Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 1
DENI NURDIANSYAH: 2014010122
LATIFAH HANUM : 2014010127

DOSEN PENGAMPU : Harmonedi,M.Ag

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
T.A : 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas mata kuliah “SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM” dengan pembahasan
tentang “SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PERIODE PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Payakumbuh, 12 Maret 2021


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, kita telah menyaksikan perkembangan zaman yang luar biasa. Perkembangan
dan perubahan terus menggelinding dan merambah ke segala aspek kehidupan manusia,
termasuk kepada dunia pendidikan baik di dunia Timur (Islam) maupun Barat (Kristen).

Sebagai sebuah ‘tamaddun’ (peradaban), Islam pada masanya pernah mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan, masa kemajuan dan kemunduran serta masa pembinaan
kembali dengan format serta kemasan baru sistem pendidikan Islam.

Kita tentunya sama-sama sepakat bahwa tammaddun Islam saat ini masuk pada periode
pembinaan kembali dengan mencoba mencari dan menyetel konsep peradaban Islam
seharusnya. Kembali sejenak ke masa lampau, bahwa perkembagan dan peradaban Islam
dikembangkan dalam spirit wahyu yang berkultur Arab, sebab penggerak utama adalah
bangsa Arab, kemudian masuk unsur-unsur ‘ajam seperti Persia, Turki dan Eropa (daerah
Asia tengah seperti Balkan).

Selain itu, wilayah Islam yang luas dikendalikan dalam satu administrasi kekhalifahan
Islamiyah, sehingga setiap ide pembaharuan dapat dijewantahkan secara menyeluruh dan
merata. Sesuai dengan sunnatullah yang terus beredar, umat Islam memasuki era yang disebut
“the dark age” (kemunduran/kegelapan) melanda hampir di segala aspek kehidupan,
termasuk dunia pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang berkembangnya Lembaga pendidikan Islam
2. Apa saja lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum Madrasah
3. Apa pengaruh helenisasi terhadap perkembangan pemikiran pendidikan
C. TUJUAN
1. Mengetahui latar belakang berkembangnya lembaga pendidikan Islam
2. Mengenal lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum Madrasah
3. Memahami pengaruh helenisasi terhadap perkembangan pemikiran pendidikan
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Berkembangnya Lembaga Pendidikan Islam

Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan pengembangan


dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya berlangsung di mesjid-mesjid.
Disisi lain perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung, madrasah
adalah tujuan sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya pengajian di masjid yang
fungsi utamanya adalah ibadah. Agar tidak mengganggu kegiatan ibadah, dibuatlah tempat
khusus untuk belajar yang dikenal madrasah. Dengan berdirinya madrasah, maka pendidikan
islam mesasuki periode baru. Pada awalnya madrasah atau sekolah-sekolah milik pribadi dan
sekolah-sekolah umum didirikan oleh usaha-usaha pribadi dan swadaya masyarakat dengan
pendanaan dari donatur-donatur masyarakat.

Lembagalembaga umum didirikan untuk mengajarkan hadits-hadits Nabi, hukum dan


sebagainya. Abu Hatim Al Busti (wafat 277 H/ 890 M), mendirikan sebuah sekolah di kota
kelahirannya, dengan sebuah perpustakaan dan menyediakan beasiswa bagi pelajar yang
berasal dari luar daerah. Lembaga-lembaga seperti ini tumbuh menjamur sebagaimana di
daerah timur, yaitu di beberapa tempat seperti Naysyabur, Marv dan lain-lain. Akan tetapi
haruslah diingat bahwa pelajaran-pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah ini (sekolah
sunni), terutama pelajaran ilmu haditsnya sangatlah berbeda dengan pejalaran yang ada dalam
aliran Syi’ah. Oleh karena itu, sebenarnya pengajaran ilmu-ilmu tersebut merupakan sebuah
serangan terhadap faham syi’ah10 .

Diantara faktor yang mendukung berdirinya lembaga pendidikan islam yang formal
berupa madrasah adalah faktor politik , hal ini bermula pada perpecahan yang terjadi akibat
dari berdirinya kekhalifahan Syi’ah di Kairo yang memisahkan diri dari kekhalifahan Sunni
di Baghdad sebelum akhir abad ke 4 Hijriyah. Gerakan syi’ah yang hidup dibawah tanah
sampai pertengahan abad 4 H/ 10 M, setelah memperoleh keberhasilan politik external di
tengah dinasti Buwayhi di Irak dan dinasti Fathimiyah di Mesir, akhirnya mulai menyiarkan
ilmu dan fahamnya secara terbuka. Syi’ah mengembangkan haditsnya sendiri dan hukumnya
sendiri serta mengabdikan keduanya pada doktrin sentral imamah. Kaum Syi’ah merebut
lembaga-lembaga yang sudah ada dan mendirikan yang baru, dan dengan dasar kekuasaan
politiknya menjadikan semua itu sebagai alat propaganda untuk menyebarkan ideologinya
(dakwah). Mereka telah pandai dalam melakukan propaganda penyebaran ideologi
dakwahnya, karena mereka telah terlatih selama mereka berada dalam kegiatan-kegiatan
bawah tanahnya yang lama .

Selain karena perbedaan doktrin (sunni-syi’ah), pada kedua golongan tersebut terjadi
pula persaingan dalam berbagai bidang. Maka dari itu pendidikan menjadi senjata dari
perlombaan politik tersebut. Khalifah-khalifah Syi’ah di Kairo mengklaim diri mereka
sebagai keturunan Nabi dan mereka memperkuatnya melalui pendidikan yang terencana dan
diselenggarakan oleh negara yang berpusat pada lembaga yang diberi nama Dar al Ilmi.
Sebuah masjid yang berhasil direbut di Kairo segera digunakan sebagai tempat belajar sesuai
dengan doktrin penguasa baru. Masjid ini sekarang dikenal dengan AlAzhar, dan dianggap
sebagai universitas tertua di dunia.

B. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Kebangkitan Madrasah

Pada umumnya lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah atau
disebut juga masa klasik, diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan.
Dalam hal ini kurikulumnya meliputi pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Atas dasar
ini, lembaga pendidikan islam di masa klasik menurut Charles Michael Stanton digolongkan
ke dalam dua bentuk yaitu lembaga pendidikan formal dan non formal, dimana yang pertama
mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan yang kedua mengajarkan pengetahuan umum,
termasuk filsafat. Sementara George Maksidi dalam hal yang sama menyebutkan sebagai
lembaga pendidikan eksklusif (tertutup) dan lembaga pendidikan inklusif (terbuka). Tertutup
artinya hanya mengajarkan pengetahuan agama dan yang terbuka artinya menawarkan
pengeatahuan umum.

Lembaga-lembaga pendidikan islam sebelum masa periode madrasah adalah sebagai


berikut:

1. Kuttab Atau Maktab

Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar yang sama yaitu kataba yang artinya
menulis. Sedangkan Kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat dimana
dilangsungkan kegiatan tulis menulis. Kebanyakan para ahli sejarah pendidikan islam sepakat
bahwa keduanya merupakan istilah yang sama dalam arti lembaga pendidikan islam tingkat
dasar yang mengajarkan membaca dan menulis, kemudian meningkat kepada pengajaran al-
Qur’an dan pengetahuan agama tingkat dasar. Namun Abdullah Fajar membedakannya, ia
mengatakan bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah
untuk zaman modern.

Philips K Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di kuttab berorientasi


kepada al-Quraa’an sebagai suatu texbook. Hal ini mencakup pengajaran membaca dan
menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa arab, sejarah nabi, khususnya yang berkaitan dengan
nabi Muhammad SAW, mengenai kurikulum ini Ahmad Amin pun menyepakatinya.

Berkembangnya pengajaran di kuttab yang mulai mengajarkan pengetahuan umum


disamping ilmu agama. Hala ini merupakan akibat dari adanya persentuhan antara islam
dengan warisan budaya Helenisme, sehingga banyak membawa perubahan dalam bidang
kurikulum pendidikan islam. Bahkan dalam perkembnangan berikutnya kuttab dibedakan
menjadi dua yaitu akuttab yang mengajarkan pengetahauan non agama (seculer learning) dan
kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religius learning)

Dengan adanya kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal
perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan
dengan peradaban Helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap
pengetahuan umum termasuk filsafat.

2. Rumah

Rumah disini yang dimaksud adalah rumah-rumah ulama. Rumah ulama memberikan
peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum. Sebagai
transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada masjid. Sebelum masjid dibangun,
ketika Rosul di Mekkah beliau menggunakan rumah al-Arqam sebagai tempat memberi
pealajaran bagi kaum muslimin. Selain itu juga menggunakan rumah beliau sebagai temapta
berkumpul untuk belajar islam. Walaupun rumah bukanlah tempat yang ideal memberikan
pelajaran namun banyak rumah ulama yang dipakai sebagai tempat belajar.

Belajar di rumah-rumah ulama merupakan fenomena umum di masyarakat islam. Hal


ini menunjukkan tidak ada rasa terganggu atau berat hati bila rumah mereka dipakai untuk
tempat belajar. Mereka justru bangga karena pelajar-pelajar datang kerumah mereka untuk
bertanya dan belajar. Diadakannya pengajaran dan perdebatan ilmiah dirumah-rumah tidak
lain adalah karena terpaksa atau darurat. Ulama-ulama yang tidak diberi kesempatan
mengajar dilembaga formal akan mengajar dirumah mereka.

3. Masjid
Sejak masa nabi, masjid mempunyai peran penting masyarakat islam yang berfungsi
sebagai tempat bersosialisasia, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Oleh karena itu ketika
nabi hijrah ke Madinah maka sarana yang pertama kali beliau bangun adalah masjid.
Pembangunan masjid selalu mendapat perhatian ulama sehingga umat islam berhasil
menguasai wilayah.

Lembaga pendidikan amasjid tersebar ke plosok wilayah islam, dari India disebelah
timur sampai Spanyol di belahan barat. Dengan demikian begitu maraknya pendidikan islam
pada masa klasik, khususnya masa keemasan pendidikan islam. Adapun masjid-masjid yang
menjadi pusat perhatian dan kebanggan adalah masjid jami’ yang ada dikota-kota besar
seperti Bagdad, Damaskus, Kairo.

4. Majlis

Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam. Misalnya, ia
merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan
berikutnya di saat dunia pendidikan islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi di
masa aktifitas pengajaran atau diskusi berlangsung dan belakangan majlis diartikan sebagai
sejumlah aktifitas pengajaran, sebagai contoh, majlis al-Nabawi, artinya majlis yang
dilaksanakan oleh nabi,a atau majlisal-Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan fiqih Imam
Syafi’i.

Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam islam majlis digunakan sebagai


kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin
Ahmed ada tujuh macam majlis, sebagai berikut

a) Majlis al-Hadis

Majlis ini diselenggarakan oleh ulama atau guru yang ahli dalam bidang hadis. Ulama
tersebut membentuk majlis untuk mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya. Majlis ini
bisa berlangsung antara 20-30 tahun dan jumlahnya peserta yang mengikuti majlis ini dapat
mencapai ratusan ribu orang, seperti majlis yabng disampaikan oleh Ashim ibn Ali di masjid
al-Rusafa diikuti oleh 100.000 sampai 120.000 orang.

b) Majlis al-Tadris

Majlis ini merujuk kepada majlis selain daripada hadis seperti majlis fiqih, majlis
nahwu atau majlis kalam. Dalam artian majlis ini tidak hanya mengkaji pada displin ilmu
tentang hadits akan tetapi mencakup hingga pada kajian tentang fiqih, nahwu, ilmu kalam dan
sebagainya.

c) Majlis al-Munazharab

Majlis ini dipergunakan sebagai sarana untuk perdebatan mengenai suatu masalah
oelh para ulama. Menurut Syalabi, khalifah Muawiyyah sering mengundang para ulama
untuk berdiskusi diistananya, demikian jauga khalifah al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyyah.
Diluar istana majlis ini ada yang dilaksanakan secara continue dan spontanitas, bahkan ada
yang berupa kontes terbuka dikalangan ulama. Untuk model ini biasanya hanya dipakai untuk
mencari popularitas ulama saja.

Ada beberapa macam majlis al-Munazharah yaitu:


 Majlis al-Munazharah yang diselenggarakan atas perintah khalifah.
 Majlis al-Munazharah yang lebih bersifat edukatif dan dilaksanakan secara
kontinue
 Majlis al-Munazharah yang diselenggarakan secara spontan. Pertemuan ini terjadi
secara tidak sengaja.
 Majlis al-Munazharah yang bersifat seperti kontex terbuka antara beberapa ulama
yang diselenggarakan dengan mengumpulkan beberapa ulama.

d) Majlis al-Muzakarah

Majlis ini merupakan inovasi murid-murid yang belajar hadis. Majlis ini
diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpul dan saling mengingat dan mengulang
pelajaran yang sudah diberikan sambil menunggu kehadiran guru. Pada perkembangan
berikutnya majlis al-Muzakarah ini dibedakan berdasarkan materi yang didiskusikan yaitu
meliputi sanad hadis, materi hadis, perawi hadis, hadis-hadis dho’if, korelasi hadis dengan
bidang ilmu tertentu, serta tentang kitab-kitab musnad.

e) Majlis al-Syu’ara

Majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair dan juga sering di pakai untuk kontes
para ahli syair.

f) Majlis Adab
Majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah
dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal.

g) Majlis al-Fatwa dan Nazar

Majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah di
bidang hukum kemudian difatwakan. Disebut juga majlis ini adalah perdebatan antara ulama
fiqih atau hukum islam.

5. Halaqoh

Halaqoh artinya adalah lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disini dilaksanakan
dimana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai
menerangkan, membaca karangannya atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang
lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau dirumah-rumah.

Sistem halaqoh tidak mengenal sistem klasik, semua umur dan jenjang berkumpul
bersama untuk mendengarkan penjelasan guru. Jadi tidak dibedakan antara usia dan jenjang
pendidikannya.

6. Perpustakaan

Perpustakaan merupakan tempat dimana terdapat kumpulan-kumpulan atau koleksi


buku yang dapat dibaca-baca bahkan dipinjam. Perpustakaan berkembang luas pada masa
Abbasiyyah, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi. Faktor-faktor ayangb
menyebabkan perkembangan itu antara lain ialah meluasnya penggunaan kertas untuk
menyalin kitab-kitab, bermunculnya para penyalin kitab, dan berkembangnya halaqoh para
sastarawan dan ulama. Disamping itu, penghargaan terhadap ilmu mendorong kaum
muslimin untuk membeli kitab-kitab dari berbagai negeri. Dengan demikian perpustakaan
menjadi pusat pendidikan dan kebuadayaan islam yang sangat penting.

Beberapa perpustakaan umum yang terkenal ialah perpustakaan Bayt al-Hikmah di


Bagdad yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan berkembang pesat pada masa
Khalifah al-Makmun, perpustakaan Bayt al-Hikmah di Ruqadah, Afrika Utara yang didirikan
oleh Ibrahim II dari Dinasti Aghlabi, seorang amir yang sangat cinta kepada ilmu dan pendiri
kota raqadah pada tahun 264H/878H. Perpustakaan Dar al-Hikmah Cairo yang didirikan oleh
al-Hikmah bin Amrillah pada tahun 395H.
Disamping perpustakaan umum terdapat pula perpustakaan khusus yang didirikan
oleh para Amir di istana dan ulama dirumah mereka. Jumlah perpustakaan pribadi ini tidak
terhitung. Semua ini menunjukkan bahwa kaum muslimin menaruh perhatian yang besar
terhadap ilmu.

7. Salon kesusasteraan

Salon kesusasteraan adalah suatu majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk
membahas berbagai mecem ilmu pengatahuan. Majlis ini bermula sejak zaman
Khulafaurrasyidin yang biasanya memberikan fatwa dan musywarah serta diskusi dengan
para sahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu. Dalam
majlis sastra tersebut bukan hanya dibahas dan didiskusikan masalah-masalah kesusasteraan
saja melainkan berbagai macam ilmu pengatahuan dan berbagai kesenian.

8. Khan

Khan berfungsi sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai
sarana komersial yang memiliki banyak toko. Seperti Khan al-Narsi yang berlokasi di Alun-
alun Karkh di Bagdad, selain itu khan juga berfungsi sebagai sarana untuk murid-murid dari
luar kota yang hendak belajar hukum islam disuatu majlis seprti khan yang dibangun oleh
Di’lij ibn Ahmad Ibn Di’jil pada akhir abad ke 10M di Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij.
Diamping fungsi diatas khan juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat.

9. Ribath

Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk ibadah semata-mata. Ribath biasanya dihuni oleh
sejumlah orang-orang miskin. Mereka bersama-sama melakukan praktik-praktik sufistik.
Disamping melakukan praktek sufistik, mereka juga memberi perhatian kepada kegiatan
keilmuwan. Pada umunya ribath dibangun untuk sufi laki-laki, tetapi ada juga ribath yang
dibangun untuk sufi wanita dimana mereka bertempat tinggal, beribadah dan mengajarkan
pelajaran agama didalamnya.

Faktor munculnya lembaga pendidikan non formal sebelum periode madrasah

Pendidikan islam dalam sejarah tercatat terbagi menjadi beberapa periode: yaitu salah
satunya adalah pada periode sebelum madrasah. Tercatat banyak sekali berdiri berbagai
macam lembaga-lembaga pendidikan pada saat itu. Beberapa faktor yang mendorong
munculnya lembaga-lembaga tersebut adalah antara lain:

Pertama, terdorong oleh motivasi-motivasi untuk mengembangkan keilmuan. Kaum


muslimin pada masa awal membutuhkan pemahaman al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu
juga butuh keterampilan membaca dan menulis, Ibnu Khaldun mencatat bahwa pada awal
kedatangan islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah
17 orang. Semuanya laki-laki.

Kedua, terdorong berkembangnya kebutuhan pada masa awal islam untuk


mendakwahkan islam, karena itu sasaran pun pada mulanya ditujukan untuk orang-orang
dewasa. Menjadi semakin meluas tingkatan usianya, sehingga sampai pada usia anak-anak.

C. Pengaruh Hellenistik Terhadap Perkembangan Pendidikan Islam

Pendidikan islam di masa klasik dapat dikatakan maju bahkan dianggap telah
mencapai masa keemasan dalam sepanjang sejarah. Sejak permulaan penerjemahan karya-
karya pemikiran yunani,pendidikan islam mengalami kemajuan pesat baik dalam materi
pengajarannya(kurikulum)maupun lembaga pendidikan.

Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan pengetahuan


agama, mulai mengajarkan ilmu pengetahuan, seperti: matematika, filsafat, dan kedokteran.
Misalnya di kuttab, yaitu salah satu dari lembaga pendidikan tingkat dasar, pada abad
pertama masa islam hanya mengajarkan pelajaran membaca dan menulis, kemudian diajarkan
pula pendidikan keagamaan. Sejak abad ke-8 M, Kuttab mulai mengajarkan pelajaran ilmu
pengetahuan disamping ilmu agama. Sistem pendidikan di masa klasik tidak dikenal sekolah
tingkat menengah yang ada hanya lembaga pendidikan tingkat dasar dan lembaga pendidikan
tingkat tinggi.

Menurut Mahmud Yunus, kurikulum sekolah tingkat tinggi dibagi menjadi dua, yaitu:
ilmu-ilmu naqliyah (ilmu yang bersumber pada al-Qur'an dan al-Hadits) dan ilmu-ilmu
aqliyah (ilmu yang bersumber pada akal). Ilmu-ilmu naqliyah meliputi tafsir, al-Qur'an,
hadits, fikih, usul fikih, nahwu/sharaf, balaghah, dan bahasa arab serta kesustraan arab.
Sedangkan ilmu-ilmu aqliyah meliputi mantiq/logika, ilmu alam dan kimia, musik, ilmu
pasti, ilmu ukur/matematik, falak (astronomi), ilmu kalam, ilmu hewan, ilmu tumbuh-
tumbuhan, dan kedokteran.

Setelah menguasai karya-karya hellenisme, ilmuwan-ilmuwan islam mengadakan


pengamatan, penelitian, dan pengkajian lebih jauh sehingga mereka berhasil menemukan
teori-teori baru di bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Pemikiran hellenisme yang mereka
transmisikan dalam karya-karya pemikiran islam bukanlah sekedar terjemahan atau jiplakan,
tetapi merupakan karya asli umat islam. Wacana intelektual islam mengalami kemajuan
pesat. Kontak dengan hellenisme bukan hanya mempengaruhi lahirnya berbagai wacana di
bidang ilmu pengetahuan dan filsafat islam,tetapi juga pemikiran-pemikiran keagamaan,
seperti teologi, tafsir, bahasa, hukum islam dan sebagainya. Masa klasik islam adalah periode
kejayaan dan keemasan peradaban islam

Disamping kurikulum yang berkembang sebagai akibat pengaruh peradaban yunani,


lembaga pendidikanpun mengalami perkembangan dengan pesat. Lembaga-lembaga
pendidikan islam seperti: kuttab, mesjid, halaqah, dan majlis mengajarkan materi pelajaran
yang berkaitan dengan keagamaan. Pada perkembangan berikutnya, diajarkan materi
pelajaran tentang ilmu pengetahuan dan filsafat. Akibatnya, lembaga-lembaga pendidikan
islam mengalami perubahan karakteristik, bahkan munculnya bentuk-bentuk lembaga
pendidikan baru, serta menyebabkan terjadinya dualisme lembaga pendidikan islam, yaitu:

1. Lembaga pendidikan islam yang terbuka pada pengetahuan umum.

2. Lembaga pendidikan islam yang tertutup terhadap pengetahuan umum.

Sebagaimana telah diisyaratkan, orang-orang Muslim berkenalan dengan ajaran Aristoteles


dalam bentuknya yang telah ditafsirkan dan diolah oleh orang-orang Syria, dan itu berarti
masuknya unsur-unsur Neoplatonisme. Maka cukup menarik bahwa sementara orang-orang
Muslim begitu sadar tentang Aristoteles dan apa yang mereka anggap sebagai ajaran-
ajarannya, namun mereka tidak sadar, atau sedikit sekali mengetahui adanya unsur-unsur
Neoplatonis didalamnya. Ini menyebabkan sulitnya membedakan antara kedua unsur
Hellenisme yang paling berpengaruh kepada falsafah Islam itu, karena memang terkait satu
sama lainnya.

Sekalipun begitu masih dapat dibenarkan melihat adanya pengaruh khas


Neoplatonisme dalam dunia pemikiran Islam, seperti yang kelak muncul dengan jelas dalam
berbagai paham Tasauf. Ibn Sina, misalnya, dapat dikatakan seorang Neoplatonis, disebabkan
ajarannya tentang mistik perjalanan ruhani menuju Tuhan seperti yang dimuat dalam
kitabnya, Isharat. Dan memang Neoplatonisme yang spiritualistik itu banyak mendapatkan
jalan masuk ke dalam ajaran-ajaran Sufi. Yang paling menonjol ialah yang ada dalam ajaran
sekelompok orang-orang Muslim yang menamakan diri mereka Ikhwan al-Shafa (secara
longgar: Persaudaraan Suci).

Demikian pula, kita sepenuhnya dapat berbicara tentang pengaruh besar


Aristotelianisme, yaitu dari sudut kenyataan bahwa kaum Muslim banyak memanfaatkan
metode berpikir logis menurut logika formal (silogisme) Aristoteles. Cukup sebagai bukti
betapa jauhnya pengaruh ajaran Aristoteles ini ialah populernya ilmu mantiq di kalangan
orang-orang Islam. Sampai sekarang masih ada dari kalangan 'ulama' kita yang menulis
tentang mantiq, seperti K.H. Bishri Musthafa dari Rembang, dan ilmu mantiq masih diajarkan
di beberapa pesantren. Memang telah tampil beberapa 'ulama' di masa lalu yang mencoba
meruntuhkan ilmu mantiq (seperti Ibn Taymiyyah dengan kitabnya, Naqdl al-Manthiq dan al-
Suyuthi dengan kitabnya, Shawn al-Mantiq wa al-Kalam 'an Fann al-Manthiq wa al-Kalam).
Te tapi bahkan al-Ghazali pun, meski telah berusaha menghancurkan falsafah dari segi
metafisikanya, adalah seorang pembela ilmu mantiq yang gigih, dengan kitab-kitabnya
seperti Mi'yar al-Ilm dan Mihakk al-Nadhar. Bahkan kitabnya, al-Qisthas al-Mustaqim,
dinilai dan dituduh Ibn Taymiyyah sebagai usaha pencampur-adukan tak sah ajaran Nabi
dengan falsafah Aristoteles, karena uraian-uraian keagamaannya, dalam hal ini ilmu fiqh,
yang menggunakan sistem ilmu mantiq.

Tetapi, seperti telah dikemukakan di atas, adalah mustahil melihat falsafah Islam
sebagai carbon copy Hellenisme. Misalnya, meskipun terdapat variasi, tetapi semua pemikir
Muslim berpandangan bahwa wahyu adalah sumber ilmu pengetahuan, dan, karena itu,
mereka juga membangun berbagai teori tentang kenabian seperti yang dilakukan Ibn Sina
dengan risalahnya yang terkenal, Itsbat al-Nubuwwat. Mereka juga mencurahkan banyak
tenaga untuk membahas kehidupan sesudah mati, suatu hal yang tidak terdapat padanannya
dalam Hellenisme, kecuali dengan sendirinya pada kaum Hellenis Kristen. Para failasuf
Muslim juga membahas masalah baik dan buruk, pahala dan dosa, tanggungjawab pribadi di
hadapan Allah, kebebasan dan keterpaksaan (determinisme), asal usul penciptaan, dan
seterusnya, yang kesemuanya itu merupakan bagian integral dari ajaran Islam, dan sedikit
sekali terdapat hal serupa dalam Hellenisme.
Lebih lanjut, falsafah kemudian mempengaruhi ilmu kalam. Meski begitu, lagi-lagi,
tidaklah benar memandang ilmu kalam sebagai jiplakan belaka dari falsafah. Justru dalam
ilmu kalam orisinalitas kaum Muslim tampak nyata. Seperti dikatakan William Lane Craig,
the kalam argument as a proof for God's existence originated in the minds of medieval Arabic
theologians, who bequeathed to the West, where it became the center of hotly disputed
controversy. Great minds on both sides were raged against each other: al-Ghazali versus Ibn
Rushd, Saadia versus Maimonides, Bonaventure versus Aquinas. The central issue in this
entire debate was whether the temporal series of past events could be actually infinite.
(argumen kalam sebagai bukti adanya Tuhan berasal dari dalam pikiran para teolog Arab
zaman pertengahan, yang menyusup ke Barat, di mana ia menjadi pusat kontroversi yang
diperdebatkan secara hangat. Pemikir-pemikir dari dua pihak berhadapan satu sama lain: al-
Ghazali lawan Ibn Rusyd, Saadia lawan Musa ibn Maymun, Bonaventura lawan Aquinas.
Persoalan pokok dalam seluruh debat itu ialah apakah rentetan zaman dari kejadian masa
lampau itu dapat secara aktual tak terbatas).

Anda mungkin juga menyukai