Anda di halaman 1dari 5

3 ALASAN MEMPELAJARI HUKUM ISLAM

1. Karena Alasan Sejarah


Di semua sekolah tinggi (fakultas), hukum yang didirikan oleh pemerintah Belanda
dahulu, Hukum Islam disebut sebagai "Mohammedaansch Recht". Tradisi ini
dilanjutkan oleh fakultas hukum yang didirikan setelah Indonesia merdeka. Penamaan
Mohammedaansch Recht untuk Hukum Islam tidaklah benar, sebab berbeda dengan
hukum-hukum yang lain. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari Agama
Islam yang berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

2. Karena Alasan Penduduk


Karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam (88.09% Sensus 1980), maka sejak
dahulu, para pegawai, para pejabat pemerintah dan atau para pemimpin yang akan bekerja di
Indonesia selalu dibekali dengan pengetahuan ke-Islam-an, baik mengenai lembaganya
maupun mengenai hukumnya yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat muslim
Indonesia.

5. Karena Alasan ORIENTALIS

Sebagai bidang ilmu, Hukum Islam telah lama dipelajari secara ilmiah, bukan saja oleh
orang-orang Islam sendiri tetapi juga orang-orang non-Muslim. Orang barat non-Muslim
yang disebut orientalis mempelajari Hukum Islam dengan tujuan untuk mempertahankan
kesatuan wilayah negara mereka dari kekuasaan Islam.

3 DASAR HUKUM ISLAM

Alasan Yuridis
Hukum Islam berlaku secara Normatif
Hukum Islam berlaku secara Formal yuridis
Undang-Undang Dalam Hukum Positif yang mengadopsi Hukum Islam, diantaranya:
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
UU No. 7 Tahun 1989 Jo. UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
Alasan Konstitusional
Pasal 29 (1) UUD 1945, dapat ditafsirkan:
Dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku suatu kaidah yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam, kaidah Nasrani bagi umat nasrani, kaidah Hindu bagi
umat Hindu , kaidah Budha bagi umat Budha
Negara Indonesia Wajib menjalankan (menyediakan fasilitas) agar hukum yang berasal dari agama
yang dipeluk masyarakat Indonesia dapat terlaksana, sepanjang pelaksanaan hukum agama itu
memerlukan bantuan alat kekuasaan negara.
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha ESA

arti dari Ketahuan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu
pada suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya
Ketahuan Yang Maha Esa

berarti Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada
sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.

Makna sila Ketahuan Yang Maha Esa

Makna sila ini adalah

1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-maisng menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

2) Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan


kepercayaan masing-masing

4) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.

5) Frasa Ketahuan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama
monoteis namun frasa ini menekankanke-esaan dalam beragama.

6) Mengandung makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

7) Menjamin peenduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut


agamanya.

8) Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan dan iman warga negara
dan mediator ketika terjadi konflik agama.

9) Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah
menurut agama masing-masing.

KELEBIHAN HUKUM ISLAM

1. Takamul
Takamul berarti utuh, sempurna, bulat dan tuntas. Meskipun waktu terus berjalan dan
berganti hukum Islam tetap cocok untuk diterapkan. Hukum Islam sudah sempurna dan sudah
lengkap untuk mengatur kehidupan manusia. Tidak ada kesempatan lagi untuk membongkar
pasang hukum Islam agar relevan dengan perkembangan zaman.1[3]
2. Wasathiyah
Wasathiyah berarti keseimbangan atau harmoni. Hukum Islam menginginkan keseimbangan
tidak terlalu berat ke kanan maupun ke kiri. Keseimbangan itu tergambar dari keselarasan
antara kenyataan atau fakta dan ideal dari cita-cita. Islam sangat melarang sesuatu yang
berlebihan.2[4]
3. Harakah
Harakah berarti pergerakan, dinamis, dan berkembang. Harakah adalah kedinamisan yang
selalu menyesuaikan dengan tuntutan. Hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan
berkembang, mempunyai daya hidup, serta dinamis sehingga selalu relevan dengan tuntutan
zaman. Hukum Islam terpencar dari sumber yang luas dan dalam, sehingga dapat berlaku
sepanjang masa. Al Quran dan Hadits adalah sumber hukum Islam yang memuat seluruh
nilai-nilai kehidupan secara universal. Melalui penggalian hukum dari sumbernya maka
hukum Islam selalu terpelihara dalam memenuhi hajat hidup manusia.

ARTI KATA ISLAM

Arti Islam: Etimologis


Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata Islam berasal dari bahasa Arab: salima
yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau
tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT,

Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan,
maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
pula bersedih hati (Q.S. 2:112).

Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang
memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya .

SEKURALISME SEBAGAI LAWAN DARI ISLAM

Definisi dan penerapan dari sekularisme, khususnya masalah keagamaan dalam masyarakat, sangat
berbeda antara negara dengan muslim dan negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. [1] Istilah
sekularisme sering digunakan untuk menjelaskan pemisahan antara kehidupan bermasyarakat dan
segala yang berhubungan dengan pemerintahan dari masalah keagamaan, atau secara sederhana
sekularisme adalah pemisahan antara agama dan politik. Sekularisme dalam Islam sering
diperbandingkan dengan Islamisme, dan para sekularis cenderung untuk mengambil sikap
berlawanan dengan Islam dalam hal politik dan nilai sosial. Di antara sarjana barat dan intelektual
muslim, ada beberaapa perdebatan mengenai sekularisme termasuk di dalamnya mengenai
pemahaman dalam kehidupan politik dan dan campur tangan agama dalam pemerintahan yang sah.

3 SUMBER HUKUM ISLAM

A. Al Quran

Al Quran berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur
(mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Quran diawali
dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Quran merupakan
ibadah.
Al Quran merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk
berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia
yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangnannya
Al Quran memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.

1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan


dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari
akhir, serta qadha dan qadar
2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi
pekerti yang baik serta etika kehidupan.
3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat

B. Hadits

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al Quran. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan
perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini
sejalan dengan firman Allah SWT: (lihat Al-Quran onlines di google)

Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, (QS Al Hasyr : 7)

Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad
SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila
seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut
dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits
sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:

Artinya: Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama
kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya. (HR Imam
Malik)
C. Ijtihad

Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak
ada ketetapannya, baik dalam Al Quran maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran
yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang
telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini
berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal,
ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz, bagaimana
kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan
penetapan hukum?, muadz menjawab, Saya akan menetapkan hukumdengan Al Quran,
Rasul bertanya lagi, Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Quran? Muadz
menjawab, Saya akan tetapkan dengan Hadits. Rasul bertanya lagi, seandainya tidak
engkau temukan ketetapannya dalam Al Quran dan Hadits, Muadz menjawab saya akan
berijtihad dengan pendapat saya sendiri kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan
bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai
dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Quran dan hadits.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:

1. mengetahui isi Al Quran dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Quran
dan hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.

Anda mungkin juga menyukai