Anda di halaman 1dari 10

HAKIKAT DAN MISI LEMBAGA PAI

MTs Terpadu Berkah Palangka Raya

Nasiruddin Sidqi
IAIN Palangka Raya
Nasir.Ea.Ea@Gmail.Com

Abstract. Sejarah pendidikan Islam di Indonesai tidak dapat kita lepaskan begitu saja dalam
percaturan pendidikan yang ada saat ini. Hal yang demikian itu adalah suatu proses panjang
yang pernah mengisih lembaran-lembaran sejarah pendidikan kita. Pendidikan Islam yang
berarti proses bimbingan dari pendidikan terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal
peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim, telah berkembang di berbagai daerah dari
sistem yang paling sederhana menuju pada sistem pendidikan Islam yang modern.
Perkembagan pendidikan Islam dari zaman ke zaman di berbagai daerah memperlihatkan
kecenderungan perkembangan umum (general trend), ada juga perkembangan yang
memperlihatkan keteraturan (regularity trend) dengan fakta-fakta sejarah pendidikan Islam,
dalam aspek, sistem, dan bentuk-bentuk lembaganya. Namun demikian, terlihat pula
kecenderungan perkembangan pendidikan Islam yang memperlihatkan kecenderungan tidak
teratur (irregularity trend) dengan berbagai hambatan- hambatannya. Almuhafadhoh ala
qodimis sholeh, wal akhdu bijadidil ashlah, ini adalah sebuah solusi yang mungkin bisa
memecahkan permasalahan yang mengakar ditubuh madrasah sekarang ini, seperti yang telah
di paparkan di atas bahwa softskil atau keterampilan siswa itu sangatlah urgen dalam
perkembangan pendidikan siswa. Kita tahu bahwa image yang ada tentang madrasah
cenderung mengarah ke sesuatu yang bersifat agamis saja, berbeda dengan Sekolah Umum
yang masyhur dengan sainsnya. Semua itu bisa kita rubah dengan tetep mempertahankan
dasar madrasah sebagai wadah pendidikan yang bersifat agamis, tanpa mengenyampingkan
ilmu pengetahuan umum atau dalam hal ini adalah sains dan keterampilan.

Key Words: Hakikat, Misi PAI

A. PENDAHULUAN

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke


Indonesia. Pada tahap awal pendidikan Islam dimulai dengan kontak secara pribadi
maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah
kelompok muslim terbentuk di suatu daerah, maka mulailah mereka membangun
peradaban Islam dengan membangun masjid. Masjid difungsikan sebagai tempat untuk
beribadah dan pendidikan. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama
kali muncul, setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya seperti
pesantren, dayah, surau dan madrasah. Madrasah sendiri muncul di Indonesia pada awal
abad ke-20 sebelum Indonesia mengalami kemerdekaan. Hal ini disebabkan sudah
mulai banyak orang yang tidak puas dengan sistem pendidikan Islam yang berlaku pada
saat itu, oleh karena itu ada sisi yang harus diperbarui. Diantaranya sisi yang harus
diperbarui, pertama dari segi isi (materi), kedua dari segi metode, ketiga dari sisi
manajemen dan administrasi pendidikan. 
Pembaharuan pendidikan Islam khususnya madrasah di Indonesia tidak lepas dari
perjuangan para ulama’ dan organisasi-organisasi Islam yang gencar mendirikan
lembaga pendidikan Islam yaitu madrasah dengan menerapkan sistem klasikal dan
diberlakukannya administrasi pendidikan. Perkembangan madrasah semakin
memperlihatkan dinamikanya setelah Indonesia merdeka. Pada masa ini madrasah
semakin jauh berkembang, hal ini ditandai dengan adanya perhatian khusus dari
pemerintah terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Perhatian khusus pemerintah
tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa kebijakan, peraturan dan perundang-
undangan yang membahas tentang lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah
(Mohammad Rizqillah Masykur: 2018).
Dalam perkembagan tiga dekade terakhir, pendidikan Islam tampak memberikan
kontribusi yang cukup berarti terhadap pendidikan Indonesia. Data statistik tahun
1994/1995 yang dikeluarkan Departemen Agama RI dan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, menggambarkan bahwa jumlah murid dan mahasiswa di lembaga-
lembaga pendidikan di Indonesia. Secara jelas keadaan siswa dan mahasiswa, baik pada
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Agama sangat mengalami
kenaikan (Maksum, 1999: 1).
Hal yang demikian ini memperlihatkan perkembagan positif dalam pertumbuhan
lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia, dengan berpedoman pada sejarah
pertumbuhannya yang sedemikian pesat. Namun pada pembahasan kali ini adalah untuk
melihat kembali sejarah perkembagan lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia.
Yang diantaranya adalah sejarah perkembangan Madrasah yang tumbuh berkembang di
Indonesia dari zaman ke zaman. Untuk itu penulis akan berusaha memberikan rumusan
yang akan membawa pada pembahasan yang di maksudkan di atas.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN MADRASAH


Dalam khazanah pendidikan Islam, sejarah perkembagan madrasah akan selalu
menjadi kajian yang menarik untuk terus dianalisis secara kritis. Kajian kritis ini
menjadi sangat urgenth karena dinilai akan dapat menempatkan madrasah dalam sejarah
perkembangan pendidikan dan intlektual muslim secara lebih objektif dan komprehensif.
Dengan demikian, diharapkan akan di peroleh gambaran yang semestinya tentang
keberadaan madrasah.
Sebagian sarjana pendidikan berasumsi bahwa tradisi pendidikan Islam di
Indonesia tidak sepenuhnya khas Indonesia, kecuali hanya menambahkan muatan dan
corak keislaman terhadap tradisi pendidikan yang sudah ada, terutama yang bermula dari
agama Hindu. IP Simanjuntak berargumen misalnya bahwa “masuknya agama Islam
tidak mengubah hakekat pengajaran agama yang formil; yang berubah sejak
pengembangan agama Islam ialah: isi agama yang dipelajari, bahasa yang menjadi
wahana bagi pelajaran agama itu, serta latar belakang pelajar-pelajar.” Ditambahkannya
lagi, “dalam zaman pengembangan agama Islam tidak mengalami perubahan (tetap
menganut pola Hindu). Yang dimaksudkan dengan kalimat itu, ialah yang bekenaan
dengan struktur organisasi pendidikan keagamaan itu.” Mengikuti asumsi ini orang
tentunya akan mudah cenderung kepada anggapan bahwa pertumbuhan madrasah di
Indonesia sepenuhnya merupakan usaha penyesuaian atas tradisi persekolahan yang
dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Mengingat struktur dan mekanismenya
yang hampur sama, sekilas dapat diduga bahwa madrasah merupakan bentuk lain dari
sekolah yang hanya diberi muatan dan corak keislaman.
Asumsi seperti itu agaknya tidak sepenuhnya benar, meskipun dalam ukuran
tertentu tidak bisa diabaikan bahwa pertumbuhan madrasah itu merupakan respon
pendidikan Islam terhadap sistem sekolahan yang sudah menjadi kebijakan pemerintah
Hindia Belanda dalam kerangka politik etisnya. Latar belakang lain yang layak
dipertimbangkan adalah bahwa pertumbuhan dan perkembangan madrasah pada awal
abad 20 ini merupakan bagian dari gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, yang
memiliki kontak cukup intensif dengan gerakan pembaharuan di Timur Tengah, sebagai
agama yang universal, Islam membawakan peradabannya sendiri termasuk dalam bidang
pendidikan yang berakar pada tradisi yang sangat panjang sejak masa peradaban Islam
itu tetap mempertahankan esensinya yang sejati yang kondisional. Dalam kaitannya
dengan pertumbuhan madrasah di Indonesia, aspek universal dari tradisi itu tidak bisa
dilepaskan karena memang dalam kenyataannya eksistensi lembaga madrasah itu sudah
berkembang sejak masa Islam klasik, dan bahkan terus berkembang hingga masa
modern dengan segala bentuk penyesuaian dan pembaharuannya (Maksum, 1999: 81-
82).
Pada masa kedudukan Jepang, ada satu hal yang istimewa dalam dunia
pendidikan sebagaimana telah dilakukan, yaitu sekolah-sekolah telah diseragamkan dan
dinegerikan meskipun sekolah-sekolah swasta lain, seperti Muhammadiyah, Taman
Siswa dan lain-lain diizinkan terus berkembang dengan pengaturan dan di selenggarakan
oleh pendudukan Jepang. Sementara itu, khususnya pada masa awal-awalnya, madrasah
dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angin segar yang diberikan oleh Jepang.
Walaupun lebih bersifat pletis belaka, kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja dan
umat Islam Indonesia memanfaatkannya denga sebaik-baiknya. Ini tampak di Sumatra
dengan berdirinya madrasah Awaliyanya, yang di ilhami oleh Majelis Islam Tinggi.
Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang dikunjungi banyak
anak laki-laki dan perempuan. Madrasah Awaliyah ini dadakan pada sore hari dengan
waktu kurang satu setengah jam. Materi yang diajarkan ialah belajar mambaca al-Quran,
ibadahm akhlak dan keimanan sebagai pelatihan pelajaran agama yang dilakukan di
sekolah rakyat pagi hari. Oleh karena itu meskipun dunia pendidikan secara umum
terbengkalai, karena murid-muridnya setiap hari hanya disuruh gerak badan, baris-
berbaris, bekerja bakti (rumosha), bernyanyi dan sebagainya, madrasah-madrasah yang
berada di dalam lingkungan pondok pesantren bebas dari pengawasan langsung
pemerintah pendudukan Jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren dapat berjalan
dengan wajar.  Dan begitu pula dalam keterangan lain.
Madrasah adalah saksi dari perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada
zaman penjajahan Belanda, madrasah didirikan untuk semua warga. Sejarah mencatat,
madrasah pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah (1908, dimotori Syekh
Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri Madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M.
Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel
sebagai lanjutan dari Madrasah Schoel. Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul
Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). Lalu, Madrasah Nurul Uman dididirikan H.
Abdul Somad di Jambi.
Karena ketidakpuasan rakyat terhadap sistem pendidikan Belanda tersebut,
timbullah berbagai upaya mendirikan sekolah yang terbuka bagi rakyat.14 Pesantren-
pesantren yang telah ada mulai berbenah dengan melengkapi kurikulumnya dengan
ilmu-ilmu umum serta sistem pendidikan yang lebih tertata. Dengan demikian
diharapkan para santri tidak hanya mendalami ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu-
ilmu umum agar tidak tertinggal. Dari sinilah muncul madrasah-madrasah sebagai
pengembangan dari sistem pesantren tradisional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
latar belakang berdirinya madrasah di Indonesia antara lain: 
1.Sebagai bentuk pembaharuan sistem pendidikan Islam, yang semula hanya berupa
pesantren tradisional dengan pengajaran ilmu agama saja dilengkapi dengan ilmu-
ilmu umum. 
2.Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan
sekolah umum yang lebih terstruktur dan berjenjang.
3.Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisioal yang
dilaksanakan oleh pesantren dengan sistem pendidikan modern dari pemerintah
kolonial Belanda (Muhammad Yusuf,  2019: 135-146)
Madrasah berkembang di Jawa mulai 1912. Ada model madrasah-pesantren NU
dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha, dan
Muallimin Ulya (mulai 1919); ada madrasah yang mengapropriasi sistem pendidikan
Belanda plus, seperti Muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah,
Tsnawiyah, Muallimin, Muballighin, dan madrasah Diniyah. Ada juga model Al-Irsyad
(1913) yang mendirikan madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Madrasah Tajhiziyah,
Muallimin dan Tahassus; atau model madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan
madrasah pertanian.
Belanda tentu saja resah akan perkembangan madrasah, lalu keluarlah peraturan
yang menetapkan madrasah sebagai “sekolah liar”, kemudian mengeluarkan sejumlah
peraturan yang melarang atau membatasi madrasah. Kalaupun kemudian Pemerintah
Belanda memberikan apresiasi pada kepentingan Islam, bantuan diberikan 7.500 gulden
untuk 50.000.000 jiwa. Menyimak pidato Oto Iskandardinata pada 1928 di Voolkraad,
bantuan itu dianggap penghinaan karena seharusnya yang diberikan Belanda satu juta
gulden.
Akan tetapi, madrasah berdiri di mana-mana. Madrasah adalah perjuangan warga
republik ini untuk mendapatkan pendidikan. Pada 1915 berdiri madrasah bagi kaum
perempuan, yaitu Madrasah Diniyah putri yang didirikan Rangkayo Rahmah Al-
Yunisiah. Zaiuniddin Labai ini juga yang pertama kali mendirikan Persatuan Guru-Guru
Agama Islam (PGAI) di Minangkabau pada 1919.
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha tersebut dimulai dengan
memberikan bantuan sebagaimana anjuran oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
(BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, disebutkan:
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang telah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia
pada umumnya, hendaknya mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan
dan bantuan material dari pemerintah.
Perkembangan madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangat
terkait dengan peran departemen agama yang resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946,
dalam perkembangan selanjutnya departemen agama menyeragamkan nama, jenis dan
tingkatan madrasah sebagaimana yang ada sekarang. Dalam UU No. 4 tahun 1950 dan
No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal
2 ditegaskan bahwa Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran
di sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan
agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada persetujuan orang tua
siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar system pendidikan
nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi madrasah dalam
kerangka pendidikan nasional (Adnan, 2008).
C. HAKIKAT DAN MISI LEMBAGA MADRASAH

Madrasah sebagai lembaga pendidikan mempunyai misi untuk mewujudkan cita


cita bangsa, yaitu: mencerdaskan dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan dalam
kehidupan berbangsa. Hal ini ditegaskan dalam UUD RI Tahun 1945 pasal 31 ayat (3)
yang mengatakan bahwa pemerintah menyelenggarakan dan mengupayakan satu sistem
pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan dan ahlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-udang .
(Fathoni, 2005). Selain itu berdasarkan konstitusi UUD 1945 dan UU Sisdiknas,
madrasah kini telah terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional. Amanat konstitusi
UUD 1945 dan UU Sisdiknas, menyebutkan, bahwa: pentingnya pelaksanaan
pendidikan dengan melestarikan keanekaragamaan pelaksanaan pendidikan di
masyarakat, dalam satu payung pengelolaan yang sama yaitu: “sistem pendidikan
nasional”(Yoga Anjas Pratama, 2019: 95-112).
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan Islam madrasah sudah tidak
menggunakan sistem pendidikan yang sama dengan sistem pendidikan Islam pesantren.
Karena di lembaga pendidikan madrasah ini sudah mulai dimasukkan pelajaran-
pelajaran umum seperti sejarah ilmu bumi, dan pelajaran umum lainnya. Sedangkan
metode pengajarannya pun sudah tidak lagi menggunakan sistem halaqah, melainkan
sudah mengikuti metode pendidikan moderen barat, yaitu dengan menggunakan ruang
kelas, kursi, meja, dan papan tulis untuk proses belajar mengajar (Abdullah Aly A.
Mustafa, 1999: 151).
Melihat kenyataan sejarah, kita tentunya bangga dengan sistem dan lembaga
pendidikan Islam madrasah yang ada di Indonesia. Apalagi dengan metode dan
kurikulum pelajarannya yang sudah mengadaptasi sistem pendidikan serta kurikulum
pelajaran umum. Peran dan kontribusi madrasah yang begitu besar itu pada gilirannya
—sejak awal kemerdekaan—sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang
mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif
memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.
Orientasi usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu
pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di
samping pada pengembangan madrasah itu sendiri. Perkembangan serta kemajuan
pendidikan Islam terus meningkat secara signifikan. Hal itu dapat dilihat misalnya pada
pertengahan dekade 60-an, madrasah sudah tersebar di berbagai daerah di hampir
seluruh propinsi Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah madrasah tingkat rendah pada
masa itu sudah mencapai 13.057. dengan jumlah ini, sedikitnya 1.927.777 telah terserap
untuk mengenyam pendidikan agama. Laporan yang sama juga menyebutkan jumlah
madrasah tingkat pertama (tsanawiyah) yang mencapai 776 buah dengan jumlah murid
87.932. Adapun jumlah madrasah tingkat Aliyah diperkirakan mencapai 16 madrasah
dengan jumlah murid 1.881. Dengan demikian, berdasarkan laporan ini, jumlah
madrasah secara keseluruhan sudah mencapai 13.849 dengan jumlah murid sebanyak
2.017.590. Perkembangan ini menunjukkan bahwa sudah sejak awal, pendidikan
madrasah memberikan sumbangan yang signifikan bagi proses pencerdasan dan
pembinaan akhlak bangsa (Depag, 2008: 45).
Dalam pada itu, meskipun pemerintah melalui departemen agama sudah banyak
melakukan perubahan dan perumusan kebijakan di sana-sini untuk memajukan
madrasah, namun itu belum terlalu berhasil jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah
umum yang dalam hal ini dikelola oleh departemen pendidikan. Karena realitasnya,
masyarakat hingga periode 90-an masih mempunyai sense of interest yang tinggi untuk
masuk ke sekolah-sekolah umum yang dinilainya mempunyai prestige yang lebih baik
daripada madrasah atau sekolah Islam (Islamic School). Lebih dari itu, dengan masuk
ke sekolah-sekolah umum, masa depan siswa akan lebih terjamin ketimbang masuk ke
madrasah atau sekolah Islam.
Hal itu bisa jadi disebabkan oleh image yang menggambarkan lulusan-lulusan
madrasah tidak mampu bersaing dengan lulusan-lulusan dari sekolah-sekolah umum.
Lulusan madrasah hanya mampu menjadi seorang guru agama atau ustdaz. Sedangkan
lulusan dari sekolah umum mampu masuk ke sekolah-sekolah umum yang lebih
bonafide dan mempunyai jaminan lapangan pekerjaan yang pasti.
Dalam konteks kekinian, image madrasah atau sekolah Islam telah berubah.
Madrasah sekarang tidak lagi menjadi sekolah Islam yang hanya diminati oleh
masyarakat kelas menengah ke bawah. Melainkan sudah diminati oleh siswa-siswa
yang berasal dari masyarakat golongan kelas menengah ke atas. Hal itu disebabkan
sekolah-sekolah Islam atau madrasah elit yang sejajar dengan sekolah-sekolah umum
sudah banyak bermunculan. Diantara madrasah atau sekolah Islam itu adalah; Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta, Sekolah Islam al-Azhar, Sekolah Islam al-Izhar, Sekolah
Islam Insan Cendekia, Madania School, dan lain sebagainya.
Sebelum mengalami perkembangan seperti sekarang ini, madrasah hanya
diperuntukkan bagi kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun sejak
mulai mengadopsi sistem pendidikan moderen yang berasal dari Barat sambil tetap
mempertahankan yang sudah ada dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang
mendukung iklim pembelajaran siswa dan pengajaran siswa, madrasah (atau sekolah
Islam) sekarang sudah sangat diminati oleh kalangan masyarakat kelas menengah ke
atas. Apalagi madrasah sekarang ini sudah banyak yang menjalankan dengan apa yang
disebut sebagai English Daily. Semua guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
harus berbicara dalam bahasa Inggris. Seperti Madrasah Pembangunan UIN Jakarta,
Sekolah Islam Al-Azhar, sekolah Islam Al-Izhar, Sekolah Islam Insan Cendekia, dan
lain sebagainya adalah beberapa contoh di antaranya.
Kemampuan bahasa asing yang bagus di era globalisasi seperti sekarang ini
mutlak diperlukan. Oleh karena itu, di beberapa madrasah dan sekolah Islam itu
kemudian tidak hanya memberikan pengetahuan bahasa Inggris saja. Lebih dari itu,
pengetahuan bahasa asing lainnya juga absolut diajarkan oleh madrasah seperti bahasa
Arab misalnya. Atau bahasa Jepang, Mandarin dan lainnya pada tingkat Madrasah
Aliyah. Di samping itu, dalam menghadapi era globalisasi, madrasah sebagai institusi
pendidikan Islam tidak lantas cukup merasa puas atas keberhasilan yang telah
dicapainya dengan memberikan pengetahuan bahasa asing kepada para siswanya dan
desain kurikulum pendidikan yang kompatibel dan memang dibutuhkan oleh madrasah.
Akan tetapi, justru madrasah harus terus berpikir ulang secara berkelanjutan
yang mengarah kepada progresivitas madrasah dan para siswanya. Oleh karena itu,
dalam pendidikan madrasah memang sangat diperlukan pendidikan keterampilan.
Pendidikan keterampilan ini bisa berbentuk kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan intra
kurikuler yang berupa pelatihan atau kursus komputer, tari, menulis, musik, teknik,
montir, lukis, jurnalistik atau mungkin juga kegiatan olahraga seperti sepak bola,
basket, bulu tangkis, catur dan lain sebagainya.
Dari pendidikan keterampilan nantinya diharapkan akan berguna ketika para
siswa lulus dari madrasah. Karena jika sudah dibekali dengan pendidikan keterampilan,
ketika ada siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi
seperti universitas misalnya, maka siswa dengan bekal keterampilan yang sudah pernah
didapatnya ketika di madrasah tidak akan kesulitan lagi dalam upaya mencari pekerjaan.
Jadi, kiranya penting bagi madrasah untuk mengembangkan pendidikan keterampilan
tersebut. Sebab, dengan begitu siswa akan langsung dapat mengamalkan ilmunya setelah
lulus dari madrasah atau sekolah Islam. Namun semua itu tentunya harus dilakukan
secara profesional. Dengan adanya pendidikan keterampilan di sekolah- sekolah Islam
atau madrasah, lulusan madrasah diharapkan mampu merespon tantangan dunia global
yang semakin kompetitif. Dan nama serta citra madrasah juga tetap akan terjaga. Karena
ternyata alumni-alumni madrasah mempunyai kompetensi yang tidak kalah kualitasnya
dengan alumni sekolah-sekolah umum. 
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam
proses pembelajaran (Abuddin Nata, 2004: 50). Madrasah merupakan isim makan dari
kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Dalam konteks Indonesia istilah
madrsah ini telah menyatu dengan istilah sekolah formal atau perguruan di bawah
binaan Departemen Agama. Tetapi tidak demikian dalam sejarahnya. “Madrasah
merupakah tahap ketiga dari perkembangan sejarah pendidikan Islam dari urutan
pertama yaitu masjid, tahap kedua yaitu Masjid-khan dan kemudian madrasah”(Supani,
2009: 560-579).
Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan
atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran (W.J.S. Poerwadarminta, 1984:
889). Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi
juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain,
bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula. sementara Karel A. steenbrik
justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dia beralasan bahwa antara
madrasah dan sekolah mempunyai ciri yang berbeda. Meskipun demikian, dalam konteks
ini penulis cenderung untuk menyamakan arti madrah dan sekolah.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat
belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang
pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber
dari Islam itu sendiri. Adnan, 2008).
Sedangkan madrasah dikenal sebagai lembaga pendidikan keagamaan tingkat dasar
dan menengah yang, karenanya, lebih menitikberatkan pada mata pelajaran agama, dan
pengelolaannya menjadi tanggung jawab Departemen Agama. Dalam sejarah
perkembangan madrasah di Indonesia, dikenal dua jenis madrasah, madrasah diniyah dan
madrasah non-diniyah. Madrasah diniyah merupakan lembaga pendidikan keagamaan
yang kuriku-lumnya 100% materi agama. Adapun madrasah non-diniyah adalah lembaga
pendidikan keagamaan yang kurikulumnya, di samping materi agama, meliputi mata
pelajaran umum dengan prosentase beragam. Seiring dengan perubahan kebijakan
pemerintah dalam dunia pendidikan, makna madrasah (khususnya pada madrasah non-
diniyah) mengalami perubahan. Semula madrasah dipandang sebagai institusi pendidikan
keagamaan. Kemudian, terutama pasca pengesahan UU Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 2/1989, madrasah dipandang seba-gai sekolah umum berciri khas Islam, atau
dapat dikatakan “sekolah plus”. Perubahan definisi tersebut berimplikasi pada perubahan
kurikulum, status, dan fungsi madrasah dalam sistem pendidikan nasional (Suryana,
2018).

D. LATAR BELAKANG BERDIRINYA  MTs TERPADU BERKAH PALANGKA


RAYA

Secara historis MTs Terpadu Berkah Palangka Raya telah mengalami perjalanan
sejarah. Sebelum ditetapkan menjadi MTs Terpadu Berkah Palangka Raya, madrasah ini
adalah yang bermula dari sebuah Yayasan Panti Asuhan Berkah dibawah asuhan Abdul
Gofur, yang terus berkembang setiap tahunya, yang mana sebelumnya didirkan MTs yang
terlebih dahulu Yaitu TPA, MI, dan MTs. MTs Terpadu Berkah Palangka Raya tersebut
yang menjadi kepala sekolahnya adalah Ahmad Sahiba, S.Pd.
Berdirinya MTs Terpadu Berkah Palangka Raya berawal tuntutan jaman yang
dibutuhkan bukti otentik pendidikan formal, tidak cukup non formal (Pesantren) untuk itu
kepala yayasan mengembangkan yayasanya agar muridnya yang terdiri dari anak-anak
panti dapat belajar baik pendidikan formal untuk pegangan menjalani hidup kedepannya
dan juga sebagai tindak lanjut dari lulusan MI yang lebih dulu didirikan yayasan tersebut.

Pahonjean berawal tuntutanjaman yang dibutuhkan bukti otentik pendidikan formal,


tidak cukup non formal (Pesantren) untuk itu para Tokoh pada waktu itu diantaranya KH.
Samngaini, KH. Rosidin, K. Imam Bulkin, K. Imam Tobroni, K. Mukti Ibrahin, K Imron
Asmuni, Drs. KH. Bunyamin, Drs. H. Chujjirna, BA. Nama MTs Ma;arif Pahonjean yang
waktu itu muridnya yang juga santri Pesantran Darustsawab dapat belajar baik pendidikan
forman dan non format untuk pegangan menjalani hidup kedepannya. Pada tahun 1971,
nama Ma’arif berubah menjadi DARWATA (Darul Tarbiyah Watta’lim), dan sebagai
Kepala Madrasah adalah K. Imam Thobroni. Pada waktu itu siswanya sedikit, karena
tidak semua santri mau belajar di lemaga pendidikan formal, namun tahun demi tahun
akhirnya siswa MTs Darwata semakin banyak seiring dengan kebutuhan akan Ijazah
Formal.

Pada tahun 1980 MTs Darwata Geblogan menjadi MTs Negeri Karanganyar Filial di
Pahonjean dengan KS Dirjen Binbaga Islam Nomor : KEP/E-II/1980 tanggal 22
September 1980 dengan Kepala Madrasah Chujjirna BA. Pada saat itu siswanya cukup
banyak kurang lebih 500 siswa. Pada tahun 1982 Chujjirna BA. digantikan oleh Drs.
Bunyamin, dalam kurun waktu 9 tahun jumlah siswa MTs Negeri Karanganyar Filial di
Pahonjean mengalamai pengurangan seiring dengan berdirinya madrasah-madrasah
swasta di sekitar Majenang.

Pada tahun 1991 Madrasah Tsanawiyah Negeri Karanganyar Filial di Pahonjean


meningkat statusnya menjadi mandiri menjadi Madrasah Tsanawiyah Negeri Majenang
Kabupaten Cilacap dengan SK Nomor : 137 Tahun 1991, Kepala Madrasahnya adalah
Drs. H. Bunyamin, tanah yang ditempati MTs Negeri Majenang saat itu adalah tanah
Wakaf milik Masjid Baitul Mu’minin Geblogan
Nama : MTs TERPADU BERKAH
NPSN : 70026798
Alamat : g.obos induk km 5,5
Desa/Kelurahan : MENTENG
Kecamatan/Kota (LN) : KEC. JEKAN RAYA
Kab.-Kota/Negara (LN) : KOTA PALANGKA RAYA
Propinsi/Luar Negeri (LN) : PROV. KALIMANTAN TENGAH
Status Sekolah : SWASTA
Bentuk Pendidikan : MTs

Latar belakang berdirnya mts terpadu berkah:


Tahun berapa berdirinya

F. KESIMPULAN
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam
proses pembelajaran (Abuddin Nata, 2004: 50). Madrasah merupakan isim makan dari
kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Dalam konteks Indonesia istilah
madrsah ini telah menyatu dengan istilah sekolah formal atau perguruan di bawah
binaan Departemen Agama. Tetapi tidak demikian dalam sejarahnya. “Madrasah
merupakah tahap ketiga dari perkembangan sejarah pendidikan Islam dari urutan
pertama yaitu masjid, tahap kedua yaitu Masjid-khan dan kemudian madrasah”(Supani,
2009: 560-579).
Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan
atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran (W.J.S. Poerwadarminta, 1984:
889). Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi
juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain,
bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula. sementara Karel A. steenbrik
justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dia beralasan bahwa antara
madrasah dan sekolah mempunyai ciri yang berbeda. Meskipun demikian, dalam konteks
ini penulis cenderung untuk menyamakan arti madrah dan sekolah.
pertumbuhan madrasah itu merupakan respon pendidikan Islam terhadap sistem
sekolahan yang sudah menjadi kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam kerangka
politik etisnya. Latar belakang lain yang layak dipertimbangkan adalah bahwa
pertumbuhan dan perkembangan madrasah pada awal abad 20 ini merupakan bagian dari
gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, yang memiliki kontak cukup intensif dengan
gerakan pembaharuan di Timur Tengah, sebagai agama yang universal, Islam
membawakan peradabannya sendiri termasuk dalam bidang pendidikan yang berakar
pada tradisi yang sangat panjang sejak masa peradaban Islam itu tetap mempertahankan
esensinya yang sejati yang kondisional. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan madrasah
di Indonesia, aspek universal dari tradisi itu tidak bisa dilepaskan karena memang dalam
kenyataannya eksistensi lembaga madrasah itu sudah berkembang sejak masa Islam
klasik, dan bahkan terus berkembang hingga masa modern dengan segala bentuk
penyesuaian dan pembaharuannya
Madrasah sebagai lembaga pendidikan mempunyai misi untuk mewujudkan
citacita bangsa, yaitu: mencerdaskan dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan
dalam kehidupan berbangsa. Hal ini ditegaskan dalam UUD RI Tahun 1945 pasal 31
ayat (3) yang mengatakan bahwa pemerintah menyelenggarakan dan mengupayakan
satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan dan
ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-
udang. Selain itu berdasarkan konstitusi UUD 1945 dan UU Sisdiknas, madrasah kini
telah terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional. Amanat konstitusi UUD 1945 dan
UU Sisdiknas, menyebutkan, bahwa: pentingnya pelaksanaan pendidikan dengan
melestarikan keanekaragamaan pelaksanaan pendidikan di masyarakat, dalam satu
payung pengelolaan yang sama yaitu: “sistem pendidikan nasional”(Yoga Anjas
Pratama, 2019: 95-112).

REFERENSI

Book

A. Mustafa, Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), 151.
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), 50.

Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembagannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 1.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984),
889.
Depag, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia (Jakarta:
Ditjen Penais Departemen Agama, 2008), 45.
Rouf, Muhammad. "Memahami Tipologi Pesantren dan Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan
Islam Indonesia." Tadarus 5.1 (2016): 68-92.

Journal Article

Adnan, N., Pendidikan, W., Indonesia, I., Praset, A., Pendiidkan, K., Lama, O., Dampaknya, D.,
Madrasah, T., & Syarif Kholili, M. (n.d.). MENGENAL HAKIKAT DAN MISI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA Related papers.

Drajat, Manpan. "Sejarah Madrasah di Indonesia." Al-Afkar, Journal for Islamic Studies 1.1
(2018): 192-206.
Masykur, Mohammad Rizqillah. "Sejarah Perkembangan Madrasah Di Indonesia." Jurnal Al-
Makrifat Vol 3.2 (2018).

Pratama, Yoga Anjas. "Integrasi pendidikan madrasah dalam sistem pendidikan nasional (Studi
kebijakan pendidikan madrasah di Indonesia)." Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 10.1
(2019): 95-112.

Supani, Supani. "Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia." INSANIA: Jurnal Pemikiran


Alternatif Kependidikan 14.3 (2009): 560-579.

Suryana, Suryana. "Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah di Indonesia." Almufida: Jurnal


Ilmu-Ilmu Keislaman 3.1 (2018).
Yusuf, Muhammad. "Perkembangan Madrasah Formal Di Indonesia." Intizam, Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam 2.2 (2019): 135-146.

Anda mungkin juga menyukai