Anda di halaman 1dari 10

“ SUMBER - SUMBER HUKUM ISLAM ”

KELOMPOK I :
SHERLY AUDINA CATHERINE / 2018-0500-0180
DAVIS RICHARD MAKAGIANSAR / 2018-0500-0113
AVIAN BURJULIO POSMA S. / 2018-0500-0015
SAMUEL TRISTAN / 2020-0500-0097
MIKHA PARULIAN MARTIN LUBIS / 2020-0500-0162
YOHANNES MARCELINO MANGARAJA TUA / 2020-0500-0225

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KATOLIK ATMA JAYA

JAKARTA

2020/2021

BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Hukum Islam masuk ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ke Indonesia.
Menurut kesimpulan Seminar Masuknya Islam di Indonesia di Medan tahun 1963, Islam telah
masuk ke Indonesia pada abad I Hijriyah atau abad 7/8 Miladiyah. Hukum Barat baru
diperkenalkan oleh VOC awal abad XVII Miladiyah. Sebelum Hukum Islam masuk ke
Indonesia, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya,sangat
majemuk sifatnya. Dapat diduga, pengaruh Agama Hindu dan Budha sangat kuat terhadap
hukum adat rakyat. 1

Kedatangan Islam di Indonesia telah membawa tamaddun (kemajuan) dan kecerdasan.


Islam telah banyak mengubah kehidupan-kehidupan sosial budaya dan tradisi kerohanian di
masyarakat Indonesia. Dengan pengaruh ajaran Islam, Indonesia menjadi lebih maju. Dengan
demikian Indonesia sebagai salah satu negara yang penduduknya mayoritas beragama
Islam, tentunya tidak terlepas dari hukum Islam sebagai seperangkat aturan yang mengatur
kehidupan warganya yang beragama Islam dalam kehidupan sehari-hari dari masalah yang
berhubungan peribadahan hingga bagaimana berinteraksi secara luas dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Meskipun Indonesia tidak menerapkan hukum Islam secara menyeluruh seperti
Arab Saudi atau Qatar, namuno pada dasarnya nilai-nilai yang terkandung dalam Islam juga
diterapkan dalam hukum positif Indonesia sebagaimana memiliki sumber hukum yang jelas dan
kuat.
Sumber-sumber hukum Islam merupakan dalil-dalil tempat berpijaknya setiap kebijakan
hukum Islam. Menurut Imam al-Amidiy, dalil yang merupakan bentuk tunggal dari al-Adillah
menurut bahasa adalah pedoman yang dapat mengarahkan kepada sesuatu baik secara eksplisit
maupun secara implisit. Sedangkan secara istilah, dalil adalah sesuatu yang bisa menyampaikan
kepada kesimpulan hukum melalui serangkaian perangkat teori yang teruji. Dengan demikian
sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar,acuan, atau pedoman syariat
islam.2

1 Abdul Mutholib, 1984, Kedudukan Hukum Islam Dewasa Ini Di Indonesia, Bina Ilinu, Surabaya.
2 1Imam ‘Ali Bin Muhammad Al-amidi, Al-Ihkam Fi Usul al-Ahkam, (Cairo: Dar Al-Hadis, t, th) jilid 1, h. 17.
I.II Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sumber hukum islam?
2. Bagaimana tujuan hukum islam di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Sumber-Sumber Hukum Islam
Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya.
Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah Allah SWT yang menuntut
mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu
sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah.
Maksud sumber hukum islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan
yang mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan
sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam.
Dalam konsep hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Yang diatur
tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri
dan benda serta alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau
pedoman syariat Islam. Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum
Islam adalah al Quran dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “ aku tinggalkan bagi kalian dua
hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang pada
keduanya, yaitu Kitab Allah (al Quran) dan sunahku (Hadis).”
Dalam sistem hukum Islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur
perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di bidang mu’amalah. Kelima jenis kaidah
tersebut, dinamakan al-ahkam al hamsyah atau penggolongan hukum yang lima yakni:
a. Jaiz atau mubah,
b. Sunat,
c. Makruh,
d. Wajib, dan
e. Haram3

II.II Macam-macam Sumber Hukum Islam


1. Alquran

3 Kuntarto, S.Ag., M.Pd.I. 2019, Pendidikan Agama Islam Purwokerto dan Universitas Jenderal
Soedirman, h. 70.
Alquran adalah sumber hukum islam pertama dan utama. Ia memuat kaidah-
kaidah hukum fundamental (asasi) yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan
lebih lanjut. Menurut keyakinan umat Islam, yang dibenarkan oleh penelitian ilmiah
terakhir (Maurice Bucaille, 1979: 185), Alquran adalah kitab suci yang memuat wahyu
(firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disampaikan oleh malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan
22 hari, mula-mula di Makkah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau
petunjuk bagi umat manuia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan
didunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, macam-macam “hukum”dalam Alquran. Menurut
pandangan Islam, “hu-kum-hukum”yang terkandung dalam Alquran adalah:
(1) hukum-hukum i’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para
subjek hukum untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya, hari pembalasan, kada dan kadar.
(2) hukum-hukum akhlak yaitu hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan
kewajiban seorang subjek hukum untuk “menghiasi” dirinya dengan sifat-sifat keutamaan
dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang tercela.
(3) hukum-hukum amaliyah yakni hukum-hukum yang bersangkutan dengan perkataan,
perbuatan, perjanjian, dan hubungan kerja sama antaresama manusia.
Dari ketiga macam hukum ini dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu:
(a)hukum ibadah yakni hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah
dalam mendirikan salat, melaksanakan ibadah puasa, mengeluarkan zakat dan melakukan
ibadah haji. (b) hukum-hukum muamalah, yakni semua hukum yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia, baik hubungan antarpribadi maupun hubungan antarorang
perorangan dengan masyarakat.

2. As-Sunnah atau Al-Hadis


As-Sunnah atau Al-Hadis adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran,
berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah) dan sikap diam (sunnah
taqririyah atau sunnah sukutiyah) Rasulullah yang tercatat dalam kitab-kitab hadis.
Sunnatur rasul atau Sunnah Nabi Muhammad, menjadi sumber kedua hukum Islam.
Dasar hukumnya adalah (1) syahadatain (baca:syahadaten): ucapan dua kalimat syahadat
yaitu ikrar keyakinan yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan lain yang patut disembah
selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya. Ikrar keyakinan ini merupakan janji
diam-diam (pactum tacitum) dan sepihak yang dibuat oleh orang yang mengucapkannya
bahwa selama hayat dikandung badan, ia akan hidup sesuai dengan pedoman dan
ketetapan-ketetapan Allah seperti yang terdapat dalam Alquran dan mengikuti suri
teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad melalui Sunnahnya. Dasar hukum lainnya
adalah (2)Alquran. Selain surat Al-Nisa' (4) ayat 59, juga Alquran surat Al-Imran (3) ayat
132 menjadi dasar hukum sunnah. Di sana Allah dengan tegas menyuruh orang-orang
beriman "mentaati perintah Allah dan mentaati ketentuan rasul-Nya," dan "barangsiapa
taat kepada (ketentuan) Rasulullah, sesungguhnya ia telah taat kepada ketetapan Allah"
(QS Al - Nisa' (4):80). Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada hamba-Nya "agar
mengambil atau menjalankan apa yang dibawa atau diteladankan rasul dan menghentikan
atau tidak melakukan apa yang dilarangnya" (QS Al-Hasyr (59):7). Selain pesan Nabi
mengenai Alquran beserta Sunnahnya yang telah dikemukakan diatas, dasar menjadikan
As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam kedua adalah juga (3) Sunnah nabi yang
menyatakan bahwa "apa yang diharamkan Rasulullah, sama dengan apa yang diharam
kan Allah" (HR Ahmad dan Hakim).

3. Akal Pikiran (al-Ra’yu atau Ijtihad)


Sumber hukum Islam yang ketiga adalah akal pikiran manusia, sebagaimana
digunakan untuk memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental yang terdapat
dalam Alquran, kaidah hukum yang umum yang terdapat dalam Sunnah nabi dan
merumuskan garis-garis yang dapat diterapkan pada suatu kasus tertentu. Dalam bahasa
Arab al-’aql yang kemudian menjadi akal dalam bahasa Indonesia. Selain berarti intelek,
akal juga bermakna sesuatu yang mengingatkan manusia dengan Tuhan, sebab arti ‘aql
dalam bahasa Arab adalah ikatan.
Akal adalah kunci untuk memahami agama, ajaran, dan hukum Islam. Nabi
Muhammad mengatakan bahwa agama adalah akal, dan tidak ada agama bagi orang yang
tidak berakal. Tetapi, walaupun manusia mempunyai akal, mereka juga tetap
membutuhkan petunjuk Tuhan. Sebabnya adalah karena selain manusia itu lemah,
pelupa, dan acuh tak acuh, pada dirinya sendiri terdapat hambatan-hambatan yang
membuat dirinya tidak mampu menggunakan akalnya secara baik dan benar. Alquran
sendiri, berulang kali berseru agar manusia berpikir dalam-dalam dan
menggunakanpikiran dan penalaran mengenai persoalan-persoalan hukum. Wahyulah
yang membimbing dan mengukur akal manusia. Jika dihubungkan dengan hukum, maka
bagi orang beriman, hukum Allah yang disampaikan wahyu, kedudukannya lebih tinggi
dari hukum hasil ciptaan manusia.
Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran untuk berijtihad (artinya
bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha) dalam
pengembangan hukum Islam adalah (1) Alquran surat Al-Nisa (4) ayat 59 yang
mewajibkan orang mengikuti ulil amri (orang yang mempunyai kekuasaan), (2) hadis
Mu’az bin Jabal yang menjelaskan bahwa Mu’az sebagai penguasa (ulil amri) di Yaman
dibenarkan oleh nabi mempergunakan akalnya untuk berijtihad, dan (3) contoh yang
diberikan ulil amri lain yakni Khalifah II Umar bin Khattab, beberapa tahun setelah Nabi
Muhammad wafat, da;am memecahkan berbagai persoalan hukum yang tumbuh dalam
masyarakat.
Ijtihad merupakan dasar dan saran pengembangan hukum Islam. Ia adalah
kewajiban, yang tercermin dalam Sunnah Nabi Muhammad yang mendorong mujtahid
untuk berijtihad. Mujtahid yang berijtihad dan ijtihadnya itu benar, kata Nabi, akan
memperoleh dua pahala, kalau salah, dia akan mendapat satu pahala. Ijtihad dapat dilihat
dari jumlah pelakunya yaitu (individual atau kolektif), dari objeknya yaitu (persoalan
hukum yang zhanni sifatnya atau hal yang tidak terdapat ketentuan di dalam Alquran atau
Al-Hadis atau masalah hukum baru yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat).

II.III Tujuan Hukum Islam


Tujuan hukum Islam dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Segi Pembuat Hukum (Allah & Rasul)
● Untuk memenuhi kebutuhan keperluan hidup manusia yang bersifat primer,
sekunder, dan tersier. Primer mencakup kebutuhan utama yang harus dilindungi
dan dipelihara sebaik-baiknya. Sekunder mencakup kebutuhan yang diperlukan
untuk mencapai kehidupan primer, misalnya kemerdekaan atau persamaan, dan
sebagainya. Tersier mencakup kebutuhan selain primer dan sekunder, misalnya
sandang, pangan, papan, dan lain-lain.
● Untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari
● Agar dapat ditaati dan dilaksanakan, manusia wajib memahami hukum islam
dengan mempelajar al fiqh, yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum
islam.
2. Segi Pelaku (Manusia)
● Untuk mencapai kehidupan yang berbahagia dan sejahtera. Dengan cara
mengambil yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat bagi
kehidupan.
Dengan kata lain tujuan hukum Islam, secara umum, adalah tercapainya keridaan Allah dalam
kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat kelak (Juhaya S. Praja, 1998: 196)4

BAB III
KESIMPULAN

4 Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., HUKUM ISLAM, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, Juli 2015
III.I Kesimpulan
Bedasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan hukum islam merupakan hukum yang
bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta,serta
berisi tentang hubungan manusia dengan Tuhan yang bersumber dari As-Sunnah atau Al-
Hadis ,Alquran, dan akal pikiran. Sumber hukum Islam juga memiliki tujuan yang dibagi
menjadi dua yaitu segi pembuatan hukum dan segi pelaku.

III.II Saran
Bedasarkan diskusi kelompok kami menyarankan agar bagi umat muslim untuk mengamalkan
dan berpedoman pada Alquran dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari
yang merupakan sumber dari agama Islam.Demikianlah makalah kami yang berjudul Sumber-
sumber Hukum Islam kami menyadari bahwa makalha kami masih ada kekurangan, karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami terima.Semoga makalah ini berguna bagi kita dan
semua bagi yang membaca.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mutholib, 1984, Kedudukan Hukum Islam Dewasa Ini Di Indonesia, Bina Ilinu, Surabaya.
Kuntarto, S.Ag., M.Pd.I. 2019, Pendidikan Agama Islam Purwokerto dan Universitas Jenderal
Soedirman, h. 70.

Imam ‘Ali Bin Muhammad Al-amidi, Al-Ihkam Fi Usul al-Ahkam, (Cairo: Dar Al-Hadis, t, th)
jilid 1, h. 17.

Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., HUKUM ISLAM, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, Juli 2015

Anda mungkin juga menyukai