OLEH :
HUSNUL KHATIMAH
WIDIA ROSIDATUSALAMAH
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan
judul “Hukum Islam pada Masa Tabi’in”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan, dukungan dan
arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada Elpipit, MH, dan semua pihak yang telah membantu sehnga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis
mengundang berbagai pihak untuk memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Amien.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sejak awal diturunkan telah mengalami pertentangan hebat dari para
kaum Quraisy waktu itu. Banyak hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh nenek
moyang kaum Quraisy yang dianggap menyimpang oleh Islam. Hak manusia,
kepercayaan, ekonomi, muamalah. Semuanya diterapkan dengan aturan baru
sesuai dengan ajaran Islam. Seiring dengan berlalunya waktu, lambat laun Islam
menjadi mayoritas dan telah merubah tatanan kehidupan masyarakat Mekkah dan
Madinah serta daerah lain waktu itu. Pada awal turunnya sampai wafatnya
Rasulullah semua hukum masih bersumber dari Allah (Al-Qur’an) dan Rasulullah
(Hadist). Segala permasalahan selalu dibawa kepada Rasulullah untuk
diselesaikan.
Sepeninggalan Rasulullah mulai dirasakan oleh kaum muslimin, tempat
untuk bertanya segala permasalah telah wafat, maka salah satu cara yang
dilakukan adalah dibukanya pintu ijtihad, dengan menjadikan Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah (Hadis) sebagai landasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabi’in
Menurut pendapat al-Khatib1, mengatakan bahwa Tabi’in adalah orang
yang menyertai sahabat, tidak cukup hanya bertemu saja – seperti batasan arti
sahabat, mereka cukup hanya bertemu saja dengan Nabi Muhammad SAW,
karena nilai kemuliaan, ketinggian budi Nabi. Berkumpul sebentar dengan Nabi
bisa berpengaruh terhadap Nur Ilahi seseorang. Sedangkan bertemu dengan orang
lainnya tidak (termasuk dengan para sahabat) meskipun waktunya lebih lama.
Sedangkan kebanyakan ahli hadist berpendapat bahwa, Tabi’in adalah
orang yang bertemu sahabat meskipun tidak berguru kepadanya. Setelah masa
kholifah ke empat berakhir, fase selanjutnya adalah zaman Tabi’in. Secara
historis, masa Tabi’in merupakan masa yang dipenuhi permasalahan.
Perkembangan wilayah politik Islam yang semakain luas, kehidupan masyarakat
yang semakin maju dan kompleks.
2. Mazhab Maliki
Perintisnya adalah Malik bin Anas al - Asybahi al - ’Arabi, berasal dari
Yaman, lahir di Madinah tahun 93 H (713 M). Ia terkenal dengan teori
kemaslahatan dan menjadikannya sebagai pertimbangan menetapkan hukum serta
sebagai dasar pengambilan hukum sehubungan dengan masalah yang tidak ada
nas al - Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan boleh atau melarang. Dalam
menetapkan hukum ia sering menggunakan konsep tentang sesuatu yang menjadi
perantara, yakni sesuatu yang mendatangkan hal yang halal adalah halal, dan
sesuatu yang mendatangkan hal yang haram adalah haram. Contohnya, Penjualan
dengan cara kredit yang dapat menghilangkan harga asli yang dibayar dengan cara
kontan adalah merupakan perantara terjadinya riba. Karena itu, penjualan secara
4 Abdurrahman asy – Syarqawi, 1994. Kehidupan, Pemikiran dan Perjuangan Lima Imam Mazhab
Terkemuka, terjemahan Mujiyo Nurkhalis. hlm 49
kredit hukumnya haram dan penguasa wajib melarangnya. Sebab, penjualan
secara kredit itu mestinya harus menjadi perantara kemudahan, bukan merupakan
perantara pemaksaan untuk melakukan riba dan merupakan pendorong untuk
memberikan harga yang lebih besar5.
Syari’at, menurut Imam Malik berdiri atas dasar pertimbangan menarik
manfaat dan menjauhkan dari sesuatu yang merupakan jalan menuju kerusakan.
Oleh karena itu, setiap perbuatan yang menjadi perantara bagi perbuatan lain
harus dilihat akibatnya.
3. Mazhab Syafi’i
Perintisnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman
bin Syafi’i asy - Syafi’i, berasal dari keturunan Quraisy, lahir di Gaza tahun 159 H
(767 M). Imam Syafi’i membangun struktur hukum Islam berlandaskan empat
prinsip dasar hukum yang disusun secara sistematif, yaitu: al - Qur’an, Sunnah,
qiyas, Ijma’. Menurutnya, konsepsi hukum Islam pada hakikatnya terletak pada
ide bahwa hukum esesinya adalah religius dan berjalin berkelindan secara religius.
Kekuatan hukum islam melebihi kekuatan hukum - hukum ciptaan manusia.
Karena memiliki dasar dan sumber abadi, yaitu wahyu ilahi, karena lafal dan
maknanya terhimpun dalam al - Qur’an dan maknanya saja tetapi lafalnya dari
Nabi Muhammad yang terhimpun dalam hadist.
Sedangkan qiyas dalam hukum Islam, bukanlah sumber hukum. Hanya
berfungsi sebagai metode penalaran yang bersifat analogis, yakni pengambilan
kesimpulan dari suatu proses hingga sebuah kasus yang dapat dimasukkan dalam
prinsip ini, atau disamakan dengan proses tersebut dengan kekuatan suatu sifat
esensial umum yang disebut ’illah. Metode Qiyas dalam pandangan Syafi’i,
menurut Abdul Wahhab Khallaf6 bahwa dapat diterapkan jika nas telah memberi
petunjuk hukum mengenai suatu kejadian dan ’illat hukumnya pun telah diketahui
dengan cara - cara yang telah ditentukan untuk mengetahui ’illat hukum,
kemudian ’illat di dalam nash sama seperti ’illat yang ada pada waktu kejadian,
maka kejadian itu harus disamakan dengan kejadian yang ada nash-nya pada ’illat
5 Abu Ishaq Ibrahim asy – Syathibi, ttp., Al Muwafaqat fi Usul asy Syari’ah. hlm 198
6 Abdul Wahhab Khallaf, 1985.
yang seperti ’illat hukum dalam suatu kejadian. Contoh, dalam al - Qur’an Surat
Al - Maidah ayat 90 terdapat larangan minum khamar. Mengapa dilarang? Dan
bagaimana minuman keras yang dibuat dari bahan lainnya, seperti beras ketan
hitam, ketela, dan lain sebagainya?. Dalam hal ini perlu diteliti illat hukumnya
(sebab larangan minuman keras itu), ialah karena memabukkan, dan dapat
merusak saraf otak/akal. Sudah tentu unsur memabukkan itu terdapat pada semua
minuman keras. Karena itu, dengan metode qiyas, sejenis minuman keras
diharamkan.
4. Mazhab Hambali
Perintisnya adalah Imam Abu ’Abdillah Ahmad bin Hanbal, lahir di Baghdad
pada tahun 164 H (855 M). Ia menetapkan hukum berdasarkan bunyi nash yang
terdapat dalam al - Qur’an , Sunnah dan pendapat atsar para sahabat kemudian
qiyas. Ia tidak menggunakan qiyas kecuali jika tidak menemukan nash dalam al -
Qur’an, Sunnah atau pendapat ulama salaf. Ia sangat ketat dalam segala hal yang
berkaitan dengan ibadah dan hudud (sanksi pidana) yang jenis kadarnya
ditentukan Allah dan Nabi Muhammad, yang merupakan tiang agama, karena ia
melihat berbagai kegiatan bid’ah yang mewarnai kehidupan umat manusia,
padahal perbuatan itu keluar dari batasan agama.
7 Abdul Wahab Khallaf. 2001. Sejarah Pembentukan & Perkembangan Hukum Islam. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada. Hal 71-92
di dalam al – Qur’an, surat Al – An’am (8) ayat 108; surat An Nur (24) ayat
31, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
· Tabi’in adalah orang yang bertemu sahabat meskipun tidak berguru kepadanya.
· Sumber hukum pada masa Tabi’in meliputi : Al-quran, As-sunnah, Ijma‘,
Qiyas dan Ra’yu
· Faktor – faktor yang mendorong perkembangan hukum islam adalah sebagai
berikut:
1. Perluasan wilayah.
2. Perbedaan penggunaan ra’yu.
3. Kaum muslimin pada periode ini sangat antusias ingin mengamalkan ibadah
dan muamalat (dalam arti luas) yang benar – benar sesuai denfgan al – Qur’an dan
Sunnah.
4. telah timbul penemuan – penemuan teori atau konsep – konsep hukum.
Misalnya lahir madzhab –madzhab diantaranya : Madzhab Hanafi, Madzhaf
Maliki, Madzhab Syafi’I, Madzhab Hambali.
· Pemegang kekuasaan Tasyri’ pada Masa Tabi’in
Ketika tokoh-tokoh tasyri’ dari kalangan sahabat telah wafat dan berakhir
periodenya. Selanjutnya kekuasaan tasyri’ diwarisi dan dilanjutkan oleh kader dan
generasi mereka yaitu para tabi’in. Kemudian setelah periode tabiin juga berakhir,
maka pemegang peranan pengembangan hukum Islam diwarisi dan dilanjutkan
oleh kader generasi mereka yaitu tabi’-tabi’in. Selanjutnya sesudah masa tabi’-
tabi’in ini berakhir, maka para imam mujtahid empat bersama tokoh-tokoh tasyri’
lainnya yang memegang kekuasaan peran dalam mengembangkan hukum Islam.
B. Saran
Dari seluruh isi makalah, baik mengenai pembahasan maupun hasil
pemaparan dapat dikaji lebih lanjut untuk pengembangan tentang objek
pengkajian. Dapat pula membuat perbandingan mengenai objek pembahasan
tersebut bagi siapapun yang berkeinginan mengembangkan dan mencari lebih
banyak penjelasan hokum islam pada masa tabi’in sampai dengan munculnya
madhzab yang masih belum terdapat dalam makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf, Abdul Wahhab. 1995. Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum
Islam.
Mun’im A. Sirry.1996.Sejarah Fiqih Islam.Risalah Gusti.Surabaya.1995
Prof. Muhammad Daud Ali.1990.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum
Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia.Rajawali pers.2001