1) Awal Munculnya Madrasah Diniyah Model Pendidikan Islam yang diadakan di surau-surau
tidak diselenggarakan dengan menggunakan kelas serta tidak dilengkapi bangku, meja dan
papan tulis. Siswa belajar dengan "lesehan". Seiring dengan perkembangan zaman, maka
model pendidikan yang bermula "lesehan" lambat laun berubah dengan menggunakan sistem
kelas. Secara historis perkembangan madrasah dengan model klasikal di Indonesia dimulai
dengan munculnya madrasah "Madrasah Adabiyah (Adabiyah School)" di Padang
(Minangkabau). Madrasah ini didirikan oleh almarhum Syekh Abdullah Ahmad pada tahun
1909. Adabiyah itu hidup sebagai madrasah (madrasah agama) sampai tahun 1914. Pada tahun
1915 diubah menjadi H.I.S. Adabiyah
3) Pendirian Diniyah School (Madrasah Diniyah) Pada era berikutnya, tahun 1915 Zainuddin Labai al
Yunusi mendirikan PDiniyah School (Madrasah Diniyah) di Padang panjang. Bagi masyarakat
Minangkabau madrasah ini menjadi perhatian yang besar. Madrasah Diniyah Padang Panjang
merupakan cikal bakal dalam perkembangan madrasah-madrasah di berbagai kota dan desa
Minangkabau khususnya.6 Yunus d a l a m Iqbal, memaparkan, tentang "perkembangan
Madrasah Diniyah di era Zainudin Labai al Yunusy
Sebelum lahirnya UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, Madrasah Diniyah (MADIN) dikenal sebagai
Madrasah.20 Dalam PP No 55 pasal 15- 16 tahun 2007, disebutkan bahwa "Pendidikan Diniyah sifatnya
non formal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, majlis ta'lim, pendidikan al-Quran, diniyah
ta'limiyah atau dalam bentuk lain yang sejenis".
Jenis-jenis Madrasah Diniyah Sehubungan dengan perkembangan Madrasah Diniyah di masyarakat,
maka untuk memudahkan pembinaan dan bimbingan Kementerian Agama RI menetapkan peraturan
tentang jenis-jenis Madrasah Diniyah yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI nomor 13
tahun1964 yang antara lain dijelaskan:
1. Sistem Belajar di Madrasah Diniyah Sistem belajar di Madrasah Diniyah merupakan evolusi dari sistem
belajar yang dilaksanakan di pesantren salafiyah, karena pada awalnya dalam penyelenggaraan
pendidikannya dilakukan dengan cara tradisonal. Adapun cirri khas untuk mempertahankan tradisi
pesantren adalah mempertahankan paradigma penguasaan "kitab kuning".
Sementara pada awalnya, sistem pembelajarannya menggunakan metode "halaqoh", yaitu model belajar di
mana guru duduk di lantai di kelilingi oleh santri (murid), dengan mendengarkan penyampaian ilmu-ilmu
agama. Namun model halaqoh tersebut mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan zaman.
Adapun perubahan yang dilakukan dengan dari sistem halaqoh ke sistem klasikal. Perubahan model
tersebut berdampak pada respon masyarakat (Islam) dalam perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia. Bergesernya sistem "halaqoh" yang berlaku di pesantren ke sistem klasikal di madrasah
memberikan situasi baru dalam pembelajaran. Semula pendidikan agama di Madrasah Diniyah
digolongkan pendidikan keagamaan yang tertutup terhadap pengetahuan umum, sehingga model
pendidikan yang seperti ini di sebut dengan "madrasah agama atau Madrasah Diniyah.
1. Sistem Belajar di Madrasah Diniyah Sistem belajar di Madrasah Diniyah merupakan evolusi dari
sistem belajar yang dilaksanakan di pesantren salafiyah, karena pada awalnya dalam penyelenggaraan
pendidikannya dilakukan dengan cara tradisonal. Adapun cirri khas untuk mempertahankan tradisi
pesantren adalah mempertahankan paradigma penguasaan "kitab kuning".
Sementara pada awalnya, sistem pembelajarannya menggunakan metode "halaqoh", yaitu model belajar
di mana guru duduk di lantai di kelilingi oleh santri (murid), dengan mendengarkan penyampaian ilmu-
ilmu agama. Namun model halaqoh tersebut mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan
zaman. Adapun perubahan yang dilakukan dengan dari sistem halaqoh ke sistem klasikal. Perubahan
model tersebut berdampak pada respon masyarakat (Islam) dalam perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia. Bergesernya sistem "halaqoh" yang berlaku di pesantren ke sistem klasikal di madrasah
memberikan situasi baru dalam pembelajaran. Semula pendidikan agama di Madrasah Diniyah
digolongkan pendidikan keagamaan yang tertutup terhadap pengetahuan umum, sehingga model
pendidikan yang seperti ini di sebut dengan "madrasah agama atau Madrasah Diniyah.
b. Pendidikan dan pengajaran (pada Madrasah Diniyah) selain bertujuan untuk memberi
tambahan pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima
pelajaran agama di madrasah-madrasah umum.
c. Madrasah Diniyah ada tiga tingkatan yakni; Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustho, dan Diniyah
Ulya. Dengan diberlakukannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, maka untuk mengatur lembaga pendidikan yang beragam di Indonesia dikeluarkan
pula peraturan pemerintah yaitu hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil
program pendidikan formal setelah melalui proses penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Sehubungan dengan perkembangan Madrasah Diniyah, maka untuk memudahkan pembinaan dan
bimbingan Kementrian Agama RI, atas nama pemerintah menetapkan peraturan tentang jenis-jenis
Madrasah Diniyah yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 13 tahun 1964 yang antara lain
dijelaskan, sebagai berikut.
1) Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara
klasikal dalam pengetahuan Agama Islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya berjumlah 10
(sepuluh) orang atau lebih di antara anak-anak yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapan
belas) tahun.
2) Pendidikan dan pengajaran (pada Madrasah Diniyah) selain bertujuan untuk memberi tambahan
pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama di
sekolah-sekolah umum.
1. Faktor sumber daya alam yang melimpah dengan sumber daya manusia yang
mini.
2. Sebagai bias kolonialisme yang telah memperlakukan diskriminasi kepada
masyarakat pribumi dengan cara mempersulit hak ajar. Masyarakat di awal-
awal kemerdekaan masih kurang menyadari arti pendidikan untuk anak-
anaknya.
3. Madrasah sore dimaksudkan untuk mengimbangi pendidikan umum yang
diikuti anak-anak di Sekolah Rakyat (SR) di waktu pagi.
1) Aspek Kelembagaan
Secara legal formal keberadaan Madrasah Diniyah sebagai satuan pendidikan keagamaan (Islam) yang telah
diakui dalam UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20/2003 maupun peraturan pemerintah (PP No 55 Tahun
2003). Keberadaannya efektif untuk menambah pengetahuan agama para anak didiknya, yang tidak diperoleh
di bangku madrasah formal. Diniyah, sebagai salah satu jenis/satuan pendidikan keagamaan yang memberikan
pendidikan umum dengan tetap mempertahankan ciri khasnya sebagai lembaga pendidikan Islam. Pelajaran
Diniyah meliputi pelajaran al-Quran, Hadits, Fiqh, Akhlak, Sejarah Islam, dan Bahasa Arab.
Dalam penyelenggaraannya, Madrasah Diniyah menggunakan pendekatan klasikal. Namun Madrasah Diniyah
memiliki variasi kelembagaan cukup banyak; ada yang diselenggarakan oleh pesantren, masyarakat (ta'mir
masjid), perorangan atau yayasan serta organisasi (sosial-keagamaan). Dalam kategori sistem pendidikan
nasional, Madrasah Diniyah ada yang termasuk dalam pendidikan jalur formal dan jalur nonformal
5. Aspek Pendanaan
Pendanaan di Madrasah Diniyah sepenuhnya umumnya langsung dikelola oleh penyelenggara lembaga pendidikan.
Dana tersebut berasal dari setidaknya dari empat sumber yaitu: (1) uang madrasah (SPP); (2) biaya pendaftaran, ujian,
3) donasi dari dermawan dan masyarakat yang peduli dengan Madrasah Diniyah, dan (4) zakat, infak dan sadakah.
Penggunaan dan pengelolaan dana di Madrasah Diniyah untuk operasional madrasah termasuk gaji guru dan karyawan.
Adapun pendanaan yang berkkaitan dengan fasilitas dan sarana prasarana terkadang tidak terfikirkan karana minimnya
dana.
Sumber daya pendidikan adalah semua faktor yang dapat dimanfaatkan oleh pengelola pendidikan untuk
melaksanakan proses pendidikan dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.
Sumber daya pendidikan dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu: sumber daya manusia (SDM),
sumber daya informasi, sumber daya fisik serta sumber daya keuangan. Secara umum sumber daya
pendidikan terdiri dari: dana, bangunan, peralatan, infrastruktur, ruangan, masyarakat, tenaga, siswa serta
waktu. Jenis-jenis sumber daya pendidikan bila dikaitkan dengan komponen pengelolaan pendidikan secara
umum yaitu: Kurikulum, siswa, tenaga kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, lingkungan, dan
proses pembelajaran.
Ruang lingkup pengelolaan di sekolah/madrasah pada dasarnya adalah semua kegiatan yang merupakan sarana
penunjang proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan di sekolah dasar. Adapun ruang lingkup
pengelolaan pendidikan pada tingkat persekolahan meliputi: pengelolaan kurikulum, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan
personel atau SDM, pengelolaan sarana prasarana, pengelolaan keuangan, pengelolaan ketatausahaan, pengelolaan
hubungan masyarakat (humas).
Esensi makna manajemen/pengelolaan artinya penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Dari definisi
etimologis tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya pendidikan adalah manajemen atau pengelolaan
yang dilakukan oleh pengelola pendidikan terhadap semua faktor yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan proses
pendidikan dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien. Berdasar pada delapan standar
pendidikan tujuan manajemen sumber daya ini adalah produktivitas, kualitas, efektivitas serta efisiensi dalam lembaga
pendidikan. Sekolah/madrasah sebagai institusi pendidikan bisa menjalankan fungsinya jika seluruh kegiatan di dalamnya
dikelola dengan tepat. Administrasi sekolah/madrasah perlu dikelola dengan baik supaya kinerja institusi pendidikan bisa
optimal. Pada dasarnya, Administrasi Sekolah adalah seluruh proses pengelolaan, mulai dari pengendalian, pengurusan dan
pengaturan berbagai cara atau usaha supaya tujuan sekolah bisa terlaksana.
1. Pengelolaan Kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan kegiatan pengelolaan kurikulum suatu sekolah, kegiatan ini menyangkut
dua aspek, yaitu yang berkaitan dengan tugas guru dan berkaitan dengan proses pembelajaran. Dalam
manajemen kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan kurikulum (curriculum development),
perbaikan kurikulum (curriculum improvement), perencanaan kurikulum (curriculum planning), penerapan
kurikulum (curriculum implementation), dan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation).
Definisi Manajemen SDM secara sederhana merupakan "serangkaian sistem yang terintegrasi dan
bertujuan untuk meningkatkan performansi SDM". Ada juga yang mengemukakah arti dari
pengelolaan SDM adalah "segenap proses penataan yang bersangkut paut dengan masalah
memperoleh dan menggunakan tenaga kerja secara efisien untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan"
5. Pengelolaan Pembiayaan
Pendidikan Manajemen keuangan adalah pengelolaan sumber daya yang diterima yang akan dipergunakan
untuk penyelenggaraan pendidikan. Manajemen keuangan dimaksudkan sebagai suatu manajemen
terhadap fungsi-fungsi keuangan. Pengelolaan keuangan meliputi kegiatan perencanaan, penggunaan
pencatatan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang dialokasikan untuk penyelenggaraan lembaga
pendidikan. Tujuan pengelolaan keuangan adalah untuk mewujudkan tertib administrasi dan bisa
dipertanggungjawabkan berdasar ketentuan yang sudah digariskan. Tugas pengelolaan keuangan dapat
dibagi ke dalam tiga fase, yaitu financial palanning, implementation and evaluation. Proses pengelolaan
keuangan di sekolah meliputi: Perencanaan anggaran, Strategi mencari sumber dana sekolah, Penggunaan
keuangan sekolah, Pengawasan dan evaluasi anggaran, Pertanggungjawaban.
6. Pengelolaan Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus di suatu sekolah merupakan bagian penting dalam Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) yang efektif dan efisien. Sekolah merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas dari penduduk bangsa Indonesia. Sekolah tidak hanya memiliki tanggung jawab
dan tugas untuk mlaksanakan proses pembelajaran dalam mengembangkan ilmu penegetahuan dan
teknologi saja, melainkan harus menjaga dan meningkatkan kesehatan baik jasmani maupun rohani
peserta didik. Hal ini sesuai dengan UUSPN bab 11 Pasal 4 yang memuat tentang adanya tujuan
pendidikan nasional.
7. Pengelolaan Sarana Prasarana
Sarana pendidikan mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan
dan menunjang dalam proses pendidikan seperti gedung, ruang kelas, alat, media, meja, kursi dan
sebagainya. Adapun yang disebut dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak secara
langsung menunjang jalannya proses pendidikan seperti halaman, kebun sekolah, taman sekolah, jalan
dan lainlain. Pengelolaan sarana prasarana dapat diartikan sebagai kegiatan menata, mulai dari
merencanakan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran, pendayagunaan, pemeliharaan,
penginventarisasi dan penghapusan serta penataan secara tepat guna dan tepat sasaran. Pada garis
besarnya pengelolaan sarana prasarana meliputi 5 hal, yakni: (a) penentuan kebutuhan, (b) proses
pengadaan, (c) pemakaian, (d) pencatatan, dan (e) pertanggungjawaban.
8. Pengelolaan Pemasaran
Pendidikan Manajemen pemasaran atau marketing adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran,
mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan, serta
mengomunikasikan nilai unggul kepada pelanggan. Manajemen pemasaran pendidikan memiliki arti
sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang mana individu dan kelompok memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta saling menukar dan memanfaatkan jasa
(kualitas dan kuantitas sekolah/lembaga pendidikan serta sistem pengajaran yang telah ditawarkan
dalam kegiatan promosi atau penjualan) dengan pemakai jasa pendidikan (orang tua santri/wali santri).
Masyarakat Manajemen hubungan masyarakat dalam lembaga pendidikan adalah usaha untuk mencapai
hubungan yang harmonis antara satu sekolah dengan masyarakatmelalui satu proses komunikasi timbal balik
ataudua arah. Fungsi utama hubungan masyarakat adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan
baik antara lembaga/organisasi dengan publiknya, intern dan ektern, dalam menanamkan pengertian,
menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan pendapat yang menguntungkan
lembaga/organisasi. Tujuan humas yang akan dicapai adalah tujuan organisasi, sebab humas dibentuk atau