Organisasi social keagamaan Islam sesungguhnya banyak yang muncul sejak masa
kolonialisme di Indonesia, seperti yaitu Muhammadiyah (1912), NU (1926), Persis (1922), al-
Irsyad (1914), al-Wasliyah (1930). Organisasi ini masih tetap eksis hingga Negara Republik
Indonesia berusia 70 tahun lebih. Bisa dikatakan bahwa usia organisasi itu lebih tua dari pada
usia Negara Indonesia. Tetapi kiprah organisasi Islam tersebut semakin berperan dalam
konteks pengembangan pendidikan Islam juga dalam bidang lainnya seperti bidang social dan
dakwah. Tentunya keberadan organisasi Islam itu sangat besar jasanya bagi perjuangan umat
Islam di Indonesia. Di antara organisasi Islam yang lahir pada masa kolonialisme Belanda,
dan hingga era kemerdekaan organisasi Islam yang peling berkembang adalah
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Dua organisasi ini dianggap sebagai organisasi
Islam terbesar di Indonesia.
1. Nahdlatul Ulama
Pada tanggal 31 Januari 1926 Nahdatul ulama lahir di kota Surabya oleh K.H Hasyim
Asy’ari Tebuireng,K.H Abdul Wahab Hasbullah,K.H Bisri Jombang,K.H Ridwan
Semarang,K.H Nawawi Pasuruan,K.H.R Asnawi Kudus, K.H.M Alwi Abdul Aziz
Surabaya,dan lain-lain. Didirikannya Nahdatul Ulama merupakan sebuah upaya untuk
pengorganisasian para ulama dan pesantren yang sudah ada pada masa itu. Nahdatul
ulama memiliki arti “kebangkitan para ulama”. Kelahiran NU merupakan muara dari
rangkaian kegiatan yang mempunyai mata rantai hubungan dengan berbagai keadaan.
Peristiwa yang dialami bangsa Indonesia sebelumnya dengan latar belakang tradisi
keagamaan, masalah politik dan kultural yang terjalin dalam suatu keterkaitan. Para
ulama umumnya telah memiliki jama’ah (komunitas warga yang menjadi kelompoknya)
dengan ikatan hubungan yang akrab, yang terbentuk dalam pola hubungan kyaisantri,
terutama pada masyarakat di lingkungan pondok pesantren. Pola hubungan santri-kyai ini
mampu mewarnai bahkan membentuk sub kultural tradisionalis Islam tersendiri di
Indonesia. Sebab jauh sebelum NU lahir dalam bentuk jam’iyyah, ia terlebih dulu ada dan
berwujud jama’ah (community) yang terikat kuat oleh aktivitas sosial keagamaan yang
mempunyai karakteristik sendiri.
Sumber: Alhidayatillah nur dan drs sabirudin. 2018. NAHDATUL ULAMA (NU) DAN
MUHAMMADIYAH : DUA WAJAH ORGANISASI DAKWAH DI INDONESIA: Al imam Jurnal
Manajemen dakwah
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisai Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad
Dahlan dan kawan-kawan di Yogyakarta, pada 18 November 1912 M bertepatan pada 8
Dzulhijjah 1330 H.
Menjadi gerakan keagamaan, Muhammadiyah mengambil peran penting dalam
perjalanan bangsa. Lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, Muhammadiyah terus
bergerak, berdenyut di setiap penjuru negeri. Hadir di tengah kehidupan social
masyarakat menjadi solusi dalam setiap kondisi. Dari sinilah lahir amal usaha mulai dari
kesehatan, pendidikan, social, ekonomi, dan dakwah.
Muhammadiyah memiliki banyak sekolah-sekolah formal, rumah sakit, balai
pengobatan, rumah yatim piatu dan panti asuahan dan juga Universitas-universitas
Muhammadiyah banyak yang menyebar diberbagai kota.
Gerakan Muhammadiyah merupakan badan otonom yang membidangi bagian khusus
dalam organisasi itu, atara lain: Majlis Tarjih, Majlis Tabligh, Majlis Pendidikan, dan
lain-lain.
Sumber : m.republika.co.id
Drs. Samsul Munir Amin, M.A. “Ilmu Dakwah”.
Kiprah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam Pendidikan
1. Nahdlatul Ulama
Keberadaan NU di bidang pendidikan berawal dari pesantren selanjutnya
berkembang setelah kemerdekaan Indonesia, NU mendirikan sekolah sekolah
dikampung yang dinamakan Madrasah. jadi keberadaan pendidikan di lingkungan NU
sebelum madrasah- adalah pesantren. Saat ini pendidikan pesantren berada dalam
naungan NU, yang penanganannya dipasrahkan pada Lajnah RMI (Lembaga
Rabithah MaâTahid Islamiyah), sedangkan pendidikan madrasah berada dalam
naungan NU, yang penanganannya diserahkan kepada Lembaga Pendidikan Maarif
(LPM). Lembaga Pendidikan Ma’arif (LPM) NU berfungsi sebagai pelaksana
Kebijakan NU dibidang Pendidikan dan pengajaran baik formal maupun non formal,
selain pondok pesantren. Sedangkan Pesantren NU dibina oleh RMI (Rabithah
Ma’ahid AlIslamiyah) yang bertugas untuk melaksanakan kebijakan NU dibidang
sistem pengembangan pondok pesantren
2. Muhammadiyah
Kiprah organisasi Islam Muhammadiayh telah eksis sejak zaman penjajahan
Belanda, dan terus berkembang hingga sekarang. Di samping perjuangan menegakkan
Aqidah Islam yang murni, Muhammadiyah juga berjuang di bidang social, ekonomi,
pendidikan dan dakwah. Sejak didirikan pada tahun 1912, potret Muhammadiyah
yang paling menonjol adalah pengembangan system pendidikan Islam modern,
sehingga banyak didirikan sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah dari
kota sampai di pelosok tanah air.
Sekolah Muhammadiyah juga tidak membangun sekat dengan membatasi hanya
menerima murid Muslim, melainkan juga menerima murid nonmuslim. Wakil
Sekretaris Mejelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah Imran
Hanafi mengatakan berdasarkan data 2012, sekolah milik Muhammadiyah berjumlah
4.994 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat
mengembangkan kedua potensi manusia dalam menalar dan mencari petunjuk untuk
pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliknya. Hal ini
mengindikasihan bahwa pendidikan harus didasarkan pada pengembangan potensi
dasar manusia yaitu berupa ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh, apabila peserta
didik mendayagunakan berbagai media baik yang diperoleh melalui persepsi
iderawali, akal, kalbu, wahyu, maupun ilham. Dengan demikin aktifitas pendidikan
dalam Islam hendaknya memberikan kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi
pengembangan semua potensi tersebut. Menurut KH. Ahmad Dahlan pengembangan
tersebut merupakan proses integrasi antara ruh dan jasad. Konsep ini diketangahkan
dengan menggariskan perluya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung, sesuai
dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah bukan semata-mata dari kitab tertenut.
Sumber: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/16/10/10/moae7p-kiprah-panjang-muhammadiyah-di-dunia-
pendidikan
Fachry Ali dan Bahtiar Effendi, “Merambah Jalan Baru Islam: Rekontruksi
Pemikiran Indonesia Masa Orde Baru”