Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PEMBENTUKAN DAN SUMBER HUKUM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih


Dosen Pengampu : Abdul Khamid, M.Pd.I

Disusun oleh :
1. Dina Aulia Ramadani (63010220055)
2. Iqbal Adam Malik (63010220060)
3. Nesya Amalia (63010220073)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah pembentukan dan
Sumber Hukum Islam” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Fiqih.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Khamid, M.Pd.I selaku Dosen
Pembimbing Mata Kuliah Fiqih yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
memohon maaf apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam penulisan makalah ini.

Salatiga, 13 Maret 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum islam di Indonesia berkembang di masyarakat menjadi system hukum di
Indonesia atau nasional. Meskipun Indonesia ada hukum adat, akan tetapi hukum
islam tidak bertentangan dengan hukum adat, hukum adalah produk yang lahir dari
dinamika kehidupan manusia. Di mana ada masyarakat di sana ada hukum. Akan
tetapi, masyarakat berkembang terus menerus mulai dari masyarakat purbakala
sampai dengan masyarakat maju dan modern. Oleh karna itu, hukum harus selalu
mengiringi dan mengikuti irama perkembangan masyarakat modern. Dalam
masyarakat yang maju dan modern, hukum harus maju dan modern pula.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hukum islam?
2. Apa itu sumber hukum islam?
3. Bagaimana sejarah pembentukan sumber hukum islam?
4. Apa saja sumber hukum islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hukum islam
2. Untuk mengetahui pengertian sumber hukum islam
3. Untuk mengetahui sejarah pembentukan sumber hukum islam
4. Untuk mengetahui apa saja sumber hukum islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Islam


Pengertian hukum Islam atau Syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul Mengenai tingkah laku
mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang
mengikat bagi semua pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang telah
dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah
berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang dibawa
oleh seorang Nabi, baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun
yang berhubungan dengan amaliyah.
Keberadaan aturan Atau sistem ketentuan Allah swt untuk mengatur hubungan
manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan
tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran Dan Hadits1.
Dapat disimpulkan bahwa hukum Islam adalah Syariat yang berarti aturan
yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi SAW, baik
hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang
berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat muslim
semuanya.

B. Pengertian Sumber Hukum Islam


Dalam kamus umum Bahasa Indonesia sumber berarti asal sesuatu. Hakekat
yang dimaksud dengan sumber hukum yaitu tempat dimana kita dapat menemukan
atau menggali hukumnya. Sumber hukum islam adalah asal (tempat pengambilan)
hukum islam. Sumber hukum islam disebut dengan istilah dalil hukum islam atau
pokok hukum islam atau dasar hukum islam.
Dapat disimpulkan bahwa sumber hukum islam tempat dimana kita pertama
kali menemukan atau menggali hukumnya, yang hasilnya dapat dijadikan landasan
hukum untuk umat islam dan dapat menjadi solusi Ketika terjadi masalah2.

1
Eva iryani, “Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia", Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
Vol. 17 No. 2 (2017), Hlm 24.
C. Sejarah pembentukan sumber hukum islam
Periodesasi Sejarah Pembentukan Hukum Islam
Secara lengkap periode sejarah pembentukan hukum Islam menurut Mustafa
Ahmad az-Zarqa adalah :
1. Periode Pertama Masa Rasulullah SAW

Pada masa ini kekuasaan pembentukan hukum berada ditangan rosulullah


SAW, sumber hukum islam ketika itu adalah Al-Qur’an. Apabila ayat Al-Qur’an
tidak turun ketika ia menghadapi masalah maka dengan bimbingan Allah Swt
menentukan hukum islam, inilah yang disebut dengan sunnah Rasulullah SAW. Fiqih
di zaman rasul mengandung pengertian seluruh yang dapat dipahami dari nash (ayat
atau hadist) baik yang berkaitan masalah aqidah, hukum maupun kebudayaan.
Disamping itu pula, fiqih bersifat aktual bukan teori. Fase-fase pembentukan hukum
islam di zaman rasul :
a. Ketika Rasul berada di Mekkah selama 12 tahun sejak kerasulan hingga
hijrah ke Madinah. Pada fase ini belum ada arahan pembentukan hukum amaliah, dan
penyusunan undang-undang perdata, perdagangan, keluarga. Ayat-ayat yang turun
pada fase ini sebagian besar berbicara tentang aqidah, akhlak dan suri tauladan serta
perjalanan orang-orang terdahulu. Perhatian rosul pada masa ini lebih terfokus pada
pengenalan prinsip-prinsip islam, mengajak orang-orang bertauhid dan meninggalkan
penyembahan berhala serta berusaha menyelamatkan para pengikut islam dari orang-
orang yang merintangi dakwah.
b. Ketika rosul berada di Madinah selama 10 tahun, sejak beliau hijrah
hingga wafatnya. Dalam fase ini islam telah berdiri dengan kuantitas-kuantitas
pengikut yang besar dan memiliki pemerintahan sendiri. Oleh karena itu di Madinah
telah di syariatkan hukum perkawinan, talaq, waris dan hutang piutang, maka dari itu
surat-surat madaniah banyak mengandung ayat-ayat hukum, selain ayat-ayat aqidah3
Adapun sumber pembentukan hukum pada periode rasul ada 2 yaitu : wahyu
ilahi dan ijtihad rosul (ijtihad nabawi). Jadi apabila datang persoalan diantara kaum
muslimin yang membutuhkan ketentuan hukum (terjadi sengketa ataupun
permohonan fatwa) maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama Allah

2
Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Tahkim, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam, Vol.1
No.1 (Maret, 2018) Hal 102-116,Hlm 104.
3
Hasan Khalail, Tarikh al-Fiqh al-Islami, hlm. 77-78
menurunkan wahyu kepada nabi untuk menetapkan keputusan, contoh turunnya
wahyu menjawab pertanyaan sahabat tentang perang dibulan haram (Qs.2 :217), dan
tentang arak dan judi (Qs 2 :219). Kedua suatu hukum diputuskan dengan ijtihad
nabawi. Ijtihad ini pun suatu waktu merupakan ta’bir ilham ilahi yang diberikan Allah
kepada nabi dan diwaktu yang lain pula merupakan hasil dari kesimpulan-kesimpulan
yang beliau ambil sendiri dengan berorientasi kepada kemaslahatan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembentukan hukum pada masa


rasul dapat dikatakan keseluruhannya bersumber dari Allah, meskipun ada ijtihad
rasul karena pada akhirnya keputusan tetap harus sesuai dengan apa yang dikehendaki
Allah. Jika ijtihad itu benar Allah akan membiarkannya dan jika salah maka akan
segera mendatangkan pembetulan.

Prinsip-prinsip umum yang menjadi landasan pembentukan hukum, yaitu :


1. Berangsur-angsur
Proses pembentukan hukum islam terjadi secara berangsur-angsur agar :
a. Memudahkan umat dalam mengenal materi demi materi undang-
undang yang mengatur kehidupannya.
b. Memudahkan umat memahami masalah-masalah hukum secara
sempurna
c. Menjadikan ilaj (obat) untuk memperbaiki jiwa-jiwa yang keras agar
siap menerima taklif agama tanpa bosan, kesulitan serta ke engganan.
2. Menyedikitkan peraturan-peraturan
3. Mempermudah dan mem-peringan

Periode rasul ini sudah mewariskan sumber tasyri pertama yaitu wahyu Ilahi
(ayat-ayat ahkam). Materi-materi tidak banyak, jumlah ayat-ayat ahkam tentang
ibadah dan hubungannya dengan jihad ada 140 ayat. Jumlah ayat-ayat yang
berkenaan dengan mumalah, jinayat hanya pidana dan persaksian kira-kira 200
ayat yang tersebar di berbagai surat.

2. Periode Kedua masa khulafa urrasyidin sampai pertengahan abad ke-3 H


Pada masa rasul, para sahabat dalam menghadapi berbagai masalah yang
menyangkut hukum senantiasa bertanya kepada beliau. Setelah beliau wafat
rujukan untuk tempat bertanya sudah tidak ada lagi, oleh sebab itu para sahabat
melihat bahwa perlu adanya ijtihad apabila hukum untuk suatu persoalan yang
muncul dalam masyarakat tidak ditemukan di dalam al-Qur'an ataupun sunnah
rasulullah.

Dalam keadaan seperti ini para sahabat berupaya untuk melakukan ijtihad
dan menjawab persoalan yang dipertanyakan dengan ijtihad mereka. Apabila
sahabat tidak memiliki teman musyawarah atau sendiri, maka dilakukan ijtihad
sesuai dengan prinsip-prinsip umum yang telah ditinggalkan oleh rasul.
Pengertian fiqih di zaman ini masih sama dengan fiqih di zaman rasul yaitu
bersifat aktual dan bukan teori.

3. Periode Ketiga Pertengahan Abad Ke-1 Sampai Awal Abad Ke-2


Pada periode ini merupakan awal pembentukan fiqih islam. Sejak zaman
Usman bin Affan para sahabat sudah banyak bertebaran di berbagai daerah yang
ditaklukkan Islam. Masing-masing sahabat mengajarkan al-Qur’an dan hadist
rasul kepada Penduduk setempat. Di Irak dikenal sebagai pengembang hukum
islam adalah Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar di
Madinah, Ibnu Abbas di Mekkah. Mereka menghadapi persoalan yang berbeda
sesuai dengan keadaan masyarakat setempat. Para Sahabat berhasil membina
kader yang disebut dengan tabi’in. Para tabi’in yang terkenal itu adalah Said bin
Musayyah di Madinah, Ata bin Abi Raba di Mekkah, Ibrahim Nakhail di
Kuffah, Al-Hasan Al-Basri di Basyrah. Masing-masing ulama di daerah tersebut
berupaya mengikuti metode ijtihad sahabat yang ada di daerah mereka, sehingga
muncullah sikap fanatisme terhadap para sahabat tersebut. Dari perbedaan metode
yang dikembangkan para sahabat ini kemudian muncul fiqih islam Madrasah al-
Hadist (madrasah=aliran) yang dikenal dengan sebutan Madrasah al-Hijaz dan
Madrasah Madinah, dan Madrasah ar-Ra’y yang dikenal dengan sebutan
Madrasah al-Iraq dan Madrasah al-Kuffah 4. Kedua Aliran ini menganut prinsip
yang berbeda dalam metode ijtihad. Madrasah al-Hijaz dikenal sangat kuat
berpegang pada hadist dikarnakan mereka sangat sederhana mengetahui hadist-
hadist nabi disamping kasus-kasus yang mereka hadapi bersifat tidak terlalu
4
Hasan Khalail, Tarikh al-Fiqh al-Islami, hlm.120
banyak memerlukan logika dalam berijtihad, sedangkan Madrasah al-Iraq dalam
menjawab permasalahan hukum lebih banyak menggunakan logika dalam
berijtihad. Hal ini mereka lakukan karena hadist - hadist nabi yang sampai kepada
mereka terbatas sedangkan kasus-kasus yang mereka hadapi jauh lebih berat dan
beragam, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada periode ini pengertian fiqih
sudah tidak sama lagi dengan pengertian ilmu, sebagaimana yang dipahami pada
periode pertama dan kedua, karena fiqih sudah menjelma sebagai salah satu
cabang ilmu ke-islaman yang mengandung pengertian mengetahui hukum-hukum
syara yang bersifat amali (praktis) dari dalil-dalil yang terperinci. Disamping fiqih
pada periode ketiga ini pun Ushul Fiqih sudah matang menjadi cabang ilmu ke-
islaman. Berbagai metode ijtihad seperi qiyas, istihsan dan istislhah telah
dikembangkan oleh ulama fiqih. Dan dalam perkembangannya fiqih tidak saja
membahas persoa persoalan aktual, tetapi juga menjawab persoalan yang akan
terjadi dimasa yang akan datang. Dan pada periode ketiga ini pengaruh ra’yu
dalam fiqih semakin berkembang dikarenakan ulama Madrasah al-Hadist juga
mempergunakan ra’yu dalam fiqih mereka. Disamping itu pula di Iraq muncullah
fiqih syiah yang dalam beberapa hal berbeda dengan fiqih ahlussunnah wal-
jamaah.

4. Periode Keempat Pertengahan Abad ke-2 Sampai Pertengah Abad ke-4 H


Periode ini disebut dengan periode gemilang karena fiqih dan ijtihad ulama
semakin berkembang dan pada periode inilah munculnya berbagai mazhab
khususnya mazhab yang empat yaitu mazhab Syafi'i, Hanafi, Maliki dan
Hambali. Pertentangan antara Madrasah al-hadist dengan Madrasah al-Ra’y
semakin menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra’yu dalam
berijtihad. Kitab-kitab fiqih pun mulai disusun pada periode ini dan pemerintah
pun mulai menganut salah satu mazhab fiqih. Seperti misalnya dalam
pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqih mazhab Hanafi sebagai
pegangan para hakim di pengadilan. Di samping sempurnanya penyusunan kitab-
kitab fiqih dalam berbagai mazhab dalam periode ini juga disusun kitab-kitab
Ushul Fiqih seperti kitab Ar-Risalah yang disusun oleh Imam Syafi’i. Pada
periode ini juga fiqih iftiradhi semakin berkembang karena pendekatan yang
dilakukan dalam fiqih tidak lagi pendekatan aktual dikala itu tetapi mulai bergeser
pada pendekatan teoritis.
5. Periode Kelima Pertengahan Abad ke-7 H Sampai Munculnya Majallah al-
Ahkam al-‘Adliyyah Pada Tahun 1256 H.
Periode ini diwali dengan kelemahan semangat ijtihad dan berkembangnya
taklid Serta ta’assub (fanatisme) mazhab, penyelesaian masalah fiqih tidak lagi
mengacu pada al-Qur’an dan sunnah rasul serta pertimbangan tujuan syara’ dalam
menetapkan hukum tetapi telah beralih pada sikap mempertahankan Mazhab
secara konservatif. Upaya mengembangkan fiqih melalui metode yang
dikembangkan imam mazhab dan mentarjih nya pun sudah mulai memudar. Imam
Muhammad Abu Zahroh berpendapat ada beberapa penyebab yang menjadikan
tertutupnya pintu ijtihad pada periode ini, yaitu :
a. Munculnya sikap fanatisme mazhab dikalangan pengikut mazhab.
b. Dipilihnya para hakim yang hanya bertaklid kepada suatu mazhab oleh
pihak penguasa untuk menyelesaikan persoalan, sehingga hukum fiqih
yang diterapkan hanyalah hukum fiqih mazhabnya.
c. Munculnya buku-buku fiqih yang disusun oleh masing-masing mazhab.

Sekalipun ada mujtahid yang melakukan ijtihad ketika itu, maka ijtihadnya
hanya terbatas mazhab yang disusun nya. Al-Imam Ibnu Qayyim mengeluhkan
ke-jumudan para fuzoha pada masanya yaitu abad ke-8 H, sehingga mereka
memaksa para pejabat yang berkuasa untuk menetapkan undang-undang politik
sendiri yang terlepas dari hukum syariat. Ibnu Qayyim menyalahkan fuqaha yang
jumud ini sebagai biang keladi penyimpangan para pejabat dan penguasa serta
jauhnya mereka dari manhaj syariat yang luwes. ulama merasa sudah cukup
dengan mempelajari sebuah kitab fiqih dari kalangan mazhabnya sehingga
penyusunan kitab fiqih pada periode ini hanya terbatas pada meringkas dan
mengomentari kitab-kitab fiqih tertentu5.

6. Periode Keenam Sejak Munculnya Majallah al-Ahkam al-Adhliyyah Sampai


Sekarang.
Ada tiga ciri pembentukan fiqih islam pada periode ini :
a. Munculnya majallah al-Ahkam al-Adhliyyah sebagai hukum perdata
umum yang diambilkan dari fiqih mazhab Hanafi.
b. Berkembangnya upaya kodifikasi hukum islam
5
Al-Qardhawi, Fiqih Daulah Dalam Persfektif Al-Qur’an Dan Sunnah, hlm. 13
c. Munculnya pemikiran untuk memanfaatkan berbagai pendapat yang ada
diseluruh mazhab sesuai kebutuhan zaman.
Untuk mencapai tujuan ini dibentuklah panitia kodifikasi hukum perdata.
Pada tahun 1286 H, panitia ini berhasil menyusun hukum perdata Turki Usmani
yang bernama “Majallah al-ahkam al-Adhliyyah” yang terdiri dari 1851 pasal, lalu
para penguasa di negeri islam yang tidak tunduk dibawah kekuasaan Turki
Usmani mulai pada menyusun kodifikasi hukum secara terbatas, baik bidang
perdata maupun ketatanegaraan. Bersumber dari berbagai pendapat atas pendapat
yang terkuat dari berbagai mazhab maka pada tahun 1333 H pemerintah Turki
Usmani menyusun kitab hukum keluarga (al-Ahwal asy-Syakhsiyyah) yang
merupakan gabungan dari berbagai pendapat mazhab. Di dalam al-Ahwal asy-
Syakhsiyyah ini terdapat berbagai pemikiran mazhab yang dianggap lebih sesuai
diterapkan. Sejak saat itu bermunculan lah kodifikasi hukum islam dalam berbagai
bidang hukum. Pada tahun 1920 dan 1925 pemerintah Mesir menyusun kitab
hukum perdata dan hukum keluarga yang disaring dari pendapat yang ada dalam
berbagai kitab fiqih.
Dengan demikian seluruh pendapat dalam mazhab Fiqih merupakan suatu
kumpulan hukum dan boleh dipilih untuk diterapkan di berbagai daerah sesuai
dengan kebutuhan. Pengaruh hukum barat menyadarkan mereka (ulama) merujuk
kembali khazanah intelektual mereka dan memilih Pendapat yang tepat untuk
diterapkan6.

D. Sumber Hukum Islam


Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun terdapat sebuah aturan-
aturan untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui
permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering kali
membuat pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah
diperlukan sumber hukum Islam sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:
1. Al-Quran
Sumber hukum Islam yang pertama adalah al-Quran, sebuah kitab
suci umat Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi
Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Al-Quran memuat kandungan-
kandungan yang berisi perintah, larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan,
6
Abdul Aziz, Al-Qawaidh Al-Fiqiyya, hlm. 56-58
hikmah dan sebagainya. Al-Quran menjelaskan secara rinci bagaimana
seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar tercipta masyarakat
yang ber akhlak mulia. Maka dari itulah, ayat-ayat Al-Quran menjadi
landasan utama untuk menetapkan suatu syariat.
2. Al-Hadist
Sumber hukum Islam yang kedua adalah al-Hadist, yakni segala
sesuatu yang berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan,
perilaku, diamnya beliau. Di dalam Al-Hadist terkandung aturan-aturan
yang merinci segala aturan yang masih global dalam Al-quran. Kata hadits
yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah,
maka dapat berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun
persetujuan dari Rasulullah SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum
Islam.
3. Ijma’
Sumber hukum islam yang ketiga yakni ijma', yakni kesepakatan
seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah atas
sebuah perkara dalam agama. Dan ijma’ yang dapat dipertanggung
jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabiin.
Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar dan jumlahnya
banyak, dan perselisihan semakin banyak, sehingga tak dapat dipastikan
bahwa semua ulama telah bersepakat.
4. Qiyas
Sumber hukum Islam setelah Al-Quran, Al-Hadits dan Ijma’
adalah Qiyas, yang berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil
nashnya dalam al-Qur’an ataupun hadis dengan cara membandingkan
sesuatu yang serupa dengan sesuatu yang hendak diketahui hukumnya
tersebut. Artinya jika suatu nash telah menunjukkan hukum mengenai
suatu kasus dalam agama islam dan telah diketahui melalui salah satu
metode untuk mengetahui permasalahan hukum tersebut, kemudian ada
kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada nashnya itu dalam suatu
hal Itu juga, maka hukum kasus tersebut disamakan dengan hukum kasus
yang ada nashnya.
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah pembentukan hukum Islam menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa
terdapat 6 peeriode:
1. Priode pertama masa rosul. Pada priode ini kekuasaan pembentukan hukum
berada di tangan rosul. Sumber hukum Ketika itu adalah Al-Quran. Apabila ayat
al – quran tidak turun ketika beliau menghadapi persoalan, maka dengan
bimbingan Alllah Swt menentukan hukum sendiri.
2. Periode kedua masa khulafa urrasyidin sampai pertengahan abad ke-1 H.
3. Periode ketiga pertengahan abad ke-1 H sampai awal abad ke-2 H. Periode ini
merupakan awal pembentukan fiqih islam. Sejak zaman Usman bin Affan para
sahabat sudah banyak yang bertebaran di berbagai daerah yang ditaklukkan islam.
4. Periode keempat pertengahan abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4.
Periode ini disebut periode yang gemilang dikarenakan fiqih dan ijtihad semakin
berkembang dan pada periode ini pula muncul berbagai mazhab khususnya
mazhab yang empat.
5. Periode kelima pertengahan abad ke-7 H sampai munculnya majallah al-Ahkam
al-’Adhliyyah pada tahun 1286 H, Periode ini diawali dengan kelemahan
semangat ijtihad dan berkembangnya taklid serta ta’assub (fanatisme).
6. Periode keenam sejak munculnya majallah al-Ahkam al-‘Adhliyyah sampai
sekarang.
Menurut pengetahuan kelompok kami sumber hukum islam merupakan syariat
islam yang berisi system kaidah-kaidah yang di dasarkan pada wahyu allah SWT dan
sunah rosul. Terdapat 4 sumber hukum islam, yaitu ada Al Quran, Al hadist, Ijma’,
Qiyas.
Hukum islam merupakan seperangkat norma ataunperaturan yang bersumber dari
allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Untuk mengatur tingkah laku manusia di
tengah-tengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum islam dapat
di artikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran islam.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi, Yusuf. 1997. Fiqih Daulah Dalam Persfektif Al-Quran Dan Sunnah. Jakarta
Pustaka al Kausar.

Aziz, Abdul. 1998-1999. Al-Qawaidh Al-Fiqiyyah, Kairo : Maktab Ar-Risalah ad-Dauliyah

Iryani, Eva. “Hukum Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”. Jurnal Ilmiah Universitas

Batanghari Jambi Volume 17 No. 2 (2017) : 24

Rasyad, Hasan Khalai., 1994. Tarikh al-Fiqh al-Islami, Kairo : Universitas Al-Azhar

Sulistiani, Siska Lis. “Perbandingan Sumber Hukum Islam”. Tahkim, Jurnal Peradaban dan

Hukum Islam, Volume 1 No.1 (Maret, 2018). Hal 102-116:104

Anda mungkin juga menyukai