NOMOR 11-19
Di Susun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Qawaidh al-Fiqhiyah.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
Makalah ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada Dosen,
apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas kritik dan
saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
iii
BAB I
PENDAHULUAN
ٱْل ْس َٰلَ َم دِينًا ِ ْٱل َي ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِى َو َر
ِ ْ ضيتُ لَ ُك ُم
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagi
kalian. QS. Al-Maidah: 3.
Ayat ini menunjukan bahwa Islam adalah agama sempurna,
kesempurnaannya tercermin dari aturan hukumnya yang komprehensif dalam arti
menyeluruh pada seluruh dimensi kehidupan manusia. Para ahli hukum Islam
telah membuktikan bahwa hukum Islam adalah hukum yang sempurna, mereka
menggali Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk merumuskan berbagai kaidah hukum
tentang berbagai hal, baik yang bersifat umum atau bersifat khusus. Kaidah-
kaidah hukum yang telah dirumuskan oleh para ahli tersebut terangkai dalam
istilah qawa’id al-fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh Islam).
Qawaidul Fiqhiyyah menurut bahasa berarti dasar-dasar yang berhubungan
dengan masalah-masalah atau jenis-jenis hukum (fiqh). Sedangkan menurut istilah
ahli ushul, qawaidul fiqhiyyah adalah hukum yang biasa berlaku bersesuaian
dengan sebagian besar bagian-bagiannya. Maksudnya adalah bahwa kaidah-
kaidah hukum tersebut berkaitan dengan hukum-hukum yang bersifat umum dan
global sehingga satu kaidah bisa diterapkan pada beberapa kasus hukum. Maka
qawaid al-fiqhiyyah adalah suatu perkara kulli yang berlaku pada semua bagian-
bagian atau cabang-cabangnya, yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang
tersebut.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kaidah ke-11
1
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh (Jakarta: Kencana 2010) cet. 3 hlm. 96
2
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh., hlm. 96
2
sesuatu hal yang wajib namun harus memmpunyai syarat yang harus dipenuhi
maka syarat tersebut wajib pula hukumnya untuk memenuhi tujuan tersebut.
Contoh: Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh
wajah saat berwudhu. Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis
(wentis) pada saat membasuh lengan dan kaki. Wajibnya menutup bagian lutut
pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya dan wajibnya menutup
bagian wajah bagi wanita.3
B. Kaidah ke-12
C. Kaidah ke-13
3
A. Ghozali Ihsan, Kaidah-Kaidah Hukum Islam,(Semarang :Basscom Multimedia
Grafika, 2015), hlm. 147
4
A. Ghozali Ihsan, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm. 148-149
3
Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Contoh :
1. Uang hasil judi haram diambil, maka haram juga diberikan kepada rang
lain.
2. Haram menerima suap, maka haram pula uang suap diberikan kepada
orang lain.
3. Haram mengambil riba, haram pula diberikan orang lain.
D. Kaidah ke-14
المشغول اليشغل
Sesuatu yang dijadikan objek perbuatan tertentu, tidak boleh dijadikan objek
perbuatan tertentu yang lain.
Artinya, apabila ada sesuatu yang sudah menjadi objek pada satu akad, maka
objek tersebut tidak boleh dijadikan objek pada akad-akad yang lain karena
sudah terikat pada satu akad.
Contoh :
5
A. Ghozali Ihsan, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm.148-149
4
1. Seseorang telah menggadaikan suatu barangnya sebagai jaminan hutang,
maka barang tersebut tidak boleh dijadikan sebagai jaminan pada hutang
yang lain. Dan juga orang yang sudah nikah kontrak dengan sesuatu
perusahaan, tidak boleh mengadakan kontrak kerja lagi ada waktu yang
sma.
2. Sebuah mobil yang sudah digadaikan ,tidak dapat digadaikan lagi
3. Orang yang mukmin (menetap) di Mina tidak boleh melakukan ihram
umrah, karena dia sudah sibuk dengan melontar jumrah dan mabit.
4. Sebuah rumah yang sudah digadaikan, tidak dapat digadaikan kembali.
5. Seorang wanita yang sudah dikawinkan dengan seorang pria, maka tidak
boleh dan tidak syah dikawinkan dengan pria lain.6
E. Kaidah ke-15
6
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (al-qowai’idatul fiqhiyyah) (Jakarta,
Kalammulia. 2003), hlm. 83
5
“Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR.
Bukhari Muslim)7
F. Kaidah ke-16
G. Kaidah ke-17
H. Kaidah ke-18
7
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (al-qowai’idatul fiqhiyyah), hlm. 84
8
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (al-qowai’idatul fiqhiyyah), hlm. 85-86
9
A. Ghozali Ihsan, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm. 150
6
Sebagai contoh seorang turis Amerika yang sedang berlibur ke
Indonesia, maka ia harus menerima terjemahan bahasa dari pemandu
wisatanya.10
I. Kaidah ke-19
10
A. Ghozali Ihsan, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm. 151
11
A. Ghozali Ihsan, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm. 151-152
7
BAB III
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA