Anda di halaman 1dari 17

1

SEJARAH PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM (MADRASAH)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Pembangunan nasional di bidang pendidikan mempunyai makna dan
peranan yang sangat urgen dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
berbudaya. Sementara itu pelaksanaan di bidang pendidikan merupakan
tanggungjawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat. Tanggung jawab
tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
alenia IV dan pasal 31 Undang-Undang dasar 1945. Pembangunan tersebut di
Indonesia dilaksanakan oleh berbagai lembaga pendidikan baik pendidikan umum
maupun pendidikan agama (Islam) yang mempunyai latar belakang yang berbeda.
Adapun diantara lembaga pendidikan Islam yang dibangun dan berkembang di
Indonesia antara lain adalah; pesantren, surau, meunasah, dan madrasah.
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang
bersifat tradisional dan juga modern untuk mendalami ilmu agama Islam, dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penekanan pada
moral dalam hidup bermasyarakat, sedangkan surau adalah sebuah tempat ibadah
yang pertama kali berdiri di Sumatra barat tepatnya di Minangkabau yang mana
saat ini dijadikan sebagai sarana pendidikan agama. Lembaga pendidikan lain
yang telah terbangun di Indonesia adalah meunasah. Meunasah merupakan
pendidikan Islam terendah. Meunasah itu sendiri sering dijadikan sebagai tempat
upacara keagamaan, penerimaan zakat, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Lembaga pendidikan keempat yaitu madrasah.
Madrasah sebagai salah satu pilar dari pendidikan Islam merupakan
lembaga pendidikan yang sudah dikenal sejak tahun 1065-1067 di Baghdad yang
didirikan oleh Nidzam al-Mulk seorang perdana menteri pada masa kekhalifahan
2

Bani Saljuk.1 Oleh karena itu madrasah ini dikenal dengan sebutan madrasah
Nidzamiyah. Menurut al-Jumbulati, sebelum abad ke-10 sudah ada madrasah yang
didirikan yaitu madrasah al-Baihaqiyah di kota Naisabur.2
Yang melatar belakangi munculnya madrasah adalah disebabkan masjid-
masjid pada saat itu tidak lagi mampu menampung kegiatan-kegiatan halaqah
atau pengajian dari para guru dan murid, hal ini dikarenakan semakin banyaknya
siswa atau murid yang ikut belajar di dalamnya, juga ditambah dengan semakin
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kegiatan penerjemahan buku pada
saat itu.
Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah baru terjadi sekitar awal
abad ke-20. Meski demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari
dua faktor, yaitu; semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Islam pusat
(Timur Tengah) dan merupakan respon pendidikan terhadap kebijakan pemerintah
Hindia Belanda yang mendirikan serta mengembangkan sekolah umum tanpa
memasukkan pelajaran agama.3
Ketika menjelaskan sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Islam di Indonesia, Mahmud Yunus menyebut tahun 1900 M sebagai era
pembatas antara masa sebelum dan sesudahnya.4 Sebelum tahun 1900 M,
pendidikan Islam berlangsung secara tradisional dalam bentuk pendidikan
surau/langgar dan pesantren. Materi pelajaran murni diniyah; menggunakan
metode mengajar bersifat individual, ceramah, dan hafalan; belum menggunakan
meja-kursi, papan tulis, dan ruang kelas. Perubahan mulai terjadi di awal abad 20
yang ditandai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam modern
berupa madrasah dan sekolah umum berciri khas Islam. Secara umum,
kemunculan lembaga-lembaga modern ini ditandai dengan perubahan aspek-

1
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan pertengahan (Jakarta :
Rajawali Pers, 2013) hlm. 62.
2
Ali al-junbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, terj. M. Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta,
1994) hlm. 30.
3
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999) hlm. 82.
4
Mahmud yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung,
1996) hlm. 34-35.
3

aspek; kurikulum (memperkenalkan mata pelajaran umum), metode (mulai


menggunakan meja, kursi, papan tulis, dan sistem kelas).
Dengan demikian, keberadaan madrasah di Indonesia merupakan
fenomena era modern yang bukan berasal dari tradisi asli Nusantara. Tulisan
berikut, dengan segala keterbatasannya, akan menjelaskan sejarah perkembangan
lembaga pendidikan Agama Islam yang ada di Indonesia yaitu Madrasah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah Madrasah dalam Islam?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Lembaga Pendidikan Agama Islam
(Madrasah) di Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami secara umum
tentang:
1. Sejarah Madrasah dalam Islam
2. Sejarah Perkembangan Lembaga Pendidikan Agama Islam (Madrasah) di
Indonesia.

.
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MADRASAH
Dalam konteks kekinian dan kedisinian, istilah madrasah bukanlah sesuatu
yang asing lagi bagi pendengaran masyarakat Indonesia, baik dikalangan
pelajar/mahasiswa, masyarakat umum dan aparat pemerintah.
Kata “madrasah” berasal dari bahasa Arab ‘madrasah’ yang artinya
‘tempat belajar’. Sebagai tempat belajar, kata ‘madrasah’ dapat disamakan dengan
‘sekolah’. Namun dalam kerangka sistem pendidikan nasional keduaya berbeda.
Sekolah dikenal sebagai lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang
kurikulumnya menitikberatkan pada mata pelajaran umum, dan pengelolaannya
berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan madrasah
dikenal sebagai lembaga pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah yang
karenanya lebih menitikberatkan pada mata pelajaran agama, dan pengelolaannya
menjadi tanggungjawab Departemen Agama.5
Menurut Zainuddin Alavi, kata ‘madrasah’ yang berasal dari bahasa Arab
merupakan isim makan dari fi’il madhi “darasa” yang artinya “tempat duduk
untuk belajar”,6 yaitu tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran
secara formal dan memiliki konotasi spesifik. Maksudnya pada madrasah itulah
anak menjalani proses belajar secara terarah dan terkendali.7
Dalam literature Islam klasik (turats), dijumpai istilah madrasah dalam
pengertian “aliran” atau “madzhab”. Para penulis Barat menerjemahkannya
dengan school atau aliran, seperti Madrasah Hanafi, Madrasah Maliki, Madrasah
Syafi’I, dan Madrasah Hanbali.8 Di sini, kata madrasah menjadi sebutan bagi
sekelompok ahli yang mempunyai pandangan atau paham yang sama dalam ilmu-
ilmu keislaman, seperti dalam bidang ilmu fiqih di atas. Timbulnya madrasah-

5
Mohammad Kosim, Madrasah di Indonesia (Pertumbuhan dan Perkembangan, dalam
Jurnal Tadris, Vol. 2, No. 1, tahun 2007, Hlm. 42.
6
Zainuddin Alavi, Muslim Education Thought In The Middle Ages, Terj. Abuddin Nata,
(Canada: Montreal, 2000). Hlm. 57.
7
Zainuddin Alavi, Ibid. hlm. 57.
8
Dewan Redaksi, Ensiklopedi islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), Jilid 3, hlm.
105.
5

madrasah (aliran-aliran) tersebut ditandai dengan kebebasan intelektual pada masa


puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, yakni pada masa
Abbasiyah. Kebebasan intelektual ini mendorong setiap orang (ulama) untuk
mengembangkan metode dalam merumuskan suatu hukum yang berkembang di
masa itu. Perbedaan metode dan cara pandang terhadap suatu masalah hukum
inilah yang kemudian mereka membentuk halaqah/kelompok belajar masing-
masing. Hal ini berarti masing-masing ulama memiliki murid dan tempat belajar.
Mmereka berbeda kelompok belajar, namun secara santun mereka saling
menghargai adanya perbedaan tersebut.
Dalam sejarah perkembangan madrasah di Indonesia, dikenal dua jenis
madrasah, madrasah diniyah dan madrasah non-diniyah. Madrasah diniyah
merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang kurikulumnya 100% materi
agama. Adapun madrasah non-diniyah adalah lembaga pendidikan keagamaan
yang kurikulumnya, disamping materi agama, meliputi mata pelajaran umum
dengan prosentase beragam.9
Seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan,
makna madrasah (khususnya pada madrasah non-diniyah) mengalami perubahan.
Semula madrasah dipandang sebagai institusi pendidikan keagamaan. Kemudian,
terutama pasca pengesahan UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2/1989,
madrasah dipandang sebagai sekolah umum berciri khas Islam, atau dapat
dikatakan “sekolah plus”. Perubahan definisi tersebut berimplikasi pada
perubahan kurikulum, status, dan fungsi madrasah dalam sistem pendidikan
nasional.10

B. SEJARAH MADRASAH DALAM ISLAM


Praktik nabi menjadi contoh bagi para khalifah dan pengusaha muslim
sesudahnya, dan pembangunan masjid berlanjut terus di daerah-daerah kekuasaan
muslim. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja
dilakukan oleh pengusaha secara resmi, tetapi juga oleh para bangsawan,
hartawan dan swadaya pada masyarakat pada umumnya.
9
Mohammad Kosim, Madrasah di Indonesia … Hlm. 42.
10
Mohammad Kosim, Madrasah di Indonesia … Hlm. 43.
6

Pada masa Khalifah Umar bin khattab dijumpai sejumlah tenaga pengajar
yang secara resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar di masjid-masjid
Kuffah, Bashrah dan Damaskus.11 Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan
sebagai lembaga pendidikan berjalan secara harmonis. Pada umumnya masjid
memang dibangun sebagai tempat ibadah, dengan fungsi akademis sebagai
skunder. Akan tetapi, tak jarang pula masjid dibangun dengan niat awal sebagai
lembaga pendidikan tanpa mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah.
Sejjumlah masjid bahkan secara khusus dibangun untuk seorang sarajana yang
nantinya akan mengelola kegiatan pendidikan di masjid tersebut. Sekedar contoh
Masjid Al-Syafi’I, Masjid al-Syamargani dan masjid Abu Bakar al-Syami,
masing-masing merujuk pada nama sarjana yang mengajar di dalamnya.12
Tahap kedua dari sejarah pendidikan Islam adalah masjid-Khan, yaitu
masjid yang dilengkapi dengan bangunan asram atau pondokan bagi para siswa
untuk belajar yang masih berdampingan dengan masjid.
Ada beberapa teori yang menyatakan peran masjid sebagai tempat
pendidikan dipertimbangkan dan mulai dipikirkan adanya asrama atau khan
sebagai tempat pemondokan bagi para siswa. Diantara pertimbangan itu adalah:
(1) kegiatan pendidikan di masjid dianggap telah mengganggu fungsi utama
lembaga itu sebagai tempat ibadah, (2) berkembangnya kebutuhan ilmiah sebagai
akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, banyak ilmu tidak bisa lagi
sepenuhnya diajarkan di masjid, (3) timbulnya orientasi baru dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sebagian guru mulai berfikir untuk mendapatkan
rizki melalui kegiatan pendidikan. Ada diantara pengajar yang pekerjaannya
sepenuhnya memang mengajar, oleh karena itu dibangunlah lembaga lain karena
jaminan itu tidak mungkin diperolehnya di masjid.13
Berbeda dengan masjid pada umumnya, masjid-Khan ini dilengkapi
dengan bangunan asrama untuk tempat tinggal para siswa yang akan menuntut
ilmu dari berbagai penjuru kota. Secara umum kata Khan berarti penginapan,
motel atau yang sejenisnya. Menurut Maqdisi seperti yang dikutip oleh Asari 14
11
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam. (Bandung: Mizan, 1994), hlm.34.
12
Hasan Asari, Menyingkap … , hlm.34.
13
Maksum, Madrasah Sejarah dan … hlm. 56.
14
Hasan Asari, Menyingkap … hlm. 41.
7

bahwa “dalam sejarah kebudayaan islam, Khan bisa pula berarti bangunan yang
berfungsi sebagai gudang atau pusat perdagangan dan ada pula khan yang secara
finansal didukung oleh wakaf dan penghasilannya dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan sosial”.
Kemudian Masjid-Khan tersebut mengalami perkembangan menjadi
madrasah, di mana di dalamnya terjadi proses belajar mengajar antara pendidik
dan si terdidik.15 Ada perbedaan antara esensial antara masjid dengan madrasah.
Kedua institusi ini berasal dari waqf. Masjid sebagai bangunan waqf, bebas dari
control pendirinya yang disebut Waqf-Tahrir. Sedangkan madrasah di bawah
control pendirinya.16
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam dalam bentuk pendidikan
formal sudah dikenal sejak tahun 1066/1067 M (459 H) di Baghdad yang
didirikan oleh Nidzam al-Mulk, seorang Perdana Menteri Dinasti Saljuk. Ia adalah
salah satu di antara beberapa orang yang paling terpelajar pada zamannya, yang
sangat menguasai Hadith, dan merupakan salah seorang diantara ahli teori politik
Islam terbesar, sebagaimana ditunjukkan dalam karyanya yang terkenal Siyasah
Namah.17
Di sisi lain banyak para sejarawan yang berbeda pandangan dalam awal
munculnya madrasah. Menurut Al-Suyuthi seperti dikutip Azyumardi Azra, istilah
madrasah baru digunakan agak luas, sejak abad ke-9. Institusi yang
memperlihatkan ciri-ciri madrasah sebagaimana dikenal sekarang didirikan di
Nisyapur, Iran, sekitar seperempat pertama abad ke-11.18 Syalabi mengatakan
bahwa madrasah yang mula muncul di Dunia Islam adalah Madrasah Nidzamiyah
yang didirikan oleh Nizam al-Mulk perdana menteri Dinasti Saljuk, tahun 1065-
1067.19 Pendapat sejenis juga diakui oleh Philip K. Hitti. 20 Menurut Al-Maqrizi,
seperti dikutip oleh Athiyah Al-Abrasyi, bahwa Madrasah al-baihaqiyah yang
15
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 99.
16
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 76)
17
Mukhammad Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam,
(STAIN Kediri Press, 2009), hlm. xi-xii.
18
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 62.
19
Ahmad Syalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyyah (Beirut, Lebanon: Daar al-Kasyf,
1954) hlm. 99-116.
20
Philip K. Hitti, History of The Arab (London: Mac Millan Press L.Td., 1974), hlm. 410.
8

didirikan oleh penduduk Nisyapur pada abad ke-4. Richard W. Bulliet, seperti
dikutip oleh Hanun Asrohah, mengatakan bahwa dua abad sebelum Madrasah
Nizhamiyah, muncul di Nisyapur , yaitu Madrasah Miyan Dahiyah.21
Namun demikian tidak disangkal bahwa pengaruh Madrasah Nidzamiyah
melampaui pengaruh madrasah-madrasah yang didirikan sebelumnya. Bahkan
Ahmad Syalabi22 menjadikan pendirian Madrasah Nidzamiyah sebagai pembatas
untuk membedakannya dengan era pendidikan islam sebelumnya.
Pendirian madrasah tersebut telah memperkaya khazanah lembaga
pendidikan di lingkungan masyarakat Islam, karena pada masa sebelumnya
masyarakat Islam hanya mengenal pendidikan tradisional di masjid-masjid dan
dar al-kuttab. Semangatnya terhadap pendidikan hanyalah dibatasi oleh sarana
yang terbatas. Madrasah yang didirikan di seluruh kekhalifahan dibiayai secara
melimpah. Ia melengkapi madrasah-madrasah tersebut dengan perpustakaan,
profesor-profesor terbaik yang dapat diperoleh, dan sistem beasiswa untuk
membantu semua mahasiswa.23
Dari segi fisik, madrasah berbeda dengan institusi-institusi pendidikan
Islam sebelumnya, kelengkapan ruangan (belajar) yang dikenal dengan ruangan
muhadlarah (untuk diskusi), serta bangunan-bangunan yang berkenaan dengan
pengamanan bagi murid-murid dan guru-guru.24Demikian pula sisi
administrasinya juga berbeda.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM (MADRASAH) DI INDONESIA
Madrasah sebagaimana yang kita kenal dewasa ini, bukan institusi atau
lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi berasal dari dunia Islam Timur
Tengah yang tumbuh dan berkembang sekitar abad ke-10 H/11 M. madrasah
muncul sebagai simbol kebangkitan golongan sunni, dan madrasah didirikan
sebagai sarana transmisi ajaran-ajaran golongan Sunni. Pada perkembangan
berikutnya, madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam formal, berbeda
21
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan … hlm. 100.
22
Ahmad Syalabi, Tarikh al-Tarbiyah … hlm. 99-100.
23
Mukhammad Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu … hlm. xi-xii.
24
Ali Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam … Hlm 30.
9

dengan kuttab dan masjid. Seluruh dunia Islam telah mengadopsi sistem madrasah
di samping kuttab dan masjid, untuk mentransfer nilai-nilai Islam. Pada awal
perkembangannya, madrasah tergolong lembaga pendidikan setingkat college
(jika dibadingkan dengan lembaga pendidikan Islam saat ini). Namun, selanjutnya
madrasah tidak lagi berkonotasi sebagai akademi, tetapi sekolah tingkat dasar
sampai menengah.25
Menelaah sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia
tidak bisa lepas dengan masuknya Islam di Indonesia. Fase madrasah di Indonesia
dapat di bagi kepada tiga fase. Fase pertama, sejak mulai tumbuhnya pendidikan
Islam sejak awal masuknya Islam ke Indonesia sampai munculnya zaman
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Fase kedua, sejak masuknya ide-ide
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Dan Fase ketiga, sejak
diundangkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.26
Fase pertama, adalah fase awal munculnya pendidikan informal, yang
dipentingkan pada tahap awal yaitu pengenalan nilai-nilai Islami, selanjutnya baru
muncul lembaga-lembaga pendidikan Islam yang diawali dengan munculnya
masjid-masjid dan pesantren-pesantren. Yang mana pendidikan dan pengajaran
agama Islam dalam bentuk pengajian al-Qur’an dan pengajian kitab yang
diselenggarakan di rumah-rumah, langgar, surau, rangkang, masjid, pesantren,
pondok pesantren dan lainnya.27 Ciri yang paling menonjol pada fase ini adalah: a)
materi pelajaran terkonsentrasi kepada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu
agama, seperti tauhid, fiqh, tasawuf, akhlak, tafsir, hadits dan lain-lain yang
sejenis dengan itu, pembelajarannya terkonsentrasi kepada pembahasan kitab-
kitab klasik yang berbahasa Arab, b) metodenya sorogan, wetonan, dan
mudzakarah, dan c) sistemnya nonklasikal yakni dengan memakai sistem halaqah
yang outputnya akan menjadi ulama, kiai, ustadz, guru agama, dan juga
menduduki jabatan-jabatan penting keagamaan dari tingkat yang paling tinggi

25
Hillenbrand, “Madrasa” dalam The Encyklopedia of Islam, Vol. V, (Liden: E.J. Brill,
1986), hlm. 1127.
26
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, (Jakarta: Inter Pratama Ofset, 2004) hlm. 5.
27
Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan … hlm. 261.
10

seperti mufti sampai ke tingkat pengurusan soal-soal yang berkenaan dengan


fardu kifayah.
Fase kedua, adalah fase ketika masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran
Islam ke Indonesia. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dilatar belakangi
oleh kesadaran dan semangat yang kompleks. Karel A. Steenbrink yang dikutip
oleh Samsul Nizar mengidentifikasikan empat faktor pendorong gerakan
pembaruan Islam di Indonesia, yaitu: (1) faktor keinginan kembali kepada al-
Qur’an dan Sunnah, (2) faktor semangat nasionalisme melawan penguasa
Kolonial Belanda; (3) faktor memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya,
dan politik; dan (4) faktor untuk melakukan pembaharuan pendidikan Islam di
Indonesia.28
Sejak abad ke-19 M telah muncul ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke
seluruh dunia Islam, dimulai dari gerakan pembaharuan di Mesir, Turki, Saudi
Arabia dan juga Indonesia. Inti dari gerakan pembaharuan itu adalah berupaya
untuk mengadopsi pemikiran pendidikan modern yang berkembang di dunia
Timur Tengah dikembangkan di Indonesia, berupa madrasah.29
Pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia dalam bentuk madrasah,
dilatar belakangi oleh dua faktor penting. a) faktor intern, yakni kondisi
masyarakat muslim Indonesia yang terjajah dan terbelakang dalam dunia
pendidikan mendorong semangat beberapa pemuka-pemuka masyarakat Indonesia
untuk memulai gerakan pembaharuan pendidikan Islam tersebut. b) faktor ekstern,
yakni sekembalinya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu agama
ke Timur Tengah, dan setelah mereka kembali ke Indonesia mereka memulai
gerakan-gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan.30
Di Indonesia, dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan Barat dalam
bentuk sekolah sekuler yang dikembangkan oleh penjajah memunculkan gerakan
pembaharuan akhir abad 19. Respon atas tantangan ini lebih bersifat isolativ, di
mana madrasah hanya mengkhususkan kepada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan
dan hampir tidak mengajarkan sama sekali mata pelajaran umum. Kehadiran

28
Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan …. , hlm. 263.
29
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam … hlm. 6.
30
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 82.
11

madrasah pada awal abad ke 20 dapat dikatakan sebagai perkembangan baru di


mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non-keagamaan.
Husni Rahim mengatakan, bahwa pertumbuhan madrasah tidak hanya atas
dasar semangat pembaharuan di kalangan umat Islam, tetapi beralas tumpu pada
dua faktor: a) pendidikan Islam (masjid dan pesantren) dianggap kurang sistematis
dan kurang memberikan kemapuan pragmatis yang memadai, b) perkembangan
sekolah-sekolah Belanda di kalangan masyarakat cenderung meluas dan
membawa watak sekularisme, sehingga harus diimbangi dengan sistem
pendidikan Islam madrasah yang memiliki model dan organisasi yang lebih
teratur dan terencana. Jadi, pertumbuhan madrasah sekaligus menunjukkan
adanya dua pola respons umat Islam yang lebih progresif, tidak semata-mata pasif
terhadap politik pendidikan Belanda.31
Steenbrink mengatakan: bahwa faktor-faktor yang mendorong munculnya
pembaharuan pendidikan Islam, termasuk munculnya madrasah di Indonesia
adalah a) adanya perlawanan nasionalisme terhadap penguasa kolonial Belanda,
b) adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya dalam
bidang pendidikan, c) tidak puas dengan metode pendidikan tradisional di dalam
mempelajari Al-Qur’an dan studi agama.32
Adapun kemunculan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak lepas
dari adanya gerakan pembaruan Islam yang diawali oleh usaha sejumlah tokoh
intelektual agama Islam yang kemudian dikembangkan oleh organisasi-organisasi
sosial keagamaan Islam baik di Jawa, Sumatra, maupun Kalimantan. Organisasi
sosial keagamaan yang menerima sistem modern di Indonesia kemudian
berlomba-lomba mendirikan madrasah yang tersebar di berbagai wilayah.
Namun, sulit sekali memastikan kapan tepatnya istilah madrasah itu dipakai di
Indonesia dan madrasah mana yang pertama kali didirikan. Tim Penyusun Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia dari Dirjen Binbaga Depag RI menetapkan bahwa

31
Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Logos,
2005), hlm. 15-16.
32
Karel A. Steenbrink. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun
Waktu Modern (Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 46-47.
12

madrasah yang pertama kali didirikan adalah Madrasah Adabiyah di Padang


(Sumatra Barat) yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. 33
Berdasarkan laporan statistik resmi pemerintah tahun 1885, jumlah
lembaga pendidikan Islam tradisional tercatat sebanyak 14.929. pertumbuhan
tersebut mendapatkan respon negatif oleh kolonial Belanda, para penguasa
kolonial Belanda mulai dihantui rasa takut akan bertambahnya kekuatan umat
Islam yang dapat mengancam pemerintahannya. Untuk mengurangi rasa takut
tersebut dibentuklah badan khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan
keagamaan dan pendidikan yang disebut Priesterraden. Dan akhirnya pada tahun
1905 lahirlah peraturan bahwa setiap guru agama harus meminta izin terlebih
dahulu sebelum mengajar34 atau Ordonansi Guru, yang berlatar belakang politis
untuk menekan sedemikian rupa sehingga pendidikan agama tidak menjadi faktor
pemicu perlawanan rakyat terhadap penjajah. Pada tahun 1925 muncul peraturan
bahwa tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran. Selain itu, pemerintah
Kolonial Hindia Belanda pada tahun 1932 mengeluarkan peraturan yang dapat
memberantas dan menutup sekolah yang tidak ada izinnya, atau memberikan
pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Hindia Belanda, kebijakan ini
disebut Ordonansi Sekolah Liar.35
Sejumlah respons yang ditunjukkan oleh kolonial Belanda di atas terhadap
lembaga pendidikan Islam, termasuk juga di dalamnya madrasah pada dasarnya
merupakan konsekuensi dari khawatiran dan ketakutan mereka terhadap kekuatan
umat Islam yang sangat anti dengan pemerintahan kolonial. Akibatnya berbagai
peraturan dan kebijakan mulai dikeluarkan yang hampir keseluruhan justru
memberatkan umat Islam.36
Setidaknya madrasah-madrasah yang didirikan pada periode sebelum
kemerdekaan Indonesia dapat diklasifikasikan kepada dua bagian berdasarkan
wilayah tempat berdirinya madrasah tersebut, yaitu madrasah yang berdiri di

33
Supani, Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia, dalam Jurnal Insania, Vol. 14,
No. 3, Sep-Des, tahun 2009, Hlm. 6.
34
Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan …., hlm. 265.
35
Manpan Drajat, Sejarah Madrasah di Indonesia, dalam Jurnal Al-Afkar, Vol. 1, No. 1,
Januari 2018. Hlm. 204.
36
Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan … hlm. 265.
13

Minangkabau dan di luar Minangkabau. Madrasah-madrasah yang didirikan di


Minangkabau antara lain: Madrasah Adabiyah yang didirikan oleh Abdullah
Ahmad, Sekolah Agama yang didirikan oleh M. Thaib Umar di Sungayang,
Madrasah Diniyah yang didirikan oleh Zainuddin Labay El-Yunusi, Arabiyah
School yang didirikan oleh Syekh Abbas, Sumatera Thawalib yang didirikan oleh
Syekh Abdul Karim di Padang Panjang yang semula adalah surau yang didirikan
di Padang Panjang dengan nama Sumatera Thawailib, kemudian digabungkan
dengan surau di Parabek Bukittinggi, Madrasah Diniyah Puteri yang didirikan
oleh Rangkayo Rahmah El-Yunusiyah di Padang Panjang pada tahun 1923.
Sementara madrasah yang berada di luar Minangkabau yaitu, Muhammadiyah,
Madrasah Salafiyah, Jami’at Khair, dan Al-Irsyad.37
Fase ketiga, adalah fase masuknya madrasah dalam sistem pendidikan
nasional, di mana madrasah menjadi bagian pendidikan nasional, sehingga
pemerintah ikut memperhatikan tumbuh kembangnya madrasah di Indonesia.
Pada tahun 1951 Kementrian Agama mendirikan sekolah Guru Agama
Islam (SGAI), Sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHAI) di berbagai
daerah, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Para lulusan SGAI dipersiapkan untuk
menjadi guru agama di madrasah-madrasah ibtidaiyah dan sekolah umum yang
sederajat, sedangkan alumni SGHAI dipersiapkan untuk menjadi guru agama,
baik di madrasah tingkat menengah maupun sekolah menengah umum serta
menjadi hakim pada Pengadilan Agama.38
Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga
Menteri, tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada madrasah. Melalui SKB ini,
madrasah diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah
umum dalam sistem pendidikan nasional, dalam SKB juga dirumuskan mengenai
batasan dan penjenjangan madrasah. Yang dimaksud dengan madrasah adalah
lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata
pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata

37
Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan …. , hlm. 265-269.
38
Depag RI, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 77.
14

pelajaran umum. Adapun perjenjangan madrasah meliputi, Madrasah Ibtidaiyah,


Tsanawiyah, dan Aliyah.39
Dengan SKB Tiga Menteri, Departemen Agama melakukan usaha
pemantapan struktur madrasah. Sejumlah keputusan dikeluarkan untuk mengatur
organisasi dan tata kerja madrasah. Departemen Agama juga mengeluarkan
peraturan tentang persamaan ijazah madrasah swasta dengan madrasah negeri.
Kurikulum madrasah pun diadakan penyusunan ulang dengan memuat mata
pelajaran umum dalam jumlah sama dengan kurikulum sekolah pada tiap-tiap
jenjangnya. Dengan demikian madrasah dapat dikatakan sebagai sekolah plus
pendidikan agama.
Pada tahap awal setelah SKB Tiga Menteri, Departemen Agama menyusun
kurikulum 1976 yang diperlakukan secara intensif mulai tahun 1978. Kemudian
kurikulum 1976 ini disempurnakan lagi melalui kurikulum 1984 sebagaimana
dinyatakan pada SK Menteri Agama No. 45 Tahun 1978. Penyempurnaan ini
sejalan dengan perubahan kurikulum sekolah dilingkungan Depdikbud.
Pada tingkat Ibtidaiyah, komposisi kurikulum 1984 terdiri dari 15 mata
pelajaran. Bidang agama hanya mencakup 30% dengan lima mata pelajaran.
Selebihnya 70% bidang studi yang merupakan mata pelajaran umum. Pada tingkat
Tsanawiyah, komposisi kurikulum dibagi menjadi tiga jenis pendidikan, (1)
pendidikan dasar umum, (2) pendidikan dasar akademik, (3) pendidikan
ketrampilan. Dari 16 mata pelajaran yang dimuat dalam kurikulum itu hanya
terrdapat lima mata pelajaran agama yaitu: Qur’an Hadits, Aqidah akhlaq, Fiqih,
Sejarah dan Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Pada tingkat Aliyah, struktur
kurikulum berbeda antara satu jurusan dengan jurusan lainnya. Sesuai dengan
kurikulum 1984, pendidikan pada tingkat Aliyah terdiri dari lima jurusah: A1
(Agama), A2 (Fisik), A3 (Biologi), A4 (Sosial), A5 (Pengetahuan Budaya).40
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989
dikatakan bahwa: Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah
diantaranya adalah terdiri atas pendidikan keagamaan, dan pendidikan keagamaan
39
Keputusan Bersama: Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Menteri Dalam Negeri, pasal 1 ayat (1), (2) dan Pasal 2.
40
Mukhammad Abdullah, Manajemen dan kepemimpinan dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan Madrasah, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2015) cet-1, hlm. 16-17.
15

merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat


menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang
ajaran agama yang bersangkutan.41 Sementara dalam Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 tentang sekolah menengah
umum pada pasal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa madrasah Aliyah adalah sekolah
menengah umum berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh
Departemen Agama.
Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 disebutkan
bahwa pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan, kemudian pendidikan menengah berbentuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.42
Dengan dimasukkannya madrasah di dalam Undang-Undang Sistem
pendidikan Nasional, ini menunjukkan bahwa madrasah menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Dalam rangka memperkokoh eksistensi madrasah sebagai penyelenggara
kewajiban belajar,43 bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat
pangakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Untuk itu, pemerintah menggariskan kebijaksanaan bahwa madrasah yang diakui
dan memenuhi syarat untuk menyelenggarakan kewajiban belajar, harus terdaftar
pada Kementrian Agama, dengan syarat madrasah yang bersangkutan harus
memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam
seminggu, secara teratur disamping mata pelajaran umum.44

41
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor. 2 Tahun 1989, bab IV, pasal 11,
ayat 1 dan 6.
42
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab III, Pasal 18,
ayat 2 dan 3.
43
Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950, pada Pasal
10 ayat (2)
44
Depag RI, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 77.
16

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kata madrasah berasal dari bahasa Arab madrasah yang artinya ‘tempat
belajar’. Sebagai tempat belajar, kata ‘madrasah’ dapat disamakan dengan
‘sekolah’. Dalam konteks Indonesia istilah madrasah ini telah menyatu dengan
17

istilah sekolah formal atau perguruan di bawah binaan Departemen Agama.


Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam mulai didirikan dan berkembang di
dunia Islam sekitar abad 11-12 (abad ke-5 H), khususnya ketika Wazir Bani
Saljuk, Nidzam al-Mulk mendirikan Nidzamiyah di Baghdad.
Madrasah telah marak di Indonesia sebagai lembaga pendidikan sejak awal
abad-20, hal itu bebarengan dengan munculnya Ormas islam, seperti
Muhammadiyah, Mu, dan lai-lain. Perkembangan madrasah pada masa awal
kemerdekaan sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi
berdiri sejak 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif
memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Departemen Agama
dapat dikatakan sebagai representasi umat Islam dalam memperjuangkan
penyelenggaraan pendidikan Islam secara lebih meluas di Indonesia. Dalam
kaitannya dengan perkembangan madrasah di Indonesia, Departemen Agama
menjadi andalan yang secara politis dapat mengangkat posisi madrasah sehingga
memperoleh perhatian yang serius di kalangan pemimpin yang mengambil
kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai