalam usia 81 tahun pada tanggal 5 Mei
2004, sekitar pukul 17.30 di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito, Yogyakarta.
Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga besar Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga di Desa Kadisoko, Kecamatan Kalasan,
Kabupaten Sleman
2) Pemkian pendidikan
 Problematika kerukunan umat beragama dapat dinilai sebagai transformasi
religia intelektual dalam menemukan jawaban atas pergulatan pribadi
mengenai interaksi antar umat beragama di Indonesia. Maka menurutnya
betapa pentingnya mempelajari Ilmu Perbandingan Agama, dan muncullah
hal ini dalam kebijakan mentri agama tentang “Dialog Antar Umat
Beragama”.
 Peningkatan mutu pendidikan Agama, diantaranya dengan mendirikan
Lembaga Pendidikan Tilawatil Qur’an atau sering disebut LPTQ baik di
tingkat daerah maupun pusat.
 Memperbaiki dan menertibkan prosedur administrasi, organisasi, termasuk
personil yang ada dalam Departemen Agama.
 Membentuk wadah persatuan Ulama’ Indonesia dengan nama MUI
D. SyedMuhammad Naquib Al-Attas
1) Riwayat hidup
Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al Attas
dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 5 September 1931, Ia adik kandung dari
Prof. DR. Hussein Al-Attas, seorang ilmuwan dan pakar sosiologi di
Univeritas Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Ayahnya bernama Syed Ali bin
Abdullah AL-Attas, sedangkan ibunya bernama Syarifah Raguan Al-Idrus,
keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari
Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf
yangterkenal dari kalangan sayid
2) Pemikiran pendidikan
Al-Atas menawarkan kepada kita hal-hal untuk memagari intervensi dan
pengaruh pedidikan barat yang tidak relevan dengan pendidikan agama Islam,
antara lain:
 Konsep Ta’dib
menurutnya pendidikan lebih cocok menggunakan Ta’dib dari pada
Tarbiyah karena pendidikan dalam pengertian Islam meliputi gagasan
pendidikan dan segala yang terlibat dalam proses pendidikannya.
Pendidikan secara bertahap ditanamkan kedalam manusia yang
mempunyai akal. Maka ta’dib merupakan suatu upaya peresapan dan
penanaman pada diri manusia dalam proses pendidikan sedangkan adab
sendiri merupakan suatu muatan atau kandungan yang mesti ditanamkan
dalam pendidikan Islam. Adab melibatkan disiplin pikiran dan jiwa
menunjuk kebenaran dan melawan yang salah. Sedangkan tarbiyah berarti
menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang tersembunyi dan
mengembangkan kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material.
 Universalitas
Menurutnya konsep pendidikan dalam Islam adalah berusaha mewujudkan
manusia yang baik atau manusia universal yang sesuai dengan fungsi
diciptakannya manusia yakni sebagai hamba Alloh dan kholifah dimuka
bumi. Dan Bukan menciptakan Negara yang baik.
 Universitas
Dalam rangka mewujudkan insane Kamil maka ciri system pendidikan
mencerminkan aspek manusia itu sendiri, dan bukan Negara. Universitas
Islam yang dimaksud mampu mencerminkan pribadi Nabi sebagai Rosul
baik dalam hal ilmu maupun tindakan sehingga dapat menjadi manusia itu
sendiri beradab
 Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Suatu alternative agar pendidikan yang dilakukan umat islam saat ini
mampu memagari konsep-konsep barat yang bertentangan dengan ajaran
Islam. Dengan ditunjukkan mampu menjawaab persoalan agama dan
sekuler yang setidaknya mempersempit dikotomi keduanya.
 Kurikulum
Kurikulum Ilmu Agama mutlak diadakan pada seluruh tingkat pendidikan.
Karena agama mampu membimbing dan menyelamatkan manusia di dunia
dan di akhirat.
3. PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA AWAL
A. Surau
1) Asal usul surau
Dalam hal ini surau sendiri mempunyai pengertian yang bermacam-macam. Di
antaranya secara bahasa berarti “tempat” atau “tempat penyembahan”. Dalam
pengertian asalnya surau mempunyai arti sebuah bangunan kecil yang
dibangun untuk penyembahan arwah nenek moyang, karena alasan ini surau
biasa dibangun di puncak bukit atau tempat yang lebih tinggi dari
lingkungannya. Pengertian ini dinyatakan oleh Azyumardi Azra dalam
bukunya Samsul Nizar Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual: Pendidikan
Islam di Nusantara, Disebutkan juga pendapat Sidi Gazalba yang menyatakan
bahwasanya surau merupakan bangunan peninggalan kebudayaan masyarakat
setempat sebelum datangnya Islam. Surau dalam sistem adat Minangkabau
adalah kaum atau suku. Dalam Ensiklopedi Islam dinyatakan bahwa surau
adalah suatu bangunan kecil tempat sholat yang digunakan juga sebagai
Pendapat lain yang membantah bahwa surau bukanlah tradisi Hindu-Buddha
melainkan berasal dari bahasa Arab yaitu syura yang berarti musyawarah.
Dalam adat Minangkabau surau mempunyai fungsi sebagai tempat untuk
bermusyawarah. Pendapat ini dibantah Sidi Gazalba dengan argumentasi
bahwa teori yang mengatakan bahwa surau berasal dari tradisi Islam akan
menimbulkan masalah di antaranya kenapa perayaan dan musyawarah
dilakukan di surau yang seharusnya dilaksanakan di masjid
2) Perkembangan kelembagaan surau
Dalam sejarah intelektual Islam peran surau agaknya bisa revitalisasi untuk
menjadi sekedar semacam langgar atau mushola, menjadi institusi awal dan
dasar bagi anak-anak Minangkabau setidak-tidaknya untuk belajar mengaji,
juga memungkinkan surau bisa sekaligus direvitalisasi untuk sosialisasi nilai-
nilai adat, budaya dan tradisi keminangan
3) Sistem pendidikan Surau
Lembaga surau lebih merupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi dan
interaksi kultural daripada hanya sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan saja.
Jadi, nampak jelas fungsi learning society di surau sangat menonjol.
Sistem pendidikan di surau tidak mengenal jenjang atau tingkatan kelas, murid
dibedakan sesuai dengan tingkat keilmuannya, proses belajarnya tidak kaku
sama muridnya (Urang Siak) diberikan kebebasan untuk memilih belajar pada
kelompok mana yang ia kehendaki. Dalam proses pembelajaran murid tidak
memakai meja ataupun papan tulis, yang ada hanya kitab kuning yang
merupakan sumber utamanya dalam pembelajaran. Sebagai lembaga
pendidikan, di dalam surau terdapat guru tertinggi -kalau tidak menyebutnya
dengan guru besar- yang biasanya disebut dengan Tuanku Syekh. Sementara
yang lainnya guru-guru biasa.
B. Pondok
Merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya. Adanya pondok sebagai
tempat tinggal bersama antara kyai dengan para santrinya dan bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, merupakan pembeda dengan lembaga
pendidikan lainnya. Pesantren juga menampung santri-santri yang berasal dari
daerah yang jauh untuk bermukim. Pada awalnya pondok tersebut bukan semata-
mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama para santri, untuk
mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kyai, tetapi juga sebagai
tempat latihan bagi santri yang bersangkutan agar mampu hidup mandiri dalam
masyarakat.

Para santri di bawah bimbingan kyai bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dalam situasi kekeluargaan dan bergotong royong sesama warga
pesantren. Perkembangan selanjutnya, pada masa sekarang pondok tampaknya
lebih menonjol fungsinya sebagai tempat pemondokan atau asrama, dan setiap
santri dikenakan sewa atau iuran untuk pemeliharaan pondok tersebut
C. Pesantren
Secara garis besarnya, dijumpai dua macam pendapat yang mengutamakan
tentang pandangannya tentang asal usul pesantren, sebagai institusi pendidikan
Islam. Pertama, pesantren adalah institusi pendidikan Islam, yang memang berasal
dari tradisi lslam. Mereka berkesimpulan, bahwa pesantren lahir dari pola
kehidupan tasawuf, yang kemudian berkembang di wilayah Islam, seperti Timur
Tengah dan Afrika Utara yang dikenal dengan sebutan Zawiyat. Kedua, pesantren
merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu-Buddha yang sudah mengalami proses
Islamisasi. Mereka melihat adanya hubungan antara perkataan pesantren dengan
kata shastri dari bahasa Sanskerta.
4. PENDIDIKAN ISLAM MASA KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA
A. Sejarah Islam di Sumatera
Masa kerajaan Islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini karena lahirnya kerajaan Islam yang
disertai berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu sangat mewarnai sejarah
Islam di Indonesia. Terlebih-lebih, agama Islam juga pernah dijadikan sebagai
agama resmi negara kerajaan pada saat itu. Perjalanan sejarah pendidikan Islam di
Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan Islam pada masa kerajaan Islam
ini. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di Indonesia
1) Sejarah Islam di Aceh
 Kerajaan Samudera Pasai
Para ahli sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke indonesia
(khususnya Sumatera) sejak abad ke-7 atau 8 M. Meskipun Islam sudah
masuk pada abad ke-7 atau 8 M tersebut, ternyata dalam
perkembangaannya mengalami proses yang cukup lama, baru bisa
mendirikan sebuah kerajaan Islam
 Kerajaan perlak
Kerajaan Perlak merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia.
Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin yang memerintah antara
tahun 1243-1267 M tercatat sebagai Sultan keenam. Di Perlak terdapat
suatu lembaga pendidikan lainnya berupa majelis taklim tinggi, yang
dihadiri khusus oleh para murid yang alim dan mendalam ilmunya. Pada
majelis taklim ini diajarkan kitab-kitab agama yang berbobot dan
pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan Imam Syafi’i. Dengan
demikian, pada Kerajaan Perlak ini proses pendidikan islam telah berjalan
dengan baik
 Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12
Zulkaedah 916 H (1511 M) menyatakan perang terhadap buta huruf dan
buta ilmu. Hal ini merupakan tempaan sejak berabad-abad yang lalu, yang
berlandaskan pendidikan Islam dan Ilmu Pengetahuan. Proklamasi
Kerajaan Aceh Darussalam tersebut merupakan hasil peleburan Kerajaan
Islam Aceh di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsy Syah diangkat
menjadi raja dengan gelar Sultan Alauddin Ali Mughayat Syah (1507-
1522).
 Kerajaan siak
Sultan pertamanya adalah Abdul Jalil Rahmad Syah yang memerintah
sebagai Sultan Siak I (1723-1746 M). Pada masa kerajaan Siak II di bawah
kekuasaan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1765 M)
adalah zaman panji-panji Islam berkibar di Siak. Islam diperkirakan masuk
ke Siak pada abad ke-12 M.
B. Sejarah pendidikan islam di sumatera
1) Pendidikan Islam di Minangkabau
Menurut sebagian ahli sejarah, Islam masuk ke Minangkabau kira-kira tahun
1250 M. Ulama yang termasyhur sampai sekarang sebagai pembawa Islam ke
Minangkabau adalah Syekh Burhanuddin yang dilahirkan di Sintuk Pariaman
tahun 1066 H/ 1646 M dan wafat tahun 1111 H/ 1691 M. Dia mengajarkan
agama Islam dan membuka madrasah (surau) tempat pendidikan dan
pengajaran agama Islam. Menurut Prof. H. Mahmud Yunus, Syekh inilah yang
pertama kali mendirikan madrasah untuk menyiarkan pendidikan dan
pengajaran Islam di Minangkabau dengan sistem yang lebih teratur sesuai
dengan sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang digunakan gurunya,
Syekh Abdul Rauf di Aceh.
Pendidikan Islam di Minangkabau mengalami perkembangan yang pesat
karena banyaknya buku-buku pelajaran agama Islam yang masuk ke sana.
Adapun susunan materi pendidikan Islam di Minangkabau antara lain :

a. Belajar huruf Hijaiyah seperti halnya di Aceh.


b. Pengajian kitab yang terbagi atas tiga tingkatan, yaitu: Nahwu, Saraf,
dan Fiqih, Tauhid, Tafsir.
c. Pengajian ilmu Tasawuf, Mantiq, dan Balaghah.
Sistem pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu
halaqah dan sistem majelis taklim. Di Minangkabau yang menjadi pusat
pendidikan awal permulaan Islam adalah Surau kemudian dibuat ruang-ruang
berbentuk kelas, dinamakan madrasah.
2) Pendidikan Islam di Jambi
Jambi adalah salah satu daerah yang berpegang teguh pada ajaran Islam. Hal
ini dibuktikan dengan banyaknya pesantren/madrasah di Jambi, seperti
berikut:
 Pesantren/madrasah Nurul Iman di Jambi
Pesantren ini didirikan pada tahun 1332 H oleh H. Abdul Samad. Pada
mulanya sistem ini digunakan sama seperti pesantren-pesantren lainnya,
yaitu sistem halaqah. Namun, beberapa tahun kemudian memakai sistem
klasikal, yaitu dalam pelaksanaan pengajarannya menggunakan ruangan
kelas, papan tulis, meja, bangku dan sebagainya.
 Madrasah Sa’adatud Darain
Madrasah ini didirikan oleh H. Ahmad Syakur. Sistemnya sama dengan
madrasah Nurul Iman. Murid-muridnya kurang lebih 300 orang dengan
gurunya 20 orang di tahun 1957.
 Madrasah Nurul Islam
Madrasah ini didirikan oleh Kamas H. Muh. Shaleh. Jumlah muridnya
hampir sama dengan madrasah Sa’adatud Darain.
 Madrasah Jauharain
Madrasah ini didirikan pada tahun 1340 H oleh H. Abd. Majid. Muridnya
hampir sama dengan madrasah Nurul Islam.
 Madrasah As’ad
Madrasah ini didirikan oleh K. Abd. Kadir pada tahun 1952. Sistemnya
seperti dikemukakan prof. H. Mahmud Yunus, yaitu mengikuti sistem-
sistem madrasah di Minangkabau. Begitu pula, buku-buku yang
dipelajarinya
3) Pendidikan Islam di Aceh
Syekh Abdur Rauf adalah ulama yang menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam
bahasa Melayu. Tafsir Al-Qur’an iru bernama Tarjamanul Mustafid Bil Jawi.
Ulama-ulama Aceh pun telah mengarang kitab-kitab dengan bahasa Aceh,
seperti: Akhbarul Karim, Bahaya Siribene dan masih banyak lagi. Hal ihwal
tentang pendidikan Islam di Aceh cukup semarak dan maju karena mendapat
dukungan dari pihak pemerintah. Namun, sangat disayangkan, keadaan yang
damai dalam menjalankan syariat pendidikan Islam terbengkalai setelah
timbulnya kerusuhan-kerusuhan antara kampung yang satu dan kampung yang
lainnya. Pada tahun 1873-1904 terjadi peperangan Aceh karena ulah para
penjajah Belanda terhadap umat Islam yang bermaksud menghancurkan
persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam.
Setelah perang selesai, pendidikan Islam pun berkembang kembali hingga
mengalami berbagai pembaharuan mulai rencana pengajaran sampai
pembagian tingkat atau kelas
4) Pendidikan Islam di Sumatera Utara
Pendidikan Islam di Sumatera Utara ditandai oleh tumbuhnya berbagai
pesantren dan madrasah yang cukup qualified dalam mencetak kader penerus
cita-cita bangsa dan agama. Di antara pesantren yang terkenal adalah
pesantren Syekh Hasan Ma’sum di Medan (1916 M), Pesantren Syekh Abdul
Wahab Sungai Lumut, Panai Labuhanbilik (Labuhanbatu), Pesantren/
Madrasah Abdul Hamid Tanjung Balai, Asahan dan Pesantren Syekh
Sulaiman At-Tambusy (Kualuh). Adapun madrasah yang terkenal adalah
Madrasah Maslurah (1331 H/ 1912 M), Madrasah Aziziyah (1923 M).
Madrasah Lilbanat, dan Maktab Islamiyah Tapanuli Medan (1336 H/ 1918 M).
Di samping pesantren dan madrasah, telah berdiri pula Universitas Islam
Sumatera Utara (UISU) yang didirikan di Medan tanggal 7 Januari 1952 M
yang mulanya bernama Perguruan Tinggi Islam Indonesia Medan. Perubahan
nama menjadi UISU terjadi pada tahun 1956 M.
5) Pendidikan Islam di Sumatera selatan (Palembang dan Lampung)
Memasuki tahun 1930-an muncul berbagai lembaga pendidikan Islam di
beberapa wilayah di karesidenan Palembang, terutama di Palembang antara
lain; Madrasah Al-Ilhsan 10 ilir, Madrasah Arabiyah 13 Ulu, Madrasah Nurul
Falah, Madrasah Muhammadiyah, Madrasah Darul Funun dan Madrasah
Ma’had Islami Selain dalam format Madrasah, Lembaga pendiidkan Islam di
Palembang juga muncul dalam format sekolah umum ala Belanda yang
akhirnya disebut sekolah Islam, artinya dalam penyelenggaraan pendidikannya
juga menyajikan materi pelajaran agama. Berbagai pembaharuan dalam
berbagai unsur baik dari segi organisasi, administrasi, kurikulum maupun
aspek-aspek yang terdapat dalam system dan lembaga pendidikan Islam di
Palembang dan bersumber pada ide-ide yang dibawa oleh para alumni pusat-
pusat pendidikan Islam di Timur Tengah, adopsi dari sistem dan lembaga dan
lembaga pendidikan Barat yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda.
Selain itu bersumber juga dari gerakan pembaharuan pendidikan pendidikan di
Indonesia khususnya dari pulau jawa dan pemikiran serta aksi pembaharuan
social dan keagamaan Islam yang dibawa oleh organisasi Islam semacam
Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Di samping pesantren dan madrasah juga telah
berdiri Perguruan Islam Tinggi Palembang di Sumatera Selatan pada tahun
1957 M
5. PENDIDIKAN ISLAM MASA KERAJAAN ISLAM DI JAWA
A. Sejarah Kerajaan
1) Kerajaan Demak
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah pada awal abad XIV. Pada
mulanya, Demak merupakan pusat pengajaran Islam yang dipelopori oleh
Raden Fatah (tahun 1500 M), kemudian makin lama Demak berkembanmg
menjadi kota perdagangan dan akhirnya menjadi sebuah kerajaan. Pendidikan
dan pengajaran Islam bertambah maju dan penyebaran Islam ke seluruh Pulau
Jawa maju pesat karena adanya bantuan pemerintah dan pembesar-pembesar
Islam yang membelanya. Dengan demikian, didikan dan ajaran Islam mulai
mendesak dan mengurangi pengaruh agama Hindu sedikit demi sedikit.
2) Kerajaan Mataram 1575-1757
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajan g tidak menyebabkan perubahan
yang berarti dalam system pendidikan dan pengajaran Islam. Setelah pusat
kerajaan Islam berpindah dari pajang ke Mataram (tahun 1586 M), tampak
beberapa perubahan, terutama pada zaman Sultan Agung(tahun 1613 M).
Setelah mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah
yang lain, Sultan Agung mulai mencurahkan perhatiannya untuk membangun
negara, seperti mempergiat berladang dan bersawah, serta memajukan
perdagangan dengan luar negeri.Ijhg

B. Sejarah Pendidikan Islam di Jawa


Sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebelum Indonesia merdeka masih
berdasarkan kemerdekaan dan belum berpusat seperti sekarang ini. Oleh karena
itu, tiap-tiap daerah melancarkan pendidikan dan pengajaran Islam menurut
keadaan daerah masing-masing. Pendidikan Islam di jawa berlainan keadaannya
dengan di Sumatra dan Sulawesi, Maluku dan daerah lainnya. Ajaran Islam di
jawa tersebar dari pelabuhan dan Bandar-bandar tempat perhubungan dagang
antara Indonesia dan luar negeri, misalnya: Sunda Kelapa ( Jakarta ), Cirebon,
Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya, dan daerah
lainnya. Akibat hubungan ini, para pedagang Indonesia mengetahui dan
mendengar dan mendengar tentang ajaran Islam dan juga tentang didikan Islam
melalui percakapan mereka sehari-hari. Banyak pedagang yang pulang-pergi
berlayar antara Jakarta dan Maluku yang telah menjadi pusat perkembangan Islam
yang telah memeluk agama Islam. Pedagang-Pedagang asing pun, seperti bangsa
tionghoa, banyak yang memeluk Islam sehingga lambat tahun perkembangan di
pulau Jawa berpindah ke tangan kaunm Muslimin. Bupati-bupati di pesisir dan
orang-orang bangsawan banyak yang masuk Islam, agama islam akan mudah
meluas di kalangan masyarakat.

Di samping para pedagang, ada juga orang-orang yang sangat berjasa dalam
menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam di Pulau Jawa, yaitu wali yang
Sembilan atau terkenal dengan sebutan Wali Songo. Kata Wali berasal dari bahasa
Arab dalam bahasa Indonesia mengandung pengertian dekat atau kerabat, teman
dan pelindung. Adapun yang dimaksud dengan kata Wali disini adalah sebutan
untuk orang Islam yang dianggap keramat dan mempunyai kelebihan-kelebihan
yang sulit dijangkau oleh pikiran manusia.Mereka merupakan kekasih Allah yang
selama hidupnya senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, Tidak suka dengan
kesenangan dunia, tidak mementingkan materi, suka mengasingkan diri dari
lingkungannya dengan mencari tempat yang dianggap tenang dan mempunyai
tilmu pengetahuan agama yang tinggi. Sedangkan kata Songo menurut sebagian
besar sejarawan dikatakan berasal dari bahasa Jawa yang berarti Sembilan.
Sebagian Sejarawan mengatakan bahwa kata songo itu berasal dari bahasa Arab
thana yang artinya terpuji.Dari uraian pengertian dua kata di atas maka dapatlah
diambil satu pengertian bahwa yang dimaksud dengan wali songo adalah nama
para wali berjumlah Sembilan orang yang tugasnya menyebarkan dan
mengembangkan agama islam khususnya di Jawa
Nama-nama para wali songo itu adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim, seorang ulama dari Persia,dan menyebarkan Islam di
daerah Jawa Timur, tepatnya di daerah Gresik. Di sini, ia membuka pusat
pengajaran Islam dan mempunyai banyak santri.
2. Sunan Ampel, yang bernama asli Raden Rahmat, ia memusatkan dakwahnya
di daerah Ampel Surabaya.
3. Sunan Bonang, bernama asli Makhdum Ibrahim menyebarkan agama Islam di
Jawa Timur, Tuban dan mendirikan pusat pengajaran Islam di Turban.
4. Sunan Giri ( Raden Paku ), putra Maulana Ishak, pernah ke pasai untuk
memperdalam agama Islam. Bersama putra Sunan Ampel, ia mendirikan pusat
pengajaran di Giri.
5. Sunan Drajat (Syaripudin), adik Sunan Bonang memusatkan daerah
dakwahnya di Sedayu, Jawa Timur. Ia dikenal sebagai ulama yang berjiwa social.
6. Sunan Kudus (Jafar Shidiq), sewaktu muda menjadi panglima perang Kerajaan
Demak, dan menyebarkan Islam di daerah Kudus sampai mendirikan sebuah
Masjid.
7. Sunan Kalijogon (R.M.Syahid), keturunan bangsawan Majapahit,
menyebarkan Islam di daerah Demak.
8. Sunan Muria (Raden Prawoto),putra Sunan Kalijaga, dalam dakwahnya lebih
mencurahkan pada ajaran tasawuf.
9. Sunan Gunung Djati (fatahillah atau Syekh Nurullah), menyebarkan ajaran
Islam di daerah Jawa Barat, yaiyu daerah Cirebon, dan wafat di Cirebon
6. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI SULAWESI
Agama Islam masuk ke Sulawesi sejak abad ke-16, tetapi baru mengalami
perkembangan pesat pada abad ke-17 setelah raja-raja Gowa dan Tallo menyatakan
diri masuk Islam. Rajanya bernama I Mallingkaang Daeng Manyonri yang kemudian
berganti nama Sultan Abdullah Awwalul islam. Menyusul dibelakangnya raja gowa
bernama Sultan Aluddin. Dalam waktu dua tahun seluruh rakyatnya telah memeluk
islam. Mubaligh islam yang berjasa di sana ialah Abdul Qadir Khatib Tunggal dengan
gelar Dato Ri Bandang yang berasal dari Minagkabau. Dakwah Islamiyah ke Sulawesi
berkembang terus sampai ke daerah kerajaan Bugis, Wajo, Sopeng, Sindenreng, dan
lain-lain. Suku Bugis yang terkenal berani, jujur dan suka berterus terang, semula sulit
menerima agama Islam namun secara berangsur-angsur mereka menjadi penganut
Islam yang setia. Pelaut-pelaut Bugis berlayar menjelajah seluruh Indonesia sampai
ke Aceh. Di antara mereka adalah pembesar Bugis bernama Daeng mansur yang di
Aceh lebih dikenal dengan panggilan Tengku di Bugis. Salah seorang puterinya
bernama puteri Sendi. Ia dikawinkan dengan Sultan Iskandar Muda, raja besar Aceh.
Sejak itu hubungan antara Aceh - Bugis sangat erat, sehingga banyak pengaruh
budaya Aceh di Bugis. Bentuk rumah dan cara hidup orang Bugis banyak
kesamaannya dengan Aceh. Tampaknya hubungan perdagangan yang diperkuat
dengan hubungan kekerabatan yang berdasarkan agama Islam itu telah memperkokoh
hubungan persatuan antara penduduk di seluruh wilayah Indonesia. Pendidikan islam
di Sulawesi pada awalnya merupakan pesantren atau surau. Perkembangan pendidikan
mulai pesat sejak adanya alim ulama yang berasal dari Tanah Suci yang datang ke
Sulawesi. Pada dasarnya sistem dan pengajaran islam di Sulawesi sama seperti di
jawa dan sumatera, mengingat sumber mereka adalah sama yaitu Mekkah.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pendidikan mulai dilembagakan dengan


didirikannya madrasah-madrasah dengan format seperti pendidikan modern. Yang
pertama kali mendirikan madrasah di Sulawesi adalah organisasi Muhammadiyah,
sekitar tahun 1926, yaitu:
A. Madrasah Amiriah Islamiah di Bone
Madrasah amiriah islamiah didirikan pada tahun 1933 di Watampone Bone oleh
persatuan ulama dan pemuka-pemuka rakyat. Sebagai pelindung utama adalah raja
Bone, Andi Mappanjukki. Materi yang diajarkan tidak hanya ilmu-ilmu agama
dan Bahasa Arab, tetapi juga pengetahuan umum.
B. Madrasah Wajo Tarbiyah Islamiyahdi Bugis
Pada awal perkembangannya madrasah ini merupakan halaqah yang mengambil
tempat dirumah dan masjid yang dipimpin oleh Syaikh HM. As’ad bin HA.
Rasyid. Selanjutnya proses pendidikan ini dilembagakan menjadi madrasah
dengan nama Madrasah Wajo Tarbiyah Islamiyah pada tahun 1350H (1931 M).
Sejurus kemudian namanya berubah menjadi Madrasah As’adiyah.
Madrasah ini menyelenggarakan beberapa tingkat pendidikan diantaranya
Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Sistem pembelajaran di madrasah
ini selain dengan menggunakan sistem belajar dikelas, juga mempertahankan
sistem berhalaqah
C. Madrasah Al-Khairat di Palu
Madrasah ini didirikan di palu tahun 1930M oleh Syeikh Al-Idrus. Madrasah ini
mempunyai cabang yang tidak kurang dari 60 cabang yang tersebar di wilayah
Sulawesi tengah dan utara. Pada awalnya madrasah ini mementingkan pelajaran
agama dengan bahasa arab sebagai pengantarnya, tetapi dalam perkembangannya
madrasah ini terpecah menjadi dua bagian, yang satu mementingkan pelajaran
agama dan yang satu mementingkan pelajaran umum.
D. Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Mangkoso
Madrasah ini berdiri tahun 1938. Didirikan oleh H. Abdoerrahman Ambon Dale,
seorang murid Syaikh H.M. As’ad Bugis. Pada tanggal 7 pebruari 1947 madrasah
ini diubah mnenjadi Daru Da’wah wal Irsyad
7. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI NUSA TENGGARA
A. Sejarah Masuknya Islam di Nusa Tenggara
Islam masuk ke Nusa Tenggara seiring dengan penaklukan daerah Bore (1606),
Bima (1616, 1618 dan 1628 M), Buton (1626 M) oleh Kerajaan Goa. Dengan
ditaklukkannya daerah tersebut, agama Islam tersebar ke daerah taklukannya
sampai ke Nusa TenggaraSekarang keadaan agama Islam di Nusa Tenggara
sebagai berikut : Di Lombok, Bima, Sumbawa boleh dikatakan kebanyakan
penduduknya beragama Islam. Fachry Ali dan Bachtiar Effendy menguraikan,
setidaknya terdapat tiga faktor utama yang ikut mempercepat proses penyebaran
Islam di Indonesia termasuk Nusa Tenggara, yaitu:
1. Karena ajaran Islam melaksanakan prinsip ketauhidan dalam system
ketuhanannya, suatu prinsip yang secara tegas menekankan ajaran untuk
mempercayai Tuhan Yang Maha Tunggal. Sebagai konsekuensinya, Islam
juga mengajarkan prinsip keadilan dan persamaan dalam tata hubungan
kemasyarakatan.
2. Karena daya lentur (fleksibilitas) ajaran Islam, dalam pengertian bahwa ia
merupakan kodifikasi nilai-nilai yang universal.
3. Islam oleh masyarakat Indonesia dianggap sebagai suatu institusi yang amat
dominan untuk menghadapi dan melawan ekspansi pengaruh barat

B. Pendidikan Islam di Nusa Tenggara


Madrasah Nahdltul Wathan Diniyah islamiyyah didirikan pada tanggal 15 Jumadil
Akhir 1356 H oleh H. Muhammad Zainuddin, seorang ulama besar di Pancor,
Lombok Timur. Pada tahun 1943 M didirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah
Islamiyah oleh K.H. Muhammad Zainuddin di samping Nahdlatul Wathan
Diniyah Islamiyah. Madrasah ini ditujukan bagi murid-murid putri. Madrasah-
madrasah tersebut mempunyai beberapa bagian, diantaranya :
1. Tahdliriyah
2. Ibtidaiyah
3. Mu’alimin / Mua’alimat
4. Bagian SMI
5. Bagian PGA
Pelajaran bagian Tahdliriah dan Ibtidaiyah dititik beratkan dalam mata pelajaran
agama Islam. Pelajaran pada Mu’allimin/Mu’allimat 70% agam dan 30%
pengetahuan umum. Sedangkan pada S.M.I. sebaliknya, yaitu : 30% agama dan
70% pengetahuan umum. Pelajaran pada P.G.A adalah menurut rencana
pengajaran P.G.A. Negeri.

Pada akhir 1372 H., tepatnya tanggal 15 Jumadil Akhir (1 Maret 1953 M)
Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islammiyah dan Nahdlatul Banat Diniyah
Islamiyah dengan seluruh cabang-cabangnya dijelmakan menjadi satu organisasi
dengan nama Nahdlatul Mathan (NW), yaitu organisasi pendidikan dan sosial
yang berpuat di Pancor (Lombok Timur) dan mendapat sambutan yang baik dari
umat Islam, sehingga tidak berapa lama cabang-cabang dan ranting-rantingnya
tersebar di seluruh pelosok pulau lombok. Selain daripada madrasah-madrasah
Nahdlatul Wathan, ada madrasah-madrasah lain yang berdiri sendiri di Nusa
Tenggara, diantaranya yaitu :

1. Madrasah Al-Ittihad di Ampenan (Lombok Barat)


2. Madrasah Al-Islam di Kediri (Lombok tengah)
3. Madrasah Al-Banat di Masbagik (Lombok Timur)
4. Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Tanjung Teros (Lombok Timur).
5. Madrasah Darul Ulum di Bima (Sumbawa).
6. Dan lain-lain.

C. Sistem Pendidikan Islam


1. Sistem pendidikan Langgar/Mushola
Pada perkembangan awal, pendidikan Islam dilaksanakan secara informal.
Pendidika agama Islam di langgar/musolla bersifat elementer, dimulai dengan
mempelajari abjad huruf Arab (Hijaiyah) atau kadang-kadang langsung
mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci al-
Qur’an. Pelajaran memakan waktu beberapa bulan, tetapi umumnya sekitar
satu tahun. Adapun tujuan pendidikan di langgar/musolla adalah agar anak
didik dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan tidak dirasakan keperluan
untuk memahami isinya. Mengenai metode penyampaian materi pada
pendidikan langgar/musolla memakai dua sistem, yaitu sistem sorogan,
dimana dengan sistem ini anak secara perorangan belajar dengan guru. Dan
sistem halaqah yakni seorang guru dalam pengajarannya duduk dengan
dikelilingi murid-muridnya.
2. Sistem pendidikan Pesantren
Sejarah pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah
muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan
dianggap sebagai produk budaya Indonesia yangindigenous. Pendidikan ini
semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya
masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke-13. Beberapa abad kemudian
penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempat-
tempat pengajian (nggon ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan
pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian
disebut pesantren. Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, pada waktu
itu pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang
terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap sangat bergengsi. Di lembaga
inilah kaum muslimin Indonesia mendalami doktrin dasar Islam, khususnya
menyangkut praktek kehidupan keagamaan.

Pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian


muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan,
berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dan berkhidmat kepada
masyarakat dengan jalan menjadi kawila atau abdi masyarakat tetapi rasul,
yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad
(mengikuti SunnahNabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat
di tengah-tengah masyarakat (‘Izz al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai
ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia. Pesantren
merupakan pranata pendidikan tradisional yang dipimpin kalau di Jawa
disebut Kiai, di sunda disebut Ajengan, di Aceh disebut Tengku, di Sumatera
Utara/ Tapanuli disebut Syaikh, di Minangkabau disebut Buya, di Nusa
Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah
disebut Tuan Guru. Mereka semua juga bisa disebut ulama sebagai sebutan
yang lebih umum (menasional), meskipun pemahaman ulama mengalami
pergeseran.
8. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI KALIMANTAN
A. Kerajaan Islam di Kalimantan
Di Kalimantan ada banyak kerajaan, berikut nama nama kerajaan yang ada di
beberapa wilayah di Kalimantan :
1. Kerajaan Banjar
Kerajaan ini berdiri pada tanggal 24 September 1526, Kerajaan ini berpusat di
Banjarmasin dan dipindahkan ke Martapura. Kerajaan Banjar dipimpin oleh
raja Islam sejak awal berdirinya, pada saat itu Kerajaan Banjar dipimpin oleh
Sultan Suriansyah. Dalam pemerintahan telah ada yang dinamakan penghulu
atau mufti yang kedudukannya sama dengan hakim pada saat ini tetapi
berdasarkan agama Islam, ada Bujangga yang mengepalai urusan bangunan
rumah agama dan rumah ibadah. Peran kerajaan terhadap pendidikan terjadi
secara tidak langsung, artinya pendidikan tidak secara langsung
diselenggarakan oleh kerajaan, tetapi pemerintah mendukung terhadap upaya-
upaya pendidikan yang diselenggarakan oleh para ulama, hal itu berdasarkan
data bahwa kerajaan tidak mengangkat pejabat khusus yang membawahi
masalah pendidikan
2. Kerajaan Tunai
Kerajaan Kutai Kertanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah bernama
Tepian Batu atau Kutai Lama. Pada abad ke-16 Kerajaan Kutai Kartanegara
berhasil menaklukan Kerajaan Kutai Martadipura. Maka Kerajaan Kutai
Kartanegara berubah menjadi Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Pengaruh
Islam masuk ke kerajaan pada abad ke-17 disebarkan oleh Tuan Tunggang
Parangan dan diterima dengan baik oleh kerajaan.

B. Pendidikan Islam di Kalimantan


1. Masuknya Islam di Kalimantan
Islam pertama kali masuk di Kalimantan adalah di daerah utara tepatnya di
daerah Brunai sekitar pada tahun 1500 M. Setelah raja Brunai memeluk Islam
(sekitar 1520), maka Brunai menjadi pusat penyiaran agama Islam sehingga
Islam sampai ke Pilipina. Pusat penyebaran Islam yang lain adalah di
Kalimantan Barat di dekat Muara Sambas. Islam masuk ke daerah ini
diperkirakan pada abad XVI di bawa oleh orang-orang dari Johor, menyusul
kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh kerajaan Johor. Adapun masuknya
Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas pengaruh dari Jawa.
Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk agama Islam
setelah mendapat bantuan dari Sultan Demak. Daerah Timur Kalimantan
terdapat kerajaan Bugis yang mendapat pengaruh Islam sekitar tahun 1620 M.
Islam masuk ke daerah ini melalui jalan perkawinan orang-orang Arab dengan
putri-putri raja di daerah ini.
2. Pendidikan Islam di Kalimantan
Pendidikan Islam di Kalimantan dipelopori oleh Madrasatun Najah wal Falah
yang didirikan pada tahun 1918 M, hal ini menjadi inspirasi bagi berdirinya
madrasah-madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang lain. Diantara madrasah-
madrasah tersebut adalah :
a. Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah)
Di antara madrasah yang masyhur adalah Madrasah Perguruan Islam
(Assulthaniah) di Sambas yang berdiri pada tahun 1922 M. Proses
pembelajaran di madrasah ini selama 5 tahun ditambah 1 tahun kursus vak
agama. Materi yang diajarkan adalah ilmu-ilmu agama ditambah
pengetahuan umum.
b. Al-Raudlatul Islamiyah
Madrasah Al-Raudlatul Islamiyyah berlokasi di Pontianak, didirikan pada
tahun 1936 M. Madrasah ini menyelenggarakan dua tingkat pendidikan
yaitu Ibtidaiyah selama 6 tahun dan Tsanawiyah selama 3 tahun. Materi
yang diajarkan sama dengan madrasah lain yaitu ilmu agama ditambah
ilmu umum.
c. Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP)
SMIP didirikan pada tanggal 15 Oktober 1946 M di Banjarmasin
Kalimantan Selatan. Lama pelajarannya selama 5 tahun terdiri dari 6
kelas. Pelajaran Agama di kelas 1, 2 dan 3 sederajat dengan Tsanawiyah
dan pelajaran umum sedapat-dapatnya sederajat dengan SMP Negeri.
d. Normal Islam Amuniti
Madrasah ini didirikan pada tahun 1928 oleh H. Abdur Rasyid, seorang
lulusan Al-Azhar Mesir dengan nama Arabische School. Pada akhir 1941
tampuk kepemimpinan dipegang oleh Ustadz M. Arif Lubis, salah satu
guru di Pondok Modern Gontor Ponorogo (Madiun) dan berubah namanya
menjadi Ma’had Rasyidah Amuntai. Pada tahun 1945, nama madarasah
berubah menjadi sekolah guru dengan nama Normal Islam IMI Amuntai,
dengan lama pelajaran selama 6 tahun dan rencana pelajarannya
disesuaikan dengan hajat masyarakat
9. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI MALUKU
A. Sejarah Masuknya Islam ke Maluku
Islam masuk ke Maluku melalui mubaligh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri dan
mubaligh dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk islam adalah Sultan
ternate yang bernama Marhum pada tahun 1465-1486 M, atas pengaruh Maulana
Husain, saudagar dari jawa. Ulama ini sangat pandai membaca Al-Qur’an dengan
suara merdu dan menarik sehingga penduduk yang mendengarnya menjadi tertarik,
sebagian penduduk diajarkan membaca Al-Qur’an, dan diharuskan membaca dua
kalimat syahadat, sehingga semenjak itu mulailah penduduk masuk islam

B. Kerajaan-kerajaan Islam di Maluku


1. Kerajaan Jailolo
Kerajaan Jaillo merupakan kerajaan tertua di Maluku. Kerajaan Jailolo terletak
di daerah pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan Jailolo
berdiri sejak 1321 dan mulai memeluk Islam setelah kedatangan Mubaligh dari
Malaka.
2. Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate berdiri pada sekitar abad 13 Masehi.kerajaan Ternate terletak
di Maluku Utara dan memiliki Ibu kota Sampalu. Islamisasi dikerajaan Ternate
dilakukan oleh ulama-ulama dari Jawa, Melayu dan Arab. Kerajaan Ternate
resmimemeluk agama Ilam setelah Raja Zainal Abidin belajar Islam kepada
Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi. Corak ekonomi kerajaan Ternate adalah
perdaganga rempah-rempah. Kerajaan ini merupakan produsen utama rempah-
rempah dengan kualtas terbaik. Kerajaan Ternate sering disinggahi oleh
pedagang rempah-rempah dari Jawa, Cina dan Timur Tengah. Kerajaan Ternate
jua mengembangkan kota pelabuhan sebagai pusat aktvitas dagang rempah-
rempah.
3. Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebagaian pulau Halmahera dan sebagian lagi pulau
Seram.kerajaan Tidore mulai memeluk Islam pada sekitar akhir abad 15 Masehi.
Sultan Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirali Lijitu yang bergelar
Sultan Jamaludin. Sultan Jamaludin masuk Islam berkat jasa dari seorang
Mubaligh bernama Syekh Mansyur. Kerajaan Tidore memiliki corak ekonomi
perdaganagn rempah-rempah. Kerajaan ini menjadi pesaing utama dari Kerajaan
Ternate dalam segi Perdaganagn hingga politik.
4. Kerajaan Bacan
Kerajaan Bacan memiliki wilayah kekuasaan meliputi kepulauan Bacan, Obi,
Waigeo, Solawati dan Irian Barat. Penyebaran agama Islam di kerajaan ini
dilakukan oleh mubaligh dari keajaan Islam Maluku lainnya. Kerajaan Bacan
resmi memeluk agama Islampada tahun 1521 ketika Raja Zainal Abidin
memeluk Islam. Zainal Abidin merupakan raja pertamadari kerajaan Bacan
yang menerapkan Islam sebagai agama kerajaan Bacan.

C. Pendidikan Islam di Maluku


Adapun di Maluku khususnya Kerajaan Ternate perkembangn pendidikan Islam
berjalan lambat karena mendapat tantangan dari penduduk yang masih terikat
kepercayaan lama, sehingga penyembahan patung-patung masih terus berlangsung
bercampur dengan ajaran Islam dan meyebabkan akal pikiran rakyat mengambang
dalam keraguan. Prndidikan agama berlangsung secra Tradisional, dengan
menggunakan Mushola dan Mesjid sebagai temapt ibadah dan tempat menimba
ilmu-ilmu agama Islam. Sistemnyapun masih metode ceramah dengan sesekali
Halaqoh dimana anak-anak akan melingkar bersama seorangKASISI (Pegawai
Mesjid) . oleh karena itu, pehamana keagamaan tampak sempit dan statis.
10. ORGANISASI KEAGAMAAN DAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN
ISLAM
A. Nahdlatul Ulama
Berdirinya Nahdlatul Ulama, tidak dapat terlepas dari dua kyai besar yangat
berpengaruh di dalamnya yaitu Kyai Haji Hasyim Asy’ari dan Kyai Haji Wahab
Hasbullah. Jika Kyai Haji Hasyim Asy'ari dianggap sebagai tokoh yang
membentuk dan memberi isi Nahdlatul Ulama, maka orang yang mewujudkan
gerakan itu sehingga menjadi suatu organisasi adalah Kyai Haji Wahab Hasbullah,
salah seorang ipar dari Kyai Haji Hasyim Asy'ari.
Nahdlatul Ulama adalah organasasi para ulama (bentuk jama dari alim yang
berarti orang yang berilmu) adalah orang-orang yang mengetahui secara
mendalam segala hal yang bersangkut paut dengan agama. Dalam tradisi Islam
ulama dijuluki sebagai pewaris Nabi Besar Muhammad Saw. Tanpa mereka
kontiuitas ajaran dan tradisi Islam itu tidak akan berhasil. Di samping itu ulama
mempunyai wibawa yang kuat di mata umat. Dengan didorong motif agama dan
nasionalisme, berdirinya Nahdlatul Ulama juga didorong semangat untuk
mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jama’ah.

Bagi Nahdlatul Ulama memberlakukan ajaran Islam menurut aliran Ahlussunnah


wal Jama’ah tidak terlepas dari pengakuan terhadap ajaran keempat mazhab
(Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dan peranan bimbingan para ulama.
Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah menjadi berkembang karena penegasan
kaum tradisional menanggapi gerakan kaum pembaharu bahwa memahami ajaran
Islam tidak cukup hanya berlandaskan al-Qur’an dan Hadist, tetapi harus melalui
jenjang tertentu, yaitu ulama, mazhab, hadist (sunnah) dan akhirnya pada sumber
utama yaitu alQur’an itu sendiri. Itulah sebabnya pengertian Ahlussunnah wal
Jama’ah bagi Nahdlatul Ulama adalah para pengikut tradisi Nabi Besar
Muhammad Saw., dan ijma’ ulama (Dhofier, 148).

Nahdlatul Ulama tidak menentang ijtihad (penalaran) tetapi memikirkannya dalam


konteks bagaimana pendapat bahwa alQur’an dan Hadist disampaikan kepada
kaum muslimin dengan bahasa yang tidak mudah untuk difahami dan penuh
dengan simbolisme yang dapat lebih mudah dimengerti melalui tafsirantafsiran
yang diberikan para imam dan ulama-ulama terpilih. Dengan kata lain para ulama
memikirkan bagaimana ajaran Islam dapat dengan mudah dimengerti dan
dilaksanakan oleh umat Islam.

B. Muhammadiyah
Gerakan Pembaharuan yang bermula dari pemikiran keagamaan dalam
perkembangan berikutnya merambah pada bidang pendidikan. Hal ini sangat
wajar, mengingat pendidikan merupakan salah satu tonggak dalam upaya
mewujudkan produk pemikiran. Warna pemikiran seseorang sedikit banyak akan
dipengaruhi oleh pendidikan yang digelutinya. Dalam pembaharuan bidang ini,
Muhammadiyah tidak sematamata dilihat dari segi intelektualitasnya, tetapi justru
yang utama adalah mengenai cara dan pendekatan serta aplikasi perjuangan yang
sangat berbeda dengan sistem yang berjalan. Muhammadiyah tidak meniru
lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Timur Tengah sebagai pusat agama
Islam seperti al-Azhar di Mesir, namun Muhammadiyah justru menjadikan
pendidikan model Barat merupakan langkah alternatif yang diteladaninya, padahal
mereka tergolong non muslim.

Langkah tersebut lebih disebabkan oleh kenyataan yang sedang berlangsung, yang
mana pendidikan model Barat lebih maju dibandingkan pendidikan Islam yang
masih tradisional, seperti halnya pondok-pondok pesantren atau surau. Maka,
ketika Kyai H. Ahmad Dahlan melihat sekolah-sekolah Nasrani berkembang dan
banyak anak muslim, bahkan anak-anak dari tokoh masyarakat yang masuk ke
sekolah tersebut, beliau berfikir dan prihatin serta berpendapat bahwa jika anak-
anak keluarga miskin ini tidak bersekolah atau sekolah di sekolah Nashrani, maka
kedua-duanya tidak menguntungkan dalam jangka panjang bagi perkembangan
Islam. Kyai H. Ahmad Dahlan yakin hanya melalui pendidikan yang
mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, bangsa Indonesia akan menjadi cerdas
dan berilmu.

Pelaksanaan pendidikan yang meniru Barat dan kemudian diIslamkan yaitu


dengan memberi materi pelajaran agama pada sistem pengajarannya itu, berarti
Muhammadiyah ingin mempertahankan iman pada satu sisi, namun pada sisi yang
lain ingin agar warga didiknya mampu berbuat dalam periode modern yang
dicirikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu
kurikulum yang dicetuskan Muhammadiyah yang mengambil kurikulum
pendidikan yang dibuat pemerintah kemudian menambah kewajiban mengikuti:
a. Pendidikan agama Islam: llmu dan penghayatan agama
Islam
b. Pendidikan kemuhammadiyahan: pengertian, penghayatan dan pengamalan
ajaran Islam yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah, disamping keorganisasian
Muhammadiyah
c. Pancasila/UUD 1945 (Karim, 1985: 94)
Dari sistem yang diperkenalkan Muhammadiyah ini, maka menurut Nakamura,
bahwa pendidikan tersebut memperoleh hasil yang berlipat ganda, pertama,
menambah kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam; kedua,
melalui sekolah Muhammadiyah ide pembaharuan bisa disebarkan secara luas;
ketiga, mempromosikan penggunaan ilmu praktis dari pengetahuan modern
(Junairi, 1990: 44).
Demikian upaya Muhammadiyah untuk mencerdaskan masyarakat, yang kini
telah memiliki ribuan sekolah yang tercakup dari tingkat Taman Kanak-kanak
sampai Perguruan Tinggi. Kecerdasan yang diinginkan adalah kecerdasan yang
mampu mengaplikasikan keterpaduan antara zikir dan pikir, memenuhi kebutuhan
jasmani dan rohani serta terpolanya langkah yang relevan antara ilmu dan agama.
Bahasan mengenai pemikiran Islam, pendidikan dan organisasi orientasinya lebih
mengarah pada substansi konseptual, tetapi dalam kajian bidang sosial
kemasyarakatan ini lebih menintikberatkan pada sisi praksisnya. Sebagai gerakan
sosial, Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
bermanfaat untuk pembinaan individual maupun sosial masyarakat Islam di
Indonesia. Pada level individual, cita-cita pembentukan kepribadian muslim
dengan kualifikasi-kualifikasi moral dan etika Islam, terasa sangat karakteristik.
Gerakan untuk membentuk keluarga “sakinah” untuk membentuk “jama’ah”,
untuk membentuk “qaryah thayyibah” dan pada akhirnya membentuk “ummah”,
juga mendominasi cita-cita gerakan sosial Muhammadiyah. Berbagai bentuk
kegiatan amal usaha . Muhammadiyah jelas sekali membuktikan hal itu
(Kuntowijoyo, 1991: 265). Sebagaimana Muhammadiyah telah mendirikan
berbagai sarana, seperti Rumah Sakit, Panti Asuhan Yatim Piatu, BKIA, dan
sebagainya. Dan yang paling menonjol dalam bidang pendidikan adalah perguruan
tinggi.
C. PERSIS
Persatuan Islam (Persis) didirikan oleh dua usahawan asal Palembang Sumatera
Selatan, Muhammad Zamzam dan Muhammad Yunus pada tanggal 12 September
1923 di Bandung (Federspiel, 1970: 11). Muhamad Zamzam dikenal
berpengetahuan luas. Ia pernah belajar agama di lembaga Darul Ulum Mekkah
selama tiga tahun. Sekembali dari Mekkah, ia mengajar di Darul Muta’allimin
Bandung. Ia juga mempunyai hubungan dengan Syaikh Ahmad Soorkati dari al-
Irsyasd di Jakarta. Sedang Mahmud Yunus memperoleh pendidikan secara
tradisional. Ia mengusai bahasa Arab, tapi tidak pernah mengajar. Minatnya
memperdalam agama tidak pernah padam, meski ia menekuni dunia perdagangan.
Ia banyak membelanjakan kekayaannya untuk kitab-kitab, baik yang ia perlukan
maupun yang diperlukan oleh anggota-anggota Persatuan Islam (Persis) setelah
organisasi ini didirikan (Noer, 1991: 96).
1. Corak Pendidikan Persis
Model sekolah mulai dikembangkan oleh Persis tahun 1930 atas inisiatif M.
Natsir. Inisiatif tersebut sesungguhnya merupakan jawaban M. Natsir terhadap
desakan berbagai pihak terhadapnya, terutama desakan yang berasal dari
orang-orang yang mengambil privat dalam pelajaran bahasa Inggris dan
berbagai pelajaran lain kepadanya. Sekolah yang didirikan Persis pada waktu
itu adalah Taman Kanak-kanak, HIS (sama dengan SD sekarang) tahun 1930,
Sekolah MULO (setara dengan SMP sekarang) tahun 1931 dan sebuah sekolah
guru tahun 1932. Di sekolah-sekolah tersebut, di samping diberikan pelajaran
umum sebagaimana lazimnya sekolah-sekolah yang sama yang didirikan oleh
pemerintah kolonial Hindia Belanda, juga diberikan pelajaran keislaman.
Adanya mata pelajaran agama dapat dimengerti karena didirikannya sekolah-
sekolah tersebut mempunyai kaitan dengan adanya keprihatinan

D. Jamiatul Wasliyah
Jami’atul Wahsliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 November 1930 oleh
para pelajar-pelajar dan para guru Maktab Islamiyah Tapanuli. Maktab ini adalah
sebuah madrasah yang diririkan di Medan pada tanggal 19 Mei 1918 oleh
masyarakat Tapanuli dan merupakan madrasah yang tertua di Medan. Sebagai
pengurus yang pertama dari organisasi ini adalah Ismail Banda dan Rahman
Syihab sedangkan penasehatnya adalah Syekh Muhammad Yunus. Lembaga
formal untuk pendidikan dan pengajaran atau Tarbiyah dikenal dengan nama
madrasah. Di Sumatera Timur madrasah disebut dengan “mandarsah danmaktab”.
Jami’atul Wahliyah mendirikan madrasah pertama di jalan Sinagar, Petisah,
Medan pada tahun 1932. Adapun bangunan yang dipakai sebagai madrasah adalah
sebuah rumah yang disewakan. Biaya sewa ditanggung bersama secara pribadi
oleh anggota pengurus. Al-Wahsliyah menyelenggarakan pendidikannya dengan
susunan sebagai berikut:
a. Madrasah Ibtidaiyah 6 tahun
b. Madrasah Tsanawiyah 3 tahun
c. Madrasah Qismul Ali 3 tahun
d. Pendidikan Guru Agama
e. SD al-Washliyah
f. SMP al-Washliyah
g. SMA al-Washliyah

Untuk lembaga pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas materi
pelajarannya adalah 70 % pengetahuan umum dan ilmu-ilmu agama sebanyak 30
%. Pada tahun 1958 Jami’atul Washliyah telah mampu mendirikan Perguruan
Tinggi Agama Islam (PTAI) di Medan dan Jakarta. Untuk cabang Medan
kemudian menjadi universitas dengan banyak mempunyai cabang, seperti Sibolga,
Kebon Jahe, Rantau Prapat, Langsa (Aceh) dan lain-lain, bahkan sampai ke
Kalimantan, tepatnya di Barabai, Kalimantan Selatan yang sekarang bernama
STIT al-Washliyah Barabai. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Jami’atul
Washliyah sangat besar peranannya dalam menyukseskan bidang pendidikan di
Indonesia.

E. Jami’at Khair
Jami’at Khair didirikan pada tanggal 17 Juli 1905 di Jakarta. Organisasi yang
beranggotakan mayoritas orang Arab. Dua program utamanya adalah pendirian
dan pembinaan sekolah tingkat dasar, dan kedua, pengiriman anak-anak muda ke
Turki dan Timur Tengah untuk melanjutkan pelajaran (Noer, 1991: 68). Bidang
kedua ini terhambat karena kekurangan dana dan kemunduran khilafah dari dunia
Islam.
Pendidikan yang dikelola oleh Jami’at Khair sudah termasuk maju dibandingkan
dengan sekolah-sekolah rakyat yang ada dikelola secara tradisional, karena pada
sekolah-sekolah dasar Jami’at Khair pengajaran yang diberikan tidak semata-mata
pengetahuan agama, porsi pelajaran umumpun diperhatikan, sehingga cukup
mampu menyaingi sekolah-sekolah yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial.
Pada bidang kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas umpamanya, sudah diatur
dan disusun secara terorganisir, sementara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu
dipergunakan sebagai bahasa pengantar. Sedangkan bahasa Belanda tidak
diajarkan, sebagai gantinya diajarkan bahasa Inggris dijadikan pelajaran wajib.
Sehingga terhimpunlah anak-anak dari keturunan Arab ataupun anak-anak Islam
dari Indonesia sendiri . Dalam hal pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar, Jami’at
Khair berani mendatangkan guru dari luar negeri. Tercatat ada beberapa nama
seperti Al-Hasyimi dari Tunisia, Syekh Ahmad Urkati dari Sudan, Syekh
Muhammad Thaib dari Maroko dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari
Mekkah Salah seorang guru yang paling terkenal adalah Syekh Ahmad Surkati
dari Sudan. Dia tampil sebagai tokoh pemikiran-pemikiran baru dalam masyarakat
Islam Indonesia. Salah satu pemikirannya adalah bahwa tidak adanya perbedaan
di antara sesama muslim.
11. PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN
BELANDA
A. Masuknya Belanda ke Indonesia
Sebelum Belanda datang ke Indonesia, Agama Islam sudah masuk di Indonesia
melalui jalur perdagangan. Pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India sampai
ke kepulauan Indonesia sejak abad ke-7. Para pedagang dalam menjalankan misi
dakwahnya melalui pengajaran, aktualisasi ajaran Islam, sikap yang simpati
diperlihatkan kepada masyarakat termasuk kelompok bangsawan. Pengajaran
sangat sederhana, mula-mula mengajarkan Islam dengan syahadat sebagai
landasan ke Islaman, selanjutnya berkembang dengan pengajaran materi ”fikih
dengan mazhab syafii” . Dalam tradisi pendidikan Islam, pembelajaran ini dikenal
dengan sistem khalaqa. Sistem tersebut pada akhirnya berkembang menjadi
pesantren. Sementara berjalan proses pertumbuhan pendidikan Islam, Pemerintah
Belanda mulai datang menjajah Indonesia pada tahun 1619 yaitu ketika Jan Pieter
Coen menduduki Jakarta. Kemudian Belanda, satu demi satu memperluas
jajahannya ke berbagai daerah dan diakui bahwa Belanda datang ke Indonesia
bermotif ekonomi, politik dan agama. Belanda datang ke Indonesia, menghadapi
kenyataan bahwa sebagian besar penduduk yang dijajahnya di kepulauan
Nusantara ini adalah beragama Islam. Belanda sangat khawatir akan timbulnya
pemberontakan orang-orang Islam fanatik. Islam sangat ditakuti, karena
kurangnya pengetahuan mereka yang tepat mengenai Islam, sehingga mula-mula
Belanda tidak berani mencampuri agama ini secara langsung. Namun melihat
kondisi tersebut, kolonial Belanda sampai pada kesimpulan, bahwa mereka tidak
akan bertahan lama, apabila agama Islam dibiarkan tumbuh dan berkembang.
Sebab Islam adalah agama yang membenci segala bentuk penindasan dan
penjajahan. Dengan demikian pihak Pemerintah Belanda dalam membuat
kebijakan terhadap pendidikan Islam selalu arahnya ke penekanan terhadap
keberlangsungan Pendidikan Islam, di sisi lain menguntungkan pihak pemerintah
Belanda

B. Kebijakan Belanda terhadap pendidikan Islam


Kesadaran bahwa pemerintahan penjajah merupakan “pemerintahan kafir” yang
menjajah agama dan bangsa mereka, semakin mendalam tertanam di benak para
santri. Pesantren yang merupakan pusat pendidikan Islam pada waktu itu
mengambil sikap anti Belanda. Di mata umat Islam, pemerintah penjajah sering
dituduh sebagai pemerintahan Kristen, sementara pelbagai kebijakan pemerintah
lebih difokuskan untuk kepentingan mereka sendiri. Semua itu ikut memperdalam
jurang pemisah antara pemerintah penjajah dengan masyarakat santri. Penjajah
Belanda melakukan penekanan dan bertindak represif terhadap kegiatan
keagamaan ummat Islam. Aksi menimbulkan reaksi. Dengan segala kekurangan
dan kelemahannya, umat Islam berusaha mempertahankan diri dan kemudian
ternyata berhasil. Perang diponegoro adalah contoh perlawanan besar yang
melibatkan banyak tokoh-tokoh agama dan sejumlah santri. Demikian juga halnya
dengan perang Paderi, perang Aceh, dan lain-lain.
C. Ciri Khas Pendidikan Islam Zaman Penjajahan Belanda
1. Dikotomis
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pertentangan antara pendidikan
Belanda (HIS;Hollands inlandse school, MULO; Meer Uit gebreid lager
school ,AMS; Algemene Middelbare School dan lain-lain), dengan pendidikan
Islam (Pesantren, dayah, surau). Pertentangan ini dapat dilihat dari sudut ilmu
yang dikembangkan. Di sekolah-sekolah Belanda dikembangkan ilmu-ilmu
umum dan ilmu sekuler. Pemerintah penjajah Belanda tidak mengajarkan
pendidikan agama sama sekali di sekolah-sekolah yang mereka asuh
2. Diskriminatif
Pemerintah Belanda memberikan perlakuan diskriminatif terhadap pendidikan
Islam di Indonesia. Diantara pelaksanaan diskriminatif adalah pemerintah
Belanda membentuk suatu badan khusus untuk mengawasi kehidupan
beragama dan pendidikan Islam. Dualistik diskriminatif, yaitu membedakan
bahasa pengantar pendidikan untuk orang-orang Belanda (berbahasa Belanda)
dengan pendidikan untuk orang-orang bumiputra (berbahasa Melayu
3. Sentralistik
Sentralistik, yaitu pendidikan itu secara keseluruhan diatur dan ditentukan
orang Belanda..Tujuan Pendidikan bagi bumiputra, yaitu menghasilkan
tamatan yang dapat menjadi warganegara Belanda kelas dua yang dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pegawai negeri atau pegawai perusahaan
swasta Belanda. Diberlakukan ordonansi guru pada tahun 1905. Ordonansi itu
adalah mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh
izin terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugas sebagai guru agama.
12. PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN
JEPANG
A. Masuknya Jepang ke Indonesia
Setelah Belanda ditaklukan oleh Jepang di Indonesia pada tanggal 8 maret 1942,
maka Belanda angkat kaki dari Indonesia semenjak itu mulailah penjajahan
Jepang di Indonesia. Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia, bangs Jepang
bercita-cita besar menjadi pemimpin asia timur raya. Sejak tahun 1940 jepang
berencana untuk mendirikan kemakmuran bersama asia raya. Dalam rencana
tersebur jepang menginginkan menjadi pusat suatu lingkungan yang berpengaruh
atas daerah-daerah mansyuria, daratan cina, kepulauam Filipina, Indonesia,
Malaysia, Thailand, Cina dan Rusia. Hal ini dilatar belakangi oleh perkembangan
ekonomi dan industri jepang yang memerlukan perluasan daerah. Oleh karena itu
rencana “kemakmuran bersama asia raya” dianggap sebagai suatu keharusan.
Dengan semboyan “asia untuk bangsa asia” jepang menguasai daerah yang
berpenduduk lebih dari 400 juta jiwa yang antara lain menghasilkan 50% poduksi
karet dan 70% timah dunia. Indonesia yang kaya sumber bahan mentah
merupakan sasaran yang perlu dibina dan dimanfa’atkan sebaik –baiknya untuk
kepentingan perang jepang. Sehingga jepang menyerbu indonesia, karena tanah
air indonesia merupakan sumber bahan-bahan mentah yang kaya raya dan tenaga
manusia yang banyak tersebut sangat besar artinya demi kelangsungan perang
pasifik, dan hal ini sesuai pula dengan cita-cita politik ekspansinya

B. Kondisi Pendidikan Pada Masa Jepang


Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di Indonesia, semuanya
diganti oleh bangsa Jepang sesuai dengan sisitem pendidikan yang berorientasi
kepada kepentingan perang. Tidak mengherankan bahwa segala komponen sistem
pendidikannya ditujukan untuk kepentingan perang. Adapun karakteristik sistem
pendidikan Jepang adalah sebagai berikut:
1. Dihapusnya “Dualisme Pendidikan”
Pada masa Belanda terdapat dua jenis pengajaran, yaitu pengajaran kolonial
dan pengajaran bumi putera, oleh jepang diganti diganti sisitem seperti itu di
hilangkan. Hanya satu jenis sekolah rendah yang diadakan bagi semua lapisan
masyarakat , yaitu: sekolah rakyat selama 6 tahun , yang ketika itu
dipopulerkan dengan nama “Kokumin Gakko” atau disebut juga sebagai
Sekolah Nippon Indonesia ( S N I ). Sekolah-sekolah desa masih tetap ada dan
namanya diganti menjadi sekolah pertama.
Serta jenjang pengajaranpun menjadi ;
a. Sekolah Rakyat 6tahun (termasuk Sekolah Pertama)
b. Sekolah Menengah 3 Tahun
c. Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun (SMA-nya pada zaman Jepang)
2. Berubahnya tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk menyedian tenaga cuma-cuma (romusha) dan
prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh
karena itu, murid-murid diharuskan latihan fisik, latihan kemiliteran dan
indroktrinasi ketat. Pada akhir zaman Jepang terdapat tanda-tanda tujuan
menjepangkan anak-anak Indonesia.
3. Proses pembelajaran diganti kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan
pendidikan
Proses pembelajaran disekolah diganti dengan berbagai kegiatan yang
dilaksanakan di sekolah antara lain:
a. Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang
b. Membersihkan begkel-bengkel dan asrama militer 1
c. Menanam umbi-umbian, sayur-saturan dipekaangan sekolah untuk
persediaan makanan
d. Menanam pohon jarak untuk pelumas

4. Pendidikan dilatih agar mempunyai semangat perang


Seorang pendidik sebelum mengajar diwajibkan terlebih dahulu mengikuti
didikan dan latihan (diklat) dalam rangka penanaman ideologi dan semangat
perang, yang pelaksanaannya dipusatkan di Jakarta selama tiga bulan. Untuk
menanamkan semangat jepang tersebut, maka diajarkan bahasa jepang dan
nyanyian-nyanyian semangat kemiliteran kepada para murid.
5. Pendidikan masa jepang sangat memprihatinkan
Kondisi pendidikan pada masa pemerintahan jepang bahkan lebih buruk dari
pada pendidikan pada masa penjajahan belanda. Sebagai gambarannya dapat
dilihat dari segi kuantitatif trend nya mengalami kemunduran (sekolah,
murid,dan guru).
C. Kebijakan Jepang terhadap pendidikan Islam
Walaupun kondidsi pendidikan jepang sedemikian parahnya, namun bagi agama
islam ada sedikit nilai positifnya pada masa awal masuknya jepang ke Indonesia,
umat islam penuh harapan bahwab cita-cita kemerdekaan Indonesia dapat
terwujud, dengan masuknya jepang ke Indonesia dan terusirnya belanda. Sebagai
umat islam, bangsa Indonesia yang selama ini merasakan adanya diskriminasi
dalam soal kehidupan beragama, dengan masuknya jepang ke Indonesia akan
berakhir. Karena itu, jepang selalu mengulang-ulang menyampaikan maksudnya
menghormati dan menghargai islam. Di depan ulama, letnan jendral Imamura,
pejabat militer jepang tertinggi di jawa menyampaikan pidato yang isinya bahwa
pihak jepang bertujuan untuk melindungi dan menghormati islam.[4] Pemerintah
jepang menampakkan diri seakan akan membela kepentingan islam, yang
merupakan siasat untuk kepentingan dunia dua.

Untuk mendekati ummat islam, mereka menempuh beberapa kebijakan,


diantaranya ialah:
1. Kantor urusan agama yang ada pada zaman belanda disebut kantoor voor
islamistiche zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah
oleh jepang menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari
2. Para ulama islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan orientalis dizinkan
membentuk barisan pembela tanah air (PETA)
3. Umat islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut majelis
islam a’la indonesia (MIAI) yang bersifat kemasrayarakatan. Namun pada
bulan oktober 1943 MIAI di bubarkan dan diganti dengan majelis sura
muslimin indonesia (MASYUMI) Pondok pesantren yang besar-besar sering
mendapat kunjungan dan bantuan dari pemerintah Jepang
4. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran
agama
5. Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukkan barisan hizbullah untuk
memberikan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan ini dipimpin oleh
K.H. Zainal Arifin
6. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta
yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta
13. PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA
A. Kebijakan pendidikan Secara Umum
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
putra bangsa, Soekarno – Hatta memberikan dampak yang sangat besar bagi
pembangunan nasional Indonesia. Kesempatan itu dipergunakan oleh para tokoh
nasional untuk membangun bangsa Indonesia disegala bidang. Kesungguhan
untuk mengisi kemerdekaan itu terlihat ketika dibentuknya kementrian-
kementrian yang sekarang dinamakan Departemen oleh pemerintah. Setelah
Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius
dari pemerintah, baik di sekolah Negeri maupun Swasta. Usaha untuk itu dimulai
dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang
dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP).

B. Keadaan Pendidikan Islam pada masa Orde Lama


Pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dan ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam
pengertian ini pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan
yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber
tersebut. Ada 2 hal yang penting berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa
orde lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di
sekolah umum.
1. Perkembangan dan pembinaan Madrasah
Perkembangan madrasah tak lepas dari peran Departemen Agama sebagai
lembaga yang secara politis telah mengangkat posisi madrasah sehingga
memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan.
Walau tak lepas dari usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh
agama seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy`ari dan Mahmud Yunus. Dengan
perkembangan politis dan zaman, Departemen Agama secara bertahap terus
menerus mengembangkan program-program peningkatan dan perluasan ases
serta peningkatan mutu madrasah. Madrasah sebagai lembaga penyelenggara
pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-undang
No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah,
pada pasal 10 menyatakan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Departemen
Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran
pokok paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping pelajaran
umum.

Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi


syarat. Jenjang pendidikan pada sistem madrasah pada masa itu terdiri dari
tiga jenjang :
a. Madrasah Intidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun
b. Madrasah Tsanawiyah pertama dengan lama pendidikan 4 tahun
c. Madrasah Tsanawiyah Atas pendidikan 4 tahun

Sedangkan kurikulum madrasah terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan


sisanya pelajaran umum. Rumusan kurikulum seperti itu bertujuan untuk
merespon pendapat umum yang menyatakan bahwa madrasah tidak cukup
hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga harus mengajarkan pendidikan
umum, kebijakan seperti itu untuk menjawab kesan tidak baik yang melekat
kepada madrasah, yaitu pelajaran umum madrasah tidak akan mencapai
tingkat yang sama bila dibandingkan dengan sekolah umum.

Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa Orde Lama adalah
berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim
Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendiriannya untuk mencetak tenaga-tenaga
profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus ahli keagamaan
yang profesional. PGA pada dasarnya telah ada sejak masa sebelum
kemerdekaan. Khususnya di wilayah Minangkabau, tetapi pendiriannya oleh
Departemen Agama menjadi jaminan strategis bagi kelanjutan madrasah di
Indonesia. Sejarah perkembangan PGA dan PHIN bermula dari progam
Departemen Agama yang secara tehnis ditangani oleh Bagian Pendidikan.
Pada tahun 1950, bagian itu membuka dua lembaga pendidikan dan madrasah
profesional keguruan:
a. Sekolah Guru Agama Islam
b. Sekolah Guru Hakim Agama Islam
14. PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
A. Makna Orde Baru
Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga
terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada
21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi
perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde
Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI
dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.

Orde Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama islam,
karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian pancasila melalui
rencana pembangunan Nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran kebijakan,
dari murid berhak tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila mereka
menyatakan keberatannya, menjadi semua murid wajib mengikuti pendidkan
agama mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Sejak ditumpasnya peritiwa G. 30 S/PKI pada tanggal 1 Oktoger 1965. Bangsa
Indonesia telah memasuki fase baru yang diberi nama orde baru. orde baru adalah:
1. Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945
2. Memperjuangkan adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik
materialmaupun spiritual melalui pembangunan
3. Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan
pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dengan demikian, orde baru bukanlah merupakan golongan tertentu, sebab orde
baru bukan berupa pengelompokan fisik. Perubahan orde lama (sebelum 30
September 1965) menjadi orde baru berlangsung melalui kerja sama erat antara
pihak ABRI atau Tentara dan Gerakan-Gerakan Pemuda, yang disebut Angkatan
1966.

B. Keberadaan Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru


Kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks
madrasah di Indonesia bersifat positif, khususnya dalam dua dekade terakhir
1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintahan Orde Baru, lembaga
pendidikan madrasah dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan
peningkatan mutu pendidikan. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi
melalui Tap MPR No. XXII/MPRS/1966 tentang Agama. Pendidikan dan
kebudayaan ketetapan ini memuat tujuh pasal yang diantaranya sebagai berikut:
1. Mengubah diktum ketetapan MPRS No II/MPRS/1960 Bab II pasal 2 ayat (3)
dengan menghapus kata “…dengan pengertian bahwa murid-murid dewasa
menyatakan keberatannya….”, Sehingga kalimatnya berbunyai sebagai berikut
: “menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah mulai dari
sekolah dasar sampai dengan universitas s negeri”(pasal I)
2. Dasar pendidikan adalah falsafah Negara pancasila (pasal 2)
3. Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan undang-
undang dasar 1945 dan isi UUD 1945
4. Untuk mencapai dasar dan tujuan tersebut, isi pendidikan adalah sebagai
berikut :
a. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan memperkuat keyakinan
beragama
b. Mempertinggi kecerdasan-kecerdasan dan keterampilan
c. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

C. Perkembangan Pendidikan Islam Orde Baru


1. Perkembangan dan Pembinaan Madrasah
a. Penegerian Madrasah Swasta
Pada tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah swasta
untuk semua tingkatan, Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN), Madrasah
Tsanawiyah Islam Negeri (MTsIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam
Negeri (MAAIN). Namun ketentuan itu hanya berlangsung 3 tahun, dan
dengan alasan pembiayaan dan fasilitas yang sangat terbatas, maka
keluarnya Keputusan Menteri Agama No. 213 tahun 1970 tidak ada lagi
penegerian bagi madrasah madrasah swasta. Namun kebijakan tersebut
tidak berlangsung lama, memasuki tahun 2000 kebijakan penegerian
dimunculkan kembali
b. Kesejajaran Madrasah dan ekolah Umum
Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 6 tahun 1975 dan
No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu Pendidiikan pada
Madrasah. SKB ini muncul dilatar belakangi bahwa setiap waganegara
Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang
sama, sehingga lulusan madrasah yang ingin melanjutkan, diperkenankan
melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang setingkat di atasnya. Dan bagi
siswa madrasah yang ingin pindah sekolah dapat pindah ke sekolah umum
setingkat. Ketentuan ini berlaku mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke
tingkat perguruan tinggi.

2. Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren


Perkembangan pendidikan Pondok Pesantren pada periode Orde Baru, seakan
tenggelam eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang
kurang berpihak pada kepentingan ummat Islam. Setitik harapan timbul untuk
nasib umat Islam setelah terjadinya era reformasi, pondok pesantren mulai
berbenah diri lagi dan mendapatkan tempat lagi dikalangan pergaulan
nasional. Salah satunya adalah pendidikan Pondok Pesantren diakui oleh
pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang termaktub
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pondok
pesantren tidak lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan tradisional yang
illegal, namun pesantren diakui oleh pemerintah sebagai lembaga pendidikan
yang mempunyai kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga
pendidikan formal lainnya
3. Perguruan Tinggi Agama Islam
IAIN sebagai salah satu bagian dari PTAI, merupakan bagian dari salah satu
sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia. IAIN di dirikan pada awal
tahun 1960 sebagai suatu respon atas kebutuhan pemerintah akan tenaga
pendidik yang ahli di bidang ilmu-ilmu keislaman, untuk mengembangkan
sistem pendidikan madrasah. Akhirnya dalam perkembangan nya IAIN
jumlahnya semakin bertambah dan berkembang.
15. PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA MODERNITAS
A. Pengertian Modernisasi
Secara etimologis modernisasi berasal dari kata modern, yang telahbaku menjadi
bahasa indonesia dengan arti pembaruan pendek kata, modernisasi juga bisa
disebut pembaruan. Dalam masyarakat barat “modernisasi” mengandung arti
pikiran, aliran, gerakan, dan usaha-usaha untuk merubah paham-paham, adat
istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya, agar semua itu dapat
disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh
kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Modernisasi atau pembaruan
bisa diartikan apa saja yang belum dipahami , diterima, atau dilaksanakan oleh
penerima pembaruan, meskipun bukan hal baru bagi orang lain. Pembaruan
biasanya dipergunakan sebagai proses perubahan untuk memperbaiki keadaan
yang ada sebelumnya ke cara atau situasi dan kondisi yang lebih baik dari
sebelumnya.

Dengan kata lain, pembaruan sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha
perbaikan keadaan, baik dari segi cara, konsep, dan serangkai metode yang baik
ditetapkan dalam rangka mengantarkan keadaan yang lebih baik.
Dalam bahasa Arab modernisasi diterjemahkan menjadi tajdid. Modernisasi atau
pembaruan juga berarti proses pergeseran sikap dan mentalitas mental sebagai
warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntunan hidup masa kini.

B. Latar Belakang dan Pola Pembaruan


Menurut Ibn Taimiyah, secara umum pembaruan dalam islam timbul karena :
1. Membudayakan Khufarat dikalangan kaum Muslimin
2. Kejumudan atau ditutupnya pintu ijtihad dianggap telah membodohan umat
islam
3. Terpecahnya persatuan umat islam sehingga sulit memangun dan maju
4. Kontak antara barat dan islam telah menyadarkan kaum Muslimin akan
kemunduran

Pola-pola pembaruandalam Islam, khususnya dalam pendidikan mengambil


tempat sebagai :

1. Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern Barat


2. gerakan pembaruan pendidkan islam yang berorientasi pada sumber islam
yang murni
3. Pembaruan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme

C. Masa Pembaruan Pendidikan Islam


Modernisasi yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk
mengubah paham adat istiadat, institusi, dan sebagainya, agar dapat disesuaikan
dengan pendapat-pendapat dan keadaan yang baru yang timbul oleh kemajuan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Modernisasi juga berarti proses
pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai
tuntunan hidup masa kini.

Dengan demikian, jika kita kaitkan dengan pembaruan pendidikan islam dapat
diartikan sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum , cara,
metodologi, situasi dan pendidikan islam dari yang tradisional (ortodox) kearah
yang lebih rasional, dan profesional sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat itu.

D. Periode Pendidikan Islam di Indonesia


1. Pendidikan Islam di Indonesia (1809-1903)
Pendidikan islam di Indonesia sebelum tahun 1900 masih bersifat balaqab
(nonklasikal). Secara ittifaq (kesepakatan) pesantren-pesantren yang klasikal
dan masih eksis sampai sekarang lahir sekitar awal tahun 1900. Semenjak
islam masuk ke Indonesia tentunya interaksi orang Timur-Tengah dengat
orang Indonesia, khususnya yang beragama islam, bertambah baik. Terbukti
tokoh-tokoh umat islam Indonesia yang mendirikan pesantren banyak alumni-
alumni dari Mekkah. Interaksi Indonesia dengan Makkah membawa warna
baru dalam pendidikan Islam di Indonesia. Misalnya pesantren Tebuireng
Jombang di Jawa Timur didirikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899,
sekolah-sekolah produk Muhammdiyah banyak dipengaruhi pendirinya K.H.
Ahmad Dahlan, pesantren al-Mushtafawiyah Purba Baru Tapanulli Selatan
yang didirikan oleh Syaikh Mustafa Husein tahun 1913 dan sebagainya.
Tampaknya lembaga-lembaga pendidikan islam yang klasikal sampai tahun
1930 hanya mengajarkan pelajaran agama, kecuali ada sebagian kecil yang
mengajarkan pelajara umum, seperti pesantren Tebuireng di bawah pimpinan
K.H.Ilyas (1929) memasukkan pelajaran-pelajaran berikut ini dalam
kurikulum, yaitu:
a. Membaca dan menulis huruf latin
b. Bahasa Indonesia
c. Ilmu bumi dan sejarah Indonesia
d. Berhitung

Secara umum kurikulum lembaga pendidikan Islam sampai tahun 1930


meliputi ilmu-ilmu bahasa Arab dengan tata bahasanya, fiqih, akidah, akhlak,
dan pendidikan. Pembaruan dari alumni-alumni Makkah itu datanggapi positif
oleh umat Islam. Hal itu menurut penulis wajar, karena pola pendidikan
sebelumnya pun masih dominansi pengaruh Timur-Tengah yang belum
bersentuhan dengan pengetahuan umum. Pengaruhnya kepada masyarakat
tentunya positif, yakni semakin banyak guru-guru yang representatif dalam
mengajarkan agama, karena penguasaan bahasa Arab jauh lebih luas bagi
mereka yang langsung belajar dari Makkah dan juga berkembang lembaga-
lembaga pendidikan islam karena pengaruh diktrin ilmu yang harus
diamalkan. Tentunya pendirian beberapa lembaga pendidikan islam tidak
terlepas dari commercial oriented.

2. Pendidikan Islam di Indonesia (1931-1945)


Mulai dari tahun 1931, lembaga pendidikan islam Indonesia memasuki warna
baru yang oleh Mahmud Yunus disebut tahun di mana dimulainya modernisasi
pendidikan islam di Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan
sebelumnya baru berinteraksi dengan orang-orang Timur-Tengah baik yang
datang ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam maupun orang-orang
Indonesia untuk menuntut ilmu ke Makkah.

Normal islam (kuliah Mu’allimin Islamiyah) yang didirikan oleh Persatuan


Guru-guru Agama Islam (PGAI) di Padang tahun 1931 termasuk lembaga
pendidikan modern yang banyak berpengaruh pada perkembangan pendidikan
Islam “modern” di Indonesia. Sesungguhnya lembaga pendidikan mulai tahun
1931 sudah banyak mengajarkan pengetahuan umum. Dan lembaga
pendidikan islam yang pertama kali memasukkan pendidikan umum menjadi
kurikulum sekolah adalah al-Jami’ah Islamiyah di Sungayang Batu Sangkar.
Selain pengetahuan umum sebagai pembaruan dalam periode ini, dalam
beberapa hal juga ada pembaruan lainnya. Dalam bidang metodologi,
misalnya, Mahmud Yunus sudah menerapkan tariqab al-mubasyirab dalam
belajar bahasa Arab, dan metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat
variatif. Adapun evaluasi sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa. Artinya
pada masa ini, khususnya lembaga pendidikan islam yang mengikuti pola
Mahmud Yunus, tingkatan atau kelas ditentukan oleh evaluasi bukan
berdasarkan oleh tahun senioritas murid.

Hadirnya lembaga pendidikan islam modern, baik pesantren atau


nonpesantren, telah mendapat respon yang berbeda. Kaum yang fanatik
dengan tradisionalisme pesantren menuduh lembaga pendidikan modern ini
sebagai lembaga pendidikan umum, sebab tidak mempelajari kitab-kitab
kuning sebagai dasar ilmu. Adapun yang merespon positif melihat dari
perspektif lowongan kerja. Mereka berpendapat pembaruan ini sebagai
langkah maju dan relevan dengan tuntunan zaman. sLebih lanjut, Imam
Zarkasyi mengatakan, pengaruh pembaruan pada masa ini terhadap
masyarakat, yakni wawasan keislaman umat islam semakin luas, pola pikir
semakin rasional, alumni pesantern dapat melanjutkan pendidikan ke
unversitas baik dalam maupun luar negeri.

3. Pendidikan Islam Indonesia masa Reformasi


Pertama, pemerintahan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan
penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan orde baru
yang dilakukan secara menyeluruh yang meliputi bidang politik, pertahanan ,
keamanan , ekonomi , sosial , budaya , agama , pendidikan , kesehatan dan
lingkungan . Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih
demokratis , adil , transparan, akuntabel, Kredibel, bertanggungjawab dan
fairness dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur , tertib,
aman dan sejahtera.
kedua , pemerintahan di era reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan
strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat
dirasakan masyarakat . Yaitu kebijakan tentang pembaharuan undang-undang
sistem pendidikan nasional dari undang-undang nomor 2 tahun 1989 menjadi
undang-undang nomor 20 tahun 2003, peningkatan jumlah anggaran
pendidikan yang amat signifikan , yakni dari yang semulanya hanya 5%
menjadi 20% dari total anggaran APBN perubahan kurikulum dari subjek
matter ke arah pengembangan kompetensi . Lulusan peningkatan mutu
pendidikan melalui program sertifikasi, perubahan paradigma , strategi
pendekatan, dan metode pembelajaran ke arah yang lebih berpusat pada
peserta didik atau tujuan sentris penerapan manajemen mutu terpadu atau
TQM yang mengarah pada terjaminnya keunggulan mutu yang memuaskan
peserta didik, penguatan pendidikan agama dan akhlak mulia . Penetapan
pendidik yang berstandar nasional dan internasional , penerapan pendidik yang
berbasis informasi teknologi atau IT , serta kerjasama antar lembaga
pendidikan tersebut .

ketiga , berbagai kebijakan pemerintah era reformasi dalam bidang pendidikan


tersebut berlaku bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah
Kementrian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi Madrasah
dan perguruan tinggi agama yang bernaung dibawah Kementrian Agama.
Dengan demikian, kesan dikotomis antara pendidikan agama dan pendidikan
umum dan kesan perlakuan diskriminasi pemerintah terhadap pendidikan
agama sudah tidak tampak lagi. Pemerintahan era reformasi telah
mengintegrasikan pendidikan agama ke dalam sistem pendidikan nasional baik
dari segi payung hukum atau perundang-undangan, anggaran, sumber daya
manusia dan lain sebagainya upaya integrasi dalam rangka menghilangkan
kesan dikotomis dan diskriminatif .
Referensi

Abuddin, Nata. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kncana, 2011)

Asrohah, Hanun, Sejaah Pendidikan Islam, (Jakata: Logos Wacana Ilmu,1999)


,cet.1

Hasbullah, Sejaah Pendidikan Islam di Indonesia,Lintasan sejaah petumbuhan


pekembangannya, (Jakata: RajaGafindo Pesada, 1999)

Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam 2. ( Bandung: Pustaka Setia, 1997) hal 12

Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Mutiara


Sumber Widya, 1995. Cet IV. H 341.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2033540-sejarah-pendidikan-
islam-di-sumatera/#ixzz4OPqy0yDb

Anda mungkin juga menyukai