Anda di halaman 1dari 15

“AGAMA DAN STRATIFIKASI SOSIAL”

Diajukan Sebagai Tugas


Pada Mata Kuliah Antropologi Budaya Papua
Jurusan Syariah
Prodi Akhwalul Syakhsiyah Semester III (Tiga)
Dosen Pengampu : M. Sauki, M. Hum

Disusun Oleh:

1. Abdul Malik (Sya 520717024)


2. Nuril Fitriani (Sya. 520717004)

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong

Tahun Akademik 2018/2019


2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah kami selaku penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam tak lupa kami junjungkan kepada nabi besar Muhammad
Saw, yang telah mengantarkan kita menuju zaman yang penuh ilmu pengetahuan.

Makalah yang berjudul “Agama dan Stratifikasi Sosial” ini kami buat demi
memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Budaya Papua . Dalam menyelesaikan
makalah ini sedikit banyak kami telah belajar mengenai definisi agama dan
hubungannya dengan stratifikasi sosial. Dengan adanya makalah ini kami berharap
dapat membantu dalam proses belajar mengajar serta menambah wawasan kita
mengenai agama dan stratifikasi sosial.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu, kami mengharapkan kritik
serta saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi
acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.

Kami juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sorong, 14 Desember 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................ ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
D. Urgensi ...................................................................................................... 2

Bab II Pembahasan

A. Hukum, Hukm & Ahkam, Syariat dan Fiqih ............................................ 3


B. Keterkaitan dan Perbedaan antara Syariat dan Fiqih ................................ 10

Bab III Penutup

A. Kesimpulan ............................................................................................ 13
B. Saran ...................................................................................................... 13

Daftar Pustaka .................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama sebagimana dikatakan oleh ahli sosiolog merupakan suatu pandangan
hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individu ataupun kelompok. Keduanya
mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua
faktor yang ikut membentuk struktur sosial di masyarakat mana pun. Sedang diposisi
lain manusia yang hidup secara berkelompok akan banyak sekali permasalahan-
permasalahan ataupun gejala-gejala sosial yang timbul dalam keseharianya. Salah
satunya ialah munculnya sesuatu yang dihargainya, selama manusia masih
mempunyai sesuatu yang dihargainya dan sesutu yang dihargainya tersebut mutlak
dimiliki oleh masyarakt, maka sistem pelapisan masyarakat akan muncul. Inilah salah
satu bibit dimana munculnya stratifikasi sosial dimasyarakat.
Lebih lanjut, dijelaskan sistem berlapis-lapis dalam suatu masyarakat, dalam
sosiologi dikenal dengan istilah social stratisfication (stratifikasi sosial).
Katastratisfication berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan).
Mengenai istilah ini, Soekanto mengutip Pitirim A. Sorokin dalam menjelaskan
definisinya. Di mana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan social
stratisfication adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat (secara hirarkis).
Dalam masyarakat Indonesia ternyata terdapat stratifikasi atau tingkatan dalam
keagamaan. Dalam sebuah agama saja antara umat satu dengan umat lainnya
diuangap memiliki tingkatan atau kedudukan sosial yang berbeda dengan umat yang
lainnya, padahal mereka menganut agama yang sama. Inilah yang akan coba kita
angkat pada pembahasan kali ini disamping tetap mempertimbangkan prosedur
pembuatan makalah yang telah ditetapkan oleh dosen pengampu, kiranya
pembahasan ini juga menarik untuk dikaji karena dalam realitanya kita juga sering
menemukan hal-hal semacam ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan agama dalam sosiologi?
2. Bagaimana konsep stratifikasi sosial?
3. Bagaimana hubungan antara agama dan stratifikasi social?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan agama dalam sosiologi
2. Untuk mengetahui konsep stratifikasi social
3. Untuk mengetahui hubungan antara agama dan stratifikasi sosial

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama dan Pandangan Sosiologi

Dalam kajian sosiologis agama diartikan sebagai gejala sosial yang umum dan
dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa terkecuali. Ia
merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial
suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu
masyarakat disamping unsur-unsur lainnya. Meskipun agama berkaitan dengan
berbagai kewajiban, ketundukan, dan kepatuhan, tetapi tidak setiap ketaatan itu bisa
disebut agama, bergantung pada siapa ketaatan itu diperuntukkan dan atas dasar
motivasi apa ketaatan itu dilaksanakan. Ketaatan dan kepatuhan pihak yang kalah
perang kepada pihak yang menang perang, ketaatan rakyat terhadap pemimpinnya
tidak bisa disebut agama dalam kacamata keilmuan. Berdasarkan hasil studi para ahli
sosisologi, dapat diketahui bahwa agama merupakan suatu pandangan hidup yang
harus diterapkan dalam kehidupan individu ataupun kelompok. Keduanya
mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua
faktor yang ikut membentuk struktur sosial di masyarakat mana pun.

Ada empat unsur agama yaitu:

a. Pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang menguasai atau mempengaruhi


kehidupan manusia.
b. Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya hubungan
baik antara manuasia dan kekuatan gaib itu.
c. Sikap emosional pada hati manusia terdapat kekuatan gaib itu, seperti sikap takut,
hormat, cinta, penuh harapan, pasrah.
d. Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti sholat, doa, puasa, suka
menolong, tidak korupsi.

3
B. Pengertian Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat ke dalam kelas yang


tersusun secara bertingkat. Stratifikasi sosial juga sering disebut sebagai pelapisan
sosial. Pelapisan sosial terjadi karena ada sesuatu yang dihargai lebih atas penilaian
kelompok, seperti kekayaan, kekuasaan, keturunan (kehormatan) dan ilmu
pengetahuan (pendidikan). Stratifikasi sosial juga dapat dianggap sebagai pembedaan
sosial yang bersifat vertikal karena adanya pelapisan ke dalam kelas-kelas tertentu
yang dianggap lebih tinggi.

Pada prinsipnya kelas adalah penggolongan manusia yang tidak terang batas-
batasnya dan hanya memperlihatkan sifat golongan. Sebenarnya apabila diperiksa
sungguh-sungguh, maka ternyata banyak sekali kelas dan gaya hidup yang terdapat
dalam masyarakat.[3]

Selo Soemardjan (1964), seorang tokoh sosiologi Indonesia, menyatakan


bahwa hal yang mewujudkan unsur-unsur dalam teorisosiologi tentang sistem
berlapis lapis dalam masyarakat, adalah kedudukan (status) dan peranan (role) ;
kedudukan dan peranan ini kecuali merupakan unsur-unsur baku dalam sistem
berlapis-lapis, juga mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial masyarakat;
Ralph Linton (1967) mengartikan sistem sosial itu sebagai pola-pola yang mengatur
hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat dan antar individu dengan
masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu tersebut. Dalam hubungan-
hubungan timbal balik tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti
yang penting, karena keberlangsungan hidup masyarakat tergantung daripada
keseimbangan kepentingan kepentingan individu termaksud.[4] Dalam teori
sosiologi, unsur-unsur sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat adalah:

4
1) Kedudukan (status)
Kedudukan (status) sering kali dibedakan dengan kedudukan sosial (social status).
Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Status seseorang biasanya mempunyai dua aspek yaitu :
a) Aspek struktural, ialah status yang ditunjukkan oleh adanya atau susunan lapisan
sosial dari atas kebawah. Aspek ini sifatnya lebih stabil dibandingkan dengan
fungsional.
b) Aspek fungsional, disebut juga peranan sosial yang terdiri dari kewajiban atau
keharusan yang harus dilakukan seseorang karena kedudukannya didalam status
tertentu.

Dalam masyarakat, sekurangnya ada tiga macam kedudukan, yaitu:

a) Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang yang akan didapat dengan sendirinya.
Misalnya golongan berdasar jenis kelamin, tingkat umur dan sebagainya. Atau
dengan kata lain : seseorang dapat mencapai status secara ascrib, karena ia
dilahirkan dalam golongan tertentu, misalnya seorang anak raja.
b) Achievel status, yaitu kedudukan seseorang yang didapat dengan cara berusaha
atau berjuang, mislanya sebagai pemimpin parpol, guru, dosen dan lain
sebagainya. Boleh juga misalnya seorang buruh berjuang menjadi majikan, guru
SD berjuang menjadi profesor dan sebagainya.
c) Assigned Status, yaitu kedudukan yang diberikan karena alasan-alasan tertentu;
dalam arti bahwa suatu kelompok, golongan, atau masyarakat memberikan
kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang dianggap berjasa, yang telah
memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan, karena
seseorang telah lama menduduki suatu jabatan tertentu, seperti di pedesaan ada
istilah ‘lurah hormat’ adalah satu gelar yang diberikan kepada seorang mantan
pemuka desa yang dianggap sangat berjasa atas kemajuan desanya. Kedudukan
yang diberikan ini diwujudkan dalam bentuk penghormatan gelar tertentu seperti

5
‘datuk’ pada masyarakat Sumatera Barat, ‘sir’ pada masyarakat Inggris, atau
‘andi’ pada masyarakat Makasar; Individu-individu yang mendapatkan
kedudukan ini tidak dibebankan atas kewajiban-kewajiban menurut
kedudukannya, namun mereka sedikitnya mendapakan fasilitas-fasilitas khusus
yang tidak diberikan pada orang kebanyakan, di samping itu kedudukan ini tidak
terbatas diberikan kepada anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan, tetapi
bisa juga kepada orang luar masyarakat tersebut.[5]
2) Peranan (role)

Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan, dimana apabila


seseorang melaksanakan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya maka orang itu telah menjalankan suatu peran. Peranan dan
kedudukan itu saling melengkapi, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan, oleh karena
yang satu tergantung pada yang lain dan demikian sebaliknya. Yang membedakan
dari keduanya adalah menyangkut proses, harus ada kedudukan terlebih dahulu baru
kemudian ada peranan, keadaan ini tidak bisa terbalik.[6]

Status seseorang individu dalam masyarakat dapat dilihat dari dua aspek, yakni:

a) Aspek statis, yaitu kedudukan dan derajat seseorang didalam suatu kelompok
yang dapat dibedakan dengan derajat atau kedudukan individu lainya. Seperti
petani dapat dibedakan dengan nelayan, PNS dengan pedagang dan lain
sebagainya.
b) Aspek Dinamis, yaitu berhubungan erat dengan peranan sosial tertentu yang
berhubungan dengan pengertian jabatan, fungsi dan tingkah laku yang formal
serta jasa yang diharapkan dari fungsi dan jabatan tersebut. Contoh : direktur
perusahaan, pimpinan sekolah, dan lain sebagainya.[7]

Sifat stratifikasi sosial, diantaranya:

1. Stratifikasi terbuka

6
Anggota kelompok yang satu ada kemungkinan besar untuk berpindah ke
kelompok yang lain, artinya dapat menurun ke kelompok yang lebih rendah atau
sebaliknya. Contoh, kedudukan presiden dan menteri. Anak-anak presiden dan
menteri belum tentu dapat mencapai kedudukan sebagai presiden atau menteri. Tetapi
sebaliknya warga masyarakat pada umumnya ada kemungkinan dapat memiliki
kedudukan seperti tersebut diatas.

2. Stratifikasi tertutup

Kemungkinan pindah seseorang anggota kelompok dari golongan yang satu ke


golongan yang lain kemungkinya sanagat kecil sekali, sebab biasanya sistem ini
didasarkan atas keturunan. Jadi misalnya anak habaib jadi penerusnya. Dengan
sendirinya akan tetap menjadi golongan habaib dan sebaliknya golongan masyarakat
biasa.
Ditinjau dari segi psikologis kedua kelompok ini mempunyai kebaikan dan
keburukan masing-masing. Stratifikasi terbuka itu lebih dinamis (progresif) dan
anggota-anggota mempunyai cita-cita hidup yang lebih tinggi. Sedang stratifikasi
tertutup bersifat statis, lebih-lebih golongan bawah dan kurang menunjukkan cita-cita
yang tinggi. Adapun kelemahan stratifikasi terbuka ialah bahwa anggota-anggotanya
mengalami kehiduapan yang selalu tegang dan khawatir. Sehingga akibatnya lebih
banyak menaglami ketegangan dan konflik-konflik jiwa lebih besar daripada
kelompok tertutup.
Maka dari itu orangtua pasti selalu berusaha supaya penghidupan dan kehidupan
anak-anaknya masuk dalam tingkat golongannya, jika perlu bahkan diatasnya. Sebab
jika tidak demikian penghidupan dan kehidupan mereka pasti akan turun dan
akhirnya turun pulalah status dan peranan mereka.[8]
Penentuan Strata
Dari apa yang sudah diuraikan diatas, akhirnya kita dapat menentukan dan
menyebutkan ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan
anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial ialah sebagai berikut:

7
a. Ukuran kekayaan : ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan sebagai ukuran :
barangsiapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan sosial
teratas. Kenyataan tersebut misalnya berupa mobil pribadinya, cara-cara
mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk
belanja barang mahal dan sebagainya.
b. Ukuran kekuasaan : barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau mempunyai
wewenang terbesar, menepati lapisan sosial teratas.
c. Ukuran kehormatan : ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran diatas
tersebut, orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat atau menduduki lapisan
sosial teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai dalam masyarakat tradisional.
Biasanya mereka adalah golongan tua ataumereka yang bpernah berjasa besar kepada
masyarakat.
d. Ukuran ilmu pengetahuan : ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang menjadi negatif; karena
ternyata bahwa bukan ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar
sarjananya. Sudah tentu hal ini mengakibatkan segala macam usaha untuk
mendapatkan gelar tersebut walaupun secara tidak halal.

C. Agama Dan Stratifikasi Sosial

Agama dan pelapisan sosial adalah dua hal yang berbeda. Namun agama dan
masyarakat adalah dua unsur yang saling mempengaruhi satu sama lain. Agama di
definisikan sebagai sistem kepercayaan yang di dalamnya meliputi aspek-aspek
hukum, moral, budaya dan sebagainya. Sedangkan lapisan sosial dipahami sebagai
strata orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian status sosial. Memang
tidak mudah untuk dapat menentukan jumlah kelas sosial yang ada di masyarakat.
Namun beberapa ahli menyimpulkan bahwa ada enam pembagian kelas sosial di
masyarakat, yaitu: upper-upper class, lower-upper class, upper-middle class, lower-
middle class, upper-lower class, dan lower-lower class. Klasifikasi di atas tentu tidak

8
berlaku secara umum di semua masyarakat. Sebab setiap kota ataupun desa masing-
masing memiliki karakteristik yang berbeda.
Manusia sering tidak sengaja dan tanpa sadar mengklasifikasikan orang lain ke
dalam suatu kelas sosial, dan yang paling sering dijadikan patokan adalah status ia
sendiri sebagai anggota masyarakat. Misalnya menialai seseorang sederajat, lebih
tinggi atau lebih rendah darinya.Selain itu sejumlah orang menganggap orang-orang
tertentu memiliki karakteristik perilaku tertentu yang pada gilirannya menciptakan
kelas sosial.
Di Amerika sekalipun yang sering dijadikan contoh Negara paling demokratis,
hubungan antara agama dan kelas sosial tetap signifikan.Maksudnya karena tidak ada
gereja Negara sebagai pemersatu agama mudah merembes ke dalam kelas-kelas
sosial, sebagaimana dikemukakan Demmerath bahwa kegerejaan mencerminkan
pengaruh sosial.Lebih lanjut dia memberi contoh bahwa agama di Amerika,
khususnya Protetanisme secara umum dilihat sebagai kegiatan masyarakat kelas atas
atau menengah.Terdapat tiga indikator yang mendukung pernyataan diatas, yaitu
keanggotaan gereja, kehadiran dalam acara peribadatan gereja, dan keikutsertaan
dalam kegiatan-kegiatan resmi gereja.Dalam setiap unsur tadi, orang-orang yang
berstatus tinggi tampaknya lebih dalam keterlibatannya daripada yang berstatus
rendah.
Hubungan lain dari agama dan stratifikasi sosial adalah konversi, atau beralih
agama., dari agama tertentu kepada agama lain. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan seorang pindah agama, antara lain faktor ekonomi dan lingkungan
sosial. Ernest Troeltsch mengungkapkan bahwa sebagian besar yang beralih ke
agama Kristen berasal dari kelas menengah bawah yang hidup di kota-kota besar,
yang menikmati peningkatan ekonomi yang terjadi secara lamban pada waktu itu.

BAB III
PENUTUP

9
A. Kesimpulan
Kata hukum dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan yang diambil dari
bahasa Arab yaitu hukmu atau juga hukm (tanpa huruf u antara huruf k dan m).
bentuk jamak dari kata hukm ialah ahkam. Yang memiliki arti norma, kaidah yakni
ukuran atau tolak ukur untuk menilai tingkah laku perbuatan manusia dan benda.
Selanjutnaya, istilah yang menjadi pokok bahasan ialah syariat/syariah, dan
fiqih/fiqh.Dua istilah tersebut digunakan untuk menunjuk hukum islam, yakni Syariat
Islam dan Fiqih Islam. Di dalam kepustakaan hokum Islam berbahasa Inggris, syariat
Islam disebut dengan Islamic Law, sedangkan fiqih disebut Islamic Jurisprudence.
Dalam realitasnya seringkali, kedua istilah ini, dirangkum dalam kata hokum Islam.
Ini dapat dipahami karena hubungan antara syariat dan fiqih sangat erat dan tidak
dapat dipisahkan. Syariat merupakan sumber atau landasan fiqih, sedangkan
fiqihmerupakan pemahaman terhadap syariat.
.
B. Saran
Bagi mahasiswa yang baru belajar tentang hukum Islam, hendaknya mengetahui
istilah-istilah yang bersangkutpaut dan erat hubungannya dengan hokum Islam, agar
pemahaman terhadap subjek hokum Islam, dapat dikaji secara komperhensif dan
menyeluruh.

10
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 2014. Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Firdaus. 2004.Ushul Fiqh: Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara
Komperhensif. Jakarta: Zikrul.
KBBI edisi ke-v.
Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Manan, Andul. 2013. Reformasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Marzuki. 2013. Pengantar Studi Hukum Islam. Yogyakarta: Ombak.
Nasution, M. Syukri Albani. 2014. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers..

11

Anda mungkin juga menyukai