Anda di halaman 1dari 19

Sejarah Pendidikan Islam NU dan Muhammadiyah

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok


Mata kuliah : Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. Khalid Mawardi, S.Ag., M.Hum.

Disusun oleh:
Kelompok 7
1. Annis Fikriyatun Jamil 1817402136
2. Iryana Lelita I 1817402147
3. Muhammad Fadhlulloh Mubarok 1817402155
4. Rizqi Utami 1817402165

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2019
Sejarah Pendidikan Islam NU dan Muhammadiyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus


tak terputus dari generasi ke generasi di dunia ini. Tidak heran jika
pendidikan merupakan hal penting dalam memajukan suatu bangsa.
Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, hingga para pejuang
serta perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan
merupakan faktor yang sangat vital dalam usaha untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa serta membebaskannya dari belenggu penjajahan.
Mereka berpendapat bahwa disamping melalui organisasi politik,
perjuangan ke arah kemerdekaan perlu dilakukan melalui jalur
pendidikan.

Gagasan yang digalakkan pada pendidikan memanusiakan


manusia. Sehingga pendidikan dijadikan sebagai media untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Diselenggarakan sesuai dengan tujuan pendidikan, pandangan
hidup dan dalam latar sosial kebudayaan setiap masyarakat terbentuk
dan tersusun dari cara pendidikan yang di peroleh. Cara pandang dan
stuktur pendidikan merupakan tuntutan zaman dan kebutuhan. Begitu
juga dengan tujuan dan sasaran pendidikan yang dinamis dengan
harapan mampu menjawab perkembangan zaman. Untuk mengemban
tujuan da sasaran tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1
yang berarti pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk

2
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Kemajuan dalam dunia pendidikan saat ini, tidak dapat terlepas


dari peran tokoh sebagai aktor utama. Para aktor tersebut telah
memainkan peranan yang amat signifikan dengan cara mendirikan
lembaga pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, hingga
Perguruan Tinggi atau Universitas dan bahkan adanya pesantrenisasi.
Di lembaga-lembaga pendidikan tersebut, mereka telah
mengembangkan sistem dan pendekatan dalam proses belajar mengajar,
visi dan misi yang harus diperjuangkan, kurikulum, bahan ajar berupa
buku-buku, majalah, berbagai kitab dan sebagainya, gedung-gedung
tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan lengkap dengan sarana
prasarananya, tradisi dan etos keilmuan yang dikembangkan, sumber
dana dan kualitas lulusan yang dihasilkan. Beberapa Tokoh yang
memiliki sumbangsih besar untuk kemajuan pendidikan di Indonesia
seperti K.H Hasyim Asy‟ari, K.H Ahmad Dahlan dan Ki Hajar
Dewantara. Sepanjang perjalanan hidup mereka sangat dengan
perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsa. Tak heran jika
peran dan jasa mereka begitu besar dalam menggapai impian bangsa
Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka dari segala macam
bentuk penjajahan.

Pada zaman modern ini, seorang peserta didik maupun pengajar


nampaknya dalam hal pendidikan mulai luntur. Banyak lulusan peserta
didik baik sekolah bahkan sarjana yang tidak memiliki sopan santun,
adab sikap tawadhu' meski berwawan luas. Sama halnya dengan
pendidik, meski belum banyak yang diketahui atau bahkan banyak
namun belum ketahuan, pengajar yang memberikan suri tauladan bagi

3
peserta didik, namun realita tidak mengatakan demikian seperti adanya
aktivitas yang tidak senonoh yang tidak mencerminkan sebagai
pendidik. Sehingga, penyusun mendiskusikan dari perspektif ketiga
tokoh yaitu KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, dan Ki Hajar
Dewantara yang masing-masing diharapkan memberikan jalan keluar
untuk meluruskan pembangunan sistem pendidikan dengan konsep
pendidikan yang baik bagi pendidik maupun peserta didiknya tanpa
menghilangkan unsur-unsur Islamnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Nahdatul Ulama?

2. Bagaimana konsep pendidikan dalam Nahdatul Ulama?

3. Apa itu Muhammadiyah?

4. Bagaimana konsep pendidikan dalam Muhammadiyah?

C. Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini untuk memenuhi tugas mata


kuliah Pendidikan Islam NU dan Muhammadiyah dan menjawab
pertanyaan yang ada pada rumusan masalah. Selanjutnya penulisan
makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan
pembaca tentang Pendidikan Islam NU dan Muhammadiyah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nahdlatul Ulama

Diantara organisasi islam lain yang mementingkan masalah


pendidikan dan pengajaran adalah Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama
didirikan disurabaya tahun 1926 sebagai perluasan dari komite hijaz,
yang dibangun untuk dua maksud : Pertama, untuk mengimbangi
komite khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ketangan golongan
pembaharu. Kedua, untuk berseru kepada Ibnu Sa’ud, penguasa baru
Arab, agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat diteruskan.1

Berdirinya NU merupakan reaksi terhadap gerakan reformasi


dalam kalangan umat Islam Indonesia dan berusaha untuk
mempertahankan salah satu dari empat mazhab dalam masalah yang
berhubungan dengan fiqh. Dalam hal I’tikad, NU berpegang pada aliran
Ahlussunah Wal Jama’ah sebagai ajaran Rasulullah bersama para
sahabatnya.2

Keinginan mendirikan organisasi ini telah muncul sejak 1924.


Waktu itu KH. A.Wahab Hasbullah telah menyampaikannya kepada
KH. Hasyim Asy’ari, tetapi waktu itu KH. Hasyim Asy’ari masih
belum berkenan. KH. A. Wahab Hasbullah menyadari arti pentingnya
sebuah organisasi untuk memperkokoh kesatuan diantara para ulama.
KH. Hasyim Asy’ari baru merestui berdirinya organisasi para ulama
setelah adanya desakan-desakan perlunya mendirikan organisasi oleh
situasi ketika itu dan telah memperoleh restu KH. Kholil Bangkalan.

1
Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999).
Hlm. 169.
2
Iskandar Engku, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014)
hlm.189.

5
Maka, tanggal 16 rajab 1944 / 31 Januari 1926, berdirilah organisasi
para ulama yang disebut Jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Mulanya organisasi ini tidak mempunyai rencana yang jelas,


kecuali yang bersangkutan dengan masalah pergantian kekuasaan di
Hijaz. Pada awalnya organisasi ini tidak mempunyai anggaran dasar,
tidak ada pula pendaftaran keanggotaan mereka dalam
menyelenggarakan rapat-rapat, bahkan kongres yang mula-mula tidak
ada notulen dan laporan. Keputusan yang diambil hanya diingat tanpa
tertulis dan keputusan ini selanjutnya dicatat pada waktu kemudian
berdasarkan ingatan saja.

Tahun 1927 tujuan organisasi mulai dirumuskan, organisasi ini


bertujuan memperkuat ikatan salah saru dari empat madzhab serta
untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk anggota, sesuai
dengan Islam. Kegiatan ini meliputi usaha untuk memperkuat persatuan
diantara para ulama yang masih berpegang teguh pada madzhab,
pengawasan terhadap pemakaian kitab-kitab pesantren, penyebaran
islam, seperti yang diajarkan oleh madzhab empat, perluasan jumlah
madrasah serta perbaikan organisasinya, bantuan kepada masjid, laggar
dan pesantren, dan jga pemeliharaan anak yatim serta fakir miskin.
Maksud lain yang penting pula ialah pembentukan badan-badan untuk
memajukan usaha para anggota Nahdlatul Ulama.

Dengan demikian, tampah bahwa organisasi NU bermaksud


mempertahankan praktek keagamaan yang sudah mentradisi di
nusantara untuk mengimbangi gencarnya ekspansi pembaruan Islam.
Para ulama yang tergabung dalam organisasi ini khawatir bila
pembaruan atau modernisasi islam akan melenyapkan paham kegamaan
yang selama ini mereka jalani. Karena itulah, gerakan NU mendapat
dukungan dari para pemimpin pesantren yang dikenal memiliki
resistensi kuat untuk mempertahankan budaya pesantren. NU

6
merencanakan untuk mempersatukan pesantren diseluruh Jawa,
dibawah naungan Nahdlatul Ulama. Semua ini untuk mejaga kemurnian
paham yang diyakininya dan menyebarluaskan pandangan yang
dianggap penting.

Nahdlatul Ulama memberikan perhatian yang besar bagi


pendidikan, khususnya pendidikan tradisional yang harus dipertahankan
keberadaanya. Pada awal berdirinya, NU tidak membicarakan secara
tegas tentang pembaruan pendidikan. Namun setelah, NU terjun dalam
kegiatan pembaruan pendidikan. Meski terbatas dilingkungan
perkotaan, NU mendirikan madrasah-madrasah. Sampai akhir tahun
1956 (1938 M) komisi perguruan NU mengeluarkan reglement tentang
susunan madrasah-madrasah NU, yang terdiri dari:

a. Madrasah Awaliyah (2 tahun)

b. Madrasah Ibtidaiyah (3 tahun)

c. Madrasah Tsanawiyah (3 tahun)

d. Madrasah Mu’alimin Wustha (2 tahun)

e. Madrasah Mu’alimin ‘Ulya (3 tahun)

Dengan demikian, NU mendapat kesulitan untuk memprakarsai


pembaruan pendidikan dilingkungan pesantren dipedesaan. Akan tetapi,
usaha tersebut pernah dirintis oleh KH. Mohammad Ilyas walaupun ia
bukan pemuka gerakan NU, terapi murid dari KH. Hasyim Asy’ari. Dia
pernah mengenyam pendidikan HIS. Dia berlajar di HIS waktu pagi
hari dan siangnya belajar agama pada ayahnya. Setiap libuaran dia
pergi ke pesanteen tebuireng untuk belajar agama. Pada tahun 1925,
KH. Mohammad Ilyas telah menyelesaikan pendidikan HIS, kemudian
ia mondok di Tebuireng untuk memperdalam agama. Beliau ketika
berusia 18 tahun, ia dipercaya oleh KH. Hasyim Asy’ari menjadi
pengawas umum di Pesantren dan pemimpin Pesantren salafiyyah pada

7
1929. Atas persetujuan KH. Hasyim Asy’ari, Mohammad Ilyas
memperkenalkan mata pelajaran umum dipesantren, seperti: membaca
dan menulis latin, ilmu bumi, sejarah, dan bahasa melayu. Sejaka saat
itu surat kabar melayu diperbolehkan masuk Pesantren.

Pembaruan pendidikan yang diterapkan di Pesantren Tebuireng


tersebut merupakan awal yang bagus bagi kemajuan Pesantren,
khususnya di Jawa dan Madura. Pada perkembangan berikutnya,
modernisasi tersebut menjadi contoh bagi Pesantren di Jawa untuk lebih
terbuka terhadap sistem pendidikan modern. Besarnya pengaruh KH.
Hasyim Asy’ari sangan mendukung bagi penyebarluasan pembaruan
pendidikan di Pesantren. Setelah Indonesia merdeka dan ketika KH.
Hasyim Asy’ari menjabat menjadi menteri. Agama RI, ia mengambil
keputusan untuk meyesuaikan diri dengan sistem pendidikan barat.
Cara yang ditempuh dengan melakukan propaganda untuk memasukkan
mata pelajaran umum kedalam madrasah. Keputusan departemen
agama ini oleh steenbrink, dianggap sebagai akibat dari pembaruan
pendidikan yang terjadi di Jombang. Besarnya pengaruh dan kharisma
KH. Hasyim Asy’ari berhasil melunakkan hati para kyai di pedesaan
untuk sedikit demi sedikit mentransfer sistem pendidikan modern.

B. Konsep Pendidikan Nahdlatul Ulama

Melalui program pendidikan yang akan dilakukannya, PP LP


Ma’arif mengaharapkan bisa ikut ambil bagian penting dalam
membentuk “manusia indonesia yang terpelajar dan mempunyai
pengetahuanserta memahami Islam dan berakhlakul karimah. Dengan
kata lain, PP LP Ma’arif ingin membangun manusia yang berilmu,
berpengetahuan teknologis tinggi dan menempatkan nilai-nilai agama
sebagai bagian penting dari sumber yang memengaruhi dan
menggerakan tingkah laku mereka. Visi PP LP Ma’arif dalam

8
mengembangkan pendidikannya adalah “terciptanya siswa yang mampu
berkompetisi dalam sains dan teknologi serta mampu melaksanakan
ajaran ahlusunnah waljamaah secara substansial dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.”

Pola pendidikan yang sedang berjalan disekolah-sekolah


lingkungan nahdliyin atau dibawah binaan Ma’arif adalah sebagai
berikut:3

1. Materi Pendidikan

a) Akidah (Tauhid)

Materi untuk anak dalam pembelajaran NU adalah tidak lepas


dari pendidikan tentang akidah atau tauhid dan ditambahkan
didalam ajaran yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama
adalah dengan memakai materi tentang paham Ahlusunnah
Waljama’ah. Beberapa hal yang disampaikan dalam materi ini
yaitu:

1) Mengembangkan pemahaman sistem akidah dari berbagai


madzhab dalam Islam secara baik.

2) Memahami pemikiran gabungan antara Jabariyah dan


Maturidiyah.

3) Ibadah

4) Ushul fiqh

b) Akhlak tasawuf

Wacana yang menonjol dalam paham ahlusunnah waljama’ah


dibidang ini terangkum dalam karya-karya Imam Ghazali,

3
Samsul Nizar, Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam Di
Nusantara, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Hlm. 320.

9
Syekh Junaid Al-Baghdadi, Syekh Abdul Qadir Jaelani dan
sebagainya.

2. Metode Pendidikan

Metode mendidik anak dilingkungan Nahdlatul Ulama berpedoman


pada pengajaran yang telah diajarkan oleh para pendahulu sebagai
pelopor atau generasi pertama yang telah mewariskan paham
Ahlusunnah Waljama’ah seperti: Al-Asy’ari, Al-Maturidi, Junai Al-
Baghdadi, Al-Ghaazali, Imam Syafi’I dll. Beberapa metode yang
diterapkan sebagai berikut:

a) Metode kasih sayang

b) Metode beribadadah

c) Metode membaca Al-Qur’an

d) Metode majelis ta’lim

e) Metode berdiskusi dan bercerita

3. Kurikulum Pendidikan

Kurikulum yang digunakan oleh pendidikan Nahdlatul Ulama pada


saat ini adalah dengan menggunakan metode terpadu, yaitu dengan
menggunakan dua sumber kurikulum. Pertama, kurikulum salafi
yang mengguanakan materi ajar, pendidikan agama secara dominan
dengan bahan-bahan materi dan kitab-kitab klasik. Kedua, dengan
menggunakan kurikulum yang berasal dari departemen agama dan
departemen pendidikan nasional, yaitu dengan menggunakan
materi pelajaran dari pelajaran umum.

10
4. Lembaga-Lembaga

a. Pendidikan prasekolah yang disebut taman kanak-kanak /


Raudlatul Athfal

b. Pendidikan dasar / Madrasah Ibtidaiyah (6 tahun)

c. Pendidikan menengah pertama / Madrasah Tsnawiyah (3 tahun)

d. Madrasah ‘Aliyah

e. Madrasah ‘Aliyah program khusus

f. Sekolah Menengah Kejuruan

g. Perguruan Tinggi / UNU

Pada setiap jenjang pendidikan tersebut mempunyai kurikulum


yang telah ditetapkan oleh lembaga Ma’arif Nahdlatul Ulama. Namun
demikian, kurikulum juga menggunakan standar nasional. Artinya
meskipun pendidikan NU secara formal adalah Ma’arif tetapi Pesantren
sangat berpengaruh didalam mendukung perkembangan lembaga
pendidikan Ma’arif tersebut.

C. Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang bergerak


dibidang pendidikan, dakwah, dan kemasyarakatan. Muhammadiyah
didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912, bertepatan
dengan 8 Dzulhijjah 1330 H oleh KH. Ahmad Dahlan. Tujuan
organisasi ini adalah untuk membebaskan umat islam dari kebekuan
dalam segala bidang kehidupannya, dan praktek-praktek agama yang
menyimpang dari kemurnian ajaran Islam. Saat itu, umat Islam telah
dipengaruhi sikap fatalisme, bid’ah, khurafat, dan konservatisme yang
berpengaruh kuat pada kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi
masyarakat muslim indonesia. Kolonialisme dan misi kristen telah

11
memperburuk keadaam Islam yang semakin terbelakang dan tinggalan
zaman disegala bidang.

Pada saat itu belum ada organisasi Islam yang kuat dan maju,
tampilan Muhammadiyah menjadi organisasi Islam yang ingin
memperjuangkan nasib umat Islam dan memajukan kehidupan
keagamaan kepada umat Islam. Untuk mencapai hal tersebut
Muhammadiyah mengadakan rapat-rapat dan tabligh, dimana
dibicarakan masalah agama, mendirikan wakaf dan masjid,
menertibkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar, dan majalah.
Memelihara sistem pendidikan Islam tradisional yang sudah
ketinggalam zaman, Muhammadiyah merumuskan kegiatan untuk
memperbarui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai dengan
kehendak dan kemajuan zaman.

Sebagai oraganisasi dakwah dan pendidikan, Muhammadiyah


mendirikan lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi. Pada 1915 KH. Ahmad Dahlan mulai mendirikan sekolah
dasarnya yang pertama. Pada sekolah ini diberikan pengetahuan umum,
disamping pengetahuan agama. Kemudian diikuti dengan berdirinya
sekolah-sekolah Muhammadiyah dipelosok Indonesia. Pada tahun
1925, organisasi ini telah mempunyai delapan Hollands Inlandse
School (HIS), sebuah sekolah guru di Yogyakarta, 32 buah sekolah
dasar lima tahun, dan 12 buah madrasah, yang seluruhnya dengan 119
orang guru dan 4.000 murid. Pada tahun 1929, organisasi ini telah
mempublikasikan penerbitan sejumlah 700.00 buah buku dan brosur,
kemudian pada tahun 1938 memiliki 31 perpustakaan umum dan 1.774
sekolah.4

Usaha dan kegiatan Muhammadiyah antara lain:

4
Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,
1999). Hlm. 165-167.

12
1) Mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar diseluruh Indonesia,
sejak taman kanak-kanak sampai keperguruan tinggi yang
memberikan pelajaran umum sebagaimana sekolah-sekolah
negeri disamping pelajaran agama Islam. Pada zaman
penjajahan Muhammadiyah mempelopori mendirikan sekolah-
sekolah yang sama dengan yang didirikan oleh Belanda sebagai
tandingan. Sekolah yang dirikan Muhammadiyah pada masa itu
diantaranya: Bustanul Athfal, Sekolah Kelas Dua, HIS, dsb.

2) Mendirikan rumah sakit, poliklinik, tempat pemeliharaan anak


yatim piatu, dsb.

3) Menggiatkan dan memperluas da’wah Islam, pengajian,


mendirikan masjid, dsb.

4) Selain itu menggiatkan pembinaan dikalangan kaum wanita,


remaja, anak-anak, dengan mengadakan kepemudaan, keputrian,
dan kepramukaan.

Demikian peranan Muhammadiyah yang dibangun oleh KH.


Ahmad Dahlan dengan semboyan “Fastaqul Khairat” berlomba-lomba
dalam kebaikan dengan sedikit berbicara banyak bekerja, telah
menunjukan peranan dan dharma baktinya pada nusa dan bangsanya.

D. Madrasah

Pendidikan Islam sebagaimana yang telah diajarkan Nabi


Muhammad SAW, bukan hanya memperhatikan masalah-masalah
akhirat saja, melainkan sebagaimana agama yang hidup dapat
diterapkan menurut ruang dan waktu yang juga mengutamakan
keduniaan.

13
Penyelenggaraan pendidikan dimasjid-masjid diberikan oleh
pengurus masjid yang mengajarkan membaca dan menulis Al-Qur’an.
Kemudian setelah timbulnya madrasah selain diberikan tentang
pengetahuan agama juga diberikan ilmu pengetahuan umum.
Sedangkan pelajaran yang diberikan Al Kitab ialah membaca Al-Qur’an
dan praktik beragama.

Walaupun pada mulanya madrasah itu hanya mengajarkan


agama tetapi sejak 1931 terjadi suatu perubahan dengan dimasukannya
pengetahuan umum sebagai pelajaran. 5

Adapun organisasi penyusunan madrasah itu adalah:

1) Memiliki kurikulum dan daftar pelajaran

2) Dilakukan secara klasikal dan bertingkat berdasarkan umur

3) Mempunyai administrasi sekolah

4) Guru merasa bertanggung jawab akan kemajuan murid

Dalam menyempurnakan pendidikan madrasah disusunlah


tingkatan madrasah sebagai berikut :

1) Awaliyah-khusus pelajaran agama, sekolah dasar 1 selama 3


tahun

2) Ibtidaiyah-lanjutan lamanya 4 tahun

3) Tsanawiyah-lama belajar 3 tahun

Tetapi setelah kemerdekaan organisasi-organisasi pendidikan


tersebut mengubah menjadi:

5
Rochidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Alfabeta CV,
2004), Hlm. 23-26.

14
1) Raudhatul Atfhal

2) Madrasah Ibtidaiyah (6 tahun)

3) Madrasah Tsanawiyah (3 tahun)

4) Madrasah ‘Aliyah (3 tahun)

5) Universitas

Mata pelajaran yang akan diberikan terdiri dari 3 hal:

1) Mata pelajaran agama

2) Pengetahuan umum

3) Kesehatan dan ketrampilan

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama didirikan pada di Surabaya pada tanggal 31


Januari 1926 bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan
ulama yang menanamkan dirinya penganut ahlussunah waljama’ah
yang dipelopori oleh KG. Hasyim Asyhari dan KH. Abdul Wahab
Habullah.

Berdirinya NU merupakan reaksi terhadap gerakan reformasi


dalam kalangan umat Islam Indonesia dan berusaha untuk
mempertahankan salah satu dari empat mazhab dalam masalah yang
berhubungan dengan fiqh. Dalam hal I’tikad, NU berpegang pada aliran
Ahlussunah Wal Jama’ah sebagai ajaran Rasulullah bersama para
sahabatnya.6

Konsep pendidikan Nahdatul Ulama, berpola kepada


pendidikan yang sedang berjalan disekolah-sekolah lingkungan
nahdliyin atau dibawah binaan Ma’arif yaitu akidah (tauhid) dan akhlak
tasawuf.

16
2. Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di


Yogyakarta pada tanggal 8 Nopember tanhun 1982 atau bertepatan
bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H. Organisasi ini merupakan
gerakan Islam yang bertujuan memperteguh keyakinan beragama dan
memperluas serta mempertimbangkan pendidikan agama Islam yang
secara modern, sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sesungguhnya diridhoi Allah SWT.

Muhammadiyah didirikan dan diilhami oleh faham


pembaharuan (Tadjid) dan kebangkitan Islam yang lebih dikenal
dengan reformasi dan modernisasi Islam.

Konsep pendidikan yang dikembangakan dalam


Muhammadiyah yaitu sebagaimana diajarkan dalam madrasah
pendidikan Islam sebagaimana yang telah diajarkan Nabi Muhammad
SAW, bukan hanya memperhatikan masalah-masalah akhirat saja,
melainkan sebagaimana agama yang hidup dapat diterapkan menurut
ruang dan waktu yang juga mengutamakan keduniaan.

B. SARAN

Kami selaku penulis memohon kepada para pembaca untuk


memberikan kritik dan saran yang membangun agar nantinya makalah
yang kami buat akan menjadi lebih baik lagi, kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna karena pasti kami tidak akan lepas
dari kekeliruan dan kesalahan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Asrahah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Logos


Wacana Ilmu.

Engku, Iskandar. 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Nizar, Samsul. 2013. Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam
Di Nusantara. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wahab, Rochidin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung:


Alfabeta CV.

18
19

Anda mungkin juga menyukai