Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan demokrasi diIndonesia bertujuan untk kepentingan bangsa dan negera
Indonesia, yaitu mewujudkan tujuan nasional. Pelaksanaan demokrasi juga diarahkan untuk
civil society (masyarakat madani ), di dalamnya peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan negara sangatlah besar. Dalam masyarakat madani partisipasi dan
kemandiriaan masyarakat sangat di perlukan untuk menyukseskan tujuan pembangunan
nasional khususnya, dan umumnya tujuan Negara.
Menurut pandangan Welzer (1999:1) masalah civil society yang di Indonesia disebut
“masyarakat madani”, yang kini menjadi pusat perhatian dan perdebatan akademis di
berbagai belahan bumi, merupakan pengulangan kembali perdebatan “American Liberalisme/
communitarianism” yang terpusat pada persoalan: the state atau negara di satu pihak, dan
civil society di lain pihak, yang sesungguhnya di antara tersebut satu sama lain saling
berkaitan. Menurut Welzer (1999) seorang civil republikan, Jacobin, yang memihak pada
pandangan pentingnya negara, berpendapat bahwa dalam kehidupan ini hanya ada satu
komunitas yng dianggap penting, yakni “the political community” atau masyarakat politik
yang anggotanya adalah warga negara yang kesemuanya dilihat sebagai active participant in
democratic decision making atau partisipan yang aktif dalam pengambilan keputusan yang
demokratis.
Di Indonesia, sebagaimana telah dibahas terdahulu, konsep masyarakat madani ini
terhitung masih baru dan masih banyak diperdebatkan, baik istilah maupun karateristiknya.
Misalnya, Culla (1999:3; Raharjo:1999) memandang istilah masyarakat madani hanyalah
salah satu dari berbagai istilah sebagai padanan kata civil society. Selain itu, masih ada
beberapa padanan istilah lainnya, seperti masyarakatwarga, masyarakat kewargaan,
masyarakat sipil, masyarakat beradab, masyarakat berbudaya. Sementara itu, Tim Nasionol
Reformasi Menuju Masyarakat Madani (1999:32) menyarankan untuk menggunakan istilah
masyarakat madani sebagai terjemahan dari civil society.
Dalam perjalanan sejarah bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak
pengalaman dan pelajaran yang dapat diambil, terutama pelaksanaan demokrasi di bidang
politik. Ada tiga macam demokrasi yang pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan
indonesia, yaitu demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Hal inilah
yang kemudian menarik untuk diketahui tentang bagaimana demokrasi di Indonesia. Oleh

1
karena itu penulis berusaha untuk memberikan pemahaman tentang pertanyaan tersebut
dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi jawaban dan memberikan pemahaman
terkait pertanyaan yang dikaji.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan permasalahan yaitu
1.     Bagaimana makna demokrasi?
2.     Bagaimana bentuk- bentuk demokrasi?
3.     Bagaimana keunggulan demokrasi?
4.     Bagaimana nilai- nilai demokrasi?
5.     Bagaimana demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia dan pelaksanannya?
6.     Bagaimana pendidikan demokrasi?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1.        Untuk mengetahui makna demokrasi
2.        Untuk mengetahui bentuk- bentuk demokrasi
3.        Untuk mengetahui keunggulan demokrasi
4.        Untuk mengetahui nilai- nilai demokrasi
5.        Untuk mengetahui demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia dan
pelaksanaannya
6.        Untuk mengetahui pendidikan demokrasi
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
1.        Dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait pemahaman mengenai
demokrasi
2.        Dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan makalah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERIODISASI PELAKSANAAN DEMOKRASI PANCASILA


a. Tahun 1965-1998

Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai


dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan
baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa
orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997.
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru
hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno
pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik
korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar. Masa Jabatan Presiden Suharto Pada 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik
kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Politik Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia
menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi
dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang
yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar
Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai

3
pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau
Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan
administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut
dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan
MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan
militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari
PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan
konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi
politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan
pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga
pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan
pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang
kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Pada masa Orde Baru, pemerintah mencanangkan program Penataran Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (P4), kegiatan pembelajaran secara mendalam tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, agar Pancasila dan UUD 45 ini tidak hanya
dihafalkan tapi diamalkan dalam sendi kehidupan. Di masa orde baru, penataran P4 wajib
diselenggarakan di berbagai bidang.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

 Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70dan
pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565

 Sukses transmigrasi
 Sukses KB

4
 Sukses memerangi buta huruf
 Sukses swasembada pangan
 Pengangguran minimum
 Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
 Sukses Gerakan Wajib Belajar
 Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
 Sukses keamanan dalam negeri
 Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
 Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

 Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme


 Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar
disedot ke pusat
 Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua
 Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
 Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin)
 Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
 Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
 Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel
 Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
 Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
 Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak
Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif
negara pasti hancur.

5
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih
jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga
minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya
dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B.
J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering
membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena
itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde Baru
ke Era Reformasi berjalan relatif lancar dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan
Yugoslavia. Hal ini tak lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang
terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
b. Tahun 1998-Sekarang

Berakhirnya masa Orde Baru, melahirkan era baru yang disebut masa reformasi. OrdeBaru
berakhir pada saat Presiden Suharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden B.J.

Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Pergantian masa juga mengubah pelaksanaan demokrasi
di Indonesia. Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah
demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Masa reformasi berusaha
membangun kembali kehidupan

yang demokratis dengan mengeluarkan peraturan undangan, antara lain:

a. Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi.

b. Ketetapan Nomor VII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR tentang Referendum.

c. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas


dari KKN

6
d. Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden RI

e. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV Sebagai bentuk
pelaksanaan demokrasi, pada masa reformasi dilaksanakan Pemilihan Umum 1999.
Pelaksanaan Pemilu 1999 merupakan salah satu amanat reformasi yang harus
dilaksanakan.Sebagai upaya perbaikan pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa langkah
yang dilaksanakan, yaitu:

a. banyaknya partai politik peserta pemilu,

b. pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung,

c. pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, MPR, dan DPD.

d. pelaksanaan pemilu berdasarkan asas luber dan jurdil,

e. pemilihan kepala daerah secara langsung,

f. kebebasan penyampaian aspirasi lebih terbuka.

 KEHIDUPAN DEMOKRATIS DI INDONESIA

a. Pentingnya Kehidupan Demokrasi

Kehidupan yang demokratis menunjukkan suatu kehidupan yang memberikan


kebebasan bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan kepentingan bersama demi
terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Kebebasan berpartisipasi bagi rakyat, seperti
memberikan usulan, saran, kritikan, dan unjuk rasa atau kebebasan menyatakan pendapat di
negara kita semenjak reformasi dapat dirasakan semakin terbuka. Dalam pelaksanaan
kebebasan tersebut sering kali berbenturan dengan kepentingan umum. Untuk itu perlu
dikelola dengan baik, sehingga penerapan kebebasan rakyat dan demokrasi tetap berada
dalam koridor hukum dan tidak mengganggu kepentingan umum.
Kendatipun kehidupan demokrasi ini masih terbatas di bidang pemerintahan (politik)
melalui penyelenggaraan pemilihan umum, pergantian pemegang kekuasaan pemerintahan,
dan pembuatan berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. Akan tetapi, orde
reformasi telah membuka pintu kebebasan, yang diperlukan oleh rakyat dalam proses

7
menemukan sistem demokrasi yang lebih baik. Demikianlah arti pentingnya kehidupan
demokratis yang memberikan perlindungan kepada hak-hak rakyat dalam menggunakan
kekuasaannya secara bebas dan bertanggung-jawab. Untuk itu perlu kita laksanakan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1. Pentingnya kehidupan demokratis dalam bermasyarakat
Keberadaan masyarakat Indonesia secara nyata beraneka ragam atau berbeda-beda
(bhinneka) dalam adat-istiadat, budaya/kebiasaan, suku, warna kulit, bahasa daerah, agama
dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi masyarakat yang berbeda-beda
itu, para anggotanya menyadari adanya persamaan, maka munculah keinginan untuk bersatu,
hidup bersama (tunggal ika) layaknya hidup dalam suatu keluarga. Keinginan ini termotivasi
semangat kekeluargaan yang selanjutnya menggugah kesadaran bahwa orang itu hidup di
dunia ini tidak sendirian, melainkan ada orang lain disekitarnya. Untuk itulah dengan
dilandasi semangat kekeluargaan, setiap orang menyadari perlunya saling membina
kehidupan bersama (bermasyarakat), saling ketergantungan dalam memenuhi kepentingan
masing-masing yang mendorong saling membina hubungan baik antar sesama. Seperti telah
disebutkan di atas bahwa setiap orang telah menyadari perbedaannya, maka dengan
kesadaran pula yang berlandaskan semangat kekeluargaan dan gotong royong serta
pengakuan akan kedudukkan yang sama, mereka berusaha memusyawarahkan untuk
mencapai kata sepakat (mufakat) dalam memecahkan berbagai permasalahan kehidupan
bermasyarakat.
Dalam memecahkan permasalahan bermasyarakat inilah pentingya kehidupan
demokratis sebagaimana disebutkan di atas, yaitu rakyat sebagai anggota masyarakat
semuanya tanpa dibedakan memperoleh kebebasan berpartisipasi dalam bermusyawarah
untuk memecahkan permasalahan kehidupan, misalnya memberikan usulan, saran, kritikan,
atau bebas berpendapat. Dicapainya kata sepakat dalam memecahkan masalah kehidupan
melalui musyawarah yang dilakukan secara demokratis, artinya semua anggota telah
terpenuhi kepentingan atau hak-haknya dalam bermasyarakat.
Semua pihak merasa mendapatkan perlakuan yang sama dan tidak ada yang
dirugikan. Apabila semua permasalahan atau kepentingan yang menyangkut
berbagai aspek kehidupan bermasyarakat (ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan
keamanan) selalu dipecahkan melalui cara bermusyawarah secara demokratis, maka setiap
anggota masyarakat pada akhirnya akan menikmati kesejahteraan, dan sebaliknya akan
terhindar dari tindakan-tindakan permusuhan bahkan mengarah ke perselisihan, konflik atau
tindakan kekerasan lainnya.

8
Banyaknya anggota atau kelompok dalam masyarakat menjadikan banyak pula
permasalahan kehidupan yang dihadapi. Kenyataan ini tentu saja dalam pelaksanaan
musyawarah yang demokratis betapapun sempurnanya, mustahil dapat memecahkan berbagai
macam permasalahan kehidupan. Untuk itu diperlukan kesadaran semua anggota masyarakat
bahwa tidak semua kepentingan musti dapat dipenuhi. Justru adanya perbedaan yang diterima
dan dihormati oleh semua fihak, inilah letak seni kehidptan yang demokratis. Setiap anggota
masyarakat hendaknya rela mengorbankan kepentingan atau hak-haknya secara kuantitatif
demi kesatuan hidup bermasyarakat.
Keterwujudan sikap ini apabila dalam menyelesaikan suatu permasalahan
kehidupanbersama melalui cara-cara yang demokratis telah dicapai kata sepakat, maka hasil
kesepakatan itulah bukti pengorbanan hak-hak warga masyarakat secara kuantitatif.
Sementara hak-hak warga masyarakat secara kualitatif tetap dilindungi dan dihormati,
masing-masing warga masyarakat bebas menyalurkan aspirasinya atau pendapatnya terkait
dengan permasalahan kehidupan yang diselesaikan/dimusyawarahkan.
2. Pentingnya Kehidupan Demokratis Dalam Berbangsa
Kehidupan berbangsa merupakan kesadaran rakyat Indonesia untuk hidup bersatu
atau bersama yang dilandasi semangat kebangsaan dan kerjasama. Keberadaan bangsa
Indonesia secara nyata juga berbeda-beda dalam adat-istiadat, budaya/kebiasaan, suku, warna
kulit, bahasa daerah, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran
rakyat Indonesia untuk hidup berbangsa dirintis semenjak Budi Utomo (20 Mei 1908) sampai
saat pematangannya pada Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) dan mencapai puncaknya pada
Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945). Kesadaran hidup berbangsa adalah kesadaran
bertanah air yang satu, tanah air Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, (Panyarikan, 1992).

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
a)    Demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan dimana rakyat memegang suatu
peranan yang sangat menentukan.

b)   Nilai-nilai demokrasi perlu ditanamkan pada generasi muda agar terbentuk  generasi yang
demokratis.

c)    Demokasi Pancasila merupakan demokrasi yang dijiwai dan diintegrasikan dengan nilai-
nilai Pancasila.

d)   Asas Demokrasi Pancasila adalah sila ke empat Pancasila yaitu, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

e)    Prinsip Demokrasi Pancasila adalah persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia,
keseimbangan antara hak dan kewajiban, pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain, mewujudkan rasa
keadilan sosial, pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat, mengutamakan
persatuan nasional dan kekeluargaan, menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

f)    Unsur-unsur Demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat, kepentingan umum, sosok
negara hukum, pemerintahan yang terbatas kekuasaannya, menggunakan lembaga
perwakilan, kepala negara adalah atas nama rakyat, mengakui hak asasi, Kelembagaan negara
didasarkan pada pertimbangan yang bersumber pada kedaulatan rakyat, memiliki tujuan
dalam bernegara, memiliki mekanisme pelestarian, memiliki lembaga legislatif.

g)   Tujuan pelaksanaan Demokrasi Pancasila di sekolah yaitu mendidik anak-anak dan
mengantarkan mereka menuju fase kedewasaan, agar mereka mandiri baik secara psikologis
maupun sosial dengan menitik beratkan pada pengembangan ketrampilan intelektual,
keterampilan pribadi dan sosial.

h)   Pengembangan nilai-nilai demokrasi di sekolah tidak akan lepas dari peran guru dan
kurikulum. Untuk itu hendaknya guru lebih dahulu memahami tentang nilai-nilai demokrasi

10
agar dapat menggunakan dan memanfaatkan kurikulum yang berlaku untuk proses
pengembangan nilai-nilai demokrasi.

B. Saran
Adapun Saran penulis sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada rekan-rekan
mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam tentang bagaimana
demokrasi

11
DAFTAR PUSTAKA

Betham, David. 2000., Demokrasi, Kanisius: Yogyakarta.

Budiardjo, Miriam. 1986. Dasar-dasar Ilmmu Politik. Jakarta.

Burns, James McGregor. 1966. Goverment By the People. University of california: USA.

Daji darmodihardjo. 1995. Santiaji Pancasila, Suatu tinjauan Filosofis, Historis, Yudiris
konstitusional. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Harris soche. 1985. Supremasi Hukum dan Prinsip Demokrasi di Indonesia. PT Hanindita:
Yogyakarta.

Kanil, CST. 1989. Tata Negara Edisi Kedua. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Rahmat A, dkk.2000.Panduan Menguasai Tata negara. Ganesha Exact: Bandung.

Setiadi, Elly M. 2003 Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.

Suny Ismail. 1968. Mekanisme Demokrasi Pancasila. Lembaga Pembinaan Hukum nasional:
Jakarta.

Winataputra, Udin S. 2005. Demokrasi dan pendidikan Demokrasi, disampaikan Pada


Suscadorwas 2005. Dikti: Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai