Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Hukum merupakan suatu peraturan yang di buat untuk mengatur, mengikat, dan
memaksa masyarakat untuk mematuhi suatu hal yang dianggap baik dan perlu oleh suatu
lembaga. Hukum juga erat kaitannya dengan masyarakat. Hukum dalam islam,
merupakan sebuah pedoman atau batas bagi diri untuk berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Hukum dalam islam bukanlah buatan dari makhluk-Nya seperti hukum yang
ada dan berkembang selama ini di masyarakat. Melainkan hukum islam itu ada dan
berdasar dari ajaran dan pedoman yang Allah SWT berikan, yaitu berupa perantara, AlQuran misalnya yang merupakan pedoman tertinggi bagi umat islam di seluruh semesta
ini.
Di Negara kita, Indonesia, juga memiliki hukum tertinggi dalam pelaksanaan
kepemerintahannya, yaitu UUD 1945. Di dalam pembukaan UUD 1945 terdapat kutipan
bahwasanya Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini menyatakan bahwa Negara kita Indonesia meyakini
adanya hukum agama yang berjalan dan bersikap menindak dalam kehidupan rakyatnya.
Kutipan tersebut juga menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara yang melegalkan
agama.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja sumber Hukum Islam dan peranannya sebagai pedoman kegiatan umat islam
?
2. Bagaimana fungsi Hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat ?
3. Bagaimana kontribusi Hukum Islam dalam Perundang-undangan di Indonesia ?
4. Bagaimana kedudukan Al-Quran sebagai sumber Hukum Islam dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat ?
5. Kapan dan dimana penerapan Hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat ?
6. Mengapa Al-Quran dijadikan sumber Hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat ?
1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan kedudukan Al-Quran sebagai pedoman kegiatan umat islam.
2. Menjelaskan arti dan fungsi Assunnah.
3. Menjelaskan peranan Assunnah sebagai petunjuk muslim.
4. Menjelaskan kedudukan akal pikiran manusia dalam berijtihad.
5. Menjelaskan peranan Ijtihad sebagai sumber pengembangan nilai-nilai islam.
6. Menjelaskan fungsi hukum islam dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Menyebutkan kontribusi hukum islam dalam perundang-undangan di Indonesia.
8. Mengetahui kapan dan dimana hukum islam di terapkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
9. Mengetahui sebab-sebab Al-Quran dijadikan sumber hukum islam dalam kehidupan
bermasyarakat.

1.4 METODE PENULISAN


Dalam pembuatan makalah ini, kami mencari segala informasi yang di butuhkan dari
berbagai sumber, baik dari buku, internet, maupun instrumen pendukung lainnya. Dalam
penulisannya kami memilah berbagai sumber tersebut dan mendiskusikan dengan pihak yang
ahli dibidangnya agar tidak terjadi kerancuan atau keambiguan bagi pembaca dalam
memahami isi makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN HUKUM ISLAM
Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari kata mashadir yang
berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma hukum. Sumber hukum Islam yang
utama adalah Al Quran dan sunah. Selain menggunakan kata sumber, juga digunakan
kata dalil yang berarti keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran.
Selain itu, ijtihad, ijma, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai alat
bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al Quran dan sunah
Rasulullah SAW.
Secara sederhana hukum adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku
manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi
wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya. Bila
definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara maka hukum Islam berarti: seperangkat
peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah
laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua
yang beragama Islam. Maksud kata seperangkat peraturan disini adalah peraturan
yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia
maupun di akhirat.
2.2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
A. Al-Quran
Al Quran berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara
berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.
Al Quran diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca
Al Quran merupakan ibadah.
Al Quran merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim
berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di
dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti segala
perintah
Allah
dan
menjauhi
segala
larangannya
Al Quran memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.
Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yang
berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasulrasul, hari akhir, serta qadha dan qadar.
Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki
budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat.
Isi Kandungan Al Quran
Isi kandungan Al Quran dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.
1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439
kosa kata
3

2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Quran (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan
rohaniyah dengan Allah SWT dan hal hal lain yang berkaitan dengan
keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu
Kalam.
2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan
dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Fiqih.
3. Hukum yang berkaitan dengan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim
memiliki sifat sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
1. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji,
nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia
dengan tuhannya.
2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti
perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan,
perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu
perkawinan dan warisan.
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan
jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud
utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib.
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan
dengan keputusan, persaksian dan sumpah.
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan
penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas.
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar
kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercapai kedamaian dan
kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat,
infaq dan sedekah.
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Quran ada yang rinci dan ada yang garis
besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah
ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat taabud
(dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal
untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam
(hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti
perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Quran
yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan
seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan
4

perkembangan zaman. Selain ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan hukum, ada
juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lainlainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak
sekali.
B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum
Islam yang kedua setelah Al Quran. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati
hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad
SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:

Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, (QS Al Hashr : 7)
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi
Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak
mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan
perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi
pekerti yang sangat mulia.
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi
sebagai berikut.
1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Quran, sehingga
kedunya (Al Quran dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang
sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Quran menegaskan untuk menjauhi
perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya :

...

Artinya: Jauhilah perbuatan dusta (QS Al Hajj : 30)


Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
2. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Quran yang masih
bersifat umum. Misalnya, ayat Al Quran yang memerintahkan shalat, membayar
zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak
menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak
merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan haji.
Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh
lain, dalam Al Quran Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging
babi. Firman Allah sebagai berikut :

...

Artinya: Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi (QS Al


Maidah : 3)
5

Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan
bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan
bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang.
Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Quran.
Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya
tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah.
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna
ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits
yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai
keshohehan suatu hadits.
2. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak
begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat
illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang
makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau
tidak terlalu penting.
3. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat
hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan
mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau
sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi.
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal.
C. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu
masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Quran maupun Hadits, dengan
menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara
menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber
hukum yang ketiga. Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan
sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi
SAW, bertanya kepada Muadz, bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau
dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?, muadz
menjawab, Saya akan menetapkan hukum dengan Al Quran, Rasul bertanya lagi,
Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Quran? Muadz menjawab,
Saya akan tetapkan dengan Hadits. Rasul bertanya lagi, seandainya tidak engkau
temukan ketetapannya dalam Al Quran dan Hadits, Muadz menjawab saya akan
berijtihad dengan pendapat saya sendiri kemudian, Rasulullah SAW menepuknepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan
ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Quran dan hadits.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Mengetahui isi Al Quran dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hokum.
6

2. Memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al


Quran dan hadits.
3. Mengetahui soal-soal ijma.
4. Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi
juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat
dan kelapangan bagi umat manusia.
Dalam berijtihad seseorang dapat menempuhnya dengan cara ijma dan qiyas. Ijma
adalah kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu
masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma
diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasulnya dan ulil amri
diantara kamu. (QS An Nisa : 59)
Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan
dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan
demikian, ijma ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijam ialah
mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi
mushaf Al Quran, seperti sekarang ini.
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya
dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat
persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras,
seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang
disebut dalam Al Quran karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu
sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al
Quran atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar
yang ada hukumnya dalam Al Quran. Sebelum mengambil keputusan dengan
menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.
Bentuk Ijtihad yang lain
Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara
kongret dalam Al Quran dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau
kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan.
Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah
ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum
tersebut.
7

Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara
kongkret dalam Al Quran dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat
istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukumhukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama
sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan
dengan ajaran Al Quran dan hadits.
Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak
diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya
seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada
pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
Al Urf, ialah urusan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan
hidupnya.
Zarai, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau
untuk menghilangkan mudarat.
D. Pembagian Hukum dalam Islam
Hukum dalam Islam ada lima yaitu:
1. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi
(dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak
dikerjakan maka ia akan berdosa.
2. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak
berdosa.
3. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau
ditinggalkan mendapat pahala.
4. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak
berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala.
5. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau
dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
Dalil fiqih adalah Al Quran, hadits, ijma mujtahidin dan qiyas. Sebagian ulama
menambahkan yaitu istihsan, istidlal, urf dan istishab.
Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas empat macam.
1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan maksudnya
menunjukkan kepada hukum itu .Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib
dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya.
Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan
rela. Imam syafiie berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT,
pada suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukumhukum itu. Dalam hal seperti ini terbukalah jalan mujtahid untuk berijtihad dalam
batas memahami nas itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau
menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah
khiar majelis bagi dua orang yang berjual beli. Dua orang yang jual beli boleh
memilih antara meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah.
Kata berpisah yang dimaksud dalam hadits ini mungkin berpisah badan atau
8

pembicaraan, mungkin pula ijab dan kabul. Sperti wajib menyapu semua kepala
atau sebagian saja ketika wudhu, dalam memahami ayat:

Artinya:
Dan
sapulah
kepalamu
(QS
Al
Maidah
:
6)
Juga dalam memahami hadits tidak halal binatang yang disembelih karena sematamata tidak membaca basmalah. Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan
disebutkan padanya nama Allah.
1. Hukum yang tidak ada nas, baik secara qai (pasti) maupun zanni (dugaan),
tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma) mujtahidin atas hukum-hukumnya
Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah
dengan laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap
muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah
disepakati oleh mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu
menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin
merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT
menyuruh hambanya menaati ulil amri. Sungguhpun begitu, kita wajib betulbetul mengetahui bahwa pada huku itu telah terjadi ijma (sepakat) ulama
mujtahidin. Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang
tidak berdasarkan penelitian.
2. Hukum yang tidak ada dari nas, baik qati ataupun zanni, dan tidak pula ada
kesepakatan mujtahidin atas hukum itu. Seperti yang banyak terdapat dalam
kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah hasil pendapat seorang
mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan
keadaan lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu.
Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya
keadaan atau tinjauannya masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau
sesduahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain.
Sebagaimana mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu
sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang
berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti kembali pada
pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan
oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orangorang yang meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.
2.3.

FUNGSI HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT


Tujuan hukum Islam, baik secara global maupun secara detail, mencegah kerusakan
pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka: mengarahkan mereka
kepada kebenaran, dan kebajikan, serta menerangkan jalan yang harus dilalui oleh
manusia.
Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama untuk merealisasikan dan
melindungi kemaslahatan umat manusia, baik individu ataupun kolektif untuk menjamin,
melindungi dan menjaga kemaslahatan tersebut Islam menetapkan sejumlah aturan, baik
berupa perintah atau larangan. Perangkat aturan ini disebut hukum pidana Islam.
9

Sedangkan tujuan pokok dalam penjatuhan hukum dalam syariat Islam ialah pencegahan
dan pengajaran serta pendidikan.
Oleh karena tujuan hukum adalah pencegahan, maka besarnya hukuman harus
sedemikian rupa yang cukup mewujudkan tujuannya, dan dengan demikian maka terdapat
prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman. Dengan demikian, maka hukuman dapat
berbeda-beda terutama hukuman tazir.
Menurut definisi mutakalimin, agama ditujukan untuk kemaslahatan hamba di dunia
dan di akhirat. Islam sebagai agama memiliki hukum yang fungsi utamanya terhadap
kemaslahatan umat. Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan kepatuhan
merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
b. Fungsi Amar Maruf Nahi Mungkar
Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia adalah bagian dari
kalam Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum Islam tetap bersentuhan
dengan masyarakat. Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi
dalam hal proses pengharamannya. Contoh: Riba dan khamr tidak diharamkan secara
sekaligus tetapi secara bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol sosial yang
dilakukan lewat tahapan riba dan khamr.
c. Fungsi Zawajir
Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari
segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan.Fungsi ini terlihat dalam
pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman hokum atau sanksi
hokum. Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan, hudud
untuk tindak pidana tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan
tazir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi
hokum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi
warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan.
Fungsi hukum Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir.
d. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar
proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat harmonis, aman dan
sejahtera.Dalam hal-hal tertentu, hokum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan
mendetail sebagaimana terlihat dalam hokum yang berkenaan dengan masalah yang lain,
yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hokum Islam dalam masalah ini hanya
menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para
ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap
memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi
ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah. Ke empat fungsi hokum Islam tersebut
tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hokum tertentu, tetapi satu dengan yang
lain saling terkait.
Adapun metode-metode pengambilan hukum Islam yaitu Ijma dan Qiyas, Istihsan,
Al- Maslahat, Al- Mursalat atau Istihlah, Saddu Al- Zariat.
1. Ijma dan Qiyas
10

a. Ijma
Ijma adalah kesepakatan para ulama mujtahid dalam memutuskan suatu perkara
atau hukum. Ijm dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan
secara khusus dalam kitab Al-Quran dan sunah.
Contoh Ijma:
Menjadikan sunnah sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Pengumpulan dan pembukuan Al-quran sejak pemerintahan Abu Bakar tetapi
idenya berasal dari Umar bin Khatab
Penetapan awal ramadhan dan syawal berdasarkan ruyatul hilal.
b. Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan
hukumnya dengan masalah lama yang pernah ada karena alasan yang sama.
Contoh Qiyas :
Setiap minuman yang memabukan contohnya mensen, sabu-sabu dan lain-lain
disamakan dengan khamar, ilatnya sama-sama memabukan.
Harta anak wajib dikeluarkan zakat disamakan dengan harta dewasa. Menurut
syafei karena sama-sama dapat tumbuh dan berkembang, dan dapat menolong
fakir miskin.
Mengatakan telmi kepada ortu disamakan dengan membentak dan ah, karena
ilatnya sama-sama menyakiti dengan ucapan.
2. Istihsan
Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik atau mencari yang baik. Menurut
ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang
lainnya, pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara'.
Jadi singkatnya, istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum
lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara' yang mengharuskan untuk
meninggalkannya.
Misal yang paling sering dikemukakan adalah peristiwa ditinggalkannya hukum
potong tangan bagi pencuri di zaman khalifah Umar bin Al-Khattab ra. Padahal
seharusnya pencuri harus dipotong tangannya. Itu adalah suatu hukum asal. Namun
kemudian hukum ini ditinggalkan kepada hukum lainnya, berupa tidak memotong tangan
pencuri. Ini adalah hukum berikutnya, dengan suatu dalil tertentu yang menguatkannya.
Mula-mula peristiwa atau kejadian itu telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu
pencuri harus dipotong tangannya. Kemudian ditemukan nash yang lain yang
mengharuskan untuk meninggalkan hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah
ditetapkan itu, pindah kepada hukum lain. Dalam hal ini, sekalipun dalil pertama
dianggap kuat, tetapi kepentingan menghendaki perpindahan hukum itu.
Contoh Istihsan :
Menurut Madzhab Hanafi: sisa minuman burung buas, seperti sisa burung elang
burung gagak dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan
istihsan. Menurut qiyas jali sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burungburung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang telah bercampur dengan
air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya. Binatang buas itu langsung Minum
11

dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat minumnya. Menurut qiyas khafi
bahwa burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut binatang buas. Mulut binatang
buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang mulut burung buas merupakan
paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan
merupakan najis. Oleh karena itu sisa minum burung buas itu tidak bertemu dengan
dagingnya yang haram dimakan, demikian pula air liurnya. Dalam hal ini keadaan yang
tertentu yang ada pada burung buas yang membedakannya dengan binatang buas.
Berdasarkan keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi,
yang disebut istihsan.
3. Al Maslahat Al Mursalat
Merupakan metode penetapan hukum yang kasus atau maslahatnya tidak dapat
ditetapkan atau diatur secara eksplisit di dalam Al-Quran dan hadist, dan tidak pula
bertentangan dengan keduanya.
Contoh :
Dalam pelayaran dengan kapal laut, dimana kapal demikian olengnya dan besar
kemungkinan akan tenggelam jika semua barang yan ada di dalamnya tidak dibuang ke
laut. Dalam keadaan semacam itu diperbolehkan membuang barang-barang ke laut,
meskipun tidak seizin yang empunya demi untuk kemaslahatan penumpang, yaitu
menolak bahaya yang mengancam keselamatan jiwa mereka.
4. Saddu al-Zariat
Saddu al-Zariat diartikan sebagai upaya mujtahid untuk menetapkan larangan
terhadap kasus hukum yang pada dasarnya mubah. Larangan itu berkesinambungan
dimaksudkan untuk menghindari perbuatan lain atau tindakan lain yang dilarang.
Ada empat kategori Zariat berdasarkan pada kemungkinan membawa dampak
negatif, yaitu :
1. Zariat yang pasti akan membawa manfaat, seperti menggali sumur di jalan umum
yang gelap terhadap zariat semacam ini para ahli fiqih telah sepakat melarangnya.
2. Zariat yang jarang membawa mafsadat, seperti menanam dan membudidayakan
pohon anggur. Meskipun buah anggur ada kemungkinan dibuat minuman keras, hal
itu termasuk jarang. Karena itu, menurut ahli fiqih menanam anggur tidak perlu
dilarang.
3. Zariat yang berdasarkan hukum yang kuat akan membawa kepada mafsadat, seperti
menjual anggur kepada orang atau perusahaan yang biasa memproduksi minuman
keras. Zariat ini harus dilarang.
4. Zariat yang seringkali membawa mafsadat, namun kekawatiran terjadinya tidak
sampai pada tingkat dugaan kuat, melainkan atas dasar asumsi biasa. Misalnya,
transaksi jual beli secara kredit. Diasumsikan dalam transaksi tersebut akan membawa
mafsadat terutama bagi debitur. Mengenai zariat ini para ahli ushul fiqh berbeda
pendapat. Ada yang berpendapat harus dilarang dan ada pula yang sebaliknya.
2.4.

KONTRIBUSI HUKUM ISLAM DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI


INDONESIA
Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat
berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari
12

syari'at yang dikandung agamanya. Melaksanakan syari'at agama yang berupa hukumhukum, menjadi salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.
Bagi kalangan muslim, jelas yang dimaksudkan sebagai hukum adalahHukum Islam,
yaitu keseluruhan aturan hukum yang bersumber pada AIquran, dan sunnah Rasul.
Kaidah-kaidah yang bersumber dari Allah SWT kemudian lebih dikonkretkan
diselaraskan dengan kebutuhan zamannya rnelalui ijtihad atau penemuan hukum oleh
para mujtahid dan pakar di bidangnya masing-masing, baik secara perorangan maupoun
kolektif.
Dalam perjalanan kodifikasi hukum nasional Indonesia, keberadaan hokum Islam
sangat penting, selain sebagai materi bagi penyusunan hukum nasional, hokum Islam juga
menjadi inspirator dan dinamisator dalam pengembangan hokum nasional. Hukum Islam
sangat dekat dengan sosioantropologis bangsa Indonesia,sehingga kehadirannya dapat
dengan mudah diterima oleh masyarakat luas.Kedekatan sosioantropologis Hukum Islam
dengan masyarakatnya menjadifenomena tersendiri ditandai dengan maraknya upaya
formalisasi pemberlakuansyari'at Islam di berbagai wilayah di Indonesia.
Sebagai negara berdasar atas hukum yang berfalsafah Pancasila, Negara melindungi
agama, penganut agama, bahkan berusaha memasukkan hukum agamaajaran dan hukum
agama Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana pernyataan the
founding father RI, Mohammad Hatta, bahwa dalampengaturan negara hukum Republik
Indonesia, syari'at Islam berdasarkan AI-Qur'andan Hadis dapat dijadikan peraturan
perundang-undangan Indonesia sehingga orangIslam mempunyai sistem syari'at yang
sesuai dengan kondisi Indonesia.7 DekritPresiden 5 Juli 1959 dalam salah satu
konsiderannya menyatakan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945
menjiwai Undang-Undang Dasar 1945, danadalah merupakan suatu rangkaian
kesatuan dengan konstitusi tersebut. maka era ini dapat dikatakan era penerimaan
hukum Islam sebagai sumber otoritatif.
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional kita di Indonesia selama inipada
dasarnya terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum
barat, hukum adat dan sistem hukum Islam.
Sistem Hukum Barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda. Sementara
Sistem Hukum Adat bersendikan atas dasardasaralam pikiran bangsa Indonesia, dan
untuk dapat sadar akan sistem hukum adatorang harus menyelami dasar-dasar alam
pikiran yang hidup di dalam masyarakatIndonesia. Kemudian sistem Hukum Islam, yang
merupakan sistem hukum yangbersumber pada kitab suci AIquran dan yang dijelaskan
oleh Nabi Muhammaddengan hadis/sunnah-Nya serta dikonkretkan oleh para mujtahid
dengan ijtihadnya.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan
hukum nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan hokum Islam layak
menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasional yaitu:
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan, UU
Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU
Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undangundang lainnya
yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah dengan
13

prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang
semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama Islam
akanmemberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi
kepentingannya.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas
keagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran
mereka
Bila dilihat dari realitas politik dan perundang-undangan di Indonesianampaknya
eksistensi hukum Islam semakin patut diperhitungkan seperti terlihat dalam beberapa
peraturan perundangan yang kehadirannya semakin memperkokoh Hukum Islam:
1. Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan, Pada Pasal 2
undang-undang ini, ditulis bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya. Sementara dalam pasal 63 menyatakan bahwa,
yang dimaksud pengadilan dalam Undang-undang ini adalah Pengadilan Agama bagi
mereka yang beragama Islam.
2. Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan. Undangundangini membuktikan bahwa Peradilan Agama sudah sepantasnya hadir, tumbuh,
serta dikembangkan di bumi Indonesia. Hal ini membuktikan adanya kontribusi umat
Islam sebagai umat yang mayoritas.
3. Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Indonesia termasuk negara yang paling banyak jamaah hajinya. Sebabkuota yang
ditentukan oleh Arab Saudi adalah 1 persen dari total jumlahpenduduk suatu negara.
Indonesia berpenduduk sekitar 250 juta, makakuota haji sekitar 250 ribu jiwa.
Agar penyelenggaraan haji bisa berjalan lancar, tidak ada kesulitan, baikdi dalam
negeri maupun ketika di luar negeri, maka diperlukan manajemenyang baik. Apalagi
haji dilaksanakan jauh dari negeri Indonesia, yaitu lebihdari 10.000 mil, melibatkan
banyak orang dan departemen, dilaksanakanserentak dengan jutaan manusia dari
seluruh dunia dalam satu tempatdan waktu yang sama. Untuk itu, pemerintah harus
terlibat langsung dalampenyelenggaraannya, sebab menyangkut nama baik negara
Indonesia.Untuk mendukung upaya penyelenggaraan ibadah haji yang efektif,efisien
dan terlaksana dengan sukses, maka pemerintah mengeluarkanUndang-Undang
Nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan IbadahHaji. Kemudian ditindaklanjuti
dengan Keputusan Menteri AgamaNomor 224 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umroh.
4. Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Negara menjamin warganya melaksanakan ajaran agamanya,melindungi fakir
miskin dan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatIndonesia sebagaimana
tercantum dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),Pasal 29 dan Pasal 34 UUD 1945,
maka pemerintah perlu membuatperangkat yuridis yang akan mendukung upaya
tersebut. Kemudian lahirlahUU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
14

Untuk melaksanakan UU tersebut muncul Keputusan Presiden Nomor 8 tahun 2001


tentang Badan Amil Zakat Nasional, yang di dalamnya mencantumkan perlunya
tigakomponen untuk melaksanakan pengelolaan zakat, yaitu Badan Pelaksana,Dewan
Pertimbangan dan Komisi Pengawas. Sebelum berlakunya UU diatas, sejak masa
penjajahan Belanda sudah ada perundang-undangan yangberkaitan dengan zakat,
yaitu Bijblad Nomor 2 tahun 1893 tanggal 4 Agustus1893 dan Bijblad Nomor 6200
tanggal 28 Februari 1905.
5. Undang-Undang Wakaf
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan
di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159).
Sebenarnya di Indonesia sudah ada beberapa Peraturan Perundang-undangan
tentang wakaf, antara lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 tentang
perwakafan tanah milik. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 itu
hanya mengatur tentang wakaf sosial (wakaf umum) di atas tanah milik seseorang
atau badan hukum. Tanah yang diwakafkan dalam Peraturan Pemerintah itu dibatasi
hanya tanah milik saja, sedangkan hak-hak atas tanah lainnya seperti hak guna usaha,
hak guna bangunan dan hak pakai tidak diatur. Di samping itu benda-benda lain
seperti uang, saham dan lain-lain juga belum diatur dalam Peraturan Pemerintah. Oleh
karena itu, pengembangan wakaf di Indonesia cukup tersendat-sendat.
Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan tentang wakaf
ini terdapat beberapa hal baru dan penting. Beberapa diantaranya adalah mengenai
masalah nazhir, harta benda yangdiwakafkan (mauquf bih), dan peruntukan harta
wakaf (mauquf alaih), serta perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia. Berkenaan
dengan masalah nazhir, karena dalam undang-undang ini yang dikelola tidakhanya
benda tidak bergerak yang selama ini sudah lazim dilaksanakan di Indonesia, tetapi
juga benda bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas
kekayaan intelektual, hak sewa dan lainlain, maka nazhirnya pun dituntut mampu
untuk mengelola benda-benda tersebut.
Dalam undang-undang ini harta benda wakaf tidak dibatasi padabenda tidak
bergerak saja tetapi juga benda bergerak seperti uang, logammulia, surat berharga,
kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewadan benda bergerak lain sesuai
dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh
Memasuki era reformasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapatterbuka luas.
Pemerintah pun sangat responsif terhadap aspirasimasyarakat kehidupan demokrasi
berjalan dinamis.
Aspirasi rakyat Aceh yang selama Orde Baru tidak tersalurkan, kaliini mendapat
respon yang luar biasa dari Pemerintah. Kehidupan rakyat Aceh yang religius,
menjunjung tinggi adat, dan telah menempatkanulama pada peran yang sangat
terhormat dalam kehidupan masyarakat,berbangsa dan bernegara perlu dilestarikan
dan dikembangkan.
Untuk itu, akhirnya pemerintah memberikan jaminan kepastianhukum dalam
penyelenggaraan keistimewaan yang dimiliki rakyat Aceh sebagaimana tersebut di
15

atas dengan munculnya Undang-Undang Nomor44 tahun


Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

1999

tentang

7. Undang-Undang Otonomi Khusus di Aceh


Sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia menurutUUD 1945
mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintah Daerahyang bersifat khusus
atau istimewa yang diatur dalam Undang-undang
Melihat karakter sosial dan masyarakat Aceh dengan budaya Islam yangkuat, dan
telah memberikan semangat juang yang tinggi pada masaperjuangan memperebutkan
kemerdekaan negara Indonesia. Maka seiringdengan munculnya era reformasi serta
aspirasi rakyat Aceh. Pemerintahmemberikan otonomi khusus. Sehubungan dengan
itu ditetapkan UndangundangNomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Propinsi
Daerah Istimewa Aceh Darussalam.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 tentangOtonomi Khusus
Propinsi Daerah Istimewa Aceh, salah satunya dalambidang hukum, maka baru-baru
ini telah disahkan Qanun (Perda) Nomor13 tahun 2003 tentang Judi, Nomor 14 tahun
Minuman Keras, Nomor 15tahun 2003 tentang Hal Mesum dan telah diterapkan
Hukuman Cambuk.
8. Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang diundangkan padatanggal 10
November 1998, menandai sejarah baru di bidang perbankan yangmulai
memberlakukan sistem ganda dual system banking di Indonesia, yaitu konvensional
dan syariah.
Tren perkembangan perbankan syariahyang begitu cepat dengan memperoleh
simpatik luas dari umat muslim dan jugadari nonmuslim. Sistem Perbankan Syariah
berdiri di atas akad-akad yang telahdisepakati bersama dengan prinsip syariah tak
boleh merugikan dan juga tidakboleh membebankan kerugian bersama kepada salah
satu pihak. Keuntunganmenjadi keuntungan bersama, dan juga kerugian menjadi
kerugian yang harusditanggung bersama.
Sistem perbankan syariah telah teruji dan terbukti di seluruh dunia,termasuk
Indonesia, dalam menghadapi krisis moneter yang dapat terjadi kapansaja. Pemerintah
telah menyatakan keseriusannya untuk menelaah urgensipembuatan UU Perbankan
Syariah di Indonesia, dan akhirnya pada tanggal 17 Juni 2008 DPR mengesahkan
Undang-Undang Tentang Perbankan Syariahyang diundangkan pada tanggal 16 Juli
2008. Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 94 tentang Perbankan
Syariah, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867).
9. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang- Undang No.
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Pada tanggal 28 Februari 2006, UU No. 7 tahun 1989 tentangPeradilan Agama
telah diamandemen melalui UU No. 3 tahun 2006tentang Perubahan atas UU No. 7
tahun 1989 (Lembaran Negara RepublikIndonesia tahun 2006 Nomor 22). Perubahan
tersebut dilakukan karena UU No. 7 tahun 1989 tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan.
16

Kewenangan Peradilan Agama yang semula bertugas dan berwenangmemeriksa,


memutus dan menyelesaikan perkara-perkara tingkat pertamaantara orang-orang yang
beragama Islam di bidang: perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah, waqaf dan
shadaqah. Berdasarkan UUNo. 3 tahun 2006 kewenangannya diperluas dalam bidang
ekonomisyariah meliputi: Bank Syariah, Asuaransi, Asuransi Syariah,
ReasuransiSyariah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syariah,
SekuritasSyariah, Pengadilan Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan
(DPLK)Syariah, Bisnis Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
Dalam beberapa tahun belakangan ini perkembangan bidang-bidangekonomi
syariah memang pesat. Ini yang akan menjadi problem ke depan.Transaksi bisnis
syariah bukan saja dilakukan oleh orang yang beragamaIslam, tetapi juga sangat
mungkin antara orang Islam dan bukan Islam.Problemnya, apakah Peradilan Agama
berwenang menangani sengketaSyariah antara orang Islam dengan yang bukan Islam.
Oleh karena itu dalam penjelasan Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006,dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan antara orang-orang yangberagama Islam adalah termasuk
orang atau badan hukum uyang dengan sendirinya menundukan diri dengan sukarela
kepada hukum Islammengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama
sesuaidengan ketentuan Pasal 49.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah eksistensi Peradilan Agamayang telah
mendapat pengakuan secara konstitusional . Dengan masuknya Peradilan Agama ke
dalam UUD 1945, tidak akan ada perdebatan lagimengenai kehadiran peradilan
agama dalam sistem kekuasaan kehakiman di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Kompilasi Hukum Islam
Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan
pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi
perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman
pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum Islam.
Keinginan itu akhirnya memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI),yang saat
ini telah menjadi salah satu pegangan utama para hakim di lingkungan Peradilan
Agama. Sebab selama ini Peradilan Agama tidak mempunyai bukustandar yang bisa
dijadikan pegangan sebagaimana halnya KUH Perdata. Dan pada tanggal 10 Juni
1991 Presiden menandatangani Inpress No.1 Tahun 1991yang merupakan instruksi
untuk memasyarakatkan KHI.
2.5 DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN
A.DAMPAK POSITIF
1.Berkuarangnya tingkat kriminalitas dan kemaksiatan
Aceh adalah bukti dari penerapan hukum islam yang berdampak positif walaupun
hukum islam itu tidak semuanya di terapkan namun hanya sebagian saja seperti yang di
katakan oleh guru besar UIN syarif hidayatullah Jakarta kepada republika
KESRA 29 SEPTEMBER: Penerapan syariat Islam di Aceh berdampak positif bagi
kehidupan masyarakat di sana, kata Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Huzaimah T Yanggo,

17

Penerapan syariat Islam ini telah berhasil mengurangi perilaku tak baik yang ada di tengah
masyarakat Aceh. Dulu, orang-orang yang minum minuman keras maupun bermain judi
terlihat di jalan-jalan.
Namun, sejak diberlakukannya syariat Islam, hal itu tak terlihat lagi. Ini artinya, penerapan
syariat Islam di Aceh memberikan dampak positif, katanya kepada Republika, Ahad (27/9).
Huzaimah mengatakan, berdasarkan informasi yang didapatkan dari sejumlah tokoh Aceh
saat berkunjung ke sana, melalui penerapan syariat Islam, seperti melakukan enam cambukan
bagi mereka yang kedapatan minum minuman keras atau bermain judi, membuat para
pelakunya menjadi jera dan tak melakukan hal itu lagi.
Menurut Huzaimah, itu baru enam kali cambukan. Padahal, menurut fikih, hukuman bagi
penjudi dan peminum itu bisa sampai 40 kali cambukan. Ia optimistis, jika penerapan syariat
Islam benar-benar dilakukan secara baik, kehidupan masyarakat Aceh akan lebih baik lagi.
Sebab, sesungguhnya tujuan penerapan syariat Islam itu memang untuk meningkatkan
kehidupan dan kesejahteraan pribadi, keluarga, maupun masyarakat, kata Huzaimah.
Ia juga mempertanyakan landasan yang dilakukan negara-negara Barat yang selama ini
memandang negatif terhadap penerapan syariat Islam.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Maruf Amin, menyatakan sah-sah saja Aceh
menerapkan syariat Islam karena memang Aceh memiliki Undang-Undang Otonomi Daerah
Khusus yang diperkenankan menerapkan syariat Islam.
Insya Allah, tidak ada masalah baik buat masyarakat Aceh maupun bangsa Indonesia,
katanya.
Sedangkan Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Ahmad Satori Ismail, mengatakan
bila suatu umat atau bangsa ingin mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi serta rezeki
yang melimpah, sudah seharusnya mereka mematuhi perintah Allah SWT sebagai pemilik
langit dan bumi.
Oleh karena itu, bila masyarakat dan Pemerintah Aceh menerapkan syariat Islam dengan cara
yang bijak, jujur, penuh kelembutan, dan langkah-langkah yang baik, kata Satori, insya Allah
mereka akan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Hal terpenting, jangan sampai salah
niat, katanya.
Penerapan syariat Islam, jelas Satori, harus benar-benar niatnya karena Allah SWT, bukan
karena ingin kekuasaan dan kepentingan duniawi. Ia mengakui, untuk mampu menerapkan
syariat Islam bukanlah perkara mudah. Banyak ujian dan ganjalan dari berbagai pihak, salah
satunya masyarakat Barat. (roh)
Mereka, jelas Satori, memang tidak suka bila suatu umat atau suatu bangsa melaksanakan
perintah Allah dengan baik. Upaya menjegal apa yang mereka lakukan tidak perlu ditanggapi
serius. Namun, ia juga mengingatkan, penerapan syariat Islam harus dilakukan secara
bertahap agar bisa diterima semua pihak.
Ini artinya, penerapan syariat Islam tak dilakukan secara kaku, bukan asal potong tangan
misalnya. Langkah awal, masyarakat terlebih dahulu harus akidah atau tauhidnya kemudian
ibadahnya, seperti shalat dan hukum-hukum Islam yang lainnya serta kesejahteraan hidupnya.
Dengan demikian, mereka bisa menerima penerapan syariat Islam dengan baik.
Satori mencontohkan pada masa paceklik, Khalifah Umar bin Khathab tidak memberlakukan
hukum potong tangan pada seorang pelaku pencurian. Sebab, ternyata alasan pencurian itu

18

bukan untuk memperkaya diri, tetapi karena kebutuhan mendesak. Ini sudah ada contohnya,
penerapan syariat tidak kaku.
Sebenarnya dalam hukum islam segala aspek itu telah di atur sedemikian rupa hingga tidak
ada yang merasa dirugikan karenanya, banyak bukti sejarah menunjukkan kejayaan islam
yang penuh rasa nyaman dan aman baik dalam bermuamalat atau bersosial maupun
beribadah, seperti yang penah sejarah ceritakan tentang kerajaan islam.
Namun hal ini seakan hanya menjadi sebuah sejarah, dewasa ini penegakan hukum islam
mengalami kemunduran yang di sebabkan berbagai faktor salah satunya yaitu sikap contra
terhadap hukum islam ini yang mana banyak kalalangan yang menolak terwujudnya hukum
islam itu dengan berbagai alasan seperti yang sering kita dapati bahwa hukum islam
melanggar HAM, ini disebabkan minimnya pengetahun tentang hukum islam yang hanya
memandang bahwasanya islam itu keras[3].
B. Dampak negatif ( tantangan hukum islam dari berbagai hal dan pihak)
Dalam hal ini kami tidak menhutarakan dampak negatif dari penerpan hukum islam
itu secara terperinci , namun kami hanya akan mengupas tentang kesalah pahaman terhadap
islam dan hukum islam yang nantinya juga menimbulkan pandangan yang negatif.
Islam sebagai agama dan hukum, sering disalah pahami bukan hanya oleh orangorang non-muslim, tetpai juga oleh orang-orang muslim itu sendiri. Dan hali ini disebabkan
berbagai faktor diantaranya yaitu (1) salah memahami ruang lingkup ajaran islam (2) salah
menggambarkan kerangka dasar ajaran islam (3) salah menggunakan metode ajaran islam.
Kesalahpahaman (1) mengenai ruang lingkup ajaran islam terjadi, misalanya kaerana
orang menganggap semua agama itu sama dan ruang lingkupnya juga sama, dipengaruhi
ajaran agama Nasrani yang rauang lingkupnya hanya mengatur hubungan manusia dengan
tuhan saja, orang menggap agama Islam pun demikian juga halnya. Tetapi, islam itu tidaklah
hanya menagtur hubungam antara manusia denngan tuhan saja, seperti yang dikandung dalam
istilah religion, tetapai juga mengatur hunbungan manusia manusia dengan dirinya sendiri,
dengan masyarakat dan denagn benda dan alam sekitarnya. Sebagai satu sistem ia mengatur
hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai dimensi dan karena itu ruang lingkup
ajarannya pun mencakup tata hubungan itu. Untuk menghindari salah paham orang harus
mempelajari islam dari sumbernya yang asli, yaitu Al-quran dan hadist, jika kita
mempelajari agama islam itu dari sumber yang asli, yaitu al-quran dan al- hadist yang
memuat sunnah Nabi Muhammad kita kan memperoleh gambaran yang jelas mengenai tata
hubungan itu, sebab Al-Quran sebagai sumber pertama dan utama agama islam itu adalah
tidak hanya memuat ajaran tentang iman dan ibadah atau akidah dan syariah saja, tetapi
memeuat juga akhlak tentang bagaimana manuasia harus bersikap dan berbuat dalam hidup
dan kehidupannya di dunia terhadap dirinya sendiri, manusia lain dan lingkungan
hidupnya.mempelajari agama islam dari kedua sumbearnya yang asli yang memuat ruang
lingkup agama islam itu tidakalah menjadi masalah lagi sekarang karna telah banyak bukubuku terjemahan yang bersal dari arab .sepeti tafsir al-quran dan syarah (penjelasan) kitabkitab dan buku-buku penuntun mempelajari Al-quran dan Al-hadist telah banyak ditulis orang
dan dengan mudah dapat diperoleh.
Dalam hal ini agaknya, mempelajari islam tanpa bantuan guru maka sebaiknya
dilakukan melalui pembelajran pustaka denagn mempelajari buku yang ditulis oleh mereka
19

yang ahli dalm bidang keislaman. Pada umumnya mereka ini adalah ulama, cendikiawan dan
sarjana muslim yang diakuai otoritasnya didalam bidang kajian itu. Analisis dan kesimpulan
para orientalis, kecuali mereka yang terkenal kejujurannya terhadap islam atau karya mereka
yang diberi catatan pembenaran atau koreksi dari sarjana muslim. Sebaiknya dihindari oleh
merka yang pemula dalam mempelajari agama islam karean dapat menimbulkan
penyimpangan hal ini disebabkan masih dangkalanya pengtahuan tantang islam itu sendiri.
Kesalahpahaman (2) terjadi karena orang salah menggambarkan kerangka dasar
ajaran islam. Oarng menggambarkan bagian-bagian ajaran islamm itu hanya sepotong-potong
dan tidak menyeluruh sebagai satu kesatuan. Misalnya orang mengambarakan bahwa islam
itu hanya sebatas akidah, atau iman saja. Atau agama islam itu hanya tentang syriah atau
hukum belaka. Atau agama islam itu hanyalah akhlah semata-mata, tanpa meletakkan dan
menghubungkan bagian-bagian itu dalam kerangka dasar keterpaduan agama islam secara
menyeluruh. Menggambarkan islam secara sepotong-potong inilah yang telah meyebabkan
islam it salah dipahami di dunia ini. Penggambaran agama islam seperti ini sering dilakukan
oleh orang islam sendiri tanpa disadari dan dengan karena maksud-maksud tertentu dilakukan
oleh para orientalis, terutama dimasa-masa sebelum perang dunia kedua dahulu.
Untuk menghindari kesalah pahaman ini hendaklah komponen-komponen ajaran
islam yang menjadi kerangka dasar agama islam itu digambarakan seluruhnya dalam satu
kesatuan yang padu. Selain itu, untuk memperoleh wawasan yang baik dan benar tentang
agama islam, dan menghindari salahpaham kajian dan pemahamannya harus dihubungkan
dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi oleh manusia dalam masyarakat dan dilihat
relasi serta relevansinya dengan masalah politik, ekonomi, sosial, budaya sepanjang sejarah,
teruma sejarah umat islam. Memperlajari dan memahami islam dengan dengan bantuan ilmuilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang, akan meperluas wawasan kita tentang
islam. Ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dalam dan budaya , ilmu-ilmu kemanusiaan atau
humaniora beserta cabang-cabangnya.
Kesalahpahaman (3) terjadi karena salah mempergunakan metode mempelajari islam.
Metode yang dipergunakan oleh orientalis terutam sebelum perang dunia kedua, adalah
pendekatan yang tidak benar, karean meraka, pada umumnya, menjadikan bagian-bagian
bahkan seluruh ajaran agama islam semata-mata sebagai objek studi dan anailisis.laksan
dokter bedah mayat, kat Farluz Rahman, para orientalis itu meletakkan islam diatas meja
oprasinya, memotongnya bagian demi bagian dan menganalisis bagian-bagian itu dengan
mempergunakan norma-norma atau ukuran-ukuran mereka sendiri yang un Islamic. Artinya
mereka mepergunakan metode mepelajari dan menganalisis ajaran Agama islam denagn
metode anailisis serta ukuran-ukuran yang tidak islami, tidak sesuai dengan ajaran islam,
hasilnya tentusja tidak sesuai deangan konsep islam yang sebetulnya dan hal ini akan
menimbulakn kesalah pahaman terhadap ajaran-ajaran islam.
Para orientalis yang mempelajari islam, juga seringkali pula melakukan pendekatan
menyamakan agama islam dengan keadaan umat islam disuatu tempat pada suatu masa.
Keadaan umat yang miskin, terbelakang disuatu tempat pada kurun waktu sekarang ini
mereka menggunakan sebagai data untuk menarik kesimpulan bahwa agama islam itu adalah
agama yang terbelakang dan tidak relevan denga perkembangan zaman hal ini jelas-jelas
telah menyalahi konsep agama islam yaitu rahmatan lil alamin yaitu rahmat bagi alam
semesta.
20

1.
2.
3.
4.

5.

Motode pendekatan yang digunakan para orinetalis ini tidak sesuai deangn jaran agam
islam oleh karen itu untuk mempelajari islam secara baik dan benar dan agar tidak tejadi
kesalahpahaman terhadap islam pelajarilah islam denagn metode yang sesuai dengan ajaran
islam. Metode mempelajari islam ini berarti bhawa hukum islam
Harus dipelajari dalam kerangka dasar ajaran islam, yang menmpatkan hukumislam sebagai
salah satu bagian agama islam
Harus dihubungkan dengan iman dan kesusilaan, karena dalam sistem hukum islam iman,
hukum, dan kesusilaan satu hak yang tidak dapat dipsahkan.
Islam tidak dapat dikaji dan dipahami dengan hukum barat yang sifatnya sekular
Harus dikaitkan dengan beberapa istilah kunci, diantaranya adalah syariah dan fiqih dapat
dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan untuk pembaruan dan perkembangan hukum islam
kedua hal ini tidak boleh dipisakan karena kedua hal ini slaing berhubungan syariah lebih
berbentuk umum sebagai suatu pedoman dasar agar tidak terjadi penyimpangan dan fiqih
adalah suatu bentuk inovasi yang tentunya tidak betentangan dengan sifat syariah itu sendiri,
nah hal ini memberikan suatu dampak yang sangat positif yaitu hukum akan terus susuai
dengan keadaan manusia hingga akhir zaman nanti.
Mengatur seluruh tata hubungan baik itu hubungan manusia dengan tuhan maupun
hubungan manusia dengan manusia termasuk hubungan manusia dengan lingkungannya atau
alam.

21

BAB III
PENUTUP
3.1.

SIMPULAN
1. Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui
perantara malaikat Jibril. Al-Quran tertulis dalamn bentuk mushaf diawali dengan
surat al-fatihah dan ditutup dengan an-Nas. Al-Quran mempunyai kedudukan yang
sanagt penting bagi manusia sebagai pedoman kehidupan
2. As-Sunnah berarti perkataan, perbuatan, dan taqrir nabi Muhammad SAW yang
berfungsi sebagai penguat hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Quran, memberikan
rincian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat global, membatasi kemutlakan
yang dinyatakan dalam Al-Quran, dan menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan
oleh Al-Quran.
3. Ijtihad yaitu menggunakan keseluruhan kesanggupan berfikir untuk menetapkan
hukum syara dengan jalan mengeluarkan hukum dari al-Quran dan Sunnah
4. Fungsi hukum islam dalam kehidupan bermasyarakat yaitu fungsi ibadah, fungsi amar
maruf nahi munkar, fungsi zawazir, dan fungsi tanzim wa Islah al Ummah.
5. Kontribusi hukum islam yang sudah menjadi hukum nasional antara lain hukum
perkawinan, hukum tentang pelaksanaan haji, bagi hasil, infaq dan wakaf.
6. Fungsi hukum islam dalam kehidupan bermasyarakat adalah mengatur segala tingkah
laku dari bangun tidur sampai tidur lagi.
3.2.
SARAN
Islam bukan hanya sekedar nama, akan tetapi sebuah agama yang memiliki
aturan-aturan yang harus kita taati. Mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
sehingga kita mampu menjadi muslim yang benar ada nya. Islam bukan lelucon yang
mampu kita permainkan dan merubah semua aturan tersebut. Dan jangan pernah jadikan
islam sebagai topeng untuk berbuat kedzaliman
Sebagai umat islam yang menjunjung tinggi hukum, hendaklah kita selalu
berpegang teguh kepada Al-Quran dan Al-Hadist sebagai pedoman hidup dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena sesuai sabda Rosulullah jika kita berpegang teguh
kepada Al_quran dan Al-Hadist Insyaallah kita akan selamat dunia akhirat.

22

DAFTAR PUSTAKA
Muadz. 2011. Macam-macam Hukum. http://poltek-muadz.blogspot.com/.
09-12-2014
Omase, Cs. 2013. Macam-Macam Hukum Syariat Islam.
http://www.suaragresik.com/2013/07/macam-macam-hukum-syariatislam.html. 09-12-2014
Setiawan, Eddy. 2012. Macam-Macam Hukum Islam.
https://eddysetia.wordpress.com/2012/08/02/macam-macam-hukum-islam/.
09-12-2014
Nur Alfiah, Siti. Sumber-Sumber Hukum Islam.
http://sitinuralfiah.wordpress.com/bahan-ajar-2/sumber-sumber-hukumislam/. 09-12-2014
Masiv, Lyla. 2013. Ijtihad dan Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan
Masyarakat. http://lylamasiv.blogspot.com/2013/05/ijtihad-dan-fungsihukum-islam-dalam.html. 09-12-2014
Qiso, Abdullah. 2013. Fungsi dan Kedudukan Al-Quran dalam Islam. 0912-2014
Rahmawati, Kiki. 2011. Kedudukan Al-Quran dalam Hukum Islam dan
Pembagian Hukum Islam.
http://kikirahmawati2111.blogspot.com/2011/08/kedudukan-al-qurandalam-hukum-islam.html. 09-12-2014
Ansori, Irfan. 2011. Al-Quran sebagai Sumber Hukum Islam Pertama.
http://rahasiasuksesirfanansori.wordpress.com/2011/10/31/al-quran-sebagaisumber-hukum-islam-pertama/. 09-12-2014

23

Anda mungkin juga menyukai