NPM : 210307036
Pembangunan nasional di bidang pendidikan mempunyai makna dan peranan yang sangat
urgen dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat berbudaya. Adapun diantara lembaga
pendidikan Islam yang dibangun dan berkembang di Indonesia antara lain adalah; pesantren,
surau, meunasah, dan madrasah.
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat
tradisional dan juga modern untuk mendalami ilmu agama Islam, dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penekanan pada moral dalam
hidup bermasyarakat, sedangkan surau adalah sebuah tempat ibadah yang pertama kali berdiri
di Sumatra barat tepatnya di Minangkabau yang mana saat ini dijadikan sebagai sarana
pendidikan agama. Meunasah merupakan pendidikan Islam terendah. Meunasah itu sendiri
sering dijadikan sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat, dan kegiatan
keagamaan lainnya. Lembaga pendidikan keempat yaitu madrasah.
Madrasah sebagai salah satu pilar dari pendidikan Islam merupakan lembaga
pendidikan yang sudah dikenal sejak tahun 1065-1067 di Baghdad yang didirikan oleh
Nidzam al-Mulk seorang perdana menteri pada masa kekhalifahan Bani Saljuk. Oleh karena
itu madrasah ini dikenal dengan sebutan madrasah Nidzamiyah. Menurut al-Jumbulati,
sebelum abad ke-10 sudah ada madrasah yang didirikan yaitu madrasah al-Baihaqiyah di
kota Naisabur.
Yang melatar belakangi munculnya madrasah adalah disebabkan masjid-masjid pada
saat itu tidak lagi mampu menampung kegiatan-kegiatan halaqah atau pengajian dari para
guru dan murid, hal ini dikarenakan semakin banyaknya siswa atau murid yang ikut belajar di
dalamnya, juga ditambah dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
kegiatan penerjemahan buku pada saat itu.
Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah baru terjadi sekitar awal abad ke-20.
Meski demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari dua faktor, yaitu;
semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Islam pusat (Timur Tengah) dan merupakan
respon pendidikan terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan serta
mengembangkan sekolah umum tanpa memasukkan pelajaran agama.
A. sejarah Madrasah dalam Islam
Pada masa Khalifah Umar bin khattab dijumpai sejumlah tenaga pengajar
yang secara resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar di masjid-masjid Kuffah,
Bashrah dan Damaskus. Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan sebagai lembaga
pendidikan berjalan secara harmonis. Pada umumnya masjid memang dibangun
sebagai tempat ibadah, dengan fungsi akademis sebagai skunder. Akan tetapi, tak
jarang pula masjid dibangun dengan niat awal sebagai lembaga pendidikan tanpa
mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah. Sejumlah masjid bahkan secara
khusus dibangun untuk seorang sarajana yang nantinya akan mengelola kegiatan
pendidikan di masjid tersebut. Sekedar contoh Masjid Al-Syafi’I, Masjid al-
Syamargani dan masjid Abu Bakar al-Syami, masing-masing merujuk pada nama
sarjana yang mengajar di dalamnya.
Kedua, dimasukkannya PAI dalam kurikulum nasional dirasakan penting sebagai dari
perubahan dalam sistem kenegaraan yang dinyatakan dalam UndangUndang Dasar 1945 dan
Pancasila yang dengan jelas menyebutkan bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa dan bagi setiap warga negara berhak memeluk agama yang diyakininya masing-masing.
Dilihat secara kuantitatif, porsi pendidikan agama Islam di sekolah memang hanya tiga jam
pelajaran untuk SD dan dua jam pelajaran untuk SMP atau SMA/K, dengan tuntutan pencapaian
standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan dalam Permen Diknas Nomor 23 Tahun 2006.
Di dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam kurikulum 1994 pada dasarnya
mencakup tujuh unsur pokok, yaitu, Al-Qur’an dan Hadis, keimanan/akidah, akhlak, fiqh (hukum
Islam), dan tarikh (sejarah) yang menekankan pada perkembangan politik.
Kelima aspek PAI tersebut dapat ditanamkan kepada peserta didik melalui pembelajaran yang
menggunakan pendekatan kontekstual, yang intinya selalu mengaitkan pembelajaran PAI dengan
konteks dan pengalaman-pengalaman hidup peserta didik yang beraneka ragam atau konteks masalah-
masalah serta situasi-situasi riil kehidupannya.
Pasca keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pada tanggal 24 Maret 1975
yang disepakati oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam
Negeri. Maka komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan sekolah. Dengan konsekuensi, mata
pelajaran agama terdistorsi porsinya menjadi 30% dan materi pelajaran umum mendominasi dengan
prosentase 70%.
Berikut perubahan kurikulum yang diajarkan di madrasah dan pesantren
Seiring perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam konteks negara, pelaksanaan
pendidikan agama pada umumnya serta pen didikan agama Islam pada khususnya di sekolah-sekolah
umum dan madrasah tersebut semakin kokoh dengan berbagai terbitnya perundangundangan dan
peraturan pemerintah.
Sedangkan periode 2005 memuat struktur dan muatan kurikulum diantaranya pendidikan
Agama Islam. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa struktur dan muatan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi lima
kelompok mata pelajaran sebagai berikut;
Penilaian secara moderat, pendidikan agama di sekolah umum berhasil, tetapi dalam beberapa
hal masih mengalami hambatan dan kendala. Diantara keberhasilannya itu; Pertama , dengan
dilakukan program pendidikan agama di sekolah umum, dilihat dari perspektif cita-cita pendidikan
nasional, usaha Departemen Agama dalam membina pendidikan agama di sekolah umum telah
berhasil mewujudkan cita-cita konvergensi. Kedua, sekolah sepenuhnya tidak bersifat sekuler, karena
peserta didik belajar agama dan mengamalkannya. Ketiga, di sisi lain, madrasah dan sekolah-sekolah
agama tidak lagi menganggap ilmu-ilmu umum hal yang bersifat dunia yang diharamkan untuk
dipelajari, sekarang ilmu-ilmu umum dipelajari oleh siswa-siswa madrasah dan sekolah agama.
A. Pendahuluan
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga
yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yaitu jarak yang harus ditempuh dari start sampai ke
finish. Namun lambat laun pengertian ini digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam bahasa Arab
kurikulum diistilahkan dengan manhaj, yaitu jalan yang terang, atau jalan yang terang yang dilalui
manusia pada kehidupanya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang diikuti
oleh guru dan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai
kependidikan.
B. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat library research atau kajian pustaka. Karena
kajian ini bersifat pustaka, untuk itu dalam seluruh prosesnya dari awal hingga akhir penelitian,
penulis menggunakan berbagai macam pustaka yang relevan untuk menjawab permasalahan yang
dicermati. Sementara itu, penelitian kajian pustak merupakan penampilan argumentasi penalaran
keilmuan yang memaparkan hasil kajian pustaka dan hasil olah pikir peneliti mengenai topik atau
masalah kajian, dimana memuat beberapa gagasan atau proposisi yang berkaitan yang harus didukung
oleh data yang diperoleh dari sumber pustaka.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analistik
dengan menerapkan analisa konten sebagaimana yang digagas oleh Shelley dan Krippendorff yaitu
teks, mengajukan pertanyaan riset, memahami konteks, menganalisa konstruks, melakukan inferensi
dan validasi data.
C. Hasil
Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang lebih menekankan pada pendidikan
agama. Kurikulum PAI di Madrasah memiliki suatu hal yang lebih pokok yang memang diharapkan
dan bukan hanya dalam target tujuan PAI tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari agama islam
diharapkan dapat berkompetensi jasmani dan rohani, artinya berkompetensi dalam hal sikap, skill,
pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran agama Islam dalam aspek
jasmani. Dan dengan adanya kurikulum madrasah diharapkan menjadikan anak didik menjadi
makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta senantiasa mau mengamalkan apa yang telah
diajarkan di dalam madrasah.
Kurikulum PAI di sekolah terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek AlQur’an, Hadits,
keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih (hukum Islam) dan aspek Tarikh (sejarah). Dalam sejarah
pendidikan di Indonesia, aspek-aspek pendidikan Islam telah mengalami berbagai perubahan dan
perbaikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan (policy) yang pernah diberlakukan dari satu pemerintah
ke pemerintahan lain. Demikian juga, pendidikan Islam mendapat efek dari perubahan kebijakan
tersebut. Sehingga dalam kurikulum seperti yang telah dikemukakan di atas, mengalami perubahan,
baik itu dari masa Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Sehingga dapat dilihat corak model
pengembangan kurikulum PAI yang pernah berkembang, seperti model dikotomi, model mekanisme
dan model organisme atau sistematik.