Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM ERA SAHABAT

Disusun Oleh :
Kelompok 1

ABU KASIM
INDRA TARIGAN
FAUZAN

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS HUKUM
INSTITUT EHMRI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismilahirrahmanirrahim

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan


kesempatan dan kemampuan kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan benar. Makalah ini berjudul “ Perkembangan Hukum Islam Era
Sahabat”. Shalawat beserta salam tak lupa pula kita persembahkan kepada junjungan alam
yakni Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau telah membawa kita dari zaman kebodohan
hingga zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Adapun selama penulisan dan penyusunan makalah ini kelompok mendapatkan


banyak bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah
menjadi kewajiban bagi kelompok untuk mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini.

Demikianlah kata pengantar dari kelompok, dengan harapan semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kandis, 13 Maret 2021

Penulis

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sahabat ............................................................................................. 2


2.2 Kelebihan Para Sahabat Dalam Memahami Syari’at ......................................... 2
2.3 Perbedaan dalam Memahami Syariat di Kalangan Sahabat .............................. 2
2.4 Sumber Tasyri’ pada Masa Sahabat ................................................................... 3
2.5 Faktor Kundisional dan Situasional ................................................................... 4
2.6 Keputusan-keputusan yang yang Ditetapkan pada Masa Khulafaur R

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN ................................................................................. 9


3.2 SARAN ............................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perundang-undangan pada zaman khulafaurrasyidin dibentuk dengan
metode yang unik dan kaedah yang khas, yang sumbernya dari kitab Allah dan
sunnah Rasul yang terdiri dari kaidah kulliyah (global) dan dasar-dasar yang kokoh
sehinggan bisa membuka peluang dan memudahkan para mujtahid untuk
memunculkan masalah-masalah furu’iyah sesuai dengan aturan yang ada dapat
dijalankan dengan baik , serasi untuk setiap waktu dan keadaan yang pada akhirnya
memudahkan jalan bagi kaum muslimin untuk menghadapi semua problematika
yang muncul, memberikan terapi, dan menjelaskan hukumnya.

Fase pembinaan dan penyempurnaan syari’at secara umumnya dihiasi


dengan berbagai bentuk ijtihad, mengistinbath hukum dari nash. Jika tidak ada nash
mereka menggunakan pendapat kolektif ketika ada kesempatan untuk
bermusyawarah, atau kembali kepada pendapat pribadi jika memang tidak bias.

Di dalam maklah ini akan dijelaskan pembentukan-pembentukan hukum


pada masa khulafaurrasyidin setelah pembentukan hukum pada masa Rasulullah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pembentukan hukum pada masa khulafaurrasyidin?
2. Bagaimana perkembangan hukum pada masa khulafaurrasyidin?
3. Apa sebab-sebab terjadi perbedaan pendapat di kalangan sahabat?

1.3 TUJUAN
Sehubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pembentukan hukum pada masa khulafaurrasyidin.


2. Untuk mengetahiu perkembangan hukum pada masa khulafaurrasyidin.
3. Untuk mengetahui seba-sebab terjadi perbedaan pendapat dikalangan sahabat.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sahabat

Sahabat menurut terminology ulama fiqh dan ushul fiqh adalah setiap orang
yang pernah bertemu dengan Rasulullah dalam status iman kepadanya, dan
meninggal dalam keadaan beriman pula.

2.2 Kelebihan Para Sahabat Dalam Memahami Syari’at


Para sahabat memiliki keistimewaan tersendiri dalam memahami syari’at
Islam dibandingkan orang lain, disebabkan beberapa faktor berikut :

a. Mereka sangat dekat dan bertemu langsung dengan Rasulullah sehungga


memudahkan mereka untuk mengetahui asbabun nuzul ayat dan asbabul wurud
hadits. Mereka juga mengetahui penafsiran Rasulullah tentang beberapa ayat selain
juga mengetahui illat hukum dan hikmahnya yang hasilnya dapat memudahkan
mereka untuk melakukan qiyas nash-nash yang ada kemiripan lalu menetapkan
hukumnya.

b. Mereka memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap bahasa Arab yang
merupakan bahasa Al-Quran sehingga memudahkan untuk memahami makna Al-
Quran sebab diturunkan dalam bahasa Arab.

c. Mereka menghafal Al-Quran dan Sunnah Rasul, mereka menjadi orang yang
pertama mempelajari ilmu syariat dan hukumnya.

2.3 Perbedaan dalam Memahami Syariat di Kalangan Sahabat


Perbedaan pendapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya sebagai
berikut :
a. Perbedaan tingkat pemahaman terhadap bahasa.
b. Perbedaan dalam hal pergaulan dengan Rasulullah, sebab bergaul dengan rasulullah
berpengaruh terhadap tingkat pemahaman tentang asbabun nuzul ayat dan asbabul
wurud hadits.

2
c. Kemampuan dan kapasitas individu yang berbeda-beda, diantaranya perbedaan dalam
hal tingkat pemahaman, hafalan, mengistinbatkan hokum, dan kemampuan
menerjemahkan isyarat dari nash-nash syariat.
d. Timbulnya perbedaan pandangan terhadap otoritas kepemimpinan umat Islam.

2. 4 Sumber Tasyri’ pada Masa Sahabat

Sahabat Rasulullah merupakan orang yang pertama kali memikul beban


setelah Rasulullah wafat untuk menjelaskan tentang syariat Islam dan
mengaplikasikannya terhadap segala permasalahan yang muncul. Diantara maslah
yang muncul ada yang sudah disebutkan dalam nash dan ada yang belum disebutkan
hukumnya. Oleh karena itu, para sahabat dituntut untuk mengeluarkan hukum dengan
metode yang jelas sesuai dengan petunjuk Nabi sehinggan hukum yang ditetapkan
tidak kontradiktif.

Sumber pensyariatan (perundang-undangan) pada masa sahabat adalah


a. Al-Quaran
b. As-Sunnah
c. Ijma’
d. Logika (ra’yu)
Dalam aplikasinya, sumber-sumber hukum perundang-undangan ini dapat di urutkan
dalam langkah-langkah sebagai berikut:
a. Meneliti dalam kitab Allah untuk mengetahui hukumnya.
b. Meneliti dalam sunnah Rasulullah jika tidak ada nash dalam kitab Allah
c. Ijma’, yaitu jika todak ada nash dalam kitab Allah atau sunnah Rasulullah atau
ditemukannya namun bersifat global, atau nashnya banyak dan setiap naas
memberikan hukum yang berbeda, atau berupa khabar ahad. Dan ketika itu
khalifah mengundang para sahabat untuk melakukan ijma’. Jika mereka sepakat
dan menyetujui suatu pendapat maka itulah yang akan mereka putuskan dan
menjadi sebuah hokum yang pasti dan mengikat.
d. Ra’yu (pendapat pribadi), yaitu setiap hokum yang ditetapkan bukan berdasarkan
petunjuk nash termasuk qiyas, istihsan, masalih mursalah, bara’ah adz-dzimmah,
dan sad adz-dzari’ah.

3
2. 5 Faktor Kondisional dan Situasional yang Mempengaruhi Tasyri’ Islam masa
Khulafaur Rasyidin

a. Akar masalah yang terjadi dalam pengambilan tasyri’


1. Luasnya wilayah islam masa khulafaurrasyidin.
Periode kekuasaan pemerintahan nabi Muhammad SAW hanya meliputi
semenanjung Arabia tetapi periode khulafaur Rasyidin meliputi wilayah arab dan
non arab sehingga masalah yang muncul semakin kompleks sementara ketetapan
hukum yang rinci di dalam alquran dan alhadis terbatas jumlahnya. Oleh karena
itu khulafaurrasyidin mengahadapi banyak masalah yang tadinya tidak terdapat di
masyarakat Arab. Misalnya masalah pengairan, keuangan, cara menetapkan
hukum di pengadilan dan budaya hukum di Damaskus, Mesir, Irak, Iran, Maroko,
Samarkand, Andalusia.
2. Sahabat khawatir akan kehilangan Alquran karena banyaknya sahabat yang hafal
alquran meninggal dunia dalam perang melawan orang-orang murtad, Sahabat
mengkhawatirkan terjadinya ikhtilaf sahabat terhadap alquran akan seperti
ikhtilaf Yahudi dan Nasrani yang terjadi sebelumnya, Sahabat takut akan terjadi
pembohongan terhadap sunnah Rasulullah SAW, Sahabat khawatir umat Islam
akan menyimpang dari hukum Islam. Sahabat menghadapi perkembangan
kehidupan yang memerlukan ketentuan syariat kerena islam petunjuk bagi
mereka tetapi belum ditetapkan ketentuannya dalam Alquran.
b. Pendapat sahabat dalam pengistimbatan tasyri’
Pengistimbatan pada masa ini sebatas kasus-kasus yang terjadi saja. Mereka tidak
memprediksikan masalah-masalah yang belum terjadi dan tidak mengira-ngira
bahwa hal itu akan terjadi lalu meneliti hukumnya sebagaimana ulama
mutaakhirin. Sahabat membatasi pada kasus-kasus yang perlu difatwakan saja.
Mereka tidak menyenangi hal itu dan mereka tidak menampakkan pendapat
tentang sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi, jika sesuatu itu terjadi mereka ijtihad
untuk mengistimabtkan hukumnya. Mereka berpendapat bahwa :
1. Sesungguhnya menyibukkan diri selain dengan kasus-kasus yang terjadi
adalah sia-sia, membuang-buang waktu untuk perbuatan baik dan bajik serta
menyia-nyiakan waktu yang berharga.
2. Mereka memelihara berfatwa dan sebagian mereka melarangkan yang lain
untuk berfatwa karena takut meleset dan salah. Oleh karena itu mereka
4
menjauhi perluasan fatwa terhadap kasus-kasus yang belum terjadi.
Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwasanya apabila ia apabila dimintai
fatwa dalam masalah yang ditanyakan. Bila kasusnya telah terjadi, maka Zaid
memberikan fatwanya, namun bila kasusnya belum terjadi ia berkata,
“biarkanlah sampai kasusnya terjadi.“
3. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa para sahabat yang mengeluarkan
fatwa dan ra’yu (pendapat) pada masa ini adalah khalifah dan para
pembantunya. Disamping kesibukan mengatur negara Islam dan politik kaum
muslimin, baik keagamaan maupun keduniaan. Inilah yang membuat mereka
sibuk sehingga menjauhi menentukan dan mengira-ngira.
 Para ulama shahabat mengambil beberapa tindakan untuk menjamin
kebenaran riwayat diantaranya;
 Para sahabat, termasuk sahabat Abu Bakar tidak menerima hadist yang
tidak disaksikan lebih dari satu orang.
 Para sahabat tidak membukukan hadist sehingga terbagilah hadist-hadist
berdasarkan perawi-perawinya.
 Para sahabat tidak membukukan hasil ijtihad mereka. Sehingga sulit sekali
bagi generasi seterusnya kesulitan untuk mengetahui pendapat mereka.

2.6 Keputusan -keputusan yang Ditetapkan pada Masa Khulafaur Rasyidin

1. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq


Khalifah Abu Bakar adalah seorang ahli hukum yang tinggi mutunya dan dikenal
sebagai orang yang jujur dan disegani. Ia memerintah dari tahun 632 sampai 634
M. sebelum masuk Islam, dia terkenal sebagai orang yang jujur dan disegani. Ikut
aktif mengembangkan dan menyiarkan islam. Atas usaha dan seruannya banyak
orang-orang terkemuka yang memeluk agama Islam dan kemudian terkenal
sebagai pahlawan-pahlawan Islam yang ternama. Dan kerena hubungannya yang
sangat dekat dengan Nabi Muhammad, beliau mempunyai pengertian yang dalam
tentang isalm dibanding yang lain. Karena itu pula pemilihannya sebagai khalifa
pertama tepat sekali.

5
Tindakan-tindakan Penting yang Dilakukan Abu Bakar :
a. Pidatonya pada waktu pelantikan yang berbunyi :
“Aku telah kalian pilih sebagai khalifah, kepala Negara. Tetapi aku bukanlah
orang yang terbaik diantara kalian. Kerena itu, jika aku melakukan sesuatu
yang benar, ikutilah, dan bantulah aku. Tetapi jika aku melakukan kesalahan,
perbaikilah. Sebab menurut pendapatku, menyatakan yang benar adalah
amanat, membohongi rakyat adalah pengkhianat.” Selanjutnya beliau berkata,
“Ikutilah perintahku selama aku mengikuti perintah Allah dan Rasulnya.
Kalian berhak untuk tidak patuh kepadaku dan akupun tidak akan menuntut
kepatuhan kalian.” Kata-katanya itu sangat penting artinya dipandang dari
sudut hukum ketatanegaraan dan pemikiran politik islam. Sebab, kata-katanya
itu dapat dijadikan dasar dalam menentukan hubungan antara rakyat dengan
penguasa, antara pemerintah dan warga negara.
b. Cara yang dilakukan dalam memecahkan persoalan yang timbul di
masyarakat.
Mula-mula pemecahan masalah itu dicarinya dalam wahyu tuhan. Kalu dalam
wakyu tuhan tidak ada, dicarinya dalam wahyu nabi. Kalau dalam sunnah nabi
tidak diperoleh pemecahan masalah, Abu bakar bertanya kepada para sahabat
nabi yang dikumpulkan dalam majelis. Mejelis ini melakukan ijtihad lalu
timbullah konsesus bersama yang disebut ijma’ mengenai masalah tertentu.
Dalam masa abu bakar inilah apa yang disebut dalam kepustakaan sebagai
ijma’ sahabat.
c. Pembentukan panitia khusus yang bertugas mengumpulkan catatan ayat-ayat
Alquran yang telah ditulis pada zaman Nabi pada bahan-bahan darurat seperti
pelepah-pelepah kurma, tulang-tulang unta, kemudian dihimpun dalam satu
naskah yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit yang merupakan sekretaris Nabi
Muhammad.
d. Berkenaan dengan bagian harta warisan seorang nenek, Abu Bakar tidak
menemukan ketentuannya dalam Al-Quran, ia kemudian bertanya kepada
sahabat. Mugirah seorang sahabat member tanggapan, ia berkata bahwa Nabi
memebrikan seper enam harta bagi nenek.

6
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab
Setelah khalifah Abu bakar meninggal dunia, Umar bin Khattab menjadi khalifah
tahun 13 H/634 M. Dalam masanya daerah islam berkembang dan meluas antara
lain : Mesir, Iraq, Adjebijan, Parsi, Siria. Umar telah mengusir orang-orang
Yahudi dan Jazirah Arab. Dan Umarlah yang pertama kali menyusun
adsministrasi pemerintahan, menetapkan peradilan dan perkantoran, serta kalender
penanggalan. Umar dkenal sebagai Imam Mujtahiddin. Pada masanya ia berijtihad
antara lain tidak menghukum pencuri dengan potong tangan karena tidak ada illat
untuk memotongnya. Pencuri itu merupakan pegawai dari majikannya yang kaya
raya yang tidak memberikan gaji secara wajar. Maka umar menjalankan istislah,
yang kemudian dinamai almaslahatul mursalah. Umat tidak memberikan zakat
kepada almullafatu qulubuhum karena tidak ada illat untuk memberikannya,
maqashid yang terdapat dalam ayat ma’qulun-nash itu tidak terdapat. Yang
kemudian dianamai dengan al-ihtihsaan dan lain-lain.

Tindakan-tindakan Khalifah Umar


a. Turut aktif menyiarkan agama Islam sampai ke Palestina, Syiria, Irak,
danPersiaserta ke Mesir.
b. Menentukan tahun Hijriyah sebagai tahun islam yang terkenal berdasarkan
peredaran bulan (qamariyah). Dibandingkan dengan tahun Masehi yang
didasarkan pada peredaran matahari (syamsiyahh), tahun Huijriyah lebih
pendek. Perbedaan pergeserannya 11 hari lebih dahulu dari tahun sebelumnya.
Penetapan tahun hijriyah ini dilakukan pada tahun 638 M dengan bantuan para
ahli hisab (hitung) pada waktu itu.
c. Menetapkan kebiasaan shalat tarawih., yaitu salat sunnah malam yang
dilakukan sesudah shalat isya’, selama bulan Ramadlan dan dilakukannya
secra berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam. Umar berpendapat bahwa
shalat tarawih berkamaah hukumnya sunat.

3. Masa Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan


Panitia pemilihan khalifah memilih Utsman menjadi khalifah ketiga menggantikan
Umar bin khattab. Pemerintahan Utsman ini berlangsung dari tahun 644 sampai
655 M. Ketika dipilih, Utsman telah berusia 70 tahun. Ia seorang yang mempunyai
kepribadian yang lemah. Kelemahan ini dipergunakan oleh orang-orang di
7
sekitarnya untuk mengejar keuntungan pribadi, kekayaan dan kemewahan. Hal ini
dimanfaatkan utamanya oleh keluarganya sendiri dan golongan Umayyah. Banyak
pangkat-pangkat tinggi dan jabatan-jabatan penting dikuasai oleh familinya.
Pelaksanaan pemerintahan seperti ini dalam bahas orang-orang sekarang disebut
nepotisme(kecendrungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak
saudara/ keluarga sendiri). Timbullah klik system dalam pemerintahan.

Tindakan-tindakan Khalifah Utsman


a. Membentuk kembali panitia yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dan Abdullah
bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harrits menyalin kembali
naskah-naskah Alquran kedalam lima mushaf (kumpulan lembaran-lembaran
yang ditulis, dan alquran itu sendiri juga disebut mushaf), kemudian dikirim ke
ibukota provinsi (Makkah, Kairo, Damaskus, Bagdad). Naskah itu disimpan di
masjid besarnya masing-masing seperti umat Indonesia menyimpan Alquran
pusakanya di masjid Baiturrahim di komplek Istana Merdeka Jakarta. Satu
naskah disimpan di Madinah untuk mengenang jasa Utsman. Hal itu terjadi
pada tahun 30 H/ 650 M. Naskah mushaf Usmany adalah naskah yang dikirim
pada masanya. Sebagai kenang-kenangan atas jasa-jasanya, Utsman disebut
juga Al-imam. Mushaf Usmany di salin dan diberi tanda-tanda bacaan di
Mesir seperti yang kita liat sekarang ini.
b. Menyalin dan membuat Alquran standar yang disebut dengan kodifikasi
Alquran. Standarisasi Alquran ini perlu diadakan. Karena, pada masa itu,
wilayah Islam sangat luas dan didiami oleh berbagai suku bangsa dan dialek
yang tidak sama. Karena itu, di kalangan pemeluk agama islam terjadi
perbedaan ungkapan dan ucapan tentang ayat-ayat alquran yang disebarkan
melalui hafalan. Perbedaan cara mengungkapakan itu menimbulkan perbedaan
arti.
c. Umar berijtihad bahwa istri yang dicerai suaminya yang sedang sakit dan
suaminya itu meninggal dunia, maka istri tersebut mendapat harta pusaka jika
suaminya meninggal dalam masa tunggu (iddah), apabila suaminya meninggal
setelam masa iddah, maka istri tersebut tidak mendapat harta warisan.
d. Meluaskan daerah pemerintahan sampai ke baros, Maroko, India dan
Konstantinopel.

8
4. Ali bin Abi Thalib
Setelah Utsman meninggal dunia, orang-orang terkemuka memilih Ali bin
Abi Thalib menjadi khalifah keempat. Ia memerintah dari tahun 656 sampai tahun
662 M. Sejak kecil ia diasuh dan didik oleh Nabi Muhammad, oleh karena itu,
hubungannya rapat sekali dengan Nabi. Ali adalah keponakan dan menantu Nabi
SAW, setelah ia menikah dengan putri Nabi, Fathimah Az-zahra. Ketika Nabi
Muhammad masih hidup, Ali sering ditunjuk oleh Nabi menggantikan beliau
menyelesaikan masalah-masalah penting. Nabi Muhammad sendiri pernah
menyatakan bahwa hubungan Nabi dengan Ali dapat dimisalkan seperti Nabi
Musa dan Harun. Dan karena itu pula, orang berkata bahwa Ali telah mengambil
suri teladan, ilmu pengetahuan, budi pekerti, dan kebersihan hati Nabi Muhammad
Saw. Karena itu banyak orang yang berpendapat bahwa ia lebih berhak menjadi
khalifah daripada yang lainnya. Yang berpendapat demikian terkenal dengan
golongan syi’ah.
Diantara ijtihad Ali adalah tentang seorang yang menikah dengan seorang
perempuan. Ketika ia bermaksud melakukan perjalanan tanpa membawa isterinya,
keluarga istrinya mengancam bahwa pernikahan dengan isterinya talah berakhirr,
istri itu belum memperoleh kiriman. Hal itu kemudian diadukan ke Ali, Ali
berkata bertindaklah bijaksana sampai suaminya menyataka talak, Ali
menolaknya, Ali bermaksu bahwa sumpah atau akad talak yang debarengi denga
syarat tidak sah. Semasa pemerintahan Ali, tidak banyak yang diperbuat untuk
mengembangkan hukum islam. Hal ini dikarenakan keadaan Negara tidak stabil.
Di sana sini timbul bibit-bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam
yang bermuara pada perang saudara dan timbulnya kelompok-kelompok besar
umat islam sekarang ini, antara lain :
Kelompok Ahlussunnah waljamaah (suni), yaitu kelompok atau jamaah yang
berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad; Kelompok syiah yaitu pengikut
Ali bin Abi Thalib.
Dasar perpecahan adalah perbedaan pendapat mengenai masalah politik,
yakni siapa saja yang berhak menjadi khalifah, masalah pemahaman akidah,
pelaksanaan ibadah, system hukum dan kekeluargaan. Golongan syiah banyak
terdapat di Lebanon, Irak, Pakistan, dan India. Bekas pengaruhnya terdapat di
Indonesia, tepatnya di Tanjung Priok, di Pasar Koja.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sumber pensyariatan (perundang-undangan) pada masa sahabat adalah
 Al-Quaran
 As-Sunnah
 Ijma’
 Logika (ra’yu)
2. Pengistimbatan pada masa khulafaurrasyidin sebatas kasus-kasus yang terjadi saja.
Mereka tidak memprediksikan masalah-masalah yang belum terjadi dan tidak
mengira-ngira bahwa hal itu akan terjadi lalu meneliti hukumnya sebagaimana ulama
mutaakhirin. Sahabat membatasi pada kasus-kasus yang perlu difatwakan saja.
Mereka tidak menyenangi hal itu dan mereka tidak menampakkan pendapat tentang
sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi, jika sesuatu itu terjadi mereka ijtihad untuk
mengistimabtkan hukumnya.
3. Perkembangan tasyrik pada masa khulafaurrasyidin itu disesuakan dengan masa
kekhalifahannya, karena semakin berkembangnya zaman semakin benyak masalah
baru yang ditimbulkan, sehingga khlalifah atau para mijtahid memerlukan untuk
berijtihad memenumak jalan keluar dari sebuah masalah. Masing-masing khlalifah
memiliki kebijakan sendiri dalam memnyelasaikan sebuah masalah yang muncul.

B. Saran
Makalah yang kami buat masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
berharap pembaca terutama Bapak Dosen dapat memberikan kritik dan saran
konstruktif kepada kami untuk perbaikan makalah agar lebih bagus lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Rosda Karya, 2000.
Muhammad Zuhri, Terjemahan Tarikh Tasyrik Al-Islam, Semarang: Darul Ikhya, 1980.
Ra
syad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, Jakarta: Amzah, 2011.
Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001.
www.TARIKH TASYRI’ MASA KHULAFAUR RASYIDIN _ lailynurarifa site's.htm.
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2011), hal 57-63.
Muhammad Zuhri, Terjemahan Tarikh Tasyrik Al-Islam, (Semarang: Darul Ikhya, 1980), hal
256.
www.TARIKH TASYRI’ MASA KHULAFAUR RASYIDIN _ lailynurarifa site's.htm.
Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam (Bandung: Rosda Karya, 2000), hal
45.
Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001), hal 289.

11

Anda mungkin juga menyukai