Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, diyakini oleh
pemeluknya dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh kurun zaman.
Agama islam itumemang satu, akan tetapi tampilan islam itu beragam, hal itu bisa disebabkan
karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam, tetapi boleh jadi, kurun
zaman telah membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda. Misalnya, ada komunitas
yang senang menampilkan Islam dengan pemerintahan kerajaan, ada pula yang senang
pemerintahan  republik. Bahkan, ada yang ingin kembali ke pemerintah bentuk khilafah. Ada
yang sangat terikat dengan teks al-Qur;an dan Hadits dalam memahami ajarana islam, ada
pula yang longgar, melihat konteks nash tersebut.
 Hal tersebut, tidak jarang menyebabkan terjadinya saling berebut kebenaran antara
sesama muslim di mana-mana dalam menampilkan Islam. Agar pemahaman Islam itu
holistik, pesan ketuhanan dapat ditangkap, fanatik buta dapat diredam, sejarah tampilan
ajaran Islam dari waktu ke waktu dapat dicermati. Dengan cara ini proses terselenggaranya
syari’at islam di masa Nabi dan generasi-generasi berikutnya dapat dipahami.
Di dalam makalah ini akan dipaparkan  tentang bagaimana perkembangan tasyri’ di
beberapa negara Islam di dunia khususnya di Negara-negara Timur Tengah . Mulai dari Arab,
Mesir, Syiria,Libanon, dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi Tasyri’?
2. Bagaimana Tasyri’ di Negara Timur Tengah Masa kini ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasyri’
Tasyri’ menurut istilah syara’ dan qanun  berarti upaya penyusunan undang-undang
dan hukum Islam sebagai pedoman bagi masyarakat dan umat Islam.
Apabila sumber tasyri’ berasal dari Allah dengan perantara Rasul beserta kitab-kitab-
Nya, maka dinamakan al-tasyri’ al-ilahi, jika sumbernya berasal dari manusia, baik secara
individual maupun bersama-sama, maka dinamakan al-tasyri’ al-wadh’i. Yang dimaksud al-
tasyri’ al-Islami disini adalah pembuatan perundang-undangan yang meliputi dua hal tersebut
di atas. Pada pembahasan kali ini al-tasyri’ al-Islami di bagi menjadi  empat periode.

B. Tasyri’ di Negara  di Timur Tengah Masa Kini


Potret Perkembangan Tasyri’ di Dunia Islam. Pada mulanya negeri-negeri muslim
hanya satu yang diikat oleh kesatuan agama. Kemudian pada zaman Muawiyah dan
Abbasiyah menjadi kerajaan dan ta’ashub kepada golongan dan kesukuan serta madzhab dan
sekte, sehingga menjadi bahan pemisahan suatu negeri.
Selain itu banyak negeri-negeri yang penduduknya masuk Islam, akan tetapi tidak
dibawah kekhalifahan, melainkan sejak awal secara politis berdiri sendiri seperti negeri-
negeri muslim di Timur. Sampai perang dunia I, kebanyakan negeri-negeri di Timur Tengah
ada di bawah kerajaan Ustmaniyah.
Setelah perang dunia I negeri-negeri muslim terpisah-pisah. Mesir lepas dari kerajaan
Ustmaniyah, akan tetapi di bawah negara lain. Kemudian Mesir harus berjuang untuk
melepaskan diri dari kekuasaan asing. Jazirah Arabiah di bawah Syarif Husain al-Hasyimi
lepas dari Ustmani akan tetapi di bawah pengaruh Inggris. Dengan perantaraan Inggris 1915-
1916, Arab menjadi merdeka kemudian diambil oleh Ibnu Su’ud dan menjadi Saudi Arabia.
Tahun 1923, Turki menjadi republik dan semua anggota kesultanan dibuang ke luar negeri.
Di tahun 1924, dalam undang-undang dasar Turki disebutkan bahwa Islam sebagai
agama negara. Akan tetapi dengan konstitusi 1928, Turki menjadi negara sekuler dan dengan
demikian habislah riwayat agama Islam sebagai agama negara. Bahkan semua yang bahasa
Arab diganti dengan bahasa nasional Turki, sampai masalah ibadahpun diupayakan diganti ke
bahasa Turki. Di waktu perang dunia II, banyak negeri-negeri Arab yang menyatakan
kemerdekaannya. Seperti Libanon, Syiria, Yordania, Irak, Arab (1945), Pakistan (1947),
Libya (1953), Sudan (1956), Tunisia (1958), Imarah Kuwait (1961).

2
1. Saudi Arabia
Perkembangan fiqih islami di Saudi Arabia adalah sangat menarik untuk
dikemukakan, secara umum telah diketahui bahwa Saudi Arabia didirikan atas pandangan
Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahab, yang berpegang kepada hukum syari’ah islamiyah
Madzhab Salafush-Shalih, yang memerangi bid’ah dan khurafat.
Hukum yang berlaku sebagimana pada zaman Khulafaur.Rosyidin, yaitu berpegang
kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pada waktu daulah Ustmaniyah yang menjadi pegangan
pokok adalah madzhab Hanafi, dan dipakai juga madzhab Syafi’i di Hijaz dan madzhab
Hanbali di Najd. Setelah Abdul- Aziz ibn Su’ud berkuasa, hukum pengadilan ditentukan
madzhab Hanbali sehingga madzhab ini menjadi madzhab yang resmi di seluruh Kerajaan
Saudi.
Oleh Karena itu, buku pegangan bagi hakim pengadilan adalah kitab Syarah Al-
Muntaha dan Syarah Iqna’. Apabila tidak ada nash, diambil dari Syarh Zad al-Ma’ad dan
Syarh Dalilul Falihin, atau juga dari kitab lain yang lebih luas dan diambil keputusan yang
lebih rajih.
Berdasarkan keputusan Raja tahun 1930 M, yang di nashkan dalam kitab-kitab Imam
Ahmad diamalkan tanpa musyawarah oleh anggota mahkamah, apabila tidak ada nash
mereka harus ijtihad dan anggota mahkamah harus berkumpul untuk ijtihad bersama (ijtihad
jama’i), adapun tentang ibadat sesuai dengan madzhabnya yang dianut masing-masing.
Disamping itu dikeluarkan pula peraturan perundang-undangan :
a. KUH Acara, untuk mengatur tata kerja acara pengadilan tahun 1938, kemudian tahun
1952.
b. KUH Dagang tahun 1931, KUHD adalah KUH yang sangat penting di Saudi Arabiah.
Baik perdagangan darat maupun dilautan, terdiri dari 633 pasal.
c. Undang-undang Hukum Pidana Pada tahun 1951 (1370) dikeluarkan Undang-undang
Pidana terutama dalam masalah ta’zir, tentang minuman khamer, liwath, dengan
penjara dan jilid, atas diyat 1000 riyal, dan lain-lain. Selain undang-undang, ada
peraturan-peraturan hukum pidana militer tahun 1951, peraturan-peraturan tentang
perhubungan, kendaraan dan lain-lain tahun 1942.
d. Peraturan kerja dan bekerja Peraturan ini dikeluarkan tahun 1947, berhubung dengan
pekerjaan syarikat perminyakan antara Arab dan Amerika. Dasarnya adalah hukum-
hukum syara’ untuk kemaslahatan umum.

3
e. Peraturan pajak Peraturan ini dikeluarkan karena meluasnya yang harus dibiayai oleh
kerajaan, sehingga diharuskan adanya pajak. Dalam hal ini pajak dihubungkan dengan
zakat syari’ah dan kewajiban pajak bagi syarikat perusahaan.
f. Peraturan-peraturan lain-lain.

1) Hukum Islam :
Antara Ajaran dan Budaya Di negeri-negeri muslim masalah fiqih Islami dalam hal-
hal ibadah, mu’amalalah pada umumnya berpegang pada tasyri’ Islami yang pada prakteknya
fiqih madzahib yang dipegang tidak lagi hanya satu-satunya pegangan, melainkan bervariasi
dalam menerapkan hukum Islam tersebut. Ada yang dengan memakai madzhab lain yang
lebih sesuai dengan kebutuhan hukum, ada yang mengambil dari hukum Barat dalam masalah
duniawiyah, walaupun dalam ahwaal Alsyakhshiyah tetap dipakai pokok pegangan adalah
fiqih Islami.
2) Perkembangan fiqih
Secara keilmuan Pada zaman modern ini, fiqih ditulis para ulama’ tidak lagi seperti
zaman kebangkitan, masa taqlid kepada madzhab, dengan suatu kumpulan hukum islam,
mulai fiqih ibadah, munakahat, mu’amalat dan jinayat pada satu judul yang bejilid-jilid,
melainkan fiqih disusun per-maudhu’dengan mengkompilasikan pendapat berbagai madzhab
yang dihubungkan dengan dasar nash wahyu dan yang aplicable di daerah penyusunnya atau
yang sesuai dengan logika penyusunnya. Sebagai contoh: Abu Zahrah, Abdul Wahab
Khallaf , Al-Khudhari dan lain-lain menyusun ushul fiqh, dengan mengabungkan semua
ushul fiqih, dari Abu Hanifah, Maliki, Asy-Syafi’i, dan Ahmad Ibnu Hanbal. Abu Zahrah,
Abdul Wahab Khallaf dan Muhammad Syallabi, menyusun kitab tentang wakaf dengan judul
Muhadharatu fil Waqf, alwaqf wal Washiyah dengan mengkompilasikan madzhab yang
empat dan menggabungkan dengan Undang-undang yang berlaku di Mesir, di Syiria, di
Libanon dan di Tunisia. Yusuf Musa menyusun Nidhamul Hukmi fil Islam (suatu disiplin
fiqih dusturi), dengan mengkompilasikan (menyitir dan membandingkan) pendapat-pendapt
ulama’ terdahulu, seperti Al-Mawardi dalam Al-Ahkamus Sultaniyyah, Ibnu Kholdun pada
muqaddimah, Al-Gozali dan lain-lain. Abdul Qadir Audah menyusun Al-Tasyri’ul-jinaaiyul-
Islaamiy, (fiqih jinayat, dengan dua jilid a 758 pagina) disamping meninjau dengan pendapat-
pendapat, juga mengkomparasikan dengan Undang-undang yang berlaku (Qanun wadly).
Sementara Abdul Zahrah, menyusun kitab falsafah Al-Jinaiy-Al-Islamiy, sebagai disiplin
ilmu baru yaitu filsafat hukum pidana islami. Syekh M. Syaltud, menyusun Al-Islam ‘aqidah
Wa Syari’ah, fiqh Dauli aammah, dan al-ahkam dauliyah yang berisi tentang hukum perang
4
(fiqhul harbi). Abul A’la Al-Maududi menyusun tentang Fiqih Dusturi Islami dan lain-lain.
Disiplin-disiplin yang muncul di era modern ini selain falsafah hukum islam, secara
keseluruhan, adalah juga filsafat hukum masing-masing maudhu’, yang merupakan
penyempurnaan hikmatut tasyri’. Jika kitab-kitab Pengantar Ilmu Fiqih, seperti Salam
Madzkur, dan lain-lain menyusun al-Madkhal-nya. Yang baru lagi sebagai disiplin tambahan
dalam ilmu fiqih ialah yang membahas masalah-masalah yang baru muncul yang pada zaman
dulu belum pernah ada yang merupakan masail fiqhiyah seperti pembahasan tentang hukum
pencangkokan jantung, kornea mata, inseminasi buatan, bayi tabung, resusitasi
cardiopulmoner, eutanasiya, puasa penduduk daerah kutub dan lain-lain.

3) Problema fiqih
Dari beberapa catatan bahwa pada zaman modern ini masalah fiqih dan ilmu fiqh
telah berkembang tidak lagi sebagaimana pada zaman mujtahidin abad kedua-keempat, yang
masalahnya merupakan suatu paket kumpulan hukum islami yang dipetik dari dalil-dalilnya
yang tafsili, melainkan telah berkembang dengan perkembangan zaman, yang dengan
beberapa variasi, ada yang masalahnya diperluas dengan yang berkembang di zaman modern
seperti fiqih dauli khashshah,,fiqih dauli ‘ammah dan fiqih dusturi, yang tidak terlalu
dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih lama. Walaupun masalah ini sudah pernah disusun
tersendiri, seperti oleh Al-Mawardi dengan kitab Al-Ahkaam Sulthaniyyah-nya, dan Ibnu
Khaldun dalam Miqaddimahnya.

Fiqih yang timbul baru adalah Filsafat Hukum Islam yang merupakan perluasan dari
ushul fiqh, seperti yang dikarang Asy-Syatibi pada Al-Muwafaqaat, diperluas dan diperdalam
lagi menjadi filsafat hukum Islam. Pembagian hukum dalam kitab fiqih lama bervariasi, dari
yang membagi kepada empat bagian (ibadah, munakahat, mu’amalat dan jinayat), yang tidak
memasukkan masalah ahkamus-sulthanniyat. Dan sekarang setelah terasa perlunya masalah
qadlaiyyat dibahas tersendiri dan bahkan timbul perlu adanya hukum acara
(ahkammuraffa’aat) baik muraffa’at madaniyah maupun ijraa’at jazaa’iyyat. (Hukum Acara
Perdata dan Hukum Acara Pidana). Fathi Utsman dalam Al-Fikrul-Qanuunul-Islamiy,
menulis bahwa masalah fiqh Islam selain masalah ibadah itu juga :
1) Ahkaam al-ahwaal asy-syakhshiyyah
2) Ahkaam Madaniyah
3) Al-Ahkaam Jinayah
4) Al-Ahkaam al-Murraffa’aat
5
5) Al-Ahkaam
6) Al-Ahkaam al-iqtishaadiyah wal maaliyah Izzudin
Ibnu Abdis-salaam membagi masalah fiqh kepada delapan bagian, yaitu:
a. Fiqih ibadah
b. Fiqih ahwaal syakhshiyah
c. Jinayah
d. Murraffa’aat
e. Dauliyah
f. Madaniyah
g. Iktishadiyah
h. Harb
Tidak tertinggal dari pendidikan sendiri berperan dalam perkembangan islam dari
Ibnu Taimiytah dalam mengemukakan sistem pemikiran, Ibn Taimiyah t selalu berpegang
teguh pada al-Quran dan Hadits, dan pendapat-pendapat para sahabat. Walaupun demikian ia
tetap mepergunakan akal dengan semestinya, dan meletakan kedudukan akal di belakang al-
Quran dan Hadits. Ia juga tidak setuju dengan fanatisme dan kejumudan.

2. Mesir
Republik Arab Mesir dengan ibu kota Kairo adalah sebuah negara yang berada di
kawasan Afrika. Dengan luas wilayah 1.001.449 km². Bahasa resmi negara ini adalah bahasa
Arab. Sesudah abad ke-6 SM, wilayah ini terkena pengaruh Persia dan tahun 525 SM, Mesir
dikuasai selama hampir 2500 tahun oleh dinasti asing. Agama Kristen sampai ke lembah Nil
dan dalam tahun 639 tentara Arab masuk dari Timur.
Mereka jadikan Mesir masyarakat Arab dan Islam Pada tahun 1978 pasukan Inggris
menyerbu Mesir dan mulai saat itu Inggris di bawah komando Napoleon berkuasa disana
sampai lebih kurang 124 tahun. Pada tahun1922, Inggris menyatakan akhir kekuasaannya
atas Mesir dan menyetujui Ahmad Fuad sebagai raja Mesir. Satu tahun kmudian keluar
konstitusi Mesir yang mempunyai tiga kekuasaan. Pertama, kekuasaan ekskutif oleh raja dan
menteri-menteri; kedua, kekuasaan legislatif oleh parlemen; dan ketiga, kekuasaan
kehakiman dibawah undang-undang. Sebagian ulama, seperi yang tergabung “ikhwan al-
shofa”, berusaha agar di berlakukannya hukum Syari’ah di Mesir dan bukan hukum Barat.
Namun ternyata banyak ulama’ di sana yang berpendapat bahwa menjalankan syari’at
Islam tidak harus kembali kepada fiqh. Perkembangan zaman menghendaki interpretasi baru
terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah. Akhirnya, hukum yang berlaku di sana adalah syari’at
6
Islam dengan interpretasi baru, yang sudah barang tentu, sebagian materi hukum Eropa di
masukkan. Sementara, Syiria dan Libanon belakangan, menjalankan undang-undang hukum
perdata yang berasal dari hukum perdata yang diadopsi oleh Mesir tersebut. Menurut
Coulson, hal ini berakibat hukum yang berasal dari Eropa menjadi bagian integral dan pokok
dalam sistem hukum kebanyakan negara Timur Tengah.
Pada tahun 1952, Mesir menjadi republik; 1958, Mesir dan Syyiria menjadi republik
Arab persatuan, kemudian pada tahun 1961, Mesir kembali berdiri sendiri sebagai republik
Mesir.
a) Sistem Tasyri’ di Mesir.
Di pengadilan Mesir, madzhab Syafi’i menjadi madzhab yang dianut. Hal ini terjadi
pada masa Fatimiyah. Demikian pula pada kekuasaan Ayyubiyah yang mengadakan sistem
empat hakim berdasarkan empat madzhab yang ada yaitu, madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hambali. Dengan madzhab yang pertama yang menjadi prioritas adalah madzhab Syafi’i.
Setelah di bawah daulah Ustmaniyah, madzhab yang dianut pengadilan Mesir adalah
madzhab Hanafi. Kemudian pada tahun 1875, dibentuk pengadilan yang tidak mengadili
berdasarkan hukum undang-undang perdata, undang-undang dagang, undang-undang
kedaulatan, undang-undang pidana, dan undang-undang hukum acara pidana diperbaiki, yang
mnyebabkan pengambilan undang-undang Perancis sebagai bahan ijtihad hakim pada
pengadilan di Mesir.
b) Qanun-qanun yang baru:
1) Undang-undang hukum pidana Undang-undang ini keluar tahun 1937 no 58 tahun
1937, memuat 395 pasal dilengkapi pula dengan undang-undang no 68, 136, 290-
308 tahun 1956 dan Undang-undang no 112 tahun 1958.
2) Undang-undang perdata (Madani) Undang-undang perdata Mesir mengalami
sejarah yang panjang mulai tahun 1936, kemudian diganti dengan undang-undang
tahun 1938, tahun 1942, tahun 1945, 1948, 1949. Undang-undang Perdata Mesir
memuat 1149 pasal, yang mengambil tiga sumber : Perbandingan undang-undang,
ijtihad Hakim Mesir, dan dari Syari’at Islam. Dalam pasal pertamanya dinyatakan
bahwa hakim harus berpegang kepada prinsip-prinsip Syari’ah Islamiyah di kala
tidak ada nash atau uruf.
3) Undang-undang hukum acara perdata dan acara dagang. Undang-undang ini
dikeluarkan tahun 1944, kemudian di perbaiki tahun 1949, Undang-undang ini
memuat 858 pasal ditambah kitab keempat dengan undang-undang nomor 126

7
tahun 1951, tentang hukum acara ahwal syahsiyah sehingga menjadi seluruhnya
1230 pasal, yang diperkuat dengan Undang-undang no 137 tahun 1956.
4) Undang-undang Hukum Acara Pidana. KUHAP Mesir keluar tahun 1950 dengan
undang-undang no 150 tahun 1950, terdiri dari 560 pasal terbagi kepada empat
kitab. Undang-undang ini diperkuat dengan Undang-undang no 121 tahun 1956,
Undang-undang no 37, 113 tahun 1957, no 45 tahun 1958.
5) Undang-undang hukum syar’i lainnya Selain undang-undang tersebut di atas di
Mesir dikodifisir pula hukum-hukum sebagai berikut :
a. Undang-undanng Mawaris tahun1934 Dalam undang-undang ini diambil
dari berbagai madzhab, dengan berpegang pokok kepada kitab Qudry
Pasha Kitab Mursyid Al-Hairaan Ilaa Ma’rifati Ahwaal al-Insan.
b. Undang-undang tentang wakaf, tahun 1946, diperbaharui dengan Undang-
undang tentang wakaf no. 180 tahun 1952, yang menghapuskan wakaf ahli
(selain wakaf khairi) dijadikan Lembaga Hibah, dan diperbaharui pula
dengan undang-undang nomor 29 tahun 1960.
c. Undang-undang tentang wasiyat, tahun 1946. undang-undang ini
mengambil bermacam-macam madzhab seperti Hanafi dan mengambil
juga dari madzhab Ja’fari yang membolehkan wasiyat kepada waris (ps.
27). Dan mengharuskan wasiyat dengan tertulis secara resmi (ps. 2) dan
lain-lain .
Agar tetap terjalannya hukum atau peraturan disana dibangunlah bebrapa sekolah
yang bersistem modern  seperti :
            1.  Sistem Sekolah Sekuler (Umum)
Jenjang pertama yang dikenal dengan “Sekolah Dasar” mulai dari “Grade 1” samapai
“Grade5” , dan jenjang kedua, yang dikenal dengan “Sekolah Persiapan”, mulai dari “Grade
6” sampai ”Grade” 8. Sekolah persiapan ini baru menjadi pendidikan wajib dalam tahun
1984. Pada sekolah umum tahun pertama (Grade 9) adalah kelas pertama pada Grade 10
murid harus memilih  antara bidang sains dan non sains (IPA vs Non IPA) untuk Grade 10
dan 11.
Pendidikan tinggi di universitas institusi spesialisasi lainya mengikuti pendidikan akademik
umum. Pendidikan pada sebagian lembagaa pendidikan tinggi berlangsung selama dua, empat
atau lima tahun tergantung pada program dan bidang yang dipilih.
2.  Sistem Sekolah Al-Azhar

8
    Sistem sekolah ini hampir sama dengan sistem sekolah sekuler ada tingkatan sekolah
dasar. Perbedaannya ialah bahwa pendidikan agama Islam lebih mendapat tekanan. Dalam
kurikulumya terdapat perbedaan, murid boleh memilih apakah ingin masuk ke sekolah umum
dua tahun lagi atau masuk ke sekolah agama selama dua tahun.
      Pada tingkatan universitas, misalnya terdapat fakultas-fakultas umum konvensional
seperti kodokteran, Teknik, Farmasi, Pertanian dan lain-lain, juga memiliki fakultas Darul
‘Ulum yang menyelenggarakan studi Islam.
3. Pendidikan Nonformal
      Pendidikan Nonformal didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan pendidikan
terencana diluar sistem pendidikan ini dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pendidikan
bagi kelompok-kelompok orang tertentu apakah itu anak-anak,generasi muda, atau orang
dewasa; apakah mereka laki-laki atau perempuan, petani, pedagang, atau pengrajin; apakah
mereka dari keluarga orang kaya atau keluarga miskin.

3. Libanon
Libanon seperti negeri Arab lainnya pernah di bawah Daulat Ustmaniyah. Ssetelah perang
dunia I, Libanon berdiri sendiri dan mengambil hukum sendiri. Disamping berdasarkan
syari’at, juga mengambil dari hukum Prancis dan Eropa lainnya. Perundang-undangan yang
dibuat diantaranya adalah :
a. Undang-undang Kepemilikan, (hak milik) Undang-undang no. 186-189 tahun 1926.
b. Undang-undang Kewajiban-kewajiban dan perjanjian-perjanjian, tahun 1932.
c. Undang-undang Hukum Acara Perdata, tahun 1933.
d. Undang-undang Hukum Dagang Laut/ Kelauutan, tahun 1934.
e. Undang-undang Hukum Acara Pidana, tahun 1948.
f. Undang-undang yang lainnya.
Adapun mengenai penulisan kitab-kitab fiqh seperti halnya di Mesir, fiqh ditulis
dengan uraian-uraian secara keilmuan, tidak lagi menjadi kesatuan fiqh seluruhnya,
melainkan kitab fiqh dalam satu maudlu, seperti kitab waqf susunan Zudi Yakun, dan lain-
lain kitab penerbitan Libanon yang mengkompilasikan pendapat-pendapat madzhab-mazhab .
Selain undang-undang tersebut ada pula undang-undang tentang wakaf tahun 1947
sama dengan undang-undang wakaf di Mesir yang menghapuskan lembaga wakaf dzurri
menjadi hibah. Bagi kaum sunni masalah diajukan ke Mahkamah Sar’iyah Ja’fariyah. Bagi
kaum Druz, undang-undang Al-Ahwal Syahsiyah tahun 1948, khusus berdasarkan ijtihad

9
setempat. Bagi non muslim diundangkan pula undang-undang bagi non muslim seperti
hukum waris bagi non muslim, tahun 1959, dan undang-undang tentang wasiyat.

4. Syiria
Syiria adalah seperti halnya Libanon sebelum perang dunia di bawah Ustmani, yang
dalam hal hukum Madaniyah tunduk kepada Majallah Al-Adliyah. Kemudian diganti dengan
qunun madani yang baru. Tahun 1947 dikeluarkan undang-undang sipil dan dagang.
Dan sesuai dengan gambaran hukum syara’ dikeluarkan undang-undang nomor 84
tahun 1949, tentang hukum sipil yang mengandung 1130 pasal. Kemudian tahun 1949 pula
dikeluarkan undang-undang tentang pidana dan undang-undang tentang hukum dagang.,
meliputi 774 pasal mengambil dari undang-undang Libanon, Irak dan Mesir dengan
pengecualian yang khusus untuk Syiria, yang dilengkapi dengan Undng-undang nomor 31
tahun 1953. Adapun undang-undang hukum pidana meliputi 756 pasal yang dasarnya diambil
dari hukum Libanon dan dilengkapi dengan undang-undang hukum pidana Syiria no. 85
tahun 1953. Tahun 1950 Syiria mengikuti Libanon dalam penyusunan hukum syari’i yang
baru, Undang-undang Hukum Dagang di Laut, Undang-undang Hukum Acara Pidana dan
Hukum Pidana Militer, semuanya menukil dari Libanon. Tahun 1953, Syiri’a mengeluarkan
undang-undang tentang Al-Ahwal asy-syakhsyiyah dan undang-undang tentang hukum acara.
Untuk hukum acara dilengkapi dengan Undang-undang no. 85 tahun 1958 dan Undang-
undang no. 50 tahun 1959.
Tentang Undang-undang Al-Ahwaal al-Syakhsyiyah, Syiria yang penduduknya
mayoritas muslim sunni, madzhab Hanafi selalu menjadi madzhab resmi dalam hal fatwa dan
pengadilan, tentang al-ahwal asy-syakhsyiyah. Dalam undang-undang Dasar Syiria tahun
1950 disebutkan pada pasal tiga tentang kedudukan fiqh Islam di Syiria, bahwa agama
Presiden Republik Syiria harus Islam, dan Fiqh Islami adalah sumber pokok undang-undang
di Syiria. Undang-undang hukum sipil Syiria yang meliputi 380 pasal, meliputi masalah
perkawinan, talak, khulu’ dan cerai, hukum anak-anak, keturunan, hadlanah, radla’ah,
nafakah, hukum keluarga dan perwalian, hukum wasiyat dan mawaris.

5. Yordania
Tasyri’ Ustmani selalu menjadi asas tasyri’ di Yordania dan Palestina, kemudian di
Yordania pada tahun 1946 dan 1951 dikeluarkan peraturan perundang-undangan antara lain :
a. Undang-undang Hukum Sipil dan Hukum Dagang Undang-undang ini dasarnya
dipakai undang-undang Ustmani dan dari undang-undang Mesir dan Syiri’a
10
b. Undang-undang Hukum acara, dilengkapi dengan undang-undang tahun 1928 dan
undang-undang no. 33 tahun 1946.
c. Undang-undang Hukum Pidana. Undang-undang Ustmani berlaku sampai tahun 1951,
dengan dikeluarkannya undang-undang pidana baru Yordania, kemudian diperbaiki
dengan undang-undang no. 16 tahun 1960.
d. Undang-undang Hukum Pidana Militer, dikeluarkan tahun 1952.
e. Undang-undng Hukum Acara Pidana.
f. Undang-undang Yordania lainnya:
1. UU Penerbanngan Sipil tahun 1953
2. UU Merk Perdagangan tahun 1952
3. UU Hak Paten tahun 1953
4. UU kepegawaian atau Buruh tahun 1960.
Tentang al-Ahwal al-Syakhsyiyah Pemerintah Yordania sangat memperhatikan
hukum syara’ yang berhubungan dengan ahwal al-syakhsyiyah. Pada tahun 1927 dikeluarkan
peraturan perundang-undangan tentang keluarga yang diambil dari hukum Ustmani.
Pada tahun 1951 dikeluarkan UU nomor 2 tentang Hukum Kkeluargaan Yordania
yang baru yang mengatur ahwal al-syakhsyiyah kecuali masalah wasiat dan mawaris .

6. India dan Pakistan Islam,


Keberadaannya sebagai pemegang pemerintahan di India dimulai ketika Zahiruddin
Babur (1482-1530) mendirikan kerajaan islam di Mughal, disana mengambil Delhi sebagai
ibu kotanya. Tidak jauh berbeda dari dinasti sebelumnya, Abbasiyah, disana diterapkan
hukum syari’ah yang diambil dari mazhab Fiqih Hanafi. Ketika koloni Inggris berkuasa
disana, mulanay mempertahankan hukum syari’at di kalangan komunitas muslim. Tetapi
memasuki tahun 1864, secara berangsur-angsur, baik yang mnengatur perseorangan maupun
orang banyak, tidak bisa tidak, harus disesuaikan dengan hukum inggris, karena para hakim
yang terdidik dengan hukum inggris secara otomatis memperkenalkan hukum aturan inggris.
Disini lain, penginggrisan hukum dimaksudkan untuk keseragaman bagi masyarakat
yang beragam latar belakng budaya dan agama mereka . Pada abad kesembilan belas, ummat
islam india dapat dikatakan masih hidup dengan tradisi kebesaran dan kemegahan masa lalu.
Tetapi, pada abad kedua puluh, sebagian dari rakyat muslim india telah bangkit dengan visi
yang campur aduk antara kebesaran masa lalu yang telah hilang dan impian kebesaran yang
akan datang. Setelah abad ketiga belas atau sekitar itu, orang menduga bahwa dari segi
agama, islam mengalami kemandekan--yaitu tetap berada dalam bentuk yang dicetak oleh
11
ulam’-ulama dari abad-abad pembentukan sebelumnya. Bahkan sering kali mereka
beranggapan bahwa kalupun ada perubahan, maka perubahan itu berisi kemunduran.
Para pemimpin muslim india pada pertengahan abad kesembilan belas hidup dalam
kehidupan baru, berpikir dengan pikiran baru, lain dari kehidupan dan pemikiran orang-orang
tua dan nenek morang mereka. Perkembangan islam yang pokok dari modernisme islam di
india adalah perkembangan islam liberal yagn sejalan dengan kebudayaan barat abad
kesembilan baelas ini. hal ini dilakukan dengan memisahkan prinsip-prinsip dari nash hukum,
memisahkan agama dari manifstasi-manifestasi dan terutama dari kerusakan, kemunduran
masyarakat islam;menolak tambahan-tambahan atau interpretasi yang salah, dan menekankan
ajaran-ajaran pokok semua agama, selain itu, selain, terdapat juga perubahan sikap. Yaitu
bersedia menggarap dunia dan memakai pendekatan-pendekatan secara dinamis. Tokoh yang
paling menonjol dalam gerakan ini adalah Sir Sayid Ahmad Khan dengan aligharnya yang
bangakit pada bagian akhir dari abad kesembilan belas .
Sayid Ahmad, pikirannya tidak mau terbelenggu oleh otoritas hadits dan fiqih, ia
menyerap jiwa kebudayaan Barat terutama rasionalisme, semua diukur dengan kritik rasional.
Akibatnya, ia menolak semua hal yang bertentangan dengan logika dan hokum alam.
Pertama-tama ia hanya mau mengambil al-Qur’an sebagai yang menentukan bagi islam;
Sedangkan yang lainnya adalah membantu. Ia memulai sama sekali dengan al-Qur’andan
dibawa untuk mengauraikan tentang relevansinya dengan masyarakat baru pada zamannya.
Dengan itu sudah barang tentu ia menolak otoritas lama (taqlid). Pada tahun 1920 perguruan
tinggi Aligharh ditingkatkan menjadi Universitas penuh. Paham mosernisme islam tetap
dipancarkan oleh universitas ini. Pada tahun 1937 Universitas ini berada di bawa All India
Muslim League, dan pada tahun 1941 menjadi pusat perjuangan Pakistan. Kemudian Amir
Ali, seorang pemikir islam India, ia menyayangkan kemunduran islam, sewaktu amalan-
amalan agama islam diganti dengan usaha-usaha yang tidak sungguh-sungguh, orang lebih
mengikuti huruf dari pada jiwa, dan inisiatif tidak ada sama sekali. Inilah sebabnya mengapa
ijtihad diperlukan, dengan perkataan lain, hukum islam harus terus berkembang .

7. Turki Utsmani
Menurut Coulson, pada abad kesembilan belas, hukum eropa mempunyai tempat
pijakan di pemerintahan Utsmani melalui sistem kapitulasi. Dengan sistem ini penguasa Barat
menjamin bahwa warga negara mereka di Timur Tengah akan diatur dengan hukum mereka
sendiri. Hal ini meyebabkan akrabnya hubungan antara orang islam Turki dengan orang

12
Eropa. Penerimaan terhadap peradaban barat ditandai oleh lahirnya beberapa Undang-undang
dan upaya kekuasaan di negeri Utsmani pada abad itu .
Sultan Mahmud II (1785-1838 M) adalah kepala negara Utsmani pertama yang
menunjukkan bahwa hukum negara harus menerima pemikiran Barat. Ia dengan tegas
mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusn dunia.urusan agama diatur oleh
hukum syari’ah, sedangkan urusan dunia diatur oleh hukum non syari’ah. Pada tahun 1840
pemerintah mengeluarkan Undang-undang hukum pidan baru, pada tahun 1847 mendirikan
mahkamah-mahkamah baru untuk urusan pidan dan perdata, dan pada tahun 1850
mengeluarkan Undang-undang hukum dagang baru . Undang-undang ini menurut Coulson,
sebagian hasil terjemahan dari Undang-undang hukum dagang Prancis. Ada juga piagam
yang diumumkan atas desakan negara-negara barat pada kerajaan utsmani, dimaksudkan
memberi muatan Undang-undang yang banyak menguntungkan kedudukan orang-orang
Eropa diwilayah pemerintahan Utsmani (piagam Humayun).
Dalam mewujudkan cita-cita menjawab tantangan zaman modern, di kerajaan
Utsmani muncul gerakan Utsmani Muda. Salah satu misi perjuangannya adalah menciptakan
konstitusi, sebuah lembaga untuk membatasi kekuasaan Sultan dan lembaga kekuasan lain
yang secara tradisional mempnyai kekuasaan absolut. Namun, karen masyarakat belum siap,
konstitusi justri mengukuhkan kekuasaan absolut Sultan.
Dengan demikin, secara formal, perjuangan Utsmani Muda berhasil melahirkan
konstitusi, tetapi misinya gagal, tidak dapat membatsi kekuasaan absolut pemguasa
pemerintahan. Perjuangan yang dilkukan oleh gerakan lain, Turki Muda, tidak lain
dimaksudkan untuk membawa kerajaan Utsmani menjadi sejajar dengan negara-negara eropa,
baik teknologi maupun pranatasosialnya.

            Jadi dapat dipahami Tasyri’ di Negara-negara timur tengah sekarang yang


jelas masih berpegang pada peraturan-peraturan islam yang berlandasan Al-quran dan As-
Sunnah, dan dikembangkan atau diterapkan juga pada peradilan dalam islam dam bentuk
undang-undang baik itu pidana atau perdata dalam mengatur kehidupan manusia sehari-hari.
Di dalam perkembangan Fiqih juga sangat pesat baik dari segi muammalat (jual-beli),
masalah waris, dll, walaupun banyak beberapa problem dikarenakan zaman yang sangat
modern dan canggih, supaya ulama mengerti dunia modern maka ulama harus mempelajari
ilmu pengetahuan modern. baik peraturan ataupun hukum dalam fiqih harus dikembangkan
mengikuti perkembangan zaman.

13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tasyri’ menurut istilah syara’ dan qanun  berarti upaya penyusunan undang-undang
dan hukum Islam sebagai pedoman bagi masyarakat dan umat Islam.
Tasyri’ di Negara-negara timur tengah sekarang yang jelas masih berpegang pada
peraturan-peraturan islam yang berlandasan Al-quran dan As-Sunnah, dan dikembangkan
atau diterapkan juga pada peradilan dalam islam dam bentuk undang-undang baik itu pidana
atau perdata dalam mengatur kehidupan manusia sehari-hari. Di dalam perkembangan Fiqih
juga sangat pesat baik dari segi muammalat (jual-beli), masalah waris, dll, walaupun banyak
bebrapa problem dikarenakan zaman yang sangat modern dan canggih, baik peraturan
ataupun hukum dalam fiqih harus dikembangkan mengikuti perkembangan zaman.

14
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Belajar Islam di Timur Tengah

dharwanto.blogspot.com.dilihat 13 07 2021 jam 08.00

Hourani Albert, 1992, Arabi Thought in the Liberal Age, 1798-1939 ,London :

Khallaf, Abdul Wahhab, 2005, Sejarah Hukum Islam, Bandung: Marja


Oxford Univ. Press.

Ramayulis, 2012, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia

15

Anda mungkin juga menyukai