Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KESESATAN BERFIKIR

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Ilmu Logika”

Dosen Pengampu:
Dr. Iksan Kamil Sahri, M.Pd.I

Disusun Oleh :
1. Nur Alifa Damaysari NIM. G73219049
2. Sandy Hardisurya NIM. G73219055
3. Wiska Novela Kharisma NIM. G73219058

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Kesesatan Berfikir” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. Iksan Kamil Sahri, M.Pd.I selaku
dosen mata kuliah Ilmu Logika yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ilmu Logika dan juga kami menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Surabaya, 24 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
A. Definisi Sesat Pikir ......................................................................................... 3
B. Kesesatan Formal ............................................................................................ 3
C. Kesesatan Bahasa ............................................................................................ 5
D. Kesatuan Bahasa ............................................................................................. 9
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu logika lahir bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani.
Dalam usaha untuk menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf
Yunani banyak yang mencoba membantah pemikirannya dengan para filusuf
lainnya dengan menunjukkan kesesatan penalarannya. Kesesatan penalaran ini
disebut dengan kesesatan berfikir. Dalam pandangan logika sesat pikir itu bisa
terjadi karena dalam penarikan kesimpulan terdapat kaidah-kaidah logis yang
dilanggar, hal itu kemudian akan membawa kepada suatu kesimpulan yang
sesat. Sesat pikir (fallacy) dalam pandangan logika berarti sebuah kesalahan
logika.
Begitu banyak manusia yang terjebak dalam kesesatan berfikir, sehingga
diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok
dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang
yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan
bahkan bisa mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir
yang benar. Pada dasarnya logika diajarkan untuk menghindari kesesatan
berpikir seseorang, agar dia tidak keliru dalam mengambil sebuah kesimpulan
dari beberapa proporsi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kesesatan pikir dalam ilmu logika?
2. Bagaimana kesesatan formal dalam kesesatan berfikir?
3. Bagaimana kesesatan bahasa dalam kesesatan berfikir?
4. Bagaimanakah kesatuan bahasa dalam ruang lingkup ilmu logika?

1
C. Tujuan
1. Untuk memahami definisi dari sesat pikir dalam ilmu logika
2. Untuk memahami kesesatan formal dalam kesesatan berfikir
3. Untuk memahami kesesatan bahasa dalam kesesatan berfikir
4. Untuk memahami kesatuan bahasa dalam ruang lingkup ilmu logika

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sesat Pikir


Pada dasarnya pemikiran manusia memiliki jalan pikiran.1 Oleh sebab itu
diperlukan putusan yang tepat agar tidak mengarah pada kesesatan fikir. Putusan
merupakan tujuan semua tindakan manusia untuk mengetahui.2
Sesat pikir (fallicia: Latin atau fallacy: Inggris) ialah kekeliruan
penalaran yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan yang tidak shahih
dengan melanggar ketentuan-ketentuan logika atau susunan dan penggunaan
bahasa serta penekanan kata yang secara sengaja atau tidak telah menyebabkan
pertautan atau asosiasi gagasan tidak tepat. Biasanya, sesat pikir tidak dapat
segera diketahui karena sepintas lalu, tampak seolah-olah benar tetapi
sesungguhnya keliru. Jika pelaku sesat pikir itu tidak menyadari akan sesat pikir
yang dilakukannya, hal itu disebut paralogisme. Namun, apabila sesat pikir itu
dilakukan dengan sengaja untuk menyesuaikan orang lain, disebut sofisme.
Kesesatan berfikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang
sebenarnya tidak logis, salah arah dan menyesatkan. Ini karena adanya suatu
gejala berfikir yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa
memperhatikan relevansinya. Secara sederhana kesesatan berfikir dibedakan
dalam dua kategori yaitu, kesesatan formal dan kesesatan bahasa.3

B. Kesesatan Formal
Sesat pikir formal terjadi karena melanggar ketentuan-ketentuan yang
berlaku bagi bentuk (forma) penalaran yang sahih. Kesesatan ini terjadi karena
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proporsi dalam
suatu argumen. Jenis-jenis sesat pikir formal adalah sebagai berikut:

1
Poedjawijatna, Filsafat Berfikir, (Jakarta: Penerbit PT Rineka cipta, 2000), hlm. 69.
2
Surajiyo dkk, Dasar-dasar Logika, (Jakarta : Penerbit PT Bumi Aksara, 2007), hlm. 111.
3
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996), hlm. 92-94.

3
1. Sesat Pikir Empat Term (fallacy of four terms)
Kesesatan ini disebabkan karena digunakannya empat arti dalam suatu
penalaran. Dalam suatu penalaran pokok sebutan (categorial silogisme)
hanya boleh dipakai tiga artian, yaitu pokok, sebutan dan artian tengah yang
menjembatani pokok dan sebutan, itu yang kemudian menjadi simpulan.
Sesat pikir karena empat artian terjadi karena dipergunakannya istilah yang
bermakna ganda bagi artian tengahnya.
Contohnya:
 Semua rumah mempunyai halaman.
 Buku logika ini mempunyai halaman.
Jadi, buku logika ini adalah sebuah rumah.
Kata "halaman" yang berperan sebagai artian tengah dalam silogisme di atas
bermakna ganda sehingga menyebabkan kesesatan dalam penalaran
tersebut.
2. Kesesatan karena Premis-Premis yang Mengiyakan dan Kesimpulan
Lain yang Mengingkari
Ini terjadi karena melanggar aturan pembentukan silogisme yang
menyatakan bahwa dari pangkal pikir - pangkal pikir yang mengiyakan
hanyalah dapat diturunkan suatu kesimpulan yang mengiyakan pula.
Contohnya:
 Semua filsuf adalah manusia.
 Semua ahli logika adalah filsuf.
Jadi, semua ahli logika bukan manusia.
3. Sesat Pikir Term Tengah Tak Berdistribusi (fallacy of undistributed
middle)
Ini adalah suatu bentuk sesat pikir yang terjadi dalam suatu susunan
pikir berupa artian tengah yang tak tertunduk semua dalam pangkal pikir
sehingga artian tengah itu sesungguhnya tidak dapat menghubungkan pokok
dengan sebutan yang dinyatakan dalam kesimpulannya.
Contohnya: Pahlawan adalah orang yang berjasa.
Ebiet G. Ade adalah artis.
Jadi, Ebiet G. Ade adalah orang yang berjasa.

4
4. Kesesatan karena Premis Negatif dan Kesimpulan yang Mengiyakan
Sesat pikir ini melanggar ketentuan yang menyatakan bahwa kalau
salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif. Andai
ini dilanggar maka akan terjadi kesesatan.
Contohnya:
 Semua filsuf adalah ahli logika.
 Semua arsitek adalah bukan filsuf.
Jadi, semua arsitek adalah ahli logika.
5. Kesesatan karena Dua Premis yang Mengingkari
Ini merupakan sesat pikir yang melanggar ketentuan atau hukum
sahnya penyusunan silogisme yang mengandung dua premis mengingkari
tidak dapat ditarik kesimpulannya yang sah.
Contohnya:
 Buku filsafat dari Kant adalah bukan buku yang mudah dibaca.
 Buku yang mudah dibaca adalah bukan buku yang bermutu.
Jadi semua buku filsafat dari Kant adalah buku bermutu. 4

C. Kesesatan Bahasa
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing
kata dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan keseluruhan arti
kalimatnya. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam
kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya. Banyak kesesatan
terjadi karena sifat bahasa5 , ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau
arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran. Sesat pikir karena
bahasa dapat terjadi karena kesalahan sebagai berikut:
1. Kesesatan Aksentuasi
Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu diwaspadai karena ada
suku kata yang harus diberi tekanan. Perubahan dalam tekanan terhadap
suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu kurangnya

4
Karomani, Logika, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 49-51.
5
R.G. Soekadijo, Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama,1997), hlm 11

5
perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti
sehingga penalaran mengalami kesesatan.
a. Kesesatan Aksentuasi Verbal
Contoh:
 Serang (kota) dan serang (tindakan menyerang dalam pertempuran)
 Apel (buah) dan apel bendera (menghadiri) upacara bendera
 Mental (kejiwaan) dan mental (terpelanting)
 Tahu (masakan, makanan) dan tahu (mengetahui sesuatu)
b. Kesesatan Aksentuasi Nonverbal
Contoh sebuah iklan:
"Dengan 2,5 juta bisa membawa motor"
Mengapa bahasa dalam iklan ini termasuk kesesatan aksentuasi
nonverbal.
Contoh kasus:
Karena motor ternyata baru bisa dibawa (pulang) tidak hanya dengan
uang 2,5 juta tetapi juga dengan menyertakan syarat-syarat lainnya
seperti slip gaji, KTP, rekening listrik terakhir dan keterangan surat
kepemilikan rumah.
Contoh ungkapan:
Apa dan Ha
Memiliki arti yang berbeda-beda bila:
 Diucapkan dalam keadaan marah
 Diucapkan dalam keadaan bertanya
 Diucapkan untuk menjawab panggilan
2. Kesesatan Ekuivokasi
Adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih
dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah
kata yang sama, maka terjadilah kesesatan penalaran.
a. Kesesatan Ekuivokasi Verbal
Adalah kesesatan yang terjadi pada pembicaraan dimana bunyi yang
sama disalahartikan menjadi dua maksud yang berbeda. Bisa (dapat)
dan bisa (racun ular).

6
Contoh:
"Seorang pasien berkebangsaan Malaysia berjumpa dengan seorang
dokter Indonesia. Setelah diperiksa, dokter memberi nasehat. "Ibu perlu
menjaga makannya."
Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan ayam?". Sah dokter
menjawab "Bisa."
Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan ikan?". Sang dokter
menjawab "Bisa"
Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan sayur?". Sang dokter
menjawab "Bisa".
Sang pasien merasa marah lalu membentak "Kalau semua bisa
(beracun), apa yang saya hendak makan...?"
b. Kesesatan Ekuivokasi Non-verbal
Contoh:
Menggunakan kain/pakaian putih-putih berarti orang suci. Di India
wanita yang menggunakan kain sari putih-putih umumnya adalah janda
 Bergandengan sesama jenis pasti homo
 Menggelengkan kepala (berarti tidak setuju), namun di India
menggelengkan kepala dari satu sisi ke sisi yang lain menunjukkan
kejujuran.
3. Kesesatan Amfiboli
Kesesatan amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang dikarenakan
konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya menjadi bercabang, ini
dikarenakan letak sebuah kata atau term tertentu dalam konteks kalimatnya.
Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya, padahal
hanya satu saja makna yang benar sementara makna lain pasti salah.
Contoh:
Dijual kursi bayi tanpa lengan.
 Arti 1: Dijual sebuah kursi untuk seorang bayi tanpa lengan.
 Arti 2: Dijual sebuah kursi tanpa dudukan lengan khusus untuk bayi.
Penulisan yang benar adalah: Dijual kursi bayi, tanpa lengan kursi.

7
Contoh lain:
Kucing makan tikus mati.
 Arti 1: Kucing makan, lalu tikus mati
 Arti 2: Kucing makan tikus lalu kucing tersebut mati
 Arti 3: Kucing sedang memakan seekor tikus yang sudah mati
4. Kesesatan Metaforis
Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang
terjadi karena pencampuradukan arti kiasan dan arti sebenarnya. Artinya
terdapat unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara kedua arti
tersebut. Tetapi, bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan dengan
arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga
kesesatan karena analogi palsu.
Contoh:
 Pemuda adalah tulang punggung Negara
Penjelasan kesesatan: Pemuda di sini adalah arti sebenarnya dari
orang-orang yang berusia muda, sedangkan tulang punggung adalah arti
kiasan karena negara tidak memiliki tubuh biologis dan tidak memiliki
tulang punggung layaknya makhluk vetebrata.
Pencampuradukan arti sebenarnya dan arti kiasan dari suatu kata atau
ungkapan ini sering kali disengaja seperti yang terjadi dalam dunia lawak.
Kesesatan metaforis ini dikenal pula dengan nama kesesatan karena analogi
palsu.
Lelucon di bawah ini adalah contoh dari kesesatan metaforis:
Pembicara 1: Binatang apa yang haram?
Pembicara 2: Babi
Pembicara 1: Binatang apa yang lebih haram dari binatang yang haram?
Pembicara 2: ?
Pembicara 1: Babi hamil! Karena mengandung babi. Nah, sekarang
binatang apa yang paling haram? Lebih haram daripada babi hamil?
Pembicara 2: ?
Pembicara 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak babinya anak haram.6

6
Bambang Kusbandrijo, Dasar-dasar Logika, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 114-118

8
Oleh sebab itu, setiap orang yang memiliki sebuah argumen haruslah
dapat memilah-milah sebuah kata yang mempunyai arti ganda ataupun suatu
kata yang mirip dalam tulisan ataupun lafadznya, sebab itu juga dapat
menyebabkan kesesatan pada orang yang mendengar ataupun orang yang
membaca argumen anda. Dengan kesesatan ini seseorang juga dapat keliru
dalam menarik sebuah konklusi hanya disebabkan bahasanya.7

D. Kesatuan Bahasa
Pikiran yang membentuk bahasa, tanpa pikiran bahasa tidak akan ada.
Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa bukan
sebaliknya (Chaer, 2003: 51). Sehingga berbicara tidak semata-mata
menggunakan kata-kata, melainkan suatu bahasa yang diilhami oleh pikiran dan
penalaran. Bahasa sebagai penjelmaan dari bentuk berpikir dapat juga
merupakan alat untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu.
Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat
berpikir lebih sistematis (Chaer, 2003: 59)8
Besarnya perhatian para filsuf terhadap bahasa, antara lain disebabkan
oleh fungsi bahasa itu sendiri. Yaitu sebagai sarana untuk menyampaikan
pikiran, perasaan, dan emosi, sedangkan ahli sosio-linguistik mengatakan bahwa
fungsi bahasa adalah sarana untukperubahan masyarakat. Selain yang tersebut di
atas, Fathi Ali Yunus dalambukunya Asaiyat Ta’lim Lughoh al-Arabiyah wa al
Tarbiyah al Diniyah,menambahkan fungsi bahasa yaitu sebagai penyenangan
jiwa dan pengurangan kegoncangan jiwa.9
Bahasa utama ialah bahasa yang diutarakan dengan kata lisan, bahasa
lisan. Bahasa tulisan timbulnya lebih kemudian dari bahasa lisan. Bahasa dengan
kata-katanya dipergunakan manusia untuk mengutarakan isi hatinya.

7
Muhamad Rakhmat, Pengantar Logika Dasar, (Bandung: LoGoz Publishing, 2013), hlm.103-108.
8
Inayatur Rosyidah, Relevansi Ilmu Pengetahuan, Filsafat, Logika Dan Bahasa Dalam Membentuk
Peradaban, El-Harakah. Vol.12 No.1 Tahun 2010
9
Amir Syuhada, Peranan Bahasa Dalam Perkembangan Filsafat, At-Ta’dib Vol. 5. No. 1 Shafar 1430

9
Ada beberapa macam bahasa menurut cara mengutarakannya;
1. Bahasa lisan
2. Bahasa Tertulis
3. Bahasa Gerak
Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus mencerminkan
maksud setepat-tepatnya.
Adapun beberapa macam bahasa menurut tujuannya:
1. Bahasa kesusasteraan
2. Bahasa Ilmiah
Bahasa ilmiah haruslah logis, karena ilmu artinya pengetahuan, dan tahu
ini mengetahui aturannya sendiri, yaitu logika. Bagaimanapun coraknya, bahasa
selalu merupakan bentuk berfikir karena dari bahasa kita akan tahu maksud
orang yang berbahasa itu.
Dalam lingkungan bahasa ditanah air kita berbeda sekalilah bahasa jawa
kalau subjek itu, adalah sesuai dengan kesungguhan yang diketahuinya itu.
Misalnya dari bahasa lain, karena orang yang mempergunakan bahasa itu lain
maka akan lain pula caranya berfikir. Oleh karena manusia yang berfikir itu
merupakan kesatuan dan keseluruhan, maka bahasanya pun merupakan kesatuan
dan keseluruhan: bahasa merupakan sesuatu yang hidup, maka dari itu dinamis
juga.
Manusia yang mau menjalankan pikirannya bertolak dari sesuatu, adalah
beberapa dasar berfikir yang tak boleh diabaikan.10

10
Poedjawijatna, Logika Filsafat Berfikir, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2004), hlm 16-17

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesesatan adalah suatu penalaran yang salah, yang sepintas kilas
kelihatan memiliki kebenaran. Kesesatan adalah suatu argumen yang tidak logis,
yang menyesatkan dan yang memperdayakan. Kesesatan dalam penalaran terjadi
ketika kita melanggar prinsip-prinsip logis. Secara sederhana kesesatan berfikir
dibedakan dalam dua kategori yaitu, kesesatan formal dan kesesatan bahasa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesesatan merupakan kesalahan yang
sangatlah fatal dalam logika, sebab, itu akan menyebabkan makna atau artinya
berubah dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun kesatuan bahasa, dan di dalam ilmu terutama dalam logika,
bahasa itu harus mencerminkan maksud setepat-tepatnya. Oleh karena manusia
yang berfikir itu merupakan kesatuan dan keseluruhan, maka bahasanya pun
merupakan kesatuan dan keseluruhan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Karomani. 2009. Logika. Yogyakarta: Graha Ilmu


Kusbandrijo , Bambang. 2016. Dasar-dasar Logika. Jakarta: Kencana
Poedjawijatna. 2000. Filsafat Berfikir. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta
. 2004. Logika Filsafat Berfikir. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta
Rakhmat, Muhamad. 2013. Pengantar Logika Dasar. Bandung: LoGoz Publishing
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Logika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Soekadijo, R.G. . 1997. Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Surajiyo, dkk. 2007. Dasar-dasar Logika. Jakarta : Penerbit PT Bumi Aksara

Jurnal
Rosyidah, Inayatur. “Relevansi Ilmu Pengetahuan, Filsafat, Logika Dan Bahasa
Dalam Membentuk Peradaban”. El-Harakah 12.1. (2010).
Syuhada, Amir. “Peranan Bahasa Dalam Perkembangan Filsafat”. At-Ta’dib 5.1.
(Shafar 1430)

12

Anda mungkin juga menyukai