Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang menganut prinsip trias politica  atau pembagian
kekuasaan, yaitu eksekutif, yudikatif, legislative. Dan setiap lembaga memiliki wewenang
dan wilayah yangberbeda, sepertihalnya yudikatif. Yudikatif merupakan lembaga yang
berfungsi sebagai pengawas daripada eksekutif dan legislative, dikatakan dengan bahasa
lain yudikatif itu bisa dikatakan lembaga peradilan.
Oleh karenaya peradilan di Indonesia perlu dilakukan pengkajian baik dari segi
structural maupun secara fungsionalnya. Makalh yang berjudul Lembaga Peradilan  akan
membahas definisidari peradilan, kedudukan lembaga peradilan di Indonesia dan juga
wilayah wewenang dari lembaga peradilan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Dlam penulisan makalah ini perlu adanya rumusan permasalahan untuk membatasi
pembahasan. Rumusan masalah ini dibuat dalam bentuk point-point pertanyaan sebagai
berikut :
a. Apa Pengertian Sistem Hukum di Indonesaia ?
b. Mencermati Sistem Peradilan di indonesia ?
c. Bagaimana Menampilkan Sikap yang sesuai dengan hokum?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Sistem Hukum di Indonesaia ?
b. Untuk Mengetahui Sistem Peradilan di indonesia ?
c. Untuk Mengetahui Bagaimana Menampilkan Sikap yang sesuai dengan hokum?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. SISTEM HUKUM DI INDONESIA


 Pengertian Sistem Hukum
1.      Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan susunan, dimana masing – masing unsur yang ada di
dalamnya tidak diperhatikan hakikatnya, tetapi dilihat menurut fungsinya terhadap keseluruhan
kesamaan susunan tersebut.
2.      Hukum
Hukum sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya sudut pandang yang akan
dikaji. Prof. Van Apeldoorn mengatakan bahwa ”definisi hukum sangat sulit dibuat karena tidak
mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan”. Karena itu, sebaiknya kita lihat
dulu pengertian hukum menurut para ahli hukum terkemuka berikut ini :
1.      Prof. Mr. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara
dalam melaksanakan tugasnya.
2.      Leon Duguit
Hukum adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya
pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama
dan yang pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan reaksi bersama terhadap pelakunya.
3.      Drs. E. Utrecht, S.H
Hukum adalah himpunan peratuan ( perintah dan larangan ) yang mengurus tata tertib
suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
4.      S.M. Amin, S.H
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi, dengan
tujuan mewujudkan ketertiban dalam pergaulan manusia.
Jadi, sistem hukum adalah suatu kesatuan hukum dari unsur hukum yang saling
berhubungan dan bekerjasama sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu.

 Sejarah Hukum Di Indonesia


1.      Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme dibedakan menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan
Politik etis hingga pendudukan Jepang.
a.       Era VOC
Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan bertujuan untuk:
1)      Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis ekonomi di negera Belanda;
2)      Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang otoriter

2
3)      Perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan para imigran Eropa.
Hukum Belanda diterapkan terhadap bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan untuk rakyat
pribumi, yang berlaku ialah hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri.
Tata politik & pemerintahan pada zaman itu telah mengesampingkan hak-hak dasar rakyat di
nusantara & menjadikan penderitaan yang pedih terhadap bangsa pribumi di masa itu.
b.      Era Liberal Belanda
Tahun 1854 di Hindia-Belanda dikeluarkan Regeringsreglement (kemudian dinamakan
RR 1854) atau Peraturan mengenai Tata Pemerintahan (di Hindia-Belanda) yang tujuannya
adalah melindungi kepentingan usaha-usaha swasta di tanah jajahan & untuk yang pertama
kalinya mencantumkan perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan jajahan
yang sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang
mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif (paling utama Residen) & kepolisian, dan juga
jaminan soal proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap terjadi pada era ini, meskipun tidak lagi
sekejam dahulu. Pembaharuan hukum yang didasari oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata
tidak dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi, sebab eksploitasi masih terus terjadi.
c.       Era Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Politik Etis diterapkan  di awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal politik etis yang
berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum antara lain:
1)      Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga pendidikan lanjutan hukum; 
2)      Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 
3)      Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari sisi efisiensi; 
4)      Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal profesionalitas; 
5)      Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. 
Sampai saat hancurnya kolonialisme Belanda, pembaruan hukum di Hindia Belanda
meninggalkan warisan: i) Pluralisme/dualisme hukum privat dan pluralisme/dualisme lembaga-
lembaga peradilan; ii) Pengelompokan rakyat ke menjadi tiga golongan; Eropa dan yang
disamakan, Timur Asing, Tionghoa & Non-Tionghoa, & Pribumi.
Masa penjajahan Jepang tidak banyak terjadi pembaruan hukum di semua peraturan
perundang-undangan yang tidak berlawanan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku
sambil menghapus hak-hak istimewa orang-orang Belanda & Eropa lainnya. Sedikit perubahan
perundang-undangan yang dilakukan: i) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang awalnya
hanya berlaku untuk golongan Eropa & yang setara, diberlakukan juga untuk kaum Cina; ii)
Beberapa peraturan militer diselipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang
berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang terjadi adalah: i) Penghapusan
pluralisme/dualisme tata peradilan; ii) Unifikasi kejaksaan; iii) Penghapusan pembedaan polisi
kota & lapangan/pedesaan; iv) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v) Pengisian secara
besar-besaran jabatan-jabatan administrasi pemerintahan & hukum dengan rakyat pribumi.

2.      Era Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal 


3
a.       Era Revolusi Fisik
1)      Melanjutkan unifikasi badan-badan peradilan dengan melaksanakan penyederhanaan; 
2)      Mengurangi serta membatasi peranan badan-badan pengadilan adat & swapraja, terkecuali
badan-badan pengadilan agama yg bahkan diperkuat dengan pembentukan Mahkamah Islam
Tinggi.
b.      Era Demokrasi Liberal
Undang-undang Dasar Sementara 1950 yang sudah mengakui HAM. Namun pada era ini
pembaharuan hukum & tata peradilan tidak banyak terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk
mempertahankan hukum & peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi
hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional.
Selajutnya yang terjadi hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan
& mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan
melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan
& Kekuasaan Pengadilan.
3.      Era Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru 
a.       Era Demokrasi Terpimpin
Perkembangan dan dinamika hukum di era ini:
1)      Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan & mendudukan MA & badan-badan pengadilan
di bawah lembaga eksekutif; 
2)      Mengubah lambang hukum "dewi keadilan" menjadi "pohon beringin" yang berarti
pengayoman; 
3)      Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut campur tangan secara langsung atas
proses peradilan sesuai UU No.19/1964 & UU No.13/1965; 
4)      Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa pendudukan tidak berlaku kecuali
hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim harus mengembangkan putusan-putusan yang lebih
situasional & kontekstual.
b.      Era Orde Baru
Pembaruan hukum pada masa Orde Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses
pemerintahan dan politik, pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah
modal dari luar masuk dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan UU
Kehutanan. Selain itu, orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan lembaga hukum di bawah
kekuasaan eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan & pembatasan pemikiran kritis,
termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era orba tidak terjadi perkembangan
positif  hukum Nasional.
4.      Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Semenjak kekuasaan eksekutif beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang,
sudah dilakukan 4 kali amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi
antara lain: 1) Pembaruan sistem politik & ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum &
HAM; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.

 Ciri-Ciri Sistem Hukum Indonesia


4
1.      Ada unsur perintah , larangan, dan kebolehan
2.      Ada sanksi yang tegas
3.      Adanya perintah dan larangan
4.      Perintah dan larangan harus ditaati
Sedangkan Ciri-ciri hukum antara lain :
1.      Terdapat perintah ataupun larangan dan
2.      Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh setiap orang
Tiap-tiap orang harus bertindak demikian untuk menjaga ketertiban dalam bermasyarakat. Oleh
karena itu, hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur hubungan antara
orang yang satu dengan orang yang lain yang dapat disebut juga kaedah hukum yakni peraturan-
peraturan kemasyarakatan.

 Unsur-Unsur Sistem Hukum Indonesia


1.      Unsur-unsur hukum yang dimaksudkan adalah bahwa peraturan-peraturan hukum itu meliputi:
a.       Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup        bermasyarakat;
b.      Peraturan yang ditetapkan oleh badan-badan resmi negara;
c.       Peraturan yang bersifat memaksa;
d.      Peraturan yang memiliki sanksi yang tegas.
2.      Unsur-unsur hukum meliputi
a.       Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam bermasyarakat
b.      Peraturan tersebut dibuat oleh badan yang berwenang
c.       Peraturan itu secara umum bersifat memaksa
d.      Sanksi dapat dikenakan bila melanggarnya sesuai dengan ketentuan atau perundang-undangan
yang berlaku.
Maksud dari uraian unsur-unsur hukum di atas adalah bahwa hukum itu berisikan
peraturan dalam kehidupan bermasyarakat, hukum itu diadakan oleh badan yang berwenang
yakni badan legislatif dengan persetujuan badan eksekutif begitu pula sebaliknya, secara umum
hukum itu bersifat memaksa yakni hukum itu tegas bila dilanggar dapat dikenakan sanksi
ataupun hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 Tata Hukum Indonesia


Pada dasarnya tata hukum sama dengan sistem hukum suatu cara atau sistem dan susunan
yang membentuk keberlakukan suatu hukum disuatu wilayah tertentu dan pada waktu tertentu.
(Ridwan Halim)
Tata hukum suatu negara (ius constitutum = hukum positif) adalah tata hukum yang
diterapkan atau disahkan oleh negara itu. Dalam kaitannya di Indonesia, yang ditata itu adalah
hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Hukum yang sedang berlaku artinya apabila ketentuan-ketentuan hukum itu dilanggar
maka bagi si pelanggar akan dikenakan sanksi yang datangnya dari badan atau lembaga
berwenang.

5
Dengan demikian dapat disimpulkan tata hukum Indonesia adalah hukum (peraturan-
peraturan hukum) yang sekarang berlaku di Indonesia (Prof. Soediman Kartihadiprojo, SH).
Dengan kata lain Tata Hukum Indonesia itu menata, menyusun, mengatur tertib kehidupan
masyarakat Indonesia. Tata Hukum Indonesia diterapkan oleh masyarakat hukum Indonesia
(Negara Republik Indonesia).
1.      Tata Urutan Perundang – undangan Negara Republik Indonesia
Tata Urutan Perundang – undangan Negara republic Indonesia diatur dalam ketetapan MPR
No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang – Undangan
yang meliputi :
a.       UUD 45
b.      Tap. MPR RI
c.       Undang – undang
d.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang
e.       Peraturan Pemerintah
f.       Keputusan Presiden
g.      Peraturan Daerah
2.      Pengertian Sistim Hukum Nasional
Sistim hukum nasional adalah keseluruhan unsur – unsur hukum nasional yang saling
berkait guna mencapai tatanan sosial yang berkeadilan. Adapun sistim hukum meliputi dua
bagian yaitu :
a.       Struktur Kelembagaan Hukum
Sistim beserta mekanisme kelembagaan yang menopang Pembentukan dan
Penyelenggaraan hukum di Indonesia.
Sistim Kelembagaan Hukum meliputi :
1)      Lembaga – lembaga peradilan
2)      Aparatur penyelenggaraan Hukum
3)      Mekanisme penyelenggaraan hukum
4)      Pengawasan pelaksanaan hukum
b.      Materi Hukum yaitu  Kaidah – kaidah yang dituangkan dan dibakukan dalam persatuan hukum
baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis.
c.       Budaya Hukum yaitu: Pembahasan mengenai budaya hukum meniti beratkan pada
pembahasan mengenai kesadaran hukum masyarakat.

B. MENCERMATI SISTEM PERADILAN DI INDOENESIA

6
Sistim Peradilan Nasioanl diartikan sebagai suatu keseluruhan kompenen Peradilan
Nasioanal yang meliputi pihak – pihak dalam proses peradilan, Hirerki Peradilan, maupun aspek
– aspek yang bersifat procedural dan saling berkaitan sedemkian rupa, sehingga terwujut
kwadilan hukum.
Untuk mewujutkan tujuanya, seluruh komponen dalam system peradilan harus berfungsi
dengan baik , adapun komponen tersebut meliputi :
1.      Materi Hukum Marterial dan Formal ( Hukum Acara )
Hukum material adalah hukum yang berisi tentang perintah dan larangan,. Sedangkan
hukum formal adalah hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan mempertahankan
hukum material.
2.      Prosedur Peradilan ( Komponen yang bersifat Prosedural )
Yaitu bagaimana proses pengajuan perkara mulai dari penyelidikan – penyelidikan
penuntutan sampai pada pemeriksaan di siding pengadilan. Prosedur pengadilan yang berlaku
meliputi :
a.       Penyelidikan
b.      Penyidikan
c.       Penuntutan
d.      Mengadili
Secara umum peranan lembaga peradilan adalah menerima, memaksa, dan sekaligus
memutuskan suatu perkara di sidang pengadilan dalam rangka untuk menegakkan hukum dan
keadilan.
3.      Budaya Hukum
Komponen yang sangat penting dan menentukan tegaknya keadilan adalah kesadaran
hukum
4.      Hierarki Kelembagaan Peradilan
Susunan lembaga peradilan yang secara hierarki memiliki fungsi dan kewenangan
peradilan masing-masing.
 Peranan Lembaga – Lembaga Peradilan Hukum di Indonesia
Lembaga – lembaga kekuasaan kehakiman yang berada di Indonesia
1.      Mahkamah Agung ( MA )
MA adalah lembaga Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan pengadilan
yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah atau pengaruh – pengaruh
lain.
Susunan MA terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota ( hakim agung) panitera dan seorang
sekretaris.
MA berwenang memeriksa dan memutuskan :
a.       Permohonan kasasi.
b.      Sengketa tentang kewenangan mengadili.
c.       Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
yang tetap.
2.      Mahkamah Konstitusi ( MK )
7
MK adalah salah satu badan negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang
merdeka, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan
MK adalah di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Wewenang MK menurut UU No. 24 Tahun 2003 adalah :
1.      Menguji Undang – Undang terhadap undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2.      Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang
– Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
3.      Memutus pembubaran partai politik
4.      Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
5.      Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan / Wakil Presiden diduga telah
melakukan pelanggaran hukum.
Prinsip dari kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah cheks and balances yang
menempatkan semua lembaga dalam kedudukan setara.
3.      Komisi Yudisial ( KY )
Tujuan dari pembentukan komisi Yudisial adalah dalam rangka mewujudkan lembaga
peradilan dan lembaga penegak hukum dan lainnya yang mandiri, bebas dari pengaruh penguasa
ataupun pihak lain, KY berkedudukan di Ibu Kota Negara RI.
Wewenang Komisi Yudisial adalah :
1.      Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR
2.      Menegakkan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim di seluruh lingkungan
peradilan.
KY mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim. Tugas
pengawasan tersebut meliputi :
a.       Menerima laporan masyarakat mengenai perilaku hakim
b.      Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan tentang perilaku hakim.
c.       Memeriksa pelanggaran perilaku hakim yang diduga melangggar kode etik perilaku hakim.
d.      Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku
hakim.
e.       Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi yang akan disampaikan kepada
MA dan / MK yang terdasar disampaikan kepada presiden dan DPR.
3.      Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu pelaku penguasaan bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Adapun kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan sebagai
berikut :
a.       Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri kedudukannya di kota madya atau di ibu kota kabupaten, adapun
susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan
Jurusita,. Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
b.      Pengadilan Tinggi
8
Merupakan pengadilan tinggi banding yang berkedudukan di ibu kota provinsi, dan
daerah yang hukumnya meliputi wilayah provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi meliputi
Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris, Adapun tugas dan wewenang Pengadilan
Tinggi adalah :
a.       Mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding.
b.      Mengadili di tingkat pertama terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar
pengadilan negeri di wilayah hukumnya.
c.       Menjaga jalanya pengadilan di tingkat Pengadilan Negeri agar peradilan diselenggarakan
dengan seksama dan sewajarnya.
d.      Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi pemerintah
bila diminta.
e.       Tugas atau kewenangan berdasarkan undang-undang.
Ketua Pengadilan juga bertugas mengadakan pengawasan pelaksanaan tugas dan tingkah laku
hakim, panitera, sekretaris dan jurusita di daerah hukumnya.
4.      Peradilan Agama
Yang dimaksud Peradilan Agama adalah pengadilan agama Islam. Pengadilan Agama
terdapat di setiap ibu kota Kabupaten. Pengadilan TInggi Agama berkedudukan di setiap ibu kota
Propinsi. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim, Hakim Anggota, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita. Sedangkan susunan PENGADILAN Tinggi Agama terdiri dari
Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Tugas dan wewenang Pengadilan Agama
adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a.       Perkawinan
b.      Kewarisan,wasiat dan hibah yang di lakukan berdasarkan hukum Islam
c.       Wakaf dan sedekah
Tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi Agama adalah :
a.       Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.
b.      Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan
Agama di daerah hukumnya.
c.       Pengadilan Tinggi Agama dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang
hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.
5.      Peradilan Militer
Dalam peradilan militer pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan militer. Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan
kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan
memperhatikan kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan Negara.
6.      Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara. Sengketa tata usaha negara adalah
sengketa yang timbul dalam tata usaha negara antara orang /badan hukum perdata dengan
badan / pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun daerah. Dan yang dimaksud dengan tata
9
usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah. Pengadilan tata usaha Negara

 Sistem Hukum Yang Dianut Di Indonesia


1.      Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum Eropa kontinental adalah sistem hukum yang dasar atau acuan hukum
yang berlaku mengutamakan sumber hukum aturan tertulis. Sistem hukum ini berkembang di
negara-negara Eropa daratan yang sering di sebut sebagai “civil law”. Semula berasal dari
kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Yustitianus yang mempunyai pengaruh besar
dalam penyusunan kodifikasi abad VI sebelum masehi.  
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa kontinental adalah “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu.
Prinsip dasar ini dianut mengikat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
“kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan
hukum manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan yang tertulis.
Contoh kodifikasi hukum di Indonesia adalah KUHP,KUHAP,BW,KUH perdata, KUH dagang,
KUH pidana, KUH sipil dll.
Ciri-ciri :

a. Membedakan secara tajam antara hukum perdata dan hukum publik.


b. Membedakan antar hak kebendaan dan perorangan.
c. Menggunakan kodifikasi.
d. Keputusan hakim terdahulu tidak mengikat.

Sumber hukum :

a. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (statues).


b. Peraturan-peraturan hukum (Regulation= administrasi negara=PP dll).
c. Kebiasaan-kebiasaan(custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat
selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

Berdasarkan sumber hukum di atas maka sistem hukum Eropa kontinental penggolongannya
menjadi 2 yaitu :
a.       Hukum publik
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang  mengatur kekuasaan dan
wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. yang
termasuk dalam hukum publik ini adalah:
1)      Hukum tata negara
2)      Hukum Administrasi Negara
3)      Hukum pidana

10
b.      Hukum privat
Hukum privat menyangkut peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan
antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk
dalam hukum privat adalah:
1)      Hukum sipil
2)      Hukum dagang
Namun dalam perkembangan hukum saat ini batas-batas antara Hukum Publik dan
Hukum Privat semakin kabur. Artinya banyak bidang kehidupan yang sebenarnya merupakan
kepentingan seseorang tetapi ternyata menunjukkan indikasi sebagai kepentingan umum
sehingga memerlukan campur tangan pemerintah melalui kaidah-kaidah hukum publik.
2.      Sistem Hukum Anglo Saxon
Sistem hukum  Anglo Saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada
Yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar
putusan hakim-hakim selanjutnya.sistem hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan
hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat.
Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan  sistem jurisprudensi dianggap
lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan  dan kemanfaatan yang dirasakan
oleh  masyarakat secara nyata.dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang
hakim sangat luas. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja.
Hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Selain
itu, bisa menciptakan hukum baru yang menjadi pegangan bagi hakim–hakim lain untuk
menyelesaikan perkara sejenis.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the
doctrine of precedent/Stare Decisis”  yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam
memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum
yang sudah ada didalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (presedent). Dalam
hal tidak ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya
kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan
putusan berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang
dimilikinya. Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul dan
berkembang dari putusan-putusan hakim untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi, maka
sistem hukum Anglo Amerika, secara berlebihan sering disebut sebagai Case Law.
C. MENAMPILKAN SIKAP YANG SESUAI DENGAN HUKUM

Setiap anggota masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, baik kepentingan yang sama
maupun berbeda. Tidak jarang di masyarakat perbedaan kepentingan sering menimbulkan
pertentangan yang menyebabkan timbulnya suasana yang tidak tertib dan tidak teratur. Dengan
demikian untuk mencegah timbulnya ketidaktertiban dan ketidakteraturan dalam masyarakat
diperlukan sikap positif untuk menaati setiap norma atau hukum yang berlaku di masyarakat. 

11
Pada bagian ini kalian akan diajak untuk mempelajari Sikap Yang Sesuai Dengan Hukum.
Setelah mempelajari bagian ini, diharapkan kalian mampu menunjukkan contoh sikap taat
terhadap hukum; menganalisis macam-macam perbuatan yang bertentangan dengan hukum; dan
menganalisis macam-macam sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

1. Perilaku yang Sesuai dengan Hukum 

Setelah kalian mengetahui makna hukum dan peranan dari lembaga peradilan, sudah saatnya
kalian mengaktualisasikan pengetahuan kalian tentang hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Sambil kalian mengaktualisasikan pengetahuan kalian tersebut, melalui ini kalian  akan
dibimbing dan diajak untuk mengidentifikasi perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan hukum
yang berlaku. 

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita tidak akan dapat mengabaikan
semua aturan atau Sikap Yang Sesuai Dengan Hukum yang berlaku. Sebagai makhluk sosial
yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, kita senantiasa akan membentuk suatu
komunitas bersama guna menciptakan lingkungan yang aman, tertib, dan damai. Untuk menuju
hal tersebut, diperlukan suatu kebersamaan dalam hidup dengan menaati peraturan atau hukum
yang tertulis maupun tidak tertulis.

Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri
seseorang yang diwujudkan  dalam  perilaku  yang   sesuai   dengan  sistem hukum yang berlaku.
Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara secara langsung
menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti
bahwa seseorang memiliki kesadaran: 

a. memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku; 

b. mempertahankan tertib hukum yang ada; dan 

c. menegakkan kepastian hukum. 

Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat
dilihat dari perilaku yang diperbuatnya seperti: 

a. disenangi oleh masyarakat pada umumnya; 

b. tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain; 

c. tidak menyinggung perasaan orang lain; 

d. menciptakan keselarasan; 

e. mencerminkan sikap sadar hukum; dan 

f. mencerminkan kepatuhan terhadap hukum. 

12
Perilaku yang mencerminkan Sikap Yang Sesuai Dengan Hukum harus kita tampilkan dalam
kehidupan sehari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara. Berkaitan
dengan hal tersebut, lakukanlah identifikasi cnth perilaku yang dapat kalian tampilkan yang
mencerminkan kepatuhan terhadap hukum.

2. Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum Beserta Sanksinya 

a. Macam-Macam Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum 

Selain mengetahui perilaku yang sesuai dengan hukum yang berlaku, kalian juga mesti
mengetahui perilaku yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, agar kalian tidak
melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, pada bagian ini kalian akan diaak untuk
mengidentifikasi perilaku yang bertentangan dengan hukum. 

Perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul sebagai akibat dari rendahnya kesadaran
hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh dua hal yaitu: 

1) pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan;
dan 

2) hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan. 

Saat ini kita sering melihat berbagai pelanggaran hukum banyak terjadi di negara ini. Hampir
setiap hari kita mendapatkan informasi mengenai terjadinya tindakan melawan hukum, baik yang
dilakukan oleh masyarakat maupun oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Berkaitan dengan hal
tersebut, lakukanlah identifikasi cnth perilaku melaan hukum yang harus kalian hindari dalam
kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.

b. Macam-Macam Sanksi 

Pernahkah kalian melihat tayangan iklan layanan masyarakat di televisi yang menggambarkan
seorang wasit sepak bola ragu untuk memberikan kartu peringatan kepada pemain yang
melakukan pelanggaran. Apakah kartu merah yang akan diberikan atau kartu kuning. Keragu-
raguan wasit itu merupakan satu bukti penegakan sanksi yang tidak tegas. 

Peristiwa serupa sering kali kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, mengapa sopir
angkutan kota yang tidak sungkan-sungkan berhenti menunggu penumpang pada tempat yang
jelas-jelas dilarang berhenti? Penyebabnya karena petugas tidak tegas menindaknya. Bila
peristiwa seperti itu dibiarkan, tidak ditindak oleh petugas maka lama-kelamaan dianggap
sebagai  hal yang biasa. Dengan kata lain, jika suatu perbuatan dilakukan berulang-ulang, tidak
ada sanksi, walaupun melanggar aturan maka akhirnya perbuatan itu dianggap sebagai norma.
Seperti kebiasaan sopir angkutan kota tadi, karena perbuatannya itu tidak ada yang menindak
maka akhirnya menjadi hal yang biasa saja. 

13
Hal yang sama dapat juga menimpa kalian. Misalnya, jika siswa yang melanggar tata tertib
sekolah dibiarkan begitu saja, tanpa ada sanksi tegas maka esok lusa pelanggaran akan menjadi
hal yang biasa. Perilaku yang bertentangan dengan hukum menimbulkan dampak negatif bagi
kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Ketidaknyamanan dan ketidakteraturan
tentu saja akan selalu meliputi kehidupan kita jika hukum sering dilanggar atau tidak ditaati.
Untuk mencegah terjadinya tindakan pelanggaran terhadap norma atau hukum maka dibuatlah
sanksi dalam setiap norma atau hukum tersebut.

Sanksi terhadap pelanggaran itu amat banyak ragamnya, misalnya sanksi hukum, sanksi sosial,
dan sanksi  psikologis. Sifat dan jenis sanksi dari setiap norma atau hukum berbeda satu sama
lain. Akan tetapi, dari segi tujuannya sama yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat.

Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut. 

1) Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material. Misalnya, dalam hukum pidana
mengenai sanksi diatur dalam pasal 10 KUHP. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi
pidana berbentuk hukuman yang mencakup: 

a). Hukuman Pokok, yang terdiri atas: 

(1) hukuman mati 

(2) hukuman penjara yang terdiri dari hukuman seumur hidup dan hukuman sementara waktu
(setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurangkurangnya 1 tahun) 

b). Hukuman Tambahan, yang terdiri: 

(1) pencabutan hak-hak tertentu 

(2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu 

(3) pengumuman keputusan hakim 

2) Nyata berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar hukuman berdasarkan
perbuatan yang dilanggarnya. Contoh: pasal 338 KUHP, menyebutkan “barang siapa sengaja
merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun”. 

Jika sanksi hukum diberikan oleh negara, melalui lembaga-lembaga peradilan, sanksi sosial
diberikan oleh masyarakat. Misalnya dengan menghembuskan desasdesus, cemoohan, dikucilkan
dari pergaulan, bahkan yang paling berat diusir dari lingkungan masyarakat setempat. 

Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah orang melakukan
perbuatan melanggar aturan, ada satu jenis sanksi lain, yakni sanksi psikologis. Sanksi psikologis
dirasakan dalam batin kita sendiri. Jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap peraturan,

14
tentu saja di dalam batinnya ia akan merasa bersalah. Selama hidupnya ia akan dibayang-bayangi
oleh kesalahannya itu. Hal ini akan sangat membebani jiwa dan pikiran kita. Sanksi inilah yang
merupakan gerbang terakhir yang dapat mencegah seseorang melakukan pelanggaran terhadap
aturan. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

15
            Hukum merupakan peraturan didalam negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap
warga Negara untuk menaatinya. Jadi, sistem hukum adalah keseluruhan aturan tentang apa yang
seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan
terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan.

B. Saran
Agar sistem hukum nasional benar-benar terarah untuk meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan (ibid) maka perlu adanya kesatuan sistem
hukum yang memadai dalam masing-masing sistem dan adanya pengawasan independen yang
berkualitas dan berintegritas dalam rangka menciptakan kekuasaan kehakiman yang bebas dan
mandiri “Demi Keadilan Sosial berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawir. 1996. Al-Munawwir (Kamus Arab-Indonesia). Jakarta: Balai Pustaka

16
Abdul Mujib Mabruri Thalhah Sapiah AM. 1994. Kamus Istilah Fikih, Jakarta: PT Pustaka
Firdaus.

Kamus Tim Penyusun Kamus Pusat Peminaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. 1996. Jakarta: Balai pustaka.

S, Daryanto S. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo. 

http://badik-rahmawati.blogspot.co.id/2014/02/lembaga-peradilan-di-indonesia.html

http://rasyidalmurtadlo.blogspot.co.id/2012/12/lembaga-peradilan.ht

17

Anda mungkin juga menyukai