BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tasyri secara istilah adalah pembentukan undang-undang untuk
mengetahui hukum-hukum bagi perbuatan orang dewasa dan ketentuanketentuan hukum serta peristiwa yang terjadi dikalangan mereka.
[1]
Melihat
dari
makna
tasyri
tersebut
maka
mucul
sebuah
persmasaalahan yang perlu diperhatikan, yaitu keberadaan sebuah
agama (Islam) yang berada dalam lingkungan orang-orang yang berwatak
keras (Badui) dan masyarakat yang hidup penuh dengan kemaksiatan
serta belum memiliki sebuah aturan baku untuk dijalani oleh pemelukpemeluknya, dalam hal ini adalah tasyri.
Melihat kondisi tersebut, maka Allah mengutus Rasulullah sebagai
wasilah pertama untuk menegakkan syariat Islam yang benar. Penegakan
syariat Islam (tasyri) ini tidak berhenti setelah Rasulullah wafat, akan
tetapi hal ini berlangsung sampai beberapa periode, mulai dari periode
Rasulullah, khulafaurrasyidin, tabiin dan sterusnya. Akan tetapi dalam
makalah ini penulis hanya memaparkan tentang penegakan syariat
Islam(tasyri) pada periode Rasulullah saja.
Adapun pada periode Rasulullah ini memiliki dua fase, yaitu fase
Mekkah dan fase Madinah. Secara sosio cultural kedua fase ini berbeda
dalam penerimaan tasyri yang dibawa oleh Rasulullah ini. Karena corak
kehidupan Mekkah dan Madinah sangatlah jauh berbeda. Keadaan Mekkah
yang saat itu penuh dengan hal-hal yang menyimpang dari aturan atau
hukum Islam, tentunya bagi masyarakat tersebut sulit untuk menerima
hal-hal yang baru dibawa oleh Rasulullah. Sehingga yang pertama kali
ditanamkan dalam hati mereka adalah hal-hal yang menyangkut dengan
ketauhidan.
Berbeda halnya dengan keadaan masyarakat Madinah yang sangat
mudah menerima Islam, bahkan mereka menerima kedatangan Rasulullah
dengan senang hati. Sehingga pembentukan tasyri pada masa ini dirasa
jauh lebih mudah dibanding dengan fase Mekkah, dan pada masa inilah
hal-hal yang berkaitan dengan Ibadah, tauhid dan sebagainya menjadi
tasyri.
Al-quran dan hadist pada periode ini menjadi sebagai sumber
penetapan tasyri, kemudian permasaalahan yang muncul adalah
keterkaitan dengan ijtihad pada masa ini, apakah ijtihad juga menjadi
sumber tasyri saat itu.
Dalam bidang hukum, bangsa Arab pra-Islam menjadikan adat
sebagai hukum dengan berbagai bentuknya, seperti dalam perkawinan
mereka mengenal beberapa macam perkawinan yaitu: istibdla, poliandri,
maqthu, badal, dan shigar.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Arab
pra-Islam cenderung merendahkan martabat perempuan, oleh sebab itu
maka ditetapkanlah hukum Islam pertama kali oleh Rasulullah untuk
B.
1.
2.
C.
1.
2.
3.
menjadi solusi bagi umat Islam dalam menentukan suatu hukum yang
bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits sehingga membawa dampak
positif bagi umat Islam di dunia khususnya di Arab itu sendiri.
Melihat berbagai latar belakang diatas, maka penulis dapat
merangkaikan rumusan masalah sebagai berikut:
Rumusan masalah
Bagaimana tasyri pada periode Rasulullah ?
Apa saja sumber tasyri pada periode Rasulullah?
3.
Bagaimana cara pembinaan hukum Islam pada masa Rasulullah?
Tujuan
Mengetahui tasyri pada periode Rasulullah
Mengetahui sumber tasyri periode Rasulullah
Mengetahui bagaimana cara pembinaan hukum Islam pada masa
Rasulullah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasyri Pada Periode Rasulullah
Periode Rasulullah berlangsung hanya beberapa tahun saja, yaitu
tidak lebih dari 22 tahun beberapa bulan. Akan tetapi hal itu membawa
pengaruh besar dan hasil yang gemilang, karena telah meninggalkan
nash-nash hukum di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Periode ini
meninggalkan sejumlah dasar tasyri yang menyeluruh, yaitu sejumlah
sumber hukum dan dalil untuk mengetahui sesuatu yang tidak ada nash
hukumnya.[2]
Dalam periode Rasulullah terdiri atas dua fase yang berlainan, yaitu:
1.
Fase Rasul berada di Mekkah.
Selama 13 tahun masa kenabian Muhammad SAW di Mekkah sedikit
demi sedikit turun hukum. Periode ini lebih terfokus pada roses penamaan
(ghars) tata nilai tauhid, seperti iman kepada Allah, Rasulnya, hari kiamat,
dan perintah untuk berakhlak mulia seperti keadilan, kebersamaan,
2.
2.
3.
4.
D.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada periode Rasulullah pembentukan tasyri terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Periode Makkah
Pada periode makiyyah Rasulullah lebih memfokuskan kepada
pembentukan Akidah dan moral masyarakat makkah yang bertolak
belakang dengan kebiasaan masyarakat mekkah pada masa itu.
Contohya, kebiasaan masyarakat mekkah menyembah berhala, berjudi,
meminum khamer, membunuh bayi perempuan, dan berzinah. Setelah
diangkatnya Nabi Muhammad dan berdakwah secara terang-terangan
barulah terbentuk Hukum Islam yang mengajak masyarakat mekkah
untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan terdahulu, dan menyembah
kepada Allah SWT.
Ketika Rasulullah mengajak masyarakat makkah untuk menyembah
Allah dan meninggalkan kebiasaan nenek moyang terdahulu, terdapat
perlawanan dari masyarakat mekkah yang membenci ajaran yang dibawa
oleh Nabi Muhammad sehingga Rasulullah berhijrah ke Madinah.
Inti pembentukan Hukum pada periode Makkiyah adalah membentuk
akidah yang sesuai dengan ajaran Islam, dan menyembah kepada Allah
SWT.
b. Periode Madinah
Berbeda dengan periode sebelumnya pada periode madinah sudah
banyak masyarakat yang memeluk Agama Islam dan telah terbentuknya
pemerintahan yang tertata dengan rapih. Kemudian mendorong Tasyri
sesuai dengan perkembangan masyarakat yang berhubungan dengan
segala aspek kehidupan, baik individu maupun kelompok pada setiap
daerah, baik dalam Ibadah, muamalah, jihad, pidana, mawaris, wasiat,
perkawinan, thalak, sumpah, peradilan dan segala hal yang menjadi
cakupan ilmu fiqih.
2. Setelah pembentukan Hukum maka munculah Pembinaan Hukum Pada
Masa Rasulullah terdapat 4 dasar pembentukan Hukum Islam yaitu:
a. Berangsur-angsur dalam penetapan hukum.
Hukum diturunkannnya dan disyariatkannya secara berangsur-angsur
adalah bertujuan untuk memudahkan umat pada masa pertama yang
baru memeluk agama Islam agar tidak dibebani sesuatu yang
menyusahkan, baik yang ingin dikerjakan maupun yang ingin
ditinggalkan.
b. Mengefisienkan Pembuatan Undang-Undang.
Diantara prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam syariat Islam ialah
bahwa hukum asal segala sesuatu adalah dibolehkan. Untuk itu segala
binatang dan benda atau perjanjian atau transaksi yang tidak disyariatkan
hukumnya oleh dalil syara adalah boleh. Atas dasar inilah maka dengan
mengefisienkan undang-undangpun tidak mendatangkan kesempitan.
Permasalahan apapun yang tidak ada peraturan undang-undangnya,
maka hukumnya boleh berdasarkan ibahah ashliyah(kebolehan menurut
asal).
c. Memberi Kemudahan dan Keringanan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Asghar, asal-usul dan perkembangan Islam, 1999. Yogyakarta: INSIST dan
IKAPI.
Bik, Hudhari. 1980. Tarjamah Tarikh At-Tasyri Al-Islami. Semarang: Darul
Ikhya.
Khallaf, Abdul Wahhab.2005. Sejarah Hukum Islam. Bandung: Marja.
Khallaf, Wahab terjemahan khulasah tarikh tasyri islam, 1974. Solo:
CV.Ramadhani.
Mubarok, Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sirri, Munin.1995. sejarah fiqih Islam sebuah pengantar. Risalah Gusti
Zuhri, Muhammad. 1996. Hukum Islam dalam lintasan sejarah. Jakarta: PT.
Raja Grafindo persada.