Anda di halaman 1dari 15

22

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

Dalam penulisan ini penulis telah melakukan peninjauan perpustakaan.

Penulis menelusuri keseluruhan lokasi perpustakaan dalam bentuk laporan

penelitian karya lainnya. Peninjauan ini memberikan suatu kesimpulan bahwa

judul Tradisi Perkawinan Menurut Fiqh Syafiiyyah (Studi Praktek Di Gampong

Bambi Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie) termasuk penelitian yang

belum pernah diteliti.

A. Hasil Penelitian Yang Relevan


Dalam peninjauan yang penulis lakukan terdapat berbagai perbedaan yang

terjadi pada tradisi walimatul urs, seperti halnya di daerah-daerah lain yang

mempunyai banyak tahapan sebelum seseorang benar-benar resmi menjadi suami

istri.
Pada tahun 70-an tradisi walimatul urs dilaksanakan pada malam hari

berbeda dengan sekarang yang dilaksanakan pada siang hari. Dengan melihat

terhadap tradisi walimatul urs yang mana dulu dan sekarang sangat jauh

perbedaannya, sebenarnya apa yang terjadi dalam diri masyarakat yang membuat

tradisi ini terus berbeda sesuai dengan masanya. Dan bahkan di antaranya ada juga

yang menurut penulis telah tidak sesuai lagi dengan syariat. Dulu tradisi ini

belum dikenal dengan alat france, yang mana dulu sikap tolong menolong

sesama masyarakat ini biasa timbul melalui sebuah tradisi walimatul urs. Dimana

pada tuan rumah menyiapkan meja tempat tamu makan setelah para tuan rumah
23

menghidangkan di atas meja tersebut. Beda dengan sekarang tuan rumah hanya

menyediakan kursi tempat duduk dan alat france. Banyak hal yang dapat kita

ambil dari segi tradisi walimatul urs yang terjadi sekarang ini. Namun dari semua

perkembangan ada juga berlawanan dengan syariat atau kita kenal sangat

modern.

B. Landasan Teori

1. Pengertian Walimatul Urs

Islam telah mensyariatkan kepada kita semua untuk mengumumkan

sebuah pernikahan. Hal itu bertujuan untuk membedakan dengan pernikahan

rahasia yang dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu, pengumuman

tersebut juga bertujuan untuk menampakkan kebahagiaan terhadap sesuatu yang

dihalalkan oleh Allah SWT kepada seorang mukmin, sebab dalam pernikahan

dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya. Dan dalam ikatan itu juga, akan

tertepis semua prasangka negatif dari pihak lain. Tidak akan ada yang curiga,

seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang wanita. Hal yang mungkin

terjadi jika tidak diikat dengan tali pernikahan adalah bisa menyebarkan fitnah

yang sangat besar. Itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan kepada umat

Islam untuk menyiarkan akad nikah atau mengadakan suatu walimah, bahkan

Rasulullah SAW juga berwasiat kepada umatnya untuk mengumumkan acara

walimatul urs pada khalayak.14

Dalam kehidupan sehari-hari kata walimah sering diartikan sebagai

14 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Az Zawaajul Islaamil Mubakkir: Saaadah , Terj.


Iklilah Muzayyanah Djunaedi, Hadiah Untuk Pengantin, (Jakarta: Mustaqim,
2001). h. 302.
24

pertemuan (perjamuan) formal yang diadakan untuk menerima tamu, baik itu

dalam pernikahan maupun pertemuan lainnya.

Imam Syafii dalam kitab al-Umm menyebutkan bahwa walimah

adalah tiap-tiap jamuan merayakan pernikahan, kelahiran anak, khitanan, atau

peristiwa menggembirakan lainnya yang mengundang orang banyak, maka

dinamakan walimat.15

Dalam pembahasan ini, akan diperjelas makna walimah kaitannya dengan

urs (pernikahan) yang selama ini sudah dipahami banyak kalangan masyarakat,

dan bahkan sudah menjadi budaya tersendiri dari masing-masing daerah

atau wilayah.

Walimatul urs terdiri dari dua kata, yaitu al-walimah dan al-urs.

Alwalimah secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata

dalam bahasa Indonesia berarti kenduri atau pesta, jama-nya adalah .

Sedangkan al-urs secara etimologi juga berasal dari bahasa Arab, yaitu

jama-nya adalah yang dalam bahasa Indonesia berarti perkawinan atau

makanan pesta.16 Pengertian walimatul urs secara terminologi adalah suatu pesta

yang mengiringi akad pernikahan, atau perjamuan karena sudah menikah.17

Walimatul sendiri diserap dalam bahasa Indonesia menjadi

walimah, dalam fiqh Islam mengandung makna yang umum

dan makna yang khusus. Walimatul sendiri diserap dalam bahasa


15 Al-Syafii, Al-Umm, Juz VII, Beirut: Dar al-Kutub, al-Ilmiyah, t.t, h. 476.

16Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penterjemah/Penafsir Al-Qur'an, 1973), h. 507.

17 Mochtar Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas


Sriwijaya, Cet. Ke-1, 2001), h. 400.
25

Indonesia menjadi walimah, dalam fiqh Islam mengandung

makna yang umum dan makna yang khusus.18

Menurut Imam Syafii, bahwa walimah terjadi pada setiap dakwah

(perayaan dengan mengundang seseorang) yang dilaksanakan dalam rangka untuk

memperoleh kebahagiaan yang baru. Yang paling mashur menurut pendapat yang

mutlak, bahwa pelaksanaan walimah hanya dikenal dalam sebuah pernikahan.19

Jadi bisa diambil suatu pemahaman bahwa pengertian walimatul urs

adalah upacara perjamuan makan yang diadakan baik waktu aqad, sesudah aqad,

atau dukhul (sebelum dan sesudah jima). Inti dari upacara tersebut adalah untuk

memberitahukan dan merayakan pernikahan yang dilakukan sebagai ungkapan

rasa syukur dan kebahagiaan keluarga.

2. Dasar Hukum Walimatul Urs

Walimatul urs merupakan mata rantai dalam pembahasan nikah yang juga

mempunya aspek-aspek hukum dalam pelaksanaannya. Sudah menjadi kebiasaan

fiqh (yang terkadang juga dipahami sebagai hukum Islam) mengenal istilah

ikhtilaf dalam penetapan hukum. Ikhtilaf sudah sering terjadi di kalangan ulama

fiqh dalam penetapan hukum suatu masalah yang menurut mereka perlu disikapi. 20

18 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru


van Hoeve, 1996), h. 1917.

19 Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Ahyar, Juz II, (Semarang: CV. Toha Putra,
tth), h. 68.

20 Drs. Romli, Muqaranah Madzaib fil Ushul, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
1999), h. 2.
26

Sikap peduli para ulama dalam pemaknaan dan pemahaman ayat-ayat al-Quran

maupun hadist-hadist Rasul dijadikannya sebagai dalil untuk menentukan hukum

yang pantas bagi pelaksanaan walimatul urs.

Akan tetapi jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan acara

walimatul urs hukumnya adalah sunah saja. Hal ini dikarenakan walimah adalah

makanan yang tidak dikhususkan bagi orang-orang yang membutuhkan, maka hal

tersebut menyerupai terhadap hari perayaan qurban, serta diqiyaskan pada

pelaksanaan walimah-walimah yang lain.21

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa mengadakan walimatul urs

adalah fardhu kifayah. Yang dimaksud adalah, adalah apabila melaksanakan satu

orang atau dua orang pada satu daerah, maka telah dianggap cukup.22

Para ulama Malikiyah Mutaakhirin berpendapat bahwa kawin itu wajib untuk

sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang

lainnya.23 Hal ini ditinjau berdasarkan atas kekhawatiran (kesusahan) dirinya.

Sedangkan ulama Syafiiyah mengatakan bahwa hukum asal melakukan

perkawinan adalah mubah, disamping ada yang sunnat, wajib, haram dan

makruh.24

Berkaitan dengan hal diatas, maka disini perlu dijelaskan beberapa hukum

dilakukannya perkawinan, yaitu :

a. Wajib
21Taqiyudin Abi Bakar, loc. cit.

22 Taqiyudin Abi Bakar, loc. Cit

23 Abd. Rahman Ghozaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta; Prenada Media, 2003), h. 16.

24 Abd. Rahman Ghozaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta; Prenada Media, 2003), h. 18.
27

Perkawinan berhukum wajib bagi orang yang telah mempunyai

kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir

pada perbuatan zina seandainya tidak kawin. Hal ini didasarkan pada

pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat

yang terlarang, sedang menjaga diri itu wajib.

b. Sunnat

Perkawinan itu hukumnya sunnat menurut pendapat jumhur ulama.25

Yaitu bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk

melangsungkan perkawinan tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan

berbuat zina.

c. Haram

Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai

kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban

dalam rumah tangga, sehingga apabila dalam melangsungkan perkawinan akan

terlantarlah diri dan istrinya. Termasuk juga jika seseorang kawin dengan

maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini tidak

di urus hanya agar wanita tersebut tidak dapat kawin dengan orang lain.

d. Makruh

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan

juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak

memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya

saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi

kewajiban sebagai suami istri yang baik.


25 Al-Mawardi, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 1.
28

e. Mubah

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi

apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila

melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Perkawinan orang tersebut

hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga

kehormatan agamanya dan membina keluarga yang sejahtera.

3. Rukun dan Syarat Walimatul Urs

Walimatul urs mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus

dipenuhi. Rukun dan syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang

menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua

kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan

sesuatu yang harus diadakan. Dalam walimatul urs misalnya, rukun dan

syaratnya tidak beloh tertinggal. Artinya, walimatul urs tidak sah bila keduanya

tidak ada atau tidak lengkap.

Menurut Madzhab Syafiiyah, bahwa rukun walimatul urs ada lima :


a.
Sighat (ijab Kabul yang diucapkan oleh wali dan pengantinya wali dari

pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki)


b.
Calon pengantin laki-laki
c.
Calon mempelai wanita
Dua orang saksi (nikah akan sah bila hadir dua orang saksi tersebut

dalam majlis akad)


d.
Wali (akad nikah dianggap sah bila ada seorang wali atau wakilnya yang

akan menikahkan.26

26 Kemetrian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait, Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-


Kuwaitiyah, Juz. 41, (Maktabah Shamilla Ar-Rawdah), h. 233.
29

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.

Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan

adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami isteri.

Pada garis besarnya syarat-syarat sah perkawinan itu ada dua :


a. Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin

menjadikannya isteri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang

yang haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara

maupun untuk selama-lamanya.


b. Akad nikahnya dihadiri para wali

Secara rinci, masing-masing rukun di atas akan dijelaskan syarat-syaratnya

sebagai berikut :

1) Syarat-syarat calon mempelai laki-laki

Syariat Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh

calon suami berdasarkan ijtihad para ulama :


a.
Calon suami harus beragama Islam.
b.
Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki laki-laki.
c.
Orangnya diketahui dan tertentu.
d.
Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon isteri.
e.
Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon isteri serta tahu betul
calon isterinya halal baginya
f.
Calon suami rela untuk melakukan perkawinan itu.
g.
Tidak sedang melakukan ihram.
h.
Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon isteri.
i.
Tidak mempunyai isteri empat.27

2) Syarat-syarat calon mempelai perempuan


a.
Beragama Islam atau Ahli Kitab.
b.
Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa.
c.
Wanita itu tertentu orangnya.
d.
Halal bagi calon suami.
e.
Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak dalam keadaan

27Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh,Jld. II, (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), h. 38-39.
Dan liha pula Abdul Rahman al-Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 50.
30

iddah.
f.
Tidak dipaksa/ikhiyar.
g.
Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.28

3) Syarat-syarat sighat (ijab Kabul)

Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan Kabul dengan lisan.Inilah

yang dinamakan akad nikah.Bagi orang bisu sah perkawinannya dengan isyarat

tangan atau kepala yang bisa dipahami. Dan adapun yang menjadi syarat-syarat

sighat (ijab Kabul), adalah sebagai berikut :

a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali


b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria
c. Memakai kata nikh, tazwij atau terjemah dari kata tersebut
d. Antara ijab dan qabul bersambungan.
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.
f. Tidak sedang ihram haji/umrah.
g. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu :
h.Calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita
atauwakilnya, dan dua orang saksi.29

4) Syarat-syarat Wali

Dalam mencapai keabsahan sebuah perkawinan seorang wali dan

saksi sangat berpengaruh besar, terhadap sah atau tidaknya suatu penikahan

tergantung pada keduanya, karena wali dan saksi dalam perkawinan

merupakan syarat sahnya perkawinan.Syekh Burhanuddin Ibrahim dalam

kitabnya Hasyiyah Al-Baijuri Ala Syarhi Ibnu Qosim Al-Ghuzi, menyebutkan

syarat menjadi wali dan saksi dalam perkawinan ada enam:30

a. Islam, maka tidak sah orang kafir menjadi walinya seorang perempuan
28Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh, h. 41. Dan lihat pula Abdul Rahman al-Ghazali, Fiqh
Munakahat, h. 54-55.

29Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1995). h.
72

30Syekh Burhanuddin Ibrahim, Hasyiyah Al-Baijuri Ala Syarhi Ibnu Qosim Al-Ghuzi,
Juz. II, (Singapura- Indonesia: Haramain, tt), h. 101-104.
31

dan mejadi saksi. Jadi tidak ada kekuasaan (sulthan) dan kuasa

(perwalian) bagi orang kafir.Saksi termasuk perwalian. Sehingga tidak

diterima persaksian non muslim bagi orang muslim.


b. Baligh (sudah dewasa) maka tidak sah anak kecil menjadi walinya

perempuan dan saksi. Kenapa anak kecil tidak boleh menjadi saksi,

karena anak kecil bukan ahli syahadah.


c. Berakal sehat, maka tidak sah orang gila menjadi walinya perempuan

dan saksi, baik terus-menerus atau tidak. Merdeka (statusnya), maka

tidak sah seorang budak mejadi wali dalam mengijabkan perkawinan,

tetapi dia boleh menerima (Qabul) dalam perkawinan dan saksi.


d. Laki-laki, maka tidak sah wali perempuan dan khunsa31 dan saksi.
e. Adil (Adaalah), maka tidak sah nikah wali dan saksi yang fasiq

keduanya.

Dalam kitab Fathul Qarib, sebuah kitab fiqih yang lazim digunakan di

dalam mazhab Syafii, disebutkan urutan wali nikah adalah sebagai berikut:
a.
Ayah
b.
Kakek (ayahnya ayah)
c.
Ayah kakek dan seterusnya. Dalam hal ini, hendaknya mendahulukan
wali yang lebih dekat dari beberapa kakek yang lebih jauh.
d.
Saudara laki-laki yang seayah dan seibu. Jika Musannaif membuat
ibarat dengan Syakiq, adalah untuk lebih ringkas.
e.
Saudara laki-laki seayah saja.
f.
Anak laki-laki saudara laki-laki yang seayah dan seibu. Meskipun terus
kebawah.
g.
Anak laki-laki saudara laki-laki yang seayah saja, meskipun terus
kebawah.
h.
Paman yang seayah dan seibu.
i.
Paman seayah saja.

31Khuntsa adalah orang yang mempunyai dua alat kelamin, satu kelamin laki-laki dan
satu kelamin perempuan atau hanya mempunyai satu lobang yang tidak menyerupai alat kelamin
laki-laki maupun kelamin perempuan. Khuntsa ada dua macam: Khuntsa Musykil yaitu yang sama
sekali tidak bisa dihukumi status kelaminnya, karena tidak ada tanda-tanda yang
mengarahkankecenderungan ke laki-laki ataupun perempuan. Dan Khuntsa Ghairu Musykil yaitu
yang masih bisa dihukumi status kelaminnya sebab ada tanda-tanda kecenderungan/kecondongan
pada salah satunya.
32

j.
Anak laki-laki paman, yakni anak laki-laki dari masing-masing
keduanya, terus terus kebawah menurut tertib ini.32

5) Syarat-syarat Saksi

Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki,

muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan

maksud akad nikah. Tetapih menurut golongan Hanafi dan Hambali, boleh

juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan.Dan menurut

Hanafi, boleh dua orang buta atau dua orang fasik (tidak adil).Orang tuli,

orang tidur dan orang mabuk tidak boleh jadi saksi.33

Ada yang berpendapat syarat-syarat saksi adalah sebagai berikut ini :



Berakal, bukan orang gila

Baligh, bukan anak-anak

Merdeka, bukan budak

Islam

Kedua orang saksi itu mendengar.34

Mengapa wajib ada saksi ?apa hikmahnya? Tidak lain, hanyalah untuk

kemaslahatan kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang

mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi.Juga

misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi

dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang

suami isteri.Disamping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang

lahir adalah dari perkawinan suami isteri tersebut.Ternyata dua orang orang

32Muhammad Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, h.105.

33Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h.64. Dan lihat pula Zakiah Darajat, Ilmu
Fiqh, h. 82

34Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h.64. Dan lihat pula Zakiah Darajat, Ilmu
Fiqh, h. 82
33

saksi dapat memberikan kesaksiannya.35

4. Kedudukan Undangan Untuk Memenuhinya

Untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan menggembirakan orang

yang mengundang, maka orang yang diundangan walimah wajib mendatanginya.

Akan tetapi menurut jumhur ulama bahwa orang yang sudah diundang

untuk menghadiri acara walimatul urs adalah wajib hukumnya untuk

menghadirinya. Pernyataan ini diungkapkan oleh Taqiyudin Abu Bakar, jika

kami mewajibkan walimatul urs maka memenuhi undangannya adalah wajib,

dan jika kami tidak mewajibkan walimatul urs, maka memenuhi undangannya

tetap hukumnya wajib menurut pendapat yang rajih, serta telah menrajihkan

ulama-ulama Iraq dan Ruyaniy.36

Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila:

a. Tidak ada udzur Syar'i

b. Dalam walimah itu tidak diselenggarakan untuk perbuatan munkar.

c. Tidak membedakan kaya dan miskin.

Jika undangan itu bersifat umum, tidak tertuju kepada orang-orang

tertentu, maka tidak wajib mendatangi, tidak juga sunnah.

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa hukum menghadiri undangan

adalah wajib kifayah. Namun ada juga ulama yang mengatakan sunnah, akan

tetapi, pendapat pertamalah yang lebih jelas. Adapun hokum mendatangi

undangan selain walimah, menurut jumhur ulama adalah sunnah muakkad.

35Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 65. Dan lihat pula Depag RI, Ilmu
Fiqh II, Cet. II, Jld. II, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam , 1984/1985), h. 5. Dan lihat pula Zakiah
Darajat, Ilmu Fiqh, h. 83

36 Taqiyudin Abi Bakar, ibid, h. 69.


34

Sebagian golongan Syafi'ie berpendapat wajib. Akan tetapi, Ibnu Hazm

menyangkal bahwa pendapat ini dari jumhur sahabat dan tabi'in, karena hadits

diatas memberikan pengertian tentang wajibnya menghadiri undangan, baik

undangan mempelai maupun walinya. Secara rinci, undangan itu wajib didatangi,

apabila memenuhi syarat:

a. Pengundangnya mukallaf, merdeka, dan berakal sehat.

b. Undangannya tidak dikhususkan kepada orang-orang kaya saja,

sedangkan orang miskin tidak.

c. Tidak mendampakkan tendensi untuk mendapatkan keuntungan atau

menghindarkan kemudharatan.

d. Sebaiknya yang mengundang adalah orang muslim, ini menurut pendapat

yang lebih benar.

e. Kehadiran hanya pada hari pertama, ini menurut pendapat yang paling

populer.

f. Tidak ada undangan lain yang mendahului. Jika ada maka yang wajib

dihadiri adalah undangan yang pertama, sementara undangan kedua

tidak.

g. Acara yang dihadiri tidak mengandung unsur yang menyakiti, seperti

kemungkaran dan yang lainnya.

h. Tidaknya adanya udhur yang menghalangi kehadiran.

5. Hikmah Walimatul Urs


35

Satu hal yang harus diketahui bahwa tak satupun ketetapan yang di

amanahkan syariah yang tak mempunyai hikmah. Dan adapun hikmah

ditetapkannya walimatul ursy diantaranya sebagai berikut:


a. Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT.
b. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
c. Sebagai tanda resminya adanya akad nikah.
d. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami-istri.
e. Sebagai realisasi arti sosiologi dari akad nikah.
f. Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah

resmi menjadi suami istri sehingga masyarakat tidak curiga terhadap

perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.

Tujuan pernikahan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi perintah

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sedangkan

sejahtera terciptanya ketenangan lahir dan batin, sehingga timbullah kebahagiaan,

kasih sayang antara anggota keluarga.

Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri manusiawi yang perlu

mendapatkan pemenuhan. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain

keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan

kejadiannya, Allah mengatur hidup manusia dengan aturan pernikahan.

Jadi aturan pernikahan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang

perlu mendapatkan perhatian, sehingga tujuan melangsungkan perkawinan pun

hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama. Sehingga perkawinan

ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.

Mengenai naluri manusia, seperti yang tersebut dalam Al-Quran sebagai

berikut :
36

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa

yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak

(Qs. Ali-Imran [3] : 14).37

Maka tujuan walimatul urs itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.


b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya.


c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan.
d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak

serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta

kekayaan yang halal.


e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram

atas dasar cinta dan kasih sayang.

37 Depag RI, Al-quran dan Terjemahnya, (Jakarta : Bintang Indonesia), h. 51.

Anda mungkin juga menyukai