Anda di halaman 1dari 15

Tahap Perubahan

Perilaku dan
Evaluasi Efek
Dakwah
Annisa Bela Vianty-04020320020
—Pengertian Tahap Perubahan Perilaku

Setiap perubahan perilaku mengalami tiga tahap,


yaitu akal berupa keyakinan tentang suatu tindakan,
hati berupa suara atau bisikan yang menyenangkan,
dan hawa nafsu yang diwujudkan oleh anggota tubuh
dalam bentuk tindakan nyata.
Kesimpulan tersebut diperoleh dari firman Allah SWT:
ُ ‫سبِ ْي ِل هّللا ِ إِنْ يَتَّبِ ُع ْو َن إِالَّ الظَّنَّ َوإِنْ ُه ْم إالَّ يَ ْخ ُر‬
‫س ْو َن‬ َ ْ‫ضلُّ ْو َك عَن‬ ِ ‫َوإِنْ تُ ِط ْع أَ ْكثَ َر َمنْ فِي األَ ْر‬
ِ ُ‫ض ي‬

Dan ( juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat
cenderung kepada bisikan itu mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka
mengerjakan apa yang mereka (setan) kerjakan.” (Q.S. al-An’am [6]:113)
● AKAL. Jika tindakan manusia bersumber dari perasaan yang berpusat pada hatinya
maka yang menggerakkan perasaan itu adalah pikiran. Pikiran adalah pijakan pertama
untuk bertindak. Sejauh mana keyakinan akal terhadap sesuatu, berarti sejauh itu pula
pengaruhnya pada perasaan. Menurut para pakar, 60 persen tindakan manusia dilakukan
tanpa proses pemikiran. Artinya, pengetahuan yang diterima dengan akal sadar telah
mengkristal dalam akal bawah sadar yang menggerakkan tindakan secara spontan.
kawasan bawah sadar ini sebagai pijakan inti untuk segala perbuatan spontanitas yang
terlaksana tanpa adanya proses berpikir.
HATI. Meskipun pemikiran berfungsi sebagai pijakan
inti perbuatan, ia selalu diperoleh dari hati dengan rasa
senang dan reaksi positifnya. Artinya, perbuatan terwujud
saat akal telah sepakat dengan suatu pemikiran, lalu
mengalir ke hati yang dikirim ke seluruh anggota tubuh
untuk dilaksanakannya.
HAWA NAFSU. Allah menciptakan hawa nafsu dalam diri setiap manusia agar memiliki
kecenderungan pada kesenangan kesenangan. Inilah yang membuat seseorang bersantai-santai,
bersenang-senang, bersikap rakus dan sebagainya, karena hawa nafsunya mengajak kepada
kesenangan semata dan menjauhi perintah Allah yang dipandangnya tidak memberikan
kesenangan. Jika seseorang berjihad melawan hawa nafsu dan bertekad untuk melakukan
kebajikan, maka baru ia dapat melakukan perubahan dirinya kearah kebenaran. Oleh sebab itu,
Islam memerintahkan melawan hawa nafsu, sebab inilah perjuangan suci yang menyinari iman
dalam hati dan mendorong seseorang untuk senantiasa berubah menuju amal saleh
Dakwah selalu diarahkan untuk memengaruhi tiga aspek
perubahan pada diri mitra dakwah, yaitu

Aspek Aspek dan Aspek


pengetahuannya sikapnya perilakunya
(Knowledge) (Attitude) (Behavioral)
Lebih konkret nya proses perubahan tersebut adalah:

1. Terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan (knowledge).

2. Proses Suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude).

3. Proses terbentuknya gerak pelaksanaan (practice).

Berdasarkan proses perubahan perilaku tersebut maka evaluasi terhadap penerimaan dakwah
ditekankan untuk menjawab sejauhmana ketiga aspek Perubahan tersebut, yaitu efek
kognitif, efek afektif, dan efek behavioral pada penerima dakwah.
01 Efek Kognitif
Setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah akan menyerap isi dakwah tersebut
melalui proses berpikir. Efek kognitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa
yang diketahui, dipahami dan dimengerti oleh Mitra dakwah tentang isi pesan yang
diterimanya.
02 Efek Afektif
Efek ini merupakan pengaruh dakwah berupa perubahan sikap mitra dakwah setelah
menerima pesan dakwah. Sikap adalah sama dengan proses belajar dengan tiga
variabel sebagai penunjangnya, yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan. Pada
tahap atau aspek ini pula penerima dakwah dengan pengertian dan pemikirannya
terhadap pesan dakwah yang telah diterimanya akan membuat keputusan untuk
menerima atau menolak pesan dakwah.

03 Efek Behavioral
Jika dakwah telah dapat menyentuh aspek behavioral, yaitu telah dapat mendorong manusia
melakukan secara nyata ajaran-ajaran Islam sesuai dengan pesan dakwah, maka dakwah dapat
dikatakan berhasil dengan baik, dan inilah tujuan final dakwah. Jika gagal, atau tidak tercapai
sepenuhnya, maka evaluasi dengan analisis semua komponen dakwah akan menjawab sebab
kegagalan tersebut yang selanjutnya menjadi pelajaran berharga untuk dakwah berikutnya. .
Evaluasi Efek Dakwah

Evaluasi efek dakwah harus dilakukan secara radikal dan komprehensif, artinya
tidak secara parsial atau setengah-setengah. Seluruh komponen system (unsur-
unsur) dakwah harus dievaluasi secara komprehensif.

Apa saja yang seharusnya dievaluasi dari pelaksaan dakwah tidak lain adalah
seluruh komponen dakwah yang dikaitkan dengan tujuan dakwah yang telah
ditetapkan dengan hasil yang dicapai. Evaluasi selalu menggunakan perencanaan
yang berisi tujuan sebagai tolak ukurnya. Dengan demikian, dakwah yang tidak
terencana berarti dakwah yang tidak bisa dievaluasi ukuran hasilnya.
Suatu komunikasi dakwah selalu bertujuan menerangkan, meyakinkan, menimbulkan
inspirasi, dan terakhir adalah menggerakkan audiensi untuk melaksanakan isi pesan
keagamaan yang telah disampaikan. Oleh sebab itu, setelah persuai dakwah dilakukan,
perlu dilakukan evaluasi: apakah persuai menghasilkan perubahan atau tidak. Rousydy
(1989: 335- 337) menetapkan hal-hal yang harus dievaluasi sebagai berikut.

1. Penyajian pesan komunikasi


Penyajian pesan komunikasi merupakan tahap pertama dalam proses persuasi. Walaupun
penyampaian dakwah bukan satu-satunya faktor yang menentukan, tetapi haruslah diakui bahwa
tahap pertama ini merupaka faktor yang sangat penting. Bagaimanapun baik dan matangnya
persiapan yang dilakukan untuk mengomunikasikan isi pesan, akan tetapi kalua kurang baik
penyajiannya (delivery) mungkin akan menghambat terjadinya perhatian dan pemahaman
audiensi serta tindak lanjutnya.
2. Perhatian.
Setelah pesan dakwah disajikan kepada mitra dakwah, yaitu audiensi ataupun
pembaca. Tidak mungkin kita dapat memengaruhi orang melalui kata yang diucapkan
(spoken words) atau kata tertulis (written words) jika mereka tidak menaruh perhatian
terhadap isi pesan dakwah.

3. Pemahaman.
Setelah pendakwah dapat menarik perhatian dan mendapatkan simpati dari audiensi,
maka pada tahap ketiga adalah apakah mereka dapat memahami apa yang dikomunikasikan
dengan baik. Apakah tidak timbul salah paham (misunderstanding), atau salah tafsir
(misinterpretation) atau salah menjelaskan (misinformed). Sebab tidak mungkin kita dapat
memengaruhi orang, jika mereka tidak memahami dan belum mengerti benar apa yang
menjadi tujuan kita. Sesuda memahami dan mengerti dengan baik, barulah kita meningkat
pada tahap meyakinkan.
4. Tunduk pada pesan pembicara.
Tahap keempat pada proses persuasi adalah sejauh mana audiensi tunduk dan patuh
kepada isi pesan yang telah dipahami. Kepatuhan terhadap isi pesan pada dasarnya tidak
akan terjadi, manakala audiensi belum meyakini kebenaran isi pesan dan keuntungan
(expectation of reward) yang dapat diharapkan dengan mematuhi isi pesan tersebut atau
sekurang- kurangnya mereka dapat terhindar dari kerugian yang mungkin akan menimpa
mereka (threat appeal).

5. Penahanan dalam ingatan.


Jika audiensi telah menaruh minat dan tunduk pada pesan dakwah, maka sejauh
mana mereka menahan dalam ingatan pesan dakwah tersebut. Penelitian yang telah
banyak dilakukan mengenai perubahan sikap ialah pengukuran efek dengan cara
kuesioner yang dilakukan segera setelah menerima pesan dakwah.
6. Tingkah laku.
Tahap terakhir dari proses persuasi ialah mitra dakwah melaksanakan benar-benar tingkah laku sesuai dengan harapan
pendakwah. Melalui tahap keempat dan kelima, yakni mematuhi isi pesan dan menahan pesan isi dakwah secara teguh dalam
ingatan, kita mengadakan pengukuran terhadap pengaruh yang segera atau terlambat tentang perubahan tingkah laku audiensi.

Apakah isi pesan yang disampaikan berhasil ata utidak ditentukan dengan penilaian:

a. Bahwa audiensi telah merasa dan berfikir seperti yang dirasakan dan yang dipikirkan oleh pembicara.
b. Bahwa audiensi dapat memahami isi pesan dengan baik.
c. Bahwa audiensi telah sepaham/sependapat dengan pembicara dalam menerima isi pesan.
d. Bahwa audiensi telah yakin seyakin-yakinnya akan kebenaran isi pesan.
e. Bahwa audiensi telah beringkah laku dan bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan isi pesan.
f. Pada tingkat terakhir audiensi telah siap sedia berkorban untuk membela dan mempertahankan kebenaran isi pesan atau ide
yang telah diyakini dan dihayatinya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam komunikasi telah dirumuskan bahwa apabila pembicara sebagai komunikator dakwah tidak berhasil mencapai
sasaran atau tujuan yang direncanakan, maka audiensi tidak dapat disalahkan. Sebaliknya, pembicara haruslah berani
mengandalkan koreksi diri dan instropeksi bahkan retrospeksi untuk menyelidiki dimana letak kesalahannya dan apa
penyebabnya, sehingga isi pesan tidak mencapai sasaran. Selanjutnya kesalahan-kesalahan tersebut dapat dijadikan pijakan
untuk memperbaiki penyajian dakwah berikutnya.
Terimakasih!

Anda mungkin juga menyukai