Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang diridhai Allah. Agama yang bersifat universal,
tidak terbatas oleh waktu dan tempat tertentu. Dan ruang lingkup keberlakuan
ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam
adalah untuk semua umat manusia. Islam dapat diterima oleh seluruh manusia
di muka bumi ini atas kehendak-Nya. Sejak awal mula sejarah islam hukum
bersumber pada Syari’ah (wahyu Allah dan sunnah Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam). Dan dalam pembahasan hukum islam, terdapat
masa-masa dimana terdapat penetapan hukum islam dari Rasulullah saw
hidup, hingga diturunkan kepada sahabat sahabat, dan tabiin. Pada kesmpatan
ini saya selaku penulis akan mejabarkan tentang penegakan hukum pada masa
tabi’in.

Sebelum kita membahas tentang kondisi hukum Islam pada masa Tabi’in
maka sebelumnya kita harus mengetahui dahulu apa itu sahabat Tabi’in.
Tabi’in atau Tabi’i adalah setiap umat islam yang tidak pernah bertemu
dengan Rasulullah, akan tetapi pernah bertemu dengan para sahabat serta
meninggal dalam keislaman. Yang tidak mengalami zaman Rasulullah dan
juga sahabat, akan tetapi bertemu dengan golongan Tabi’in, itu disebut
Tabi’ut-Tabi’in.

Dari penjelasan ini jalas bahwa Tabi’in tidak harus melihat baginda
Rasulullah SAW. Sebab jika ia melihatnya, maka artinya ia termaksud sahabat
Rasulullah. Selain itu juga tidak diisyaratkan harus bertemu dengan sahabat
seperti yang dikuatkan oleh para ulama hadis, tidak diisyaratkan harus

1
meriwayatkan hadis dari seorang sahabat, namun cukup hanya melihat dan
bertemu ketika ia sudah berusia tamyiz( balig).1

lalu seperti apa penegakan hukum pada priode tabi’in ini berlangsung?
Dimakalah inilah saya akan menjabarkan apa yang dimaksud dengan tabi’in,
seperti apa kondisi tasyri pada masa tabi’in, dan Bagaimana pengaruh hadist
dan ahli-ahli Ra’yu terhadap prosesi Tasyri’ pada priode Tabi’in .

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tabi’in?
2. Seperti apakah kondisi tarikh tasyri’ dimasa Tabi’in?
3. Bagaimana pengaruh hadist dan ahli-ahli Ra’yu terhadap prosesi
Tasyri’ pada priode Tabi’in ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Tabi’in
2. Untuk memahami tentang kondisi tarikh tasyri pada masa Tabi’in
3. Untuk mengetahui pengaruh dan ahli-ahli Ra’yu terhadap prosesi
Tasyri pada priode Tabi’in.

1 Imam as-sayuthi, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Pustaka al-kausar, 2003)


hlm.34

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tabi’in

Tabi'in artinya pengikut, yaitu orang Islam yang masa hidupnya setelah
Para sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup di masa Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Generasi Tabi’in mengambil dan penerimaan
pelajaran dari sahabat mengenai tafsir Al-Qur’an, hadis, fatwa-fatwa mereka
dan lebih khususnya pengetahuan penetapan hukum serta metode- metode
penetapan-penetapan hukum.2 Keberadaan Tabi’iin ini diisyaratkan dalam Al-
Qur’an surat (At-Taubah 100).

ُ‫ٱَّللُ َع أن ُه أم َو َرضُوا َع أنه‬


َّ ‫ي‬ ِ ‫ار َوٱ َّلذِينَ ٱت َّبَعُو ُهم ِبإ ِ أح َّٰ َس ٖن َّر‬
َ ‫ض‬ ِ ‫ص‬َ ‫س ِبقُونَ أٱۡل َ َّولُونَ ِمنَ أٱل ُم َّٰ َه ِج ِرينَ َو أٱۡلَن‬ َّ َّٰ ‫َوٱل‬
١٠٠ ‫َوأ َ َعدَّ لَ ُه أم َج َّٰنَّتٖ ت أَج ِري ت أَحتَ َها أٱۡل َ أن َّٰ َه ُر َّٰ َخ ِلدِينَ فِي َهآ أ َ َبد ۚا َّٰذَ ِلكَ أٱلفَ أو ُز أٱل َع ِظي ُم‬
Artinya: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai
di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar. (At-Taubah: 100).3
Keberadaan Tabi’in juga dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam sabdanya:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian
orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-
orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’uttabi’in). ”[Diriwayatkanoleh
Al-Bukhaariy no. 3650. Diriwayatkan pula oleh Muslim no. 2535, An-
Nasaa’iy 7/17, Ahmad 4/426-427, dan Abu Dawud no. 4657.].

2 Abdul wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan perkembangan Hukum Islam, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo), 2002, h.74
3 Kementrian Agama, Ummul Mukminin Al-Qur’an dan Terjemahan UNTUK Wanita.
(Jakarta:WaliOasisTerrace Recident,) hlm.203

3
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam memberitakan, sesungguhnya sebaik-baik generasi adalah generasi
Beliau secara mutlak. Itu mengharuskan (untuk) mendahulukan mereka dalam
seluruh masalah (berkaitan dengan) masalah-masalah kebaikan”.4
Untuk tabaqat pertama, para ulama sepakat memberi batasan bahwa
mereka adalah tabi'in yang pernah berjumpa dan bersahabat dengan sepuluh
sahabat yang dijanjikan Rasulullah SAW akan masuk surga. Mereka itu adalah
Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Sa'id bin Abi Waqqas, Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufail, Talhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin
al-Jarrah. Mereka yang dipandang sebagai tabi'in tabaqat pertama di antaranya
Abu Usman an-Nahdi, Qais bin Abbad, Abu Husain bin Munzir, Abu Wa'il
dan Abu Raja' at-Taridi. Tabi'in yang diketahui paling dulu meninggal adalah
Abu Zaid Ma'mar bin Zaid (wafat tahun 30 Hijriyah).
Tabaqat Tabi-in yang paling akhir, menurut pandangan al-Hakim, ialah
tabi'in yang sempat berjumpa atau melihat sahabat paling akhir dan
menyaksikan wafatnya sahabat tersebut (man laqiya akhiras shahabata
mautan (siapa yang melihat/menyaksikan paling akhir wafatnya seorang
sahabat). Mereka yang termasuk tabi'in tabaqat terakhir ialah tabi'in yang
berjumpa dengan Abu Tufail Amir bin Wa'ilah di Mekah yang berjumpa
dengan as-Saib di Madinah yang berjumpa dengan Abu Umamah di Syam
(Suriah) yang berjumpa dengan Ubaidilah bin Abi Aufa di Kufah yang
berjumpa dengan Anas bin Malik di Basra dan berjumpa dengan Abdullah az-
Zubaidi di Mesir. Tabi'in yang paling akhir wafatnya ialah Khalaf bin
Khalifah (wafat tahun 181 Hijriyah), karena ia sempat berjumpa dengan Abu
Tufail di Mekah. Dengan demikian, periode tabi'in berakhir tahun 181
Hijriyah bersamaan dengan masa pemerintahan Harun ar-Rasyid (170-194
Hijriyah) dari Bani Abbas.

4 Imam Ibnul Qoyyim, I’lamulMuwaqqi’in, 2/398, (DarulHadits, Kairo), Th. 1422


H / 2002M.

4
Di antara tabi'in yang mempunyai peran besar dalam pengembangan ilmu
agama Islam ialah Sa'id bin Musayyab, Nafi' Maula bin Amr, Muhammad bin
Sirin, Ibnu Syihab az-Zuhri, Sa'id bin Zubair al-Asadi al-Kufi dan Nu'man bin
Sabit. Sa'id bin Musayyab lahir pada tahun 15 Hijriyah, tahun kedua pada
pemerintahan Khalifah. 5

B. Kondisi Tarikh Tasyri’ Dimasa Tabi’in

Perkembangan hukum islam tidak terhenti hingga masa sahabat saja, akan
tetapi berlangsung terus menerus. Menjelang berakhirnya periode sahabat telah
muncul pula para cendrakiawan dan tokoh-tokoh fikih dari tabi’in. Kalau masa
Nabi SAW dan masa sahabat biasa disebut “fase permulaan dan persiapan
fikih Islam” , maka pada masa tabi’in dan dua atau tiga kurun generasi
berikutnya lazim dinamai “fase pembinaan dan pembukuan fikih Islam” yang
berlangsung sekitar 250 tahun yakni sejak masa-masa akhir abad pertama
hijrah sampai pertama abad keempat hijriah.

Saat itu pandangan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan sungguh


antusias terbukti dengan banyaknya pembuktian ilmu pengetahuan yang terdiri
diantaranya tentang hukum Islam, As-Sunnah, tafsir dan lain-lain. Karena
banyaknya sahabat-sahabat yang sudah wafat, maka sebagian sahabat yang
masih hidup adalah sebagai guru dari orang-orang yang meminta fatwa serta
belajar kepadanya, mereka mempunyai hadits-hadist dan yang diriwayatkan
dalam jumlah yang besar, sebagian diantaranya : Musnad Abu Hurairah 313
halaman dari Musnad Ahmad bin Hambal, Musnad Abdullah bin Umar 156
halaman, dalam Musnad Abu Bakar tertulis 41 halaman serta Musnad Ali
dalam 85 halaman.

Zaman tabi’in ini pemerintahanya dipimpin oleh Bani Umayyah.


Pemerintahan ini dipimpin oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan radhiallahu’anhu
yang sebelumnya pernah menjadi Gubernur Damaskus. Fitnah besar yang

5 http://id.m.wikipedia.org>wiki>Tabi’in, diakses pada 24 Novemver 2018

5
dihadapi umat islam pada akhir pemerintahan khalifah Ali ibn Abi Thalib
radhiallahu’anhu ini adalah tahkim.

Pendukung Ali yang tidak menyetujui tahkim tidak lagi mendukung Ali
(sehingga mereka keluar dari Jama’ah umat rasulullah Shallallau’alaihi
Wasallam) yang kemudian dikenal sebagai Khawarij. Kelompok ini memusuhi
sahabat bahkan mengkafirkan orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim.
Dengan terbunuhnya Ali kemudian Muawiyah mengambil alih kepemimpinan
umat islam dengan digantinya sistem pemerintahan menjadi sistem kerajaan.
Ketika itu umat islam, terpecah menjadi 3 yaitu golongan khawarij, golongan
syi’ah, dan jumhur. Fase ini merupakan awal zaman Tabi’in.6

Tiga aliran ini pada awalanya merupakan aliran politik, karena sumber
akhtilaf mereka adalah masalah kepemimpinan umat islam. Dalam perjalanan,
Khawarij berubah menjadi aliran kalam. Sedangkan Syiah mermperkuat
eksistensinya dalan aliran politik dengan membangun berbagai doktrin-doktrin
dan ajarannya. Adapun Jumhur tetap setia mendukung pemerintahan Quraisy. 7

Khawarij sebagaimana dijelaskan oleh al-Syahrastani terbagi menjadi


banyak kelompok (sekte), diantaranya sekte Muhakkimah, al-Azariqah, al-
Najdah, dan al-Ajaridah. Karena termasuk aliran teologi (kalam), pemikiran
Khawarij lebih dikenal dalam bidang kalam.

1. Pemikiran Khawarij
Khawarij adalah mereka yang kecewa dengan proses tahkim (Perdamaian)
pada masa Ali. Akibat kejahilan mereka akan ilmu Sunnah Rasulullah
Shallalahu’alaihi Wasallam, mereka mengkafirkan Ali pun juga Muawiyah
Radhiallahu’anhuma serta siapa saja yang terlibat dan setuju dengan tahkim.

6 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya), 2003, h.53-54.

7 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 97

6
Dan mereka berpendapat wajib untuk melantik seorang khalifah yang taat
agama versi mereka.
Pertama, umat Islam yang tergolong Jumhur atau Sunni percaya bahwa
kepemimpinan mesti dipegang oleh Quraisy. Sebaliknya, menurut Khawarij,
pemimpin umat Islam berhak menjadi pemimpin, apakah ia berasal dari
kalangan merdeka maupun dari kalangan budak. Karena pendapat diatas
merupakan gagasan baru, terutama dari sudut waktu, al-Syahrastani
menyebutkan sebagai gagasan bid’ah. 8
Kedua, dalam al-Qur’an terdapat sanksi bagi pelaku zina, yaitu dicambuk
100 kali. Disamping itu, dalam sunnah ditentukan bahwa sanksi bagi pelaku
zina adalah rajam. Dalam hadits riwayat Muslim dari Yahya Ibn Yahya at-
Tamimi, Hasyim Mansyur, al-Hasan, Hattan Ibn ‘Abd Allah al-Ruqasyi, dari
‘Ubadah Ibn al-Shamitt disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda yang
artinya: “Ambillah dariku, ambillah dariku. Allah telah memberikan jalan
kepada perempuan; sanksi zina bagi laki-laki (yang belum menikah) dari
perempuan (yang belum menikah) adalah seratus kali pukulan serta diasingkan
selama setahun; sanksi zina bagi laki-laki yang sudah menikah dan bagi
perempuan yang sudah menikah adalah seratus kali pukulan dan rajam.”
Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan tambahan sanksi bagi
pelaku zina yang terdapat dalam hadits diatas. Mereka berpendapat bahwa
sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah dengan
rajam. Sebab, sanksi ditetapkan dalam al-Qur’an, sedangkan rajam ditetapkan
dalam Sunnah.9
Ketiga, dalam al-Qur’an terdapat perempuan yang haram dinikahi. Diantara
yang haram dinikahi adalah anak perempuan, banatukum. Menurut Jumhur
Ulama, kata banatukum tidak terbatas pada anak tetapi mencakup pula cucu
dan terus dalam garis keturunan kebawah. Dengan demikian, jumhur

8 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


hlm. 97

9 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 97-98

7
berpendapat bahwa menikah dengan cucu (terus kebawah) adalah haram.
Khawarij berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh (halal
atau tidak haram), sebab diharamkan dalam al-Qur’an adalah anak cucu tidak
diharamkan.10
Keempat, Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan
permpuan yang tidak masuk sekte Khawarij tidaklah sah (sebab mereka
dianggap kafir). Sekte Ibadiyah berpendapat bahwa orang yang sekelompok
dengannya meskipun melakukan sahalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah
kafir, tetapi menikahi mereka dibolehkan.11
Kelima, ketika terjadi perang antar kelompok Khawarij dan umat Islam
yang bukan Khawarij, yang boleh dijadikan Ghanimah menurut Ibadiyah yang
hanyalah senjata dan kuda. Selain senjata dan kuda tidak halal dijadikan harta
rampasan perang. 12
2. Pemikiran Syiah
Syi’ah adalah orang- orang yang fasik dengan dalih mengutamakan Ali-
Bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu. Mereka mengangap khalifah hanya milik Ali
dan keturunannya saja, pemikiran ini muncul dari seorang yang bernama
Abdullah bin Saba’ yang berpura-pura masuk Islam pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Abdullah bin Saba adalah seorang
Yahudi dari Shan’a, Yaman, yang berpura-puramasuk Islam dan berpura-pura
menampakkan rasa cinta kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Dialah
yang menjadi penyebab utama terbunuhnya Utsman bin Affan radhiallahu
‘anhu.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Syiah menurut kelompok umat
Islam berpihak kepada Ahl al-Bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak

10 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 98

11 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 98

12 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 98

8
menjadi pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad wafat adalah Ali Ibn
Abi Thalib., karena beliau adalah anggota keluarga (laki-laki) Nabi yang
terdekat, anak paman Nabi. Dalam perjalanan sejarahnya, Syiah terpecah
menjadi beberapa sekte.
Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syiah adalah sebagai
berikut.:
Pertama, al-Qur’an dan Sunnah dalam pandangan mereka memiliki 2
makna, makna lahir dan makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui
makna batin al-Qur’an. Bagi Syiah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a. Hadits Shahih (tradisi yang otentik) yaitu hadits yang kebenarannya
dapat diusut kembali dan sampai pada Imam (a’Immah ma’shum) yang
diceritakan oleh seorang Imam adil yang kejujurannya disepakati oleh
imam-imam ahli hadits.
b. Hadits Hasan (Hadits yang baik), yakni hadits yang kebenarannya
seperti hadits shahih, yakni dapat dikembalikan kepada Imam
Ma’shum, tetapi diceritakan oleh seorang imam yang terhormat dan ahli
hadits yang tidak menyebutnya tsiqah, adil, dapat dipercaya, dipuji oleh
ahli hadits dengan kata-kata lain.
c. Hadits Musak (“kuat”), yakni hadits yang diriwayatkan oleh orang-
orang yang dikenal tsiqah, adil, benar dan jujur oleh ahli sejarah,
sekalipun beberapa atau semua perawinya bukan pengikut Ali r.a.
d. Hadits Dhaif (lemah), yaitu hadits yang tidak mencapai atau tidak
memenuhi syarat-syarat hadits Musak.
Hanya tiga macam hadits pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
Kedua, sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Amin, Syiah hanya
menerima hadits dan pendapat dari Imam Syiah dan ulama Syiah. Mereka
menolak riwayat dari selain Imam Syiah. Dalam bidang tafsir, mereka hanya
mengambil tafsir Syiah. Dalam hadits, mereka hanya mengambil hadits riwayat
Syiah. Hal ini berebda dengan keterangan yang dikemukakan oleh Syed Amir Ali.
Ketiga, Syiah menolak Ijma’ umum. Menurut mereka, dengan mengakui
Ijma’ umum, berarti mengambil pendapat selain pendpat imam-imam Syiah.

9
Mereka menolak al-Qiyas sebagai bagian dari al-Ra’yu; karena, menurut mereka
agama bukan diambil dengan ra’yu.
Demikianlah sumber hukum menurut syiah secara garis besar. Kemudian,
adapula pendapat Syiah tentang Syariat:
Pertama, nikah mut’ah, yaitu seseorang laki-laki menikah dengan
seseorang perempuan dengan jumlah “upah” dan selama waktu tertentu. Nikah
mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan tanpa I’lan. Nikah Mut’ah tidak menjadi
sebab saling mewarisi antara suami istri dan tidak memerlukan talak, sebab
perkawinan berakhir ketika waktu yang telah ditentukan berakhir. Waktu tunggu
(iddah) yang harus dilakukan oleh perempuan adalah dua kali haid (bagi
perempuan yang masih haid) atau 45 hari bagi yang telah terputus haidnya.
Jumlah perempuan yang boleh dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas. Adapun
yang dijadikan dalil adalah Q.S An-Nisa’:24. Pada ayat tersebut terdapat kata
istimta’. Kata tersebut semakna dengan mut’ah. Menurut Imam al-Bakir, nikah
Mut’ah boleh dilakukan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, dan Mut’ah halal
dilakukan hingga hari kiamat. Namun, khalifah kedua, “Umar bin Khattab r.a”
mengharamkan nikah ini. Menurut penjelasan Ahmad Amin, orang-orang Syiah
melakukan Mut’ah sampai sekarang. Mut’ah kebanyakan dilakukan diperjalanan
atau ketika sedang bermukim atau ketika tinggal dinegara lain dalam waktu
relative.
Kedua, dalam al-Qur’an ditetapkan bahwa laki-laki muslim dibolehkan
meniah dengan perempuan ahli kitab. Syiah berpendapat bahwa laki-laki muslim
tidak dihalalkan kawin dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab surah al-Maidah
ayat 5 itu dimansukh oleh surah al-Mumtahanah ayat 10.
Ketiga, dalam pembagian harta pusaka terdapat konsep ‘aul yaitu adanya
kelebihan dalam saham para ahli waris dari besarnya asal masalah dan adanya
penyusutan kadar saham mereka.
Keempat, jumhur ulama berpendapat bahwa Nabi Muhammadsaw, tidak
mewariskan harta. Abu Bakar menolak Fatimah- Istri Ali R.A dan putri nabi
Muhammad saw, memperoleh harta dari nabi Muhammad saw. Syiah berpendapat
bahwa nabi Muhammad saw mewariskan hartanya kepada ahli warisnya.

10
Lima, Syiah berbeda pendapat dengan jumhur ulama tentang adzan. Bagi
ulama Syiah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hanyya ‘ala khair al-‘amal.
Pendapat aliran Syiah itu didukungbeberapa hadist yang diriwayatkan oleh ulama
syiah. Diantara hadist yang dijadikan dalil oleh syiah dalam mempertahankan
pendapatnya adalah “ barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulananya,
maka Ali adalah maulananya”.13

3. Pemikiran Jumhur

Jumhur kaum Muslimin adalah mayoritas muslim yang meiliki sifat adil dan
selalu berhati-hati. Saat itu pandangan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan
sungguh antusias terbukti dengan banyaknnya pembuktian ilmu pengetahuan yang
terdiri diantaranya tentang hukum Islam, As-Sunah, Tafsir dan lain-lain. Pada saat
itu karena banyaknya sahabat yang sudah meninggal, maka sebagian sahabat yang
masih hidup adalah sebagai guru dari orang- orang yang meminta fatwa serta
belajar kepadannya.

Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya.
Oleh karena itu pemikiran jumhur ulama secara tersirat sudah dapat dilihat dalam
pembahasan mengenai pemikiran hukum khawarij dan diatas.
Diantara pemikiran syariah jumhur adalah sebagai berikut:

a. Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur, nikah mut’ah


haram dilakukan, dalam hal ini pendapat jumhur sejalan dengan pendapat
umar ibn khatab r.a.
b. Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka. Dalam
hal ini pendapat jumhur sejalan dengan pendapat umar ibn khatab, zaid ibn
tzabit, dan Abbas ibn ‘Abd al-Munthalib.

13 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 102

11
c. Nabi Muhammada saw tidak mewariskan harta, Karena terdapat sebuah
hadist yang menyatakan bahwa belia bersabda yang artinya: “Kami seluruh
para nabi tiak mewariskan (harta): harta yang ku tinggalkan adalah
shadaqah.” (Ahmad Amin III, t.th. 261). Dalam hal ini jumhur ulama
sependapat dengan Abu Bakar.
d. Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4
orang (penafsir terhadap surat An-Nissa ayat 2, dan hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.14

C. Pengaruh Hadist dan Ahli-Ahli Ra’yu Terhadap Prosessi Tasyri’ pada


Priode Tabi’in.

Madrasah Madinah adalah ulama yang banyak perpegang teguh pada Sunnah
dan kaya dalam pemeliharaan Sunnah. Oleh karena itu, salah seorang imam, yaitu
Imam Malik, berpendapat bahwa ijmak penduduk Madinah adalah hujjah yang
wajib diikuti.

Ulama yang termasuk aliran Madinah atau aliran hadist tidak diketahui secara
pasti jumlahnya, yang paling terkenal diantara mereka adalah al-Fuqaha al-
Sab’ah (fuqaha tujuh) : yakni (1) Said ibn al-Musyab, (2) Urwah ibn al-Zubair, (3)
Abu Bakar ibn Abd al-Rohman (4) Ibn al-Harits ibn Hasyim al-Makzumi, (5)
Kharij ibn Zaid ibn Tsabit, (6) Al-Khasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar, (7)
Sulaiman ibn Yasar. Mereka adalah thabaqah pertama di madrasah Madinah.

Adapun thabaqah yang kedua adalah (1) Ibn Allah ibn Abd Allah ibn Umar,
(2) Salim ibn Abd Allah ibn Umar, (3) Abban ibn Utsman ibn Affan, (4) Abu
Salamah ibn Abu ar-Rohman ibn Auf, (5) Ali ibn al-Husain, (6) Nafi’ Maula ibn
Umar.

Diantara ulaa thabaqah ketiga adalah aliran madinah adalah, (1) Abu Bakar
Muhammd ibn ‘Amr ibn Hazm, (2) Muhammad ibn Abu Bakar, (3) ‘Abd Allah

14 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 102

12
Ibn Abu Bakar,(4) Abd Allah ibn Utsman Ibn ‘Affan, (5) Ja’far ibn Muhammad
ibn ‘Ali ibn Al-Husain, (6) ‘Abd Allah ibn Al-Qhosim ibn Muhammad ibn
Muhammad ibn Abi Bakar As-Siddiq, (7) Muhammad ibn Muslim bin Shihab Al-
zuhri. Madrasah madinah merupakan rujukan utama aliran Maliki yang didirikan
oleh oleh imam Maliki.

Madarasah Ra’yu atau madrasah al-Khuffah adalah sekelompok ulama yang


tinggal di Kufah yang lebih banyak menggunakan Ra’yu disbanding dengan
madrah Madinah.sejak dibebaskan untuk keluar dari Madinah banyak sahabat
tinggal di Kufah,.

Pada bagian atas sudah diketahui bahwa pada zaman tabi’in atau dinasti Bani
Umayyah, ulama menjadi dua aliran yaitu ulama yang yang tetap tinggal di
Madinah dan akhirnya terbentuk aliran madinah, dan sahabat yang keluar dari
Madinah kemudian menetap di Kuffah, mereka menyebarkan syariah yang pada
akhirnya terbentuk syariah corak kut’ah. Madinah sangat berhati-hati dalam
menggunanakan ra’yu, sedangkan ulama kufah relative lebih longgar dalam
penggunaan ra’yu.

Masing-masing memiliki pendapatnya sendiri dan memilki murid atau


pengikutnya sendiri.terbentuknya aliran hadist dan aliran ra’yu merupakan bukti
bahwa dalam islam terdapat kebebasan berfikir dan masing-masing saling
menghargai sehingga perbedaan pendapat tidak menjadi penghalang kebersamaan
dan persaudaraan. 15

15 Hasyim Nawawie, Tarikh Tasyri’, (Surabaya: Jenggala Pustaka Utama), 2014,


h. 95-96

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tabi'in artinya pengikut, yaitu orang Islam yang masa hidupnya


setelah Para sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup di masa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Generasi Tabi’in mengambil
dan penerimaan pelajaran dari sahabat mengenai tafsir Al-Qur’an, hadis,
fatwa-fatwa mereka dan lebih khususnya pengetahuan penetapan hukum
serta metode- metode penetapan-penetapan hukum-

Ketika itu umat islam, terpecah menjadi 3 yaitu golongan khawarij,


golongan syi’ah, dan jumhur. Fase ini merupakan awal zaman Tabi’in.

pada zaman tabi’in atau dinasti Bani Umayyah, ulama menjadi dua
aliran yaitu ulama yang yang tetap tinggal di Madinah dan akhirnya
terbentuk aliran madinah, dan sahabat yang keluar dari Madinah kemudian
menetap di Kuffah, mereka menyebarkan syariah yang pada akhirnya
terbentuk syariah corak kut’ah. Madinah sangat berhati-hati dalam
menggunanakan ra’yu, sedangkan ulama kufah relative lebih longgar
dalam penggunaan ra’yu.

14
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

as-sayuthi Imam, Tarikh Tasyri’, Jakarta: Pustaka al-kausar, 2003]

wahab Khallaf Abdul, Sejarah Pembentukan dan perkembangan Hukum Islam,


Jakarta: PT. RajaGrafindo 2002

Kementrian Agama, Ummul Mukminin Al-Qur’an dan Terjemahan UNTUK


Wanita. Jakarta:WaliOasisTerrace Recident

Mubarok Jaih, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya 2003

Nawawie, Hasyim Tarikh Tasyri’, Surabaya: Jenggala Pustaka Utama 2014

B. INTERNET

http://id.m.wikipedia.org>wiki>Tabi’in, diakses pada 24 Novemver 2018

15

Anda mungkin juga menyukai