MADRASAH DI INDONESIA
Oleh:
Mad Sobirin, S.A.N., M.M.
A. Pendahuluan
Perubahan dari sistem halaqah menuju sistem klasikal ini juga dibarengi
dengan perubahan hal-hal yang terkait dengan itu, misalnya metode pengarajan,
kurikulum, pelaksanaan pengajaran, administrasi, dan pola pembiayaan. Adanya
perubahan sistem ini tidak berarti bahwa sistem pendidikan lama hilang sama sekali,
akan tetapi ada lembaga pendidikan yang di samping memberikan pendidikan
berdasarkan sistem lama, juga memberikan sistem baru, dan bahkan ada yang
senantiasa mempertahankan sistem lamanya, atau mendirikan lembaga baru
dengan sistem yang baru pula.
1
mencoba memulai pengajaran yang terorganisasi disertai kurikulum yang jelas.
Ketiga, Adanya semangat nasionalisme dan patriotisme dari Umat Islam, di samping
pengaruh sistem pendidikan Barat, sekolah nagari, yang mempunyai program yang
lebih terkoordinasi dan sistematis dan mampu menghasilkan lulusan yang terampil.
B. Permasalahan
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang kebangkitan dan
perkembangan madrasah di Indonesia. Dimulai dari masa sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia (penjajahan Belanda dan Jepang) sampai dengan masa sesudah
kemerdekaan Republik Indonesia (Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi).
2
D. Pengertian Madrasah
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat"
(zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai
"tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Kata
"madrasah" jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, memiliki arti "sekolah”
kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia,
melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola. Kendatipun secara teknis, yakni
dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan
sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah,
melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di
mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama
dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).
3
Hindia Belanda. Dengan berbagai variasi, sesuai dengan basis pendukungnya,
madrasah tumbuh di berbagai lokasi dalam jumlah yang dari waktu ke waktu
semakin banyak. Kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap
pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan
timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar.
Ordonansi Guru dinilai umat Islam sebagai kebijakan yang tidak sekedar
membatasi perkembangan pendidikan Islam saja, tetapi sekaligus menghapus
peran penting Islam di Indonesia. Dalam banyak kasus sering terjadi guru-guru
agama dipersalahkan ketika menghadapi gerakan Kristenisasi dengan alasan
ketertiban dan keamanan.
4
Muhammadiyah pada tahun 1926 di Sekayu Palembang membuktikan adanya
maksud negatif di balik Ordonansi Guru tersebut. Pada waktu itu, Pengurus Pusat
akan meresmikan Sekolah Muhammadiyah setempat tetapi tiba-tiba dilarang
padahal sebelumnya sudah diberitahukan rencana kegiatan itu kepada Residen
Palembang.
Reaksi umat Islam terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda itu dapat
dikelompokkan dalam dua corak: (1) defensif dan (2) progresif. Corak defensif
ditunjukkan dengan menghindari sejauh mungkin pengaruh politik Hindia Belanda
itu terhadap sistem pendidikan Islam. Sikap ini terlihat dalam sistem pendidikan
tradisional pesantren yang sepenuhnya ,mengambil jarak dengan pemerintah
penjajah. Di samping mengambil lokasi di daerah-daerah terpencil, pesantren juga
mengembangkan kurikilum tersendiri yang hampir seluruhnya berorientasi pada
pembinaan mental keagamaan. Pesantren dalam hal ini memposisikan diri
sebagai lembaga pendidikan yang menjadi benteng pertahanan umat atas
penetrasi penjajah, khususnya dalam bidang pendidikan. Dengan posisi defensif
ini, pesantren pada kenyataannya memang bebas dari campur tangan pemerintah
Hindia Belanda, meskipun dengan resiko harus terasing dari perkembangan
masyarakat modern.
Corak responsi umat Islam juga bersifat progresif, yang memandang bahwa
tekanan pemerintah Hindia Belanda itu merupakan kebijaksanaan diskriminatif.
Usaha umat Islam dalam bidang pendidikan dengan demikian adalah bagaimana
mencapai kesetaraan dan kesejajaran, baik dari sudut kelembagaan maupun
kurikulum. Ketergantungan pada tekanan penjajah justru akam melemahkan posisi
umat Islam sendiri. Begitupun sebaliknya, membiarkan sikap defensif terus
menerus, akan semakin memberi ruang yang lapang bagi gerakan pendidikan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan upaya
5
mengembangkan lembega-lembaga pendidikan secara mandiri yang produknya
sama dengan sekolah ala Belanda, tetapi tidak tercerabut dari akar
keagamaannya. Wujud konkrit dari upaya ini adalah tumbuh dan berkembangnya
sekolah Islam atau madrasah diberbagai wilayah, baik di Jawa maupun di luar
Jawa.
Terlepas dari kedua responsi di atas, umat Islam pada umumnya menolak
segala bentuk ordonansi yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Umat
Islam menyatakan keberatan terhadap ordonansi sehingga mereka membuat
reaksi yang cukup keras. Di Minangkabau sebuah pertemuan khusus umat Islam
dilaksanakan untuk membahas masalah ini dan berakhir dengan keputusan untuk
menentangnya.
6
Untuk memperoleh dukungan dari umat Islam, pemerintahan Jepang
mengeluarkan kebijakan yang mengeluarkan bantuan dana bagi sekolah dan
madrasah. Berbeda dengan pemerintahan Belanda, Jepang membiarkan
dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah ditutup pada masa
pemerintahan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena kenyataan bahwa
pengawasan pemerintahan Jepang sendiri tidak mampu menjangkau pesantren
dan madrasah yang sebagian besar berlokasi di daerah-daerah terpencil. Namun
demikian pemerintahan Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu
memiliki potensi perlawanan yang membahayakan bagi pendudukan Jepang di
Indonesia.
7
F. Madrasah pada Masa Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia
8
Reaksi yang muncul di kalangan muslim sangat keras. Kebijakan itu dinilai
sebagai usaha sekulerisme dan menghilangkan madrasah dari sistem pendidikan
di Indonesia. Untuk menenangkan reaksi tersebut, pemerintah kemudian
mengeluarkan keputusan bersama antara Mendikbud, Menteri Agama (Menag),
dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Isinya, mengembalikan status pengelolaan
madrasah di bawah Menteri Agama, tetapi harus memasukkan kurikulum umum
yang sudah ditentukan pemerintah.
9
3. Masa Orde Reformasi
Kini saatnya era baru madrasah, yang ditandai dengan pembenahan internal
di tahun-tahun mendatang. Kurikulum yang digunakan pun sama, tetap bercirikan
madrasah, namun telah diperkaya dengan penggunaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006.
10
Melihat kenyataan sejarah, kita tentunya bangga dengan sistem dan lembaga
pendidikan Islam madrasah yang ada di Indonesia. Apalagi dengan metode dan
kurikulum pelajarannya yang sudah mengadaptasi sistem pendidikan serta kurikulum
pelajaran umum. Peran dan kontribusi madrasah yang begitu besar itu pada gilirannya
sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai
resmi berdiri 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan
politik pendidikan Islam di Indonesia. Orientasi usaha Departemen Agama dalam
bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama
diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan madrasah itu sendiri.
11
Dengan terbitnya SKB tiga Menteri itu madrasah memperoleh definisi yang
semakin jelas sebagai lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah sekalipun
pengelolaannya tetap berada di bawah Departemen Agama. Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam sistem
pendidikan nasional. Munculnya SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri dalam Negeri) menandakan bahwa
eksistensi madrasah sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum.
Di samping itu, munculnya SKB tiga menteri tersebut juga dinilai sebagai
langkah positif bagi peningkatan mutu madrasah baik dari status, nilai ijazah maupun
kurikulumnya Di dalam salah satu diktum pertimbangkan SKB tersebut disebutkan
perlunya diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada
madrasah agar lulusan dari madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah-
sekolah umum dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
12
d. Dana
Madrasah-madrasah baik swasta maupun negeri di Indonesia pada umumnya
masih kekurangan dana. Untuk menanggulangi kekurangan dana ini dapat
diupayakan antara lain membentuk kerjasama antara orang tua, guru dan
pemerintah yang lebih terprogram.
e. Organisasi
Sebaiknya untuk meningkatkan mutu madrasah dibentuk badan kerjasama antara
Departemen Agama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Dari Departemen
Pendidikan nasional Nasional dihaarapkan banyak bantuan dalam bidang tenaga
pengajar dan lain sebagainya.
13
Dari sudut pandang pengalokasian waktu kurikulum tersebut perbandingan
nya adalah 30% tuk mata pelajaran agama dan 70% untuk mata pelajaran umum.
Sebenarnya sangat tidak memuaskan untuk para siswa yang menginginkan
belajar agama di madrasah, karena alokasi waktu yang sedikit dibandingkan mata
pelajaran umum. Tapi memang begitulah adanya madrasah, yang kalau bisa
dikatakan setengah-setengah dalam menyajikan kurikulum. Tidak untuk menjadi
ilmuan juga tidak untuk menjadi agamawan. Jika ingin menjadi ilmuan sekolah
umum tempatnya, dan jika ingin menjadi agamawan, pesantren lah tempatnya.
Madrasah merupakan perpaduan antara sekolah umum dan pesantren.
Memang diakui secara jujur bahwa hasil perpaduan utuh tersebut belum
dapat diraih oleh madrasah, disebabkan adanya problem intern dan ekstern.
Problem yang bersifat intern meliputi tenaga pengajar, sarana, waktu, dana dan
organisasi pengelola. Sedangkan problem ekstern adalah hubungan madrasah
dengan lembaga-lembaga di luar Departemen Agama.
14
2. Terdapat dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah
diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum yang
relatif sama dengan sekolah umum. Di sisi lain, madrasah dianggap sebagai
pesantren dengan sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah
diniyah
15
langsung kepada mutu pendidikan. Yang demikian ini karena munculnya SKB tiga
menteri tersebut belum diimbangi penyediaan guru, buku-buku dan peralatan lain
dari departemen terkait
Kemampuan bahasa asing yang bagus di era globalisasi seperti sekarang ini
mutlak diperlukan. Oleh karena itu, di beberapa madrasah dan sekolah Islam itu
kemudian tidak hanya memberikan pengetahuan bahasa Inggris saja. Lebih dari itu,
pengetahuan bahasa asing lainnya juga absolut diajarkan oleh madrasah seperti
bahasa Arab misalnya. Atau bahasa Jepang, Mandarin dan lainnya pada tingkat
Madrasah Aliyah, contohnya Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, MA Nurul Jadid
Paiton, dll.
Akan tetapi, justru madrasah harus terus berpikir ulang secara berkelanjutan
yang mengarah kepada progresivitas madrasah dan para siswanya. Oleh karena itu,
dalam pendidikan madrasah memang sangat diperlukan pendidikan keterampilan.
Pendidikan keterampilan ini bisa berbentuk kegiatan ekstra kurikuler atau kegiatan
intra kurikuler yang berupa pelatihan atau kursus komputer, tari, menulis, musik,
teknik, montir, lukis, jurnalistik atau mungkin juga kegiatan olahraga seperti sepak
bola, basket, bulu tangkis, catur dan lain sebagainya. Dari pendidikan keterampilan
16
nantinya diharapkan akan berguna ketika para siswa lulus dari madrasah. Karena jika
sudah dibekali dengan pendidikan keterampilan, ketika ada siswa yang tidak dapat
melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi seperti universitas misalnya,
maka siswa dengan bekal keterampilan yang sudah pernah didapatnya ketika di
madrasah tidak akan kesulitan lagi dalam upaya mencari pekerjaan.
17
I. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya tempat belajar, kata
madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, lebih dikhusus lagi sekolah-
sekolah agama Islam. Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan di Indonesia
yang mampu menkombinasikan pendidikan yang bersifat keislaman dan pendidikan
yang bersifat umum. Madrasah di merupakan fenomena baru dari lembaga pendidikan
Islam yang ada di Indonesia, yang kehadirannya sekitar permulaan abad ke-20.
18
2. SARAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Maksum. 1999. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Putra Daulay, Haidar. 2021. Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan
Madrasah. Yogyakata: Tiara Wacana.
Putra Daulay, Haidar. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Putra Daulay, Haidar. 2004. Dinamika Pendidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media.
Rahim, Husni. 2000. Arah Baru Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2000.
Saleh, Abdurrahman. 2000. Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi, dan Aksi.
Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa.
20