Anda di halaman 1dari 20

Sejarah Perkembangan Hukum Islam Era Tabi’it Tabi’in

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Ushul Fiqih”

Dosen Pengampu :
Dr. Mohammad Rofiq, S.Ag., M.Pd., M.Si., M.Pd.I

Disusun Oleh :
Ajeng Permata Esthi (04010320001)
Ester Venessa Mawaddah Fitri (04020320023)
Adi Santoso (B53218050)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan
Hukum Islam Era Tabi’it Tabi’in”.
Adapula tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari Bapak Dr.
Mohammad Rofiq, S.Ag., M.Pd., M.Si., M.Pd.I selaku dosen pada mata kuliah Ushul Fiqh di
program studi Bimbingan dan Konseling Islam. Selain itu, dibuatnya makalah ini juga
bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang hukum serta sejarah
perkembangannya di era tabi’it tabi’in bagi para pembaca dan juga bagi kami sebagai penulis.
Kami berterima kasih kepada Bapak Dr. Mohammad Rofiq, S.Ag., M.Pd., M.Si.,
M.Pd.I selaku dosen pada mata kuliah Ushul Fiqh yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami dalam mata kuliah yang kami tekuni ini.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih memiliki banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat membantu
bagi kami demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari.

Surabaya, 03 April 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
A. Pengertian Ushul Fiqh ................................................................................................................. 3
B. Pengertian Tabi’it Tabi’in ............................................................................................................ 5
C. Sejarah Perkembangan ............................................................................................................... 6
BAB III .................................................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 13
B. Saran ......................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang telah dimaksudkan oleh Allah untuk mengatur
hubungan antara manusia dengan tuhan dan antara manusia dengan manusia yang
diamana kita kenal dengan kata “hablum minallah, hablum minan-nas”.Dengan
kedudukan yang demikian dapat dipahami kalua ajaran islam memuat aturan-aturan
yang berkaitan dengan dua hubungan tersebut.Diketahui bahwa hukum yang dipakai
dan berlaku dalam islam adalah berdasarkan wahyu Allah yang telah dikodifikasikan
di dalam Al-quran.Dalam ayat-ayat Al-quran banyak mengandung dasar-dasar hukum,
baik mengenai ibadah dan hidup berkemasyarakatan kemudian disebut dengan ayat al-
ahkam.Dalam kajian yang telah dilakukan oleh Abdul Wahab Khallaf ditemukannya
368 ayat di dalam Al-quran (5,8% dari keseluruhan ayat Al-quran yang berjumlah 6360
ayat) tergolong pada ayat ahkam.
Dalam dinamika pemikiran hukum dalam islam terdapat dua dimensi.Pertama,
hukum islam berdimensi ilahiyah,artinya bahwa ajaran yang diyakini bersumber dari
Allah swt dan senantiasa dijaga sakralitasnya.Jadi dalam hal ini hukum islam dapat
dipahami sebagai syariat yang cangkupannya luas,tidak terbatas pada fiqih saja,tapi
mencangkup juga dalam bidang keyakinan,amaliah dan akhlaq.Kedua,hukum islam
berdimensi insaniyah,maksudnya hukum islam adalah upaya dari manusia secara
bersungguh-sungguh untuk memahami ajaran yang dianggap suci dengan melakukan
dua pendekatan: pendekatan kebahasaan dan pendekatan maqashid.Dalam dimensi ini
hukum islam dipahami sebagai produk pemikiran yang dilakukan dengan berbagai
pendekatan,dikenal dengan sebutan ijtihad atau tingkat yang lebih teknis disebut
istinbath al-ahkam.
Hukum dalam islam bertujuan untuk mengatur kepentingan manusia untuk
memperoleh kemaslahatan dalam hidupnya,maka pemikiran dalam hukum islam
senantiasa terus berkembang dan berjalan seiring dengan gerak laju perkembangan
umat islam itu sendiri.Hukum dalam islam pastinya bersumber kepada Al-quran dan
hadist sehingga semua sudah di jelaskan dan ditentukan secara gemblang dalam sumber
tersebut.Dinamika perkembangan pemikiran dalam hukum islam tak pernah berhenti
sampai dengan saat ini,agar mendapatkan tuntunan hidup yang berlandaskan keridoan

1
dari Allah swt tuhan segala alam, tak luput pada masa perkembangan hukum islam pada
masa tabi’ut tabi’in yang di kenal dengan masanya iman mahzab.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ushul Fiqh?
2. Apa sumber dari hukum islam?
3. Apa pengertian dari Tabi’it Tabi’in?
4. Bagaimana sejarah perkembangan hukum islam di era tabi’it tabi’in?
5. Siapa saja yang berperan di era tabi’it tabi’in?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian ushul fiqh
2. Mengetahui sumber yang mendasari hukum islam
3. Mengetahui pengertian tabi’it tabi’in
4. Mengetahui sejarah perkembangan hukum islam di era tabi’it tabi’in
5. Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan di era tabi’it tabi’in

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ushul Fiqh


Hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang
mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat,norma merupakan kenyataan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang dibuat dengan cara tertentu dan
ditegakkan oleh penguasa (Ali, 1996 : 38).
Islam mengandung arti sebagai agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi
Muhammad Saw. untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga
mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya
(Syaltut, 1966 : 9).
Hukum islam merupakan dua rangkaian kata “hukum” dan “islam”.Hukum
islam dipahami sebagai seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah dan
sunnah Rasul SAW yang mengatur tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini
berlaku untuk semua umat yang beragama islam1.Karena hukum islam ini berdasarkan
wahyu Allah (Al-Quran) dan sunnah Rasul SAW maka hukum ini bersifat religius2 dan
memiliki prinsip-prinsip yang universal.3
Oleh karenanya walaupun hukum islam ini bersumber dari wahyu yang sakral
akan tetapi tidak menunjukkan pada kekakuan terhadap adanya perubahan-perubahan
yang terjadi dan dihadapi oleh manusia.Ia terus berkembang dan memiliki daya suai
atau adaptabilitas atas perubahan-perubahan sosial.Asal-usul hukum muncul sebagai
tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial,dan dalam pokok-pokok permasalahan
serta metodologinya ia memperlihatkan daya suai terhadap perubahan sosial.
Namun demikian,Al-Quran sebagai sumber hukum islam tidak pernah
menyebutkan kata hukum islam,melainkan hanya kata hukum Allah yang terdapat
dalam QS. Al-Mumtahanah [60] : 10.

‫ع ِل ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ِ ‫ٰذ ِل ُك ْم ُح ْك ُم ه‬
‫ّٰللا ۗ َيحْ ُك ُم َب ْي َن ُك ۗ ْم َو ه‬
Artinya :
“Demikianlah hukum Allah ditetapkanNya di antara kamu. Dan Allah maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Mumtahanah [60] : 10).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam secara etimologis adalah
segala macam ketentuan atau ketetapan mengenai satu hal dimana ketentuan itu telah
diatur dan ditetapkan oleh agama Islam.

1
Faturrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam,(Jakarta,Penerbit Logos Wacana Ilmu,cet.I,1991) hlm.12.
selanjutnya disebut Jamil,Filsafat
2
Mas’ud,Filsafat, hlm.14
3
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam,(Bandung,Pusat Penerbitan Universitas LPPM Unisba,1995) hlm. 69.
selanjutnya disebut Juhaya,Filsafat

3
Namun,untuk memahami hukum islam penting kiranya untuk memahami
makna syari’at dan fiqih.Hal ini disebabkan oleh karena hubungan antara keduanya
sangat erat dengan hukum islam.Walaupun dapat dibedakan,tetapi keduanya tidak
mungkin dipisahkan,karena syaria’at adalah landasan fiqih sedangkan fiqih merupakan
pemahaman tentang syri’at4.Dalam literatur Barat terdapat term Islamic law yang
secara harfiah dapat disebutkan hukum Islam dalam penjelasan terhadap kata Islamic
law sering ditemukan definisi; keseluruhan kitab lah yang mengatur kehidupan setiap
muslim dalam segala “aspeknya” dari definisi ini terlihat bahwa hukum Islam itu
mendekati kepada arti Syari’at Islam5.
Syari’at secara harfiah bermakna “sumber air” atau “sumber
kehidupan”,sedangkan syariat dalam kalangan ahli hukum islam mempunyai
pengertian umum dan khusus.Syariat dalam pengertian umum ialah keseluruhan tata
kehidupan dalam islam,atau seperti yang diungkapkan oleh At-Tahanami penulis kitab
Kasyafu istilahati al-funun yang dikutip langsung oleh Wahbah Zuhaili bahwa Syariat
adalah apa yang telah disyariatkan oleh Allah untuk hambanya dari beberapa hukum
yang dibawa oleh para nabi,baik yang berkaitan dengan cara melakukan sesuatu yang
disebut syari’ah far’iyah atau syari’ah amaliyah,hal ini termaktub dalam ilmu fiqih.Jika
berkenaan dengan akidah disebut dengan syari’at ashliyah atau syari’at I’tiqodiyah
yang dikaji dalam ilmu kalam6.Syari’at dalam pengertian ini sering disebut dengan fiqih
akbar yang mencangkup akidah,syariat dan akhlak7.Dalam pengertian semacam
ini,syariat dipahami sebagai syariat agama secara keseluruhan yang termaktub dalam
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
Syariat dalam pengertian seperti ini yang mengantarkan kita pada pemahaman
syari’at yang berhubungan erat dengan fiqih.Karena melalui syariat,pemahaman
tentang hukum suatu perbuatan akan dapat dipahami,apakah hukum itu haram atau
wajib,atau menjadi sebab adanya sesuatu seperti tergelincirnya matahari sebagai sebab
diwajibkannya sholat dhuhur.Bisa juga sebagai syarat,seperti suci dari hadast sebagai
syarat dari sholat.Melalui syariat,hukum suatu perbuatan akan dapat dipahami,maka
memahami hukum tentang amaliyah mukallaf melalui dalil-dalil syar’i yang terperinci
merupakan pemahaman tentang hukum yang dikenal dengan istilah fiqih.Fiqih lahir
bersama metodologinya yaitu ‘ushul fiqih’.Ushul fiqih merupakan metode-metode
ditemukannya cara-cara secara nyata yang harus ditempuh oleh seorang faqih dalam
mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya yang sesuai dengan hirarki dalil dalam hukum
islam.Maka didahulukanlah Al-Qur’an atas sunnah dan seterusnya8.
Kata “Ushul Fiqh” adalah kata ganda yang terdiri dari kata “Ushul” dan kata
“Fiqh” secara etimologi berarti “paham yang mendalam”.Arti fiqih dari segi istilah
hukum sebenarnya tidak jauh berbeda dari artian etimologi sebagaimana disebutkan
diatas yaitu : “ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang digali
4
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam., (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,Anggota IKAPI,cet.V,1996) hlm. 44
5
Amir Syarifuddin, Pengertian dan Sumber Hukum Islam dalam Ismail Muhammad Syah, dkk. Filsafat Hukum
Islam (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. II 1992), hlm. 17-18
6
Wahbah Zuhaili,Al-Qur’an, Paradigma Hukum dan Peradaban, (Surabaya: Risalah Gusti, cet.I,1996) hlm. 48
7
Juhaya S. Praja,Tjun Surjaman(Ed.), Hukum Islam di Indonesia, (Bandung:PT Remaja Rosda
Karya,cet.I;1991) hlm. v
8
Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqih, (Dar al-Fikr al-Araby;tanpa tahun) hlm. 7

4
dan dirumuskan dari dalil-dalil tafsili”.Kata “Ushul” yang merupakan jamak dari kata
“ashal” secara etimologi berarti “sesuatu yang menjadi dasar bagi lainnya”.Arti
etimologi ini tidak jauh dari maksud definitif dari kata “ashal” tersebut karena ilmu
ushul fiqih itu adalah suatu ilmu yang kepadanya didasarkan “Fiqh”.Dengan demikian
“Ushul Fiqih” secara istilah tehnik hukum berarti : “Ilmu tentang kaidah-kaidah yang
membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dalilnya yang terinci”,atau
dalam artian sederhana adalah : “Kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya”9.
Ilmu ushul fiqih berbentuk dengan tujuan untuk dapat menerapkan kaidah-
kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terinci agar sampai pada hukum-hukum syara’
yang bersifat amaliyah,yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu.Dengan kaidah ushul serta
bahasanya itu dapat difahami nash-nash syara’ dan hukum yang terkandung di
dalamnya.Demikian pula dapat dipahami pula secara baik dan tepat apa-apa yang
dirumuskan ulama mujtahid dan bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu.Ada
dua maksud mengetahui ushul fiqih : Pertama, dapat mencari jawaban hukum terhadap
masalah baru dengan cara menerapkan kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua,bila kita menghadapi masalah hukum fiqih yang terurai dalam kitab-kitab fiqih
tetapi mengalami kesukaran dalam penerapannya karena sudah begitu jauhnya
perubahan yang terjadi,maka diperlukan rumusan kaidah baru yang merujuk pada
kaidah terdahulu sehingga hukum baru pun dapat ditemukan10.
Bertitik tolak dari definisi ushul fiqih maka bahasan pokok ushul fiqih itu adalah
tentang dalil-dalil atau sumber hukum syara’,hukum-hukum syara’ yang terkandung
dalam dalil itu dan kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara’
dari dalil atau sumber yang terkandung di dalamnya.
Dalam membicarakan sumber hukum dibicarakan pula kemungkinan terjadinya
benturan antara dalil-dalil dan cara menyelesaikannya.Dibahas pula tentang orang-
orang yang berhak dan berwenang menggunakan kaidah atau metoda tentang orang-
orang yag berhak dan berwenang menggunakan kaidah atau metoda dalam melahirkan
hukum syara’ tersebut.Hal ini memunculkan pembahasan tentang ijtihad dan mujtahid.
Kemudian membahas mengenai tindakan dan usaha yang dapat ditempuh orang-orang
yang tidak mempunyai kemampuan dan kemungkinan berijtihad atau pembahasan
tentang taklid dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya.Dalam sistematika
penyusunan pokok-pokok bahasan terdapat perbedaan yang disebabkan perbedaan arah
dan penekanan dari beberapa pokok bahasan tersebut11.

B. Pengertian Tabi’it Tabi’in


Tabi’it Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in atau pengikut Tabi’in adalah generasi ketiga
umat muslim sesudah generasi Tabi’in dan generasi Sahabat Rasulullah SAW. Di
antara generasi tersebut ada yang merupakan anak dari Tabi’in atau cucu dari Sahabat

9
Syarifuddin, Ushul Fiqih, hlm. 35
10
Syarifuddin, Ushul Fiqih, hlm. 41
11
Syarifuddin, Ushul Fiqih, hlm. 42

5
Rasulullah SAW. Menurut definisi sunni, Tabi’in sendiri adalah seorang ulama yang
pernah berjumpa dengan minimal seorang Tabi’in12.
Secara bahasa Tabi’ut Tabi’in atau Atbaut Tabi’in berasal dari bahasa Arab,
yaitu ‫ تابع التابعين‬adalah generasi setelah Tabi’in,artinya pengikut Tabi’in, adalah orang
Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat
Nabi. Tabi'ut Tabi'in disebut juga sebagai murid dari Tabi'in.Menurut banyak literatur
Hadits,Tabi’ut Tabi’in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru
pada Tabi’in dan sampai wafatnya beragama Islam.Kemudian terdapat juga yang
mengatakan bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya,
karena Tabi'in yang terakhir wafat sekitar 110-120 Hijriah.13

C. Sejarah Perkembangan
Pada awalnya kondisi hukum pada masa ini berjalan pada kekuatan yang
komprehensif,melangkah dalam wilayah yang luas,tampak dalam pelataran yang indah
dan pembahasan ilmiah yang telah menyalakan semangat semula sehingga pada waktu
itu hukum hampir menjadi kesatuan yang independen dalam keistimewaan dan
kematangan yang sempurna,memiliki cakupan yang luas dalam kesulitan dan
tangkapannya,dapat menyusun percerai-beraian,membantu perjuangan dalam
menampakkan ketersembunyian,serta menguatkan kaidah-kaidah istinbat hukum dan
teknis penerapannya14.
Era Tabi’it Tabi’in juga biasa dikenal sebagai masa Imam madzhab.Pemikiran
hukum Islam dalam masa Imam madzhab mengalami dinamika yang sangat kaya dan
disertai dengan perumusan ushul fiqh secara metodologis.Artinya terdapat kesadaran
mengenai cara pemecahan hukum tertentu sebagai metode yang khas.Berbagai
perdebatan mengenai sumber hukum dan kaidah hukum melahirkan berbagai macam
konsep ushul fiqh15.Dimulai pada peralihan abad ke-7 ke abad ke-8 hijriah,sejumlah
pakar memberikan sumbangan luar biasa kepada disiplin ilmu fiqih,sehingga
merangsang kemunculan berbagai tradisi atau madzhab.Pakar-pakar terpenting
terpenting dalam tradisi-tradisi Sunni ini seperti Abu Hanifah,Malik ibn Anas,
Muhammad ibn Idris al-Syafi’I,dan Ahmad ibn Hanbal,yang dinisbahkan kepada
madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali16.
Hukum Islam bermula dari pendapat perseorangan terhadap pemahaman nash
atau pendapat perseorangan tentang upaya penemuan hukum terhadap sesuatu kejadian
yang ada.Kemudian pendapat tersebut akan diikuti oleh orang lain atau yang memiliki
murid dengan jumlah banyak,setelah itu menjadi sebuah metode dalam pendapat yang
dianggap baku dan disebutlah sebagai madzhab.Seluruh madzhab tersebut tersebar ke
seluruh pelosok Negara yang berpenduduk Muslim.Selain itu,syari’at Islam juga akan

12
M. Nurdin Fathurrohman, Tabi’ut Tabi’in, diakses dari https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/09/
tabiut-tabiin.html, 20 September 2014, (diakses pada tanggal 1 April 2021, pukul 9.00).
13
Tabi’ut Tabi’in, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tabi%27ut_tabi%27in, 23 Juni 2019 (diakses pada
tanggal 1 April 2021, pukul 9.10).
14
Ridho, Tarikh Tasyri’ pada Masa Tabi’ut at-Tabi’in, diakses dari http://ridhoedo23.blogspot.com/2012/06/
tarikh-tasyri-pada-masa-tabi-ut-at-tabi.html , 6 Juni 2012, (diakses pada tanggal 4 April 2021, 10.00).
15
Zulhamdi, Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh, Jurnal At-Tfkir Vol. XI No. 2, 2018, hal. 68.
16
Nafiul Lubab, dkk, Mazhab: Keterkungkungan Intelektual Atau Kerangka Metodologis (Dinamika Hukum
Islam), Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam Vol. 6 No. 2, 2015, 402.

6
ikut tersebar ke pelosok dunia bersamaan dengan tersebarnya madzhab-madzhab
tersebut.
Seiring di tengah-tengah pesatnya perhatian ulama terhadap fiqih dan
munculnya kajian-kajian tentang fiqih,pada awal tahun 300-an hijriah mulai terjadi
pemasungan berpendapat.Misalnya seperti Khalifah al-Makmun,al-Mu’tashim,dan al-
Watsiq yang berusaha keras untuk memaksakan ideologi Mu’tazilah,padahal para
ulama dan fukaha berada di luar dukungan itu.Mereka juga mengancam al-Makmun
atas dukungannya terhadap Mu’tazilah.Dr. Farouq Abu Zaid menyebutkan bahwa
kondisi Islam mengalami kerapuhan sejak abad 14 M sampai jatuhnya Baghdad yang
juga membawa kerapuhan terhadap kondisi fiqih.Akibatnya pintu ijtihad tertutup dan
terbelenggu oleh akal pikiran.Hal tersebut merupakan akibat logis dari hilangnya
kebebasan berpikir dan kesibukan masyarakat dalam kehidupan materialistis.Oleh
karena itu,berkembanglah semangat taaklid di kalangan fukaha dalam menghadapi
masalah kasus hukum,mereka tidak menggunakan akal pikiran,tetapi lebih mengikat
pada pendapat-pendapat ulama pendahulunya17.
Pada masa ini para imam mujtahid dan kekuasaan Islam meluas ke daerah-
daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan berbahasa Arab atau bukan bangsa
Arab,kondisi budayanya cukup berbeda-beda.Banyak di antara ulama yang bertebaran
ke daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit pula penduduk daerah tersebut yang masuk
Islam.Semakin kompleksnya persoalan-persoalan hukum yang ketetapannya tidak di
jumpai di dalam al-quran dan hadis.Karena itu ulama-ulama yang tinggal di daerah
tersebut melakukan ijtihad,mencari ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka
terhadap ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi.Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan
ilmu pengetahuan dalam berbagai bidangnya pada masa itu,kegiatan ijtihad menjadi
maju pesat.Berikut ini adalah imam besar yang berperan di masa tabi’it tabi’in,yakni :
1. Imam Malik
Imam Malik adalah imam yang kedua dari Imam-imam empat serangkai dalam
Islam.Dari segi umur ia dilahirkan di kota Madinah,suatu daerah di negeri Hijaz
tahun 93 H/713 M,dan wafat pada hari ahad 10 Rabi’ul Awal 179 H/ 798 M di
Madinah.Imam Malik wafat pada masa pemerintahan Abbasiyah di bawah
kekuasaaan Harun Ar Rasyid.Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdillah
Malik bin Anas As Syabahi Al Arabi bin Malik bin Abu,Amir bin Harits.
Imam Malik dikenal sebagai seorang yang berbudi mulia dengan pikiran cerdas,
pemberani,dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya.Kedalaman
ilmu menjadikan beliau amat tegas dalam menentukan hukum syar’i18.
Pada usia remaja,Malik ibn Annas,belajar dan menghafal Al-qur’an.Kemudian
ibunya mendorong Malik untuk belajar fiqih aliran rasional kepada imam Rabi’ah
al-Ra’yu,yang juga berasal dari Madinah.Malik juga belajar kepada faqih yang lain,
yaitu Yahya ibn Sa’id di samping belajar fiqih,Malik ibn Anas juga
mempelajari hadits-hadits Nabi,antara lain kepada Abdurrahman ibn Hurmuz, Nafi
Maula ibn Umar,lbn Syihab al-Zuhri,dan Sa’id ibn Musayyab.Hadits-hadits yang Ia

17
Nafiul Lubab, dkk, Mazhab: Keterkungkungan……………, 403.
18
Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik Bin Anas (Pendekatan Sejarah Sosial). Al-ahkam
Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol. 1, Nomor 2, (2016): 106-108

7
terima dari gurunya dituangkan dalam suatu kitab yang disusunnya,dan diberi nama
al-Muwattha sehingga imam Malik dikenal dengan ahl al-hadits19.
Cara ijtihad (istinbath) Imam Malik melalui langkah-langkah ijtihad sebagai
berikut: 1) mengambil dari Al-qur’an, 2) menggunakan zhahir Al-qur’an yaitu
lafad-lafad yang umum (Sunnah Nabi), 3) menggunakan dalil Al-qur’an yaitu
mafhum al-muwafaqoh, 4) menggunakan mafhum Al-qur’an yaitu mafhum
mukhalafah, 5) menggunakan tanbih Al-qur’an yaitu memperthatikan illat.
Kemudian dalam madzhab imam Malik lima langkah itu disebut sebagai
Ushul Khamsah.Langkah-langkahnya dalam Askar Saputra adalah; 1) ijma’, 2)
qiyas, 3) amal penduduk Madinah, 4) istihsan, 5) saad al dzara’i, 6) al-maslahah
al-mursalah, 7) qoul shohabi, 8) mura’at al-khilaf, 9) al-istishhab, 10) syar`u man
qoblanaa.Sebenarnya para penerus imam Malik dalam menggunakan dalil hukum
bersumber kepada Al-qur’an,Sunnah,Ijma’,dan Qiyas20.
2. Madzhab Syafi’i
Nama lengkap imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin
Syafi'i bin al-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Mutholib bin Abdi
Manaf.Dari pihak Ibu al-Syafi'i adalah cucu saudara perempuan ibu sahabat Ali bin
Abi Thalib.Jadi ibu dan bapak al-Syafi'i adalah dari suku Quraisy.Bapak beliau
berkelana dari Makkah untuk mendapatkan kelapangan penghidupan di
Madinah,lalu bersama dengan ibu al-Syafi'i meninggaikan Madinah menuju
ke Gaza untuk akhirnya beliau wafat di sana setelah dua tahun kelahiran al-Syafi'i.
Dalam catatan yang lain al-Syafi'i lahir dalam keadaan yatim,pada bulan Rajab
Tahun 150 H. (767 M) di Gaza, Palestina.21
Pada umur 9 tahun Imam Syafi’i telah hafal Al-qur‟an.Setelah itu beliau
melanjutkan belajar bahasa Arab,hadits dan fiqih.Diantara gurunya ialah imam
Malik dan beliau hafal kitab al-Muwatha.Setelah imam Malik wafat,imam Syafi’i
mulai melakukan kajian-kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih,bahkan
telah menyusun metodologi kajian fiqih.Dalam kajian fiqihnya,al-Syafi’I
mengemukakan pendapat bahwa hukum Islam harus bersumber kepada Al-qur’an
dan Sunnah serta Ijma’.Apabila ketiga sumber ini belum memaparkan ketentuan
hukum yang jelas dan pasti,al-Syafi’i telah mempelajari qaul sahabat,dan baru
kemudian ijtihad dengan qiyas dan istishab22.
Imam Syafi’i pada usia 20 tahun pergi ke Madinah dan belajar kepada imam
Malik.Lalu tahun 195 H beliau pergi ke Baghdad dan belajar kepada Muhammad
ibn al-Hasan al-Syaibaniy (murid Abu Hanifah) selama 2 tahun.Setelah itu beliau

19
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing, 2015), 100
20
Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam Vol 1, No 1,
(2018): 30-311
21
Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of
Islamic Thought, 1987), 93-94
22
Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11 September, (2004):
98

8
kembali ke Makkah dan kembali ke Baghdad dan menetap disana selama beberapa
bulan.Selanjutnya melakukan perjalanannya lagi ke Mesir dan menetap disana
sampai wafat pada 29 Rajab tahun 204 H.Maka dari itu didalam diri imam Syafi’i
terhimpun pengetahuan-pengetahuan fiqih ashab al-hadits (imam Malik) dan fiqih
ashab al-ra’yu (Abu Hanifah)23.
Cara ijtihad (istinbath) imam al-Syafi’i seperti imam-imam madzhab yang
lainnya,namun al-Syafi’i disini menentukan thuruq al istinbath al-ahkam tersendiri.
Adapun langkah-langkah ijtihadnya adalah; Ashal yaitu Al-qur’an dan Sunnah.
Apabila tidak ada didalamnya maka beliau melakukan qiyas terhadap
keduanya.Apabila hadits telah muttashil dan sanadnya sahih,berarti ia termasuk
berkualitas.Makna hadits yang diutamakan adalah makna zhahir,ia menolak hadits
munqathi’ kecuali yang diriwayatkan oleh Ibn al-Musayyab pokok (al-ashl) tidak
boleh dianalogikan kepada pokok,bagi pokok tidak perlu dipertanyakan mengapa
dan bagaimana (lima wa kaifa),hanya dipertanyakan kepada cabang (furu’)24.
Imam Syafi’i mengatakan dalam Muhammad Kamil Musa25 bahwa; ilmu itu
bertingkat-tingkat.Tingkat pertama adalah Al-qur’an dan Sunnah,kedua ialah ijma’
terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-qur’an dan Sunnah.Ketiga adalah
qaul sebagian sahabat tanpa ada yang menyalahinya,keempat adalah pendapat
sahabat Nabi Saw yang antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda (ikhtilaf) dan
kelima adalah qiyas.Dengan demikian,dalil hukum yang digunakan oleh imam
Syafi’i adalah Al-qur’an, Sunnah dan Ijma’.Sedangkan teknik ijtihad yang
digunakan adalah qiyas dan takhyir apabila menghadapi ikhtilaf pendahulunya.
Ikhtilaf antara madzhab ahl al-ra’yu dan madzhab ahl al-ḥadits sebenarnya
telah berakhir pada masa imam Syafi’i karena beliau telah menggabungkan dua
metodologi dalam mengistinbatkan hukum Islam.Sebagaimana telah diketahui
bahwa Imam Syafi’i memiliki dua qaul,yaitu qaul qadim dan qaul jadid.Pemetaan
istilah tersebut dengan melihat dimana tempat beliau memutuskan hukum.Pendapat
imam Syafi’i yang difatwakan dan ditulis di Irak (195-199 H) dikenal dengan qaul

23
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing, 2015), 101
24
Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of
Islamic Thought, 1987), 95
25
Muhammad Kamil Musa, Al-Madkhal Ila Al-Tasyri’ Al-Islami. (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1989), 254

9
qadim.Sedangkan hasil ijtihad Imam Syafi’i yang digali dan difatwakan selama ia
bermukim di Mesir (199-204 H),dikenal dengan qaul jadid.26

Kebanyakan pendapat imam Syafi’i sewaktu menetap di Irak banyak


dituliskan dalam al-Risalah al-Qadimah dan al-Hujjah,yang populer dengan
sebutan al-Kitab al-Qadim.Sedangkan qaul jadid yang dirumuskan imam Syafi’i
setelah beliau berdomisili di Mesir diabadikan dalam beberapa kitab,yaitu: al-
Risalah al-Jadidah,al-Umm,al-Amali,al-Imla' dan lain-lain.Itulah pendapat imam
Syafi’i tentang qaul qadim dan qaul jadid yang sering dijadikan alasan
oleh pembaharu untuk memodifikasi fiqih Islam.Selain itu juga ada pendapat-
pendapat imam Syafi’i yang di cantumkan dalam kitab yang sering dikenal dengan
kitab al-‘Umm,didalam kitab ini menjelaskan pendapat-pendapat imam Syafi’i
tentang hukum-hukum Islam.

3. Madzhab Hanbali
Imam Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Al Syaibani dilahirkan di Baghdad
(Iraq) tepatnya dikota Maru/Merv,kota kelahiran sang ibu,pada bulan Robi`ul
Awwal tahun 164 H atau Nopember 780 M.Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn
Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn As`ad Ibn Idris Ibn Abdillah Ibn Hayyan
Ibn Abdillah Ibn Anas Ibn `Auf Ibn Qosit Ibn Mazin Ibn Syaiban Ibn Zulal Ibn
Ismail Ibn Ibrahim.Dengan kata lain,ia adalah keturunan Arab dari suku bani
Syaiban,sehingga diberi laqab Al-Syaibani27.

Imam Hanbal dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan awalnya


dikota tersebut hingga usia 19 tahun (riwayat lain menyebutkan bahwa Ahmad pergi
keluar dari Bagdad pada usia 16 tahun).Pada umur yang masih relative muda ia
sudah dapat menghafal Al-Qur`an.Sejak usia 16 tahun Ahmad juga belajar hadits
untuk pertama kalinya kepada Abu Yusuf,seorang ahli al-ra`yu dan salah satu
sahabat Abu Hanifah.Kemudian gurunya dalam pemikiran fiqih ia belajar kepada
imam Syafi’i,dan imam Hanbal banyak mempergunakan Sunnah sebagai rujukan.
Beliau tergolong orang yang mengembangkan fiqih tradisional.Dalam hidupnya
imam Hanbal banyak melakukan analisis-analisis terhadap hadits-hadits Nabi dan

26
Ainol Yaqin, Evolusi Ijtihad Imam Syafi’i: Dari Qawl Qadim Ke Qawl Jadid. Jurnal Al-Ahkam Volume
26, Nomor 2, Oktober (2016): 146-147
27
Abdul Karim, Manhaj Imam Ahmad Ibn Hanbal Dalam Kitab Musnadnya. Jurnal Riwayah Vol. 1, No. 2,
September (2015): 353

10
kemudian disusun berdasarkan sistematika isnad, sehingga karyanya imam Hanbal
dikenal dengan sebutan kitab Musnad.Imam Hanbal juga dikenal sebagai ulama ahli
fiqih dan ahli hadits yang masyhur dikalangan masyarakatnya.Pandangannya
berpengaruh dikalangan masyarakat.
Ijtihad (istinbath) imam Ahmad ibn Hanbal dijelaskan oleh Thaha Jabir
Fayadl al-Ulwani28 bahwa cara ijtihad imam Hanbal sangat dekat dengan ijtihad
yang dipakai oleh imam Syafi’i.Selanjutnya pendapat-pendapat imam Ahmad ibn
Hanbal dibangun atas lima dasar diantaranya:
a. Al-nushush dari Al-qur’an dan Sunnah,apabila telah ada ketentuan dalam Al-
qur’an dan Sunnah.Beliau berpendapat sesuai dengan makna yang tersurat,
makna yang tersirat ia abaikan.
b. Jikalau tidak didapatkan dalam Al-qur’an dan Sunnah maka menukil fatwa
sahabat,dan memilih pendapat sagabat yang disepakati sahabat lainnya.
c. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda maka memilih salah satu pendapat yang
lebih dekat kepada Al-qur’an dan Sunnah.
d. Imam Ahmad ibn Hanbal menggunakan hadits mursal dan dhaif apabila tidak
ada atsar,qaul sahabat atau ijma’ yang menyalahinya.
e. Apabila hadits mursal dan dhaif sebagaimana diisyarattkan di atas tidak
didapatkan maka menganalogikan (qiyas).Dalam pandangannya qiyas adalah
dalil yang dipakai dalam keadaan dharurat (terpaksa).
f. Langkah terakhir adalah menggunakan sadd al-dzara’i yaitu melakukan
tindakan yang prepentif terhadap hal-hal yang negative.
Pemikiran fiqih Ahmad bin Hanbal merujuk pada fatwa sahabat tanpa
membedakan apakah fatwa itu mempunyai dasar dari sunnah atau atsar atau sekedar
diperoleh dari ijtihad mereka.Sekalipun tidak dapat dikatakan bahwa Ahmad bin
Hanbal telah menghidupkan fatwa-fatwa sahabat tanpa verifikasi ilmiah
yang memadai tetapi ia menganggap fatwa-fatwa itu sebagai rujukan kedua setelah
hadis dalam memahami agama dan hukum syara’ adalah satu kenyataan yang sulit
dibantah.Dengan demikian,maka dapat diasumsikan bahwa keteguhan Ahmad bin
Hanbal dalam mengedapankan fatwa-fatwa sahabat sebagai rujukan dalam
istinbat hukumnya cukup menjadi indikator bahwa dari jalur inilah pemikiran fiqih

28
Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of
Islamic Thought, 1987), 96

11
sahabat membentuk pemikiran fiqh Ahmad bin Hanbal.Imam Hanbal tidak pernah
menggunakan qiyas,penggunaan qiyas pernah dilakukan oleh gurunya tidak banyak
berpengaruh pada Ahmad bin Hanbal bahkan sikap dan pemikirian fiqh Ahmad bin
Hanbal cenderung fundamentalistik dalam memegang hadis29.Sebagaimana
dilakukan sebagian besar sahabat telah menjadi potensi dasar bagi upayanya untuk
melakukan perombakan pemahaman agama yang dianggap telah mengalami distorsi
oleh kepentingan politik dan aliran pada zamannya menuju pemahaman
komprehensif para sahabat.

29
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 38

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber
dari Allah SWT dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur tingkah laku
manusia di tengah-tengah masyarakatnya.Dengan kalimat yang lebih
singkat,hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran
Islam.Dalam berbicara tentang hukum Islam sebagian sistem hukum mempunyai
beberapa istilah-istilah yang perlu dijelaskan terlebih dulu,supaya tidak terjadi
kebingungan dalam memahami maknanya.Dalam kajian ini diawali penjelasan
tentang istilah-istilah dalam hukum Islam seperti (Syari’ah,Tasyri’ dan Fiqih).
Hukum Islam masa Tabi’in yang dikenal empat madzhab yaitu Imam
Hanafi,Imam Malik,Imam Syafi’i dan Imam Hanbali.Pada fase tabi’in hukum
Islam mengalami kemajuan pesat,perkembangan hukum Islam ini ditandai
dengan munculnya aliran-aliran politik secara implisit mendorong
terbentuknya aliran hukum.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: perluasan wilayah dan perbedaan penggunaan Ra’yu.Faktor
utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah karena
berkembangannya ilmu pengetahuan di dalam dunia Islam.Berkembang pesat
ilmu pengetahuan di dunia Islam disebabkan oleh beberapa hal yaitu;
pertama banyaknya mawali yang masuk Islam.Dimana Islam telah menguasai
pusat-pusat peradaban Yunani: Antioch dan Bactra.Kedua berkembangnya
pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan.Ketiga adanya upaya umat Islam
untuk melestarikan Al-qur’an dengan dua cara yaitu dicatat (mushaf) dan
dihafal.Dari setiap madzhab pasti terdapat perbedaan-perbedaan dalam
beristinbath atau pengambilan hukum Islam karena dari masing-masing
mempunyai cara-cara ijtidah tersendiri seperti ijma’,qiyas,amal penduduk
Madinah,istihsan,saad al-dzara’i,al-maslahah al-mursalah, qoul
shohabi,mura’at al-khilaf, al-istishhab, syar`u man qoblanaa, dari cara ini
semua pastinya sesuai dengan ketentuan sumber hukum Islam yaitu Al-qur’an
dan Sunnah (Hadist).

13
B. Saran
Dengan kerendahan hati kami, kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini di
masa yang akan datang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Faturrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta,Penerbit Logos Wacana Ilmu,cet.I,1991)


hlm.12. selanjutnya disebut Jamil,Filsafat

Mas’ud,Filsafat, hlm.14

Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam,(Bandung,Pusat Penerbitan Universitas LPPM


Unisba,1995) hlm. 69. selanjutnya disebut Juhaya,Filsafat

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam., (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,Anggota


IKAPI,cet.V,1996) hlm. 44

Amir Syarifuddin, Pengertian dan Sumber Hukum Islam dalam Ismail Muhammad Syah,
dkk. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. II 1992), hlm. 17-18

Wahbah Zuhaili,Al-Qur’an, Paradigma Hukum dan Peradaban, (Surabaya: Risalah Gusti,


cet.I,1996) hlm. 48

Juhaya S. Praja,Tjun Surjaman(Ed.), Hukum Islam di Indonesia, (Bandung:PT Remaja Rosda


Karya,cet.I;1991) hlm. v

Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqih, (Dar al-Fikr al-Araby;tanpa tahun) hlm. 7

Syarifuddin, Ushul Fiqih, hlm. 35-42

M. Nurdin Fathurrohman, Tabi’ut Tabi’in, diakses dari https://biografi-tokoh-


ternama.blogspot.com/2014/09/ tabiut-tabiin.html, 20 September 2014, (diakses pada tanggal
1 April 2021, pukul 9.00).

Tabi’ut Tabi’in, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tabi%27ut_tabi%27in, 23 Juni


2019 (diakses pada tanggal 1 April 2021, pukul 9.10).

Ridho, Tarikh Tasyri’ pada Masa Tabi’ut at-Tabi’in, diakses dari


http://ridhoedo23.blogspot.com/2012/06/ tarikh-tasyri-pada-masa-tabi-ut-at-tabi.html , 6 Juni
2012, (diakses pada tanggal 4 April 2021, 10.00).

Zulhamdi, Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh, Jurnal At-Tfkir Vol. XI No. 2, 2018, hal.
68.

Nafiul Lubab, dkk, Mazhab: Keterkungkungan Intelektual Atau Kerangka Metodologis


(Dinamika Hukum Islam), Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam Vol. 6 No. 2, 2015,
402.

Nafiul Lubab, dkk, Mazhab: Keterkungkungan……………, 403.

Danu Aris Setiyanto, Pemikiran Hukum Islam Imam Malik Bin Anas (Pendekatan Sejarah
Sosial). Al-ahkam Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol. 1, Nomor 2, (2016): 106-108

15
Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing,
2015), 100

Askar Saputra, Metode Ijtihad Imam Hanafi Dan Imam Malik. Jurnal Syariah Hukum Islam
Vol 1, No 1, (2018): 30-311

Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International
Institute of Islamic Thought, 1987), 93-94

Rohidin. Historisitas Pemikiran Hukum Imam Asy-Syafi'i. Jurnal Hukum No. 27 Vol 11
September, (2004): 98

Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing,
2015), 101

Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International
Institute of Islamic Thought, 1987), 95

Muhammad Kamil Musa, Al-Madkhal Ila Al-Tasyri’ Al-Islami. (Beirut: Muassasah Al-
Risalah, 1989), 254

Ainol Yaqin, Evolusi Ijtihad Imam Syafi’i: Dari Qawl Qadim Ke Qawl Jadid. Jurnal Al-
Ahkam Volume 26, Nomor 2, Oktober (2016): 146-147

Abdul Karim, Manhaj Imam Ahmad Ibn Hanbal Dalam Kitab Musnadnya. Jurnal Riwayah
Vol. 1, No. 2, September (2015): 353

Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International
Institute of Islamic Thought, 1987), 96

Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2000), 38

Lubab, N., & Pancaningrum, N. (2015). Mazhab: Keterkungkungan Intelektual atau


Kerangka Metodologis (Dinamika Hukum Islam). Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum
Islam Vol. 6 No. 2.

M. Nurdin Fathurrohman. (2014, 20 September). Tabi’ut Tabi’in. Diakses pada 1 April 2020,
dari https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/09/ tabiut-tabiin.html.

Ridho. (2012, 6 Juni). Tarikh Tasyri’ pada Masa Tabi’ut at-Tabi’in. Diakses pada 4 April
2020, dari http://ridhoedo23.blogspot.com/2012/06/tarikh-tasyri-pada-masa-tabi-ut-at-
tabi.html.

Tabi’ut Tabi’in. (2019, 23 Juni). Diakses pada 1 April 2021, dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Tabi%27ut_tabi%27in.

Zulhamdi. (2018). Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqih. Jurnal At-Tfkir Vol. XI No. 2.

16
https://www.researchgate.net/publication/342169957_Tinjauan_Historis_Pemikiran_Hukum_
Islam_Pada_Masa_Tabi'in_Imam_Hanafi_Imam_Malik_Imam_Syafi'i_Dan_Imam_Hanbali_
Dalam_Istinbat_Al-Ahkam

https://kumparan.com/hijab-lifestyle/mengenal-tabiin-dan-tabiut-tabiin-
1540298896607695377

Mizan; Jurnal Ilmu Syariah, FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) BOGOR Vol. 5 No. 1
(2017), pp. 23-38, Link: http:// www.jurnalfai-uikabogor.org

17

Anda mungkin juga menyukai