Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

SEJARAH MUNCULNYA HUKUM ISLAM


Dosen Pengampu :
Mohammad Hamim, MA

Oleh :
ADE SYAHRIYANI (1903121)

PRODI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TASIKMALAYA
TAHUN AKADEMIK 2020
Jl. Noenoeng Tisnasaputra No.16 Tasikmalaya
Tlp. (0265) 331501 – 332545
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan perkembangan hukum islam dimulai dari Masa Rosul sampai Masa
sekarang ?
2. Jelaskan sumber-sumber hukum islam yang pertama (al-quran, hadist nabi dan
qiyas) ?
3. Bagaimana asal mula kemunculan madzhab-madzhab dalam islam, dan apa
pendapat tentang madzhab-madzhab tersebut ?
4. bagaimana metode ijtihad hukum islam dalam organisasi seperti NU,
Muhamadiyah, dan lain-lain ?
C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan hukum islam dari masa rosul sampai masa sekarang.
2. mengetahui sumber-sumber hukum islam yang pertama (al-qur’an, hadist nabi dan
qiyas).
3. Mengetahui kemunculan madzhab-madzhab dalam islam,dan pendapat tentang
madzhab tersebut.
4. Mengetahui bagaimana metode ijtihad hukum islam dalam organisasi seperti NU,
Muhamadiyah dan lain-lain.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Perkembangan Hukum Islam


a. Masa Rosulullah Saw
Cara atau metode pembentukan hukum periode ini adalah berdasarkan suatu
problem untuk ditentukan hukumnya. Untuk itu rasulullah terpaksa menunggu dalam
beberapa waktu menjelang wahyu dari allah sebagai jawaban problem yang dimaksud.
Tapi kalau ternyata wahyu yang diharapkan itu tidak kunjung datang, maka rasulullah
berijtihad sendiri ataupun bermusyawarah dengan para sahabat, dengan berorientasi
kepada kemaslahatan umum (masyarakat).
b. Masa Para Sahabat
Di ceritakan dalam riwayat yang dikemukan al Baghawi dalam kitabnya “Masahih
as-Sunnah”, ia menuturkan “Abu Bakar, kalau dihadapkan suatu kasus perselisihan
kepadanya, maka beliau mencari ketetapan hukumnya dalam al Qur’an. Kalau beliau
mendapat ketetapan hukumnya dalam al Qur’an, maka beliau memutuskan perkara
meraka dengan ketetapan menurut al Qur’an. Jika tidak ditemukan dalam al Qur’an
beliau menetapkan ketetapan hukumnya menurut ketetapan Rasulullah SAW dalam
sunnah, kemudian jika mendapat kesulitan beliau berkonsultasi dengan sesama
sahabat, kemudian berkata “telah dihadapkan kepadaku suatu permasalahan, apakah
di antara kalian ada yang mengetahui bahwa nabi telah menetapkan hukumnya perihal
masalah seperti ini?. Adakalanya sekelompok sahabat berkumpul dan menyebutkan
bahwa nabi SAW pernah menetapkan hukumnya. Kemudian Abu Bakar berkata:
“segala puji bagi Allah yang telah menjadikan di antara kita orang yang menghafal
sunnah nabi kita”.
Metode hukum masa khalifah Umar yaitu, setelah tidak ada di al-qur’an dan
sunnah maka dia akan melihat pada keputusan Abu Bakar. Dan pemuwasyaratan yang
dilakukan Umar lebih terperinci, dimana ketika terjadi perbedaan pendapat, maka
Umar akan bermusyawarah lagi dengan orang yang berbeda pendapat itu sampai tidak
terjadi perbedaan dan tercapai satu kepahaman.
c. Masa Tabiin
Secara umum para tabi’in pada masa itu mengikuti manhaj (metode, kaidah)
sahabat dalam mencari hukum. Mereka merujuk kepada Al-qur’an dan Hadist dan
apabila tidak mendapatkan dari keduanya, mereka merujuk pada ijtihad sahabat dan
baru setelah itu mereka sendiri berijtihad sesuai dengan kaidah-kaidah ijtihad para
sahabat.
d. Masa Dinasti Muawiyah
Perkembangan hukum islam (fiqh) pada masa bani Umayyah atau masa
tabiin sebenarnya masih banyak menimbulkan kebingungan. Kebingungan itu didasari
karena adanya pergolakan-pergolakan yang muncul pada masa kekhalifahan. Utsman
dan Ali, akhirnya memuncak pada pemerintahan daulah Umayyah kemudian
melahirkan agitasi teologis yang cukup tajam. Pergolakan tersebut justru membawa
pegaruh besar terhadap perkembangan hukum islam. Sehingga mengantarkan pada
masa kodifikasi dan munculnya para imam madzhab. 
e. Masa Dinasti Abbasyiah
Sejarah mencatat periode ini sebagai suatu fase dimana fiqih tidak sekedar berputar
di sekitar masalah-masalah pengambilan hukum atau fatwa-fatwa fuqaha sahabat,
seperti yang menjadi concern fuqaha sebelumnya, tetapi merambah ke dalam
persoalan-persoalan metodologis dan kemungkinan pencarian “rumusan alternatif”
bagi pengembangan kajian fiqh. Diakalangan Ulama Ahlu al-Sunnah wal
jamaah. Muncul Imam Abu Hanifah(810-150 H) yang lebih cendrung memakai akal
(rasio) dan Ijtihad, Imam Malik Bin Anas (93-179 H) yang lebih cendrung memakai
hadist dan menjauhi sampai batas tertentu pemakaian Rasio, Imam Syafi'i (150-204 H)
yang berusaha mengkompromikan aliran Ahl al-Ra'yi, dengan Ahl al-Hadist dalam
Fiqh, dan Imam Ahmad bin Hambal(164-241 H) yang merupakan tokoh aliran Fiqh
yang keras, ketat dan kurang luwes dari aliran-aliaran fiqh yang lainnya.
f. Masa Keemasan
Pada periode ini merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan islam yang
dibagi kedalam dua fase. Pada masa inilah daerah islam meluas dari afrika utada
sampai ke spanyol dibelahan barat dan melalui persia hingga ke india dibeahan timur.
Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan islam.
g. Masa Kejumudan
Periode ini dimulai dari abad 10-11 M / 310 H, sejak berakhirnya kekuasaan bani
Abbas sampai abad ke 19. Periode ini , ditandai dengan menyebarkan pusat pusat
kekuasaan islam di beberapa wilayah , sehingga umat islam sendiri dapat dikatakan
dalam kondisi yang lemah dan berada dalam kegetiran. Pembentukan hukum pada saat
itu hanya terbatas pada apa yang disampaikan oleh para imam-imam mujtahid periode
terdahulu, tidak memperhatikan perjalanan yang ada atau terjadi serta tidak mengamati
perkembangan masyarakat, kemajuan ilmiah dan muamalah, urusan peradilan-peradilan dan
kejadian-kejadian problematika hukum yang baru.
h. Masa Sekarang
Pada periode ini umumnya terbentuk tawaran-tawaran metodologi baru yang
berbeda dengan metodoogi klasik. Paradigma yang digunakan cendrung menekankan
wahu dari sisi konteksnya. Hubungan antara teks wahyu dengan perubahan sosial tidak
hanya disusun dan dipahami melalui interpretasi literal tetapi melalui interpretasi
hukum islam terhadap pesan universal yang dikandung oleh teks wahyu. Waaupun
tawaran metodologi hukum islam tersebut memiliki model yang berbeda-beda antara
sau tokoh dengan yang lainnya, namun secara umum mereka memiliki kecendrungan
rasional-filosofis atau dengan kata lain menggunakan paradigma nalar burhani sebagai
pijakan pemikira mereka.
2. Sumber-Sumber Hukum Islam
a. Al-Qur’an
Allah swt menurunkan al-quran berguna untuk dijadikan dasar hukum, dan
disampaikan kepada manusia untuk diamalkan ajaran-ajaran-Nya. Karena al-quran
yaitu sumber hukum yang pertama dan utama. Maka dari itu, al-quran merupakan
sumberdari segala sumber hokum islam yang ada. Hal ini mengandung arti bahwa
pertama-tama yang menjadi tempat kembalinya semua permasalahan
Sebagai sumber hukum islam yang utama, maka fungsi al-quran ialah sebagai berikut:
 Sebagai petunjuk bagi manusia, hal ini ditegaskan dalam QS. (17): 9.
 Sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, hal ini ditegaskan dalam QS. (16):
89.
 Sebagai penawar jiwa yang haus (syifa) detegaskan dalam QS. (17): 82.
b. Hadist Nabi
Hadist menurut bahasa artinya kabar atau baru. Sedangkan menurut istilah yaitu
suatu kegiatan atau perbuatan, ucapan atau ketetapan dari nabi Muhammad saw.
Beberapa ulama berpendapat bahwa antara hadist dan sunnah memiliki definisi yang
sama. Ada juga yang berpendapat bahwa sunnah hanya perilaku Nabi, sedangkan
hadist yaitu perkataan nabi yang diriwayatkan oleh seorang sahabat dan hanya
merekalah yang mengetahui serta tidak menjadi sandaran. Semua perbuatan Nabi saw.
Ialah atas bimbingan Allah swt. Seperti firman Allah swt. Dalam QS Al-Haqqah: 44-
46 yang artinya: “ seandainya ia (Muhammad) mengada-adakan sebagian ucapan atas
(nama) kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian
benar-benar kami potong urat tali jantungnya”.
Fungsi hadist sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al-Quran ialah sebagai
berikut ini:
 Memperkuat hokum-hukum yang telah ada dalam Al-Quran
 Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal
atau umum (global)
 Mengisi atau menetapkan hokum yang tidak didapati dalam Al-Quran.
c. Qiyas
Qiyas merupakan suatu peristiwa yang tidak ada hukumnya dalam nash kepada
kejadian yang lain yang hukumya dalam nash karena adanya kesamaan dua kejadian
dalam ‘illat hukumnya. Seterusnya dalam perkembangan hukum islam kita jumpai
qiyas sebagai sumber hukum islam yang ke empat. Ari perkataan bahasa arab “qiyas”
adalah menurut bahasa ukuran, timbangan. Persamaan (analogy) dan menurut istilah
ali usulfiqh mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua peristiwa dengan
mempergunakan cara deduksi (analogical deduction), yaitu menciptakan atau
menyalurkan /menarik garis yang hukum yang baru dari garis hukum yang lama
dengan maksud memakaikan garis hukum yang baru itu kepada suatu keadaan, karena
garis hukum yang baru itu ada persamaannya dari garis hukum yang lama.
3. Asal Mula (sebab) Kemunculan Madzhab-Madzhab Dalam Islam
4. Metode Ijtihad Hukum Islam Dalam Organisasi-Organisasi Islam
bahwa penengembangan hukum islam di indonesia tidak terlepas dari pengaruhnya para
ulama di indonesia khususnya ulama-ulama dari golongan NU, Muhamadiyah, MUI,
Persis dan lain sebagainya. dari setiap organisasi masyarakat (ormas) islam yang terdapat
di indonesia mempunyai cara-cara tersendiri dalam pengembangan penegmebnagan
hukum islam itu sendiri dan selalu berdasarkan kepada Al-qur’an dan sunnah serta qiyas
dan ijma, sebagai tujukan pertama dalam setiap pengambilan (mengistinbathkan) suatu
hukum dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai