Disusun oleh :
JURUSAN SYARI’AH
Syukur Alhamdulillah panjatkan kehadirat Allah SWT, dan tak lupa kita curahkan
salam serta shalawat pada Baginda Rasulullah SAW. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
lah sehingga memberikan saya kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang
mengangkat pembahasan tentang Tasyri pada masa rasulullah saw.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan. Segala kritikan dan saran dari smeua pihak akan
menjadi pengalaman yang berharga bagi saya demi kesempurnaan makalah ini.
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................II
DAFTAR ISI............................................................................................................................III
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
A. Kesimpulan...................................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IV
menerima Islam, bahkan mereka menerima kedatangan Rasulullah dengan senang
hati. Sehingga pembentukan tasyri’ pada masa ini dirasa jauh lebih mudah dibanding
dengan fase Mekkah, dan pada masa inilah hal-hal yang berkaitan dengan Ibadah,
tauhid dan sebagainya menjadi Tasyri’
Al-Qur’an dan Hadist pada periode ini menjadi sebagai sumber penetapan
Tasyri’, kemudian permasaalahan yang muncul adalah keterkaitan dengan ijtihad pada
masa ini, apakah ijtihad juga menjadi sumber Tasyri’ saat itu. Maka untuk lebih
lengkapnya akan kita bahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
V
BAB II
PEMBAHASAN
1
A.sirri, Mun’in, sejarah fiqih Islam sebuah pengantar, hal: 22
2
Khallaf, wahab khulasah tarikh tasyri’ islami, hal: 18
VI
Kebanyakan ayat-ayat al-quran itu meminta mereka agar menggunakan akal
pikiran, Allah mengistimewakan mereka dengan akal, yang tidak dimiliki oleh
makhluk lainnya agar mereka mendapat petunjuk kebenaran dari dirinya sendiri
(rasionalitas). Mengingatkan mereka agar tidak berpaling dengan ajaran para Nabi,
agar tidak tertimpa azab seperti apa yang ditimpakan pada Amat-umat terdahulu yang
mendustakan Rasul-rasul mereka dan mendurhakai perintah tuhannya. Pada masa ini
al-quran hanya sedikit memaparkan tujuan yang kedua, sehingga mayoritas masalah
Ibadah belum disyariatkan kecuali setelah hijrah. Ibadah yang disyariatkan sebelum
hijrah erat kaitannya dengan pemeliharaan akidah, sepertti pengharaman bangkai,
darah dan sembelihan yang tidak disebut nama Allah. Dengan kata lain, periode
Mekkah merupakan periode revolusi akidah untuk mengubah sistem kepercayaan
masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah semata. Statu revolusi yang
menghadirkan perubahan fundamental, rekonstruksi social dan moral pada seluruh
dimensi kehidupan masyarakat.
Namun ada beberapa hal yang menyebabkan ajaran Nabi Muhammad SAW
tidak diterima oleh masyarakat Mekkah, terutama dalam aspek ekonomi, faktor
diantaranya yatu : Ajaran tauhid menyalahkan kepercayaan dan praktek menyembah
berhala. Bila menyembah berhala dihapuskan maka berhala yang ada tidak laku lagi.
Hal ini mengancam sisi ekonomi mereka (produsen berhala). Karena itu ajaran tauhid
juga banya ditolak oleh masyarakat Mekkah. Ajaran Islam mengecam perilaku
ekonomi masyarakat Mekkah yang mempunyai ciri pokok penumpuk harta dan
mengabaikan fakir miskin serta anak yatim.1
Seperti yang kita ketahui bahwa Mekkah terletak dijalur perdagangan yang
penting. Mekkah makmur karena letaknya yang berada dijalur penting dari Arabia
selatan sampai utara dan mediteranian, teluk Persia, laut merah melalui jiddah dan
afrika. Dan Mekkah adalah salah satu pusat perdagangan yang ramai. Maka faktor
tersebut sangat mempengaruhi penolakan dakwah Nabi.3
3
Asghar ali engineer, asal-usul dan perkembangan Islam, hal: 59
VII
pemerintahan yang gilang gemilang.4 keadaan inilah yang mendorong perlunya
mengadakan tasyri’ dan pembentukan undang-undang untuk mengatur perhubungan
antara individu dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya, dan untuk mengatur pula
perhubungan mereka dengan bangsa yang bukan Islam baik di waktu damai maupun
perang.
Adapun periode madinah ini dikenal dengan periode penataan dan pemapanan
masyarakat sebagai masyarakat percontohan oleh karena itu di periode madinah inilah
ayat-ayat yang memuat hukum-hukum untuk keperluan tersebut (ayat-ayat ahkam)
Turun, baik yang berbicara tentang ritual maupun social. Meskipun pada periode ini
Nabi Muhammad SAW baru melakukan legislasi, Namun ketentuan yang bersifat
legalitas sudah ada Sejak periode Mekkah, bahkan justru dasar-dasarnya telah
diletakkan dengan kukuh dalam periode Mekkah tersebut. Dasar-dasar itu memang
tidak langsung bersifat legalistik karena selalu dikaitkan dengan ajaran moral dan
etik.5
Pada periode ini tasyri’ Islam sudah berorientasi pada tujuan yang kedua yaitu
disyariatkan bagi mereka hukum-hukum yang meliputi semua situasi dan kondisi, dan
yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan, baik individu maupun kelompok
pada setiap daerah, baik dalam Ibadah, muamalah, jihad, pidana, mawaris, wasiat,
perkawinan, thalak, sumpah, peradilan dan segala hal yang menjadi cakupan ilmu
fiqih. Proses pembentukan hukum pada masa kenabian tidak dipaparkan peristiwa-
peristiwa,
menggambarkan kejadiannya, mencari sebab-sebab pencabangannya dan kodifikasi
huku-hukum, sebagaimana masa-masa akhir yang telah dimaklumi. Tetapi
pembentukan hukum pada masa ini berjalan bersama kenyataan dan pembinaan
bahwa kaum muslimin, apabila menghadapi suatu masalah yang harus dijelaskan
hukumnya, maka mereka langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Terkadang
Rasulullah SAW memberikan fatwa kepada mereka dengan satu atau beberapa ayat
(wahyu) yang diturunkan Allah kepadanya, terkadang dengan hadis dan terkadang
dengan memberi penjelasan hukum dengan pengalamannya. Atau sebagian mereka
melakukan suatu perbuatan lalu Nabi SAW menetapkan (takrir) hal itu, jika hal
tersebut benar menurut Nabi SAW.
4
Khallaf, Wahhab, Op.Cit, hal: 10
5
Zuhri, Muhammad hukum Islam dalam lintasan sejarah, hal: 13
VIII
Ada tiga aspek yang perlu dijelaskan dari proses perkembangan syariat pada
periode ini.6:
1) metode Nabi dalam menerangkan hukum. Dalam banyak hal syariat Islam
Turun secara global nabi sendiri tidak menjelaskan apakah perbuatannya itu
wajib atau sunnah, bagaimana syarat dan rukunnya dan lain sebagainya.
Seperti ketika nabi salat para sahabat melihat salat nabi dan mereka
mengikutinya tanpa menanyakan syarat dan rukunnya.
2) kerangka hukum syariat. Ada hukum yang disyariatkan untuk suatu persoalan
yang dihadapi oleh masyarakat, seperti bolehkah menggauli istri ketika
mereka sedang haid, bolehkah berperang pada bulan haji. Dan ada pula yang
disyariatkan tanpa didahului oleh pertanyaan dari sahabat atau tidak ada
kaitannya dengan persoalan yang mereka hadapi, termasuk didalamnya adalah
masalah ibadah dan beberapa hal yang berkaitan dengan muamalat.
3) turunnya syariat secara bertahap (periodik). Maksudnya pembentukan kondisi
masyarakat yang layak dan Siap dan menerima Islam harus menjadi prioritas
yang diutamakan.
6
Op. Cit, sejarah fiqih Islam sebuah pengantar, hal: 24
IX
adat-istiadat yang kokoh dikalangan mereka. maka beliau menjawab mereka
dengan ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah: 219
X
peraturan undang-undangnya, maka hukumnya boleh berdasarkan ibahah
ashliyah(kebolehan menurut asal).
XI
demikian itu tidak berlawanan dengan pokok-pokok agama serta tidak
mendatangkan kemudharatan.7
Penentuan hukum pada periode Rasulullah SAW mempunyai dua sumber8, yaitu :
1. Wahyu Ilahi (Al-Quran)
Al-quran adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
yang mengandung petunjuk kebenaran bagi kebahagiaan ummat manusia. Dalam
bahasa “Fazlurrahman,9 Al-Quran adalah dokumen keagamaan dan etika yang
bertujuan praktis menciptakan masyarakat yang bermoral baik dan adil, yang
terdiri dari manusia-manusia saleh dan religius dengan keadaan yang peka dan
nyata akan adanya satu tuhan yng memerintahkan kebaikan dan melarang
kejahatan. Ketika terjadi sesuatu yang menghendaki adanya pembentukan hukum
dikarenakan suatu peristiwa, perselisihan, pertanyaan, permintaan fatwa, maka
Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW satu atau beberapa ayat al-
quran yang menjelaskan hukum yang hendak diketahuinya. Kemudian Rasulullah
menyampaikan kepada umat Islam apa-apa yang sudah diwahyukan kepada beliau
itu, dan wahyu itu menjadi undang-undang yang wajib diikuti.
Ada karakteristik yang sangat menonjol dari al-quran yaitu, bahwa meskipun
al-quran diturunkan dalam ruang waktu tertentu, sebab tertentu, tetapi esensi
kalam tuhan tersebut adalah universal, sehingga mengatasi ruang dan waktu. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa sasaran alquran dan juga sebab turunnya adalah
“kemanusiaan(problematika kehidupan manusia), baik pada masa Nabi, masa kini
dan masa seterusnya.
2. Ijtihad Rasulullah (Sunnah)
Sunnah adalah sumber fiqih kedua setelah al-quran. Dalam terminologi
muhaddisin, fuqaha dan ushuliyyin, sunnah berarti setiap sesuatu yang dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad, baik perkatan, perbuatan dan ketentuan. Sebagaimana
7
Abdul Wahhab Khallaf, Sejarah Hukum Islam, (Marja Bandung: 2005) Cet-1, 19-25.
8
Khlallaf, Wahhab, terjemahan khulasah tarikh tasyri’ islam, hal: 13
9
Op, Cit, sejarah fiqih Islam sebuah pengantar hal:28
XII
al-quran, sunnah juga tidak muncul dalam satu waktu, tetapi secara
bertahap(periodik) mengikuti fenomena umum dalam masyarakat, atau lebih tepat
disebut mengikuti perkembangan turunnya syariat. Oleh karena itu dalam banyak
hal, kita akan melihat bahwa sunnah bertujuan menerangkan, merinci, membatasi
dan menafsirkan al-quran.
Ketika muncul sesuatu yang menghendaki peraturan, sedang Allah tidak
mewahyukan kepada Rasulullah ayat al-quran yang menunjukkan hukum yang
dikehendakinya, maka Rasulullah berijtihad untuk mengetahui ketentuan
hukumnya. Dan dengan hasil ijtihad itulah yang dipergunakan beliau untuk
memutusi hukum sesuatu masalah, atau memberi fatwa hukum atau menjawab
pertanyaan atau menjawab permintaan fatwa hukum. Dan hukum yang terbit dari
hasil ijtihad beliau itu juga menjdai undang-undang yang wajib diikuti. Setiap
hukum yang disyareatkan pada periode Rasulullah SAW itu sumbernya adalah
dari wahyu ilahi (al-quran) dan ijtihad Nabi (Sunnah).
BAB III
PENUTUP
XIII
Kesimpulan
Pada periode Rasulullah pembentukan tasyri’ terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Periode Makkah
Pada periode makiyyah Rasulullah lebih memfokuskan kepada pembentukan
Akidah dan moral masyarakat makkah yang bertolak belakang dengan kebiasaan
masyarakat mekkah pada masa itu. Contohya, kebiasaan masyarakat mekkah
menyembah berhala, berjudi, meminum khamer, membunuh bayi perempuan,
dan berzinah. Setelah diangkatnya Nabi Muhammad dan berdakwah secara
terang-terangan barulah terbentuk Hukum Islam yang mengajak masyarakat
mekkah untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan terdahulu, dan menyembah
kepada Allah SWT.
Ketika Rasulullah mengajak masyarakat makkah untuk menyembah Allah dan
meninggalkan kebiasaan nenek moyang terdahulu, terdapat perlawanan dari
masyarakat mekkah yang membenci ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad
sehingga Rasulullah berhijrah ke Madinah. Inti pembentukan Hukum pada
periode Makkiyah adalah membentuk akidah yang sesuai dengan ajaran Islam,
dan menyembah kepada Allah SWT.
XIV
b. Periode Madinah
Berbeda dengan periode sebelumnya pada periode madinah sudah banyak
masyarakat yang memeluk Agama Islam dan telah terbentuknya pemerintahan
yang tertata dengan rapih. Kemudian mendorong Tasyri’ sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan,
baik individu maupun kelompok pada setiap daerah, baik dalam Ibadah,
muamalah, jihad, pidana, mawaris, wasiat, perkawinan, thalak, sumpah,
peradilan dan segala hal yang menjadi cakupan ilmu fiqih. Setelah pembentukan
Hukum maka munculah Pembinaan Hukum Pada Masa Rasulullah terdapat 4
dasar pembentukan Hukum Islam yaitu:
a. Berangsur-angsur dalam penetapan hukum.
b. Mengefisienkan Pembuatan Undang-Undang.
c. Memberi Kemudahan dan Keringanan.
d. Berjalannya undang-undang sesuai dengan kemaslahatan umat manusia.
Saran
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi
di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.
XV
DAFTAR PUSTAKA
Asghar ali engineer, Asal-usul dan Perkembangan Islam, 1999. Yogyakarta: INSIST dan
IKAPI.
Zuhri, Muhammad Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, 1996. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sirri, Mun’in Sejarah Fiqih Islam Sebuah Pengantar, 1995. Risalah Gusti.
Khallaf, Abdul Wahhab, Sejarah Hukum Islam, (Marja Bandung: 2005) Cet-1, 19-25.
Khallaf, Wahab Terjemahan Khulasah Tarikh Tasyri’ Islam, 1974. Solo: CV.Ramadhani
XVI