Anda di halaman 1dari 6

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pengertian Filsafat Pancasila adalah hasil dari pemikiran yang paling dalam yang
dianggap, dipercaya dan sangat diyakini sebagai sesuatu (Norma norma dan nilai-nilai) yang
paling dianggap benar, yang paling adil, paling bijaksana, palin baik dan paling sesuai untuk
bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran
para pendiri negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide Philosophische Grondslag.
Perenungan ini mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi
identitas bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi sejak sidang
BPUPKI sampai ke pengesahan pancasila oleh PPKI, termasuk salah satu momentum untuk
menemukan pancasila sebagai sistem filsafat. Kendatipun demikian, sistem filsafat itu sendiri
merupakan suatu proses yang berlangsung secara kontinue sehingga perenungan awal yang
dicetuskan para pendiri negara merupakan bahan baku yang dapat dan akan terus merangsang
pemikiran para pemikir berikutnya.

A. Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Beberapa pernyataan yang memuat konsep istilah “filsafat” sebagai berikut :

(1). “Sebagai seorang pedagang, filsafat saya adalah meraih keuntungan sebanyak-
banyaknya”

(2). “Saya sebagai seorang prajurit TNI, filsafat saya adalah mempertahankan tanah air
Indonesia ini dari serangan musuh sampai titik darah terakhir”.

(3). “Pancasila merupakan dasar filsafat negara yang mewarnai seluruh peraturan hukum
yang berlaku”.

(4). “Sebagai seorang wakil rakyat, maka filsafat saya adalah bekerja untuk membela
kepentingan rakyat”.

Pengertian Filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang dikemukakan Titus,
Smith & Nolan sebagai berikut :

(1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis. (arti informal)

(2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap
yang sangat dijunjung tinggi. (arti formal)

(3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti komprehensif).
(4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
(arti analisis linguistik).

(5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia
dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (arti aktual-fundamental).

2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Di zaman modern sekarang ini pun, manusia memerlukan filsafat karena beberapa alasan :

1. Manusia telah memperoleh kekuatan baru yang besar dalam sains dan teknologi, telah
mengembangkan bermacam-macam teknik untuk memperoleh ketenteraman (security)
dan kenikmatan (comfort). Akan tetapi, pada waktu yang sama manusia merasa tidak
tenteram dan gelisah karena mereka tidak tahu dengan pasti makna hidup mereka dan
arah harus tempuh dalam kehidupan mereka.
2. Filsafat melalui kerjasama dengan disiplin ilmu lain memainkan peran yang sangat
penting untuk membimbing manusia kepada keinginan-keinginan dan aspirasi mereka.
(Titus, 1984: 24). Dengan demikian, manusia dapat memahami pentingnya peran filsafat
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Urgensi pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat pancasila, artinya
refleksi filosofis mengenai pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja menjelaskan makna
filsafat pancasila sebagai berikut.

Pengolahan filsofis pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek :

1. Agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila- sila
dalam pancasila sebagai prinsip-prinsip politik.
2. Agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang
yang menyangkut hidup bernegara.
3. Agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
4. Agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut
dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan perspektif
pemecahan terhadap permasalahan nasional (Sastrapratedja, 2001: 3)

B. Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus

Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai pancasila dijadikan sebagai


objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem- sistem dan cabang-cabang filsafat
yang berkembang di Barat. Misalnya, Notonagoro menganalisis nilai-nilai pancasila berdasarkan
pendekatan subtansialistik filsafat Aristoteles sebagaimana yang terdapat dalam karyanya yang
berjudul Pancasila Ilmiah Populer. Adapun Drijarkara menyoroti nilai-nilai pancasila dari
pendekatan eksistensialisme religious sebagaimana yang diungkapkannya dalam tulisan yang
berjudul Pancasila dan Religi.

Pancasila sebagai genetivus-subjectivus, artinya nilai-nilai pancasila dipergunakan untuk


mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai
dengan nilai-nilai pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
pancasila. Selain itu, nilai- nilai pancasila tidak hanya dipakai dasar bagi pembuatan peraturan
perundang- undangan, tetapi juga nilai-nilai pancasila harus mampu menjadi orientasi
pelaksanaan sistem politik dan dasar bagi pembangunan nasional. Misalnya, Sastrapratedja
(2001: 2) mengatakan bahwa pancasila adalah dasar politik, yaitu prinsip-prinsip dasar dalam
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Adapun Soerjanto (1991:57-58)
mengatakan bahwa fungsi pancasila untuk memberikan orientasi ke depan mengharuskan bangsa
Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dihadapinya.

C. Landasan Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis Filsafat Pancasila

1. Landasan Ontologis Filsafat Pancasila

Landasan ontologis pancasila artinya sebuah pemikiran filosofis atas hakikat dan raison
d’etre sila-sila pancasila sebagaidasar filosofis negara Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman
atas hakikat sila-sila pancasila itu diperlukan sebagai bentuk pengakuan atas modus eksistensi
bangsa Indonesia. Sastrapratedja (2010: 147--154) menjabarkan prinsip-prinsip dalam pancasila
sebagai berikut :

(1) Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pengakuan atas kebebasan beragama, saling
menghormati dan bersifat toleran, serta menciptakan kondisi agar hak kebebasan beragama itu
dapat dilaksanakan oleh masing-masing pemeluk agama.

(2). Prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengakui bahwa setiap orang memiliki
martabat yang sama, setiap orang harus diperlakukan adil sebagai manusia yang menjadi dasar
bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia.

(3). Prinsip Persatuan mengandung konsep nasionalisme politik yang menyatakan bahwa
perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan agama tidak menghambat atau mengurangi partsipasi
perwujudannya sebagai warga negara kebangsaan. Wacana tentang bangsa dan kebangsaan
dengan berbagai cara pada akhirnya bertujuan menciptakan identitas diri bangsa Indonesia.

(4). Prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan mengandung makna bahwa sistem demokrasi diusahakan
ditempuh melalui proses musyawarah demi tercapainya mufakat untuk menghindari dikotomi
mayoritas dan minoritas.
(5). Prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana yang dikemukakan
Soekarno, yaitu didasarkan pada prinsip tidak adanya kemiskinan dalam negara Indonesia
merdeka, hidup dalam kesejahteraan (welfare state).

2. Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila

Landasan epistemologis pancasila artinya nilai-nilai pancasila digali dari pengalaman


(empiris) bangsa Indonesia, kemudian disintesiskan menjadi sebuah pandangan yang
komprehensif tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Penjabaran sila-sila
pancasila secara epistemologis dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa digali dari pengalaman kehidupan beragama bangsa
Indonesia sejak dahulu sampai sekarang.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab digali dari pengalaman atas kesadaran
masyarakat yang ditindas oleh penjajahan selama berabad-abad. Oleh karena itu, dalam
alinea pertama Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.
3. Sila Persatuan Indonesia digali dari pengalaman atas kesadaran bahwa keterpecahbelahan
yang dilakukan penjajah kolonialisme Belanda melalui politik Devide et Impera
menimbulkan konflik antarmasyarakat Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan digali dari budaya bangsa Indonesia yang sudah mengenal
secara turun temurun pengambilan keputusan berdasarkan semangat musyawarah untuk
mufakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau mengenal peribahasa yang berbunyi”Bulek
aie dek pambuluh, bulek kato dek mufakat”, bulat air di dalam bambu, bulat kata dalam
permufakatan.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia digali dari prinsip-prinsip yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia yang tercermin dalam sikap gotong royong.

3. Landasan Aksiologis Pancasila

Landasan aksiologis pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung dalam sila-sila
pancasila. Sila pertama mengandung kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral. Sila
kemanusiaan mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab. Sila
persatuan mengandung nilai solidaritas dan kesetiakawanan. Sila keempat mengandung nilai
demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar. Sila keadilan mengandung nilai kepedulian
dan gotong royong.
D. Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1. Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pada 12 Agustus 1928, Soekarno
pernah menulis di Suluh Indonesia yang menyebutkan bahwa nasionalisme adalah nasionalisme
yang membuat manusia menjadi perkakasnya Tuhan dan membuat manusia hidup dalam roh
(Yudi Latif, 2011: 68).

2. Sumber sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Sumber sosiologis pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam 2


kelompok. Kelompok pertama, masyarakat awam yang memahami pancasila sebagai sistem
filsafat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dalam bentuk pandangan hidup, Way of life
yang terdapat dalam agama, adat istiadat, dan budaya berbagai suku bangsa di Indonesia.
Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-akademis yang memahami pancasila sebagai sistem filsafat
dengan teori- teori yang bersifat akademis.

3. Sumber politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Sumber politis pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok. Kelompok pertama, meliputi wacana politis tentang pancasila sebagai sistem filsafat
pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun 1958 dan 1959,
tentang pembahasan sila-sila pancasila secara filosofis. Kelompok kedua, mencakup berbagai
argumen politis tentang pancasila sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era
reformasi dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011.

E. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pada era pemerintahan Soekarno, pancasila sebagai sistem filsafat dikenal dengan istilah
“Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan perenungan filosofis Soekarno atas
rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tersebut ternyata mendapat sambutan yang
positif dari berbagai kalangan, terutama dalam sidang BPUPKI pertama, persisnya pada 1 Juni
1945

Pada era Soeharto, kedudukan pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke arah yang
lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat adalah weltanschauung).

Pada era reformasi, pancasila sebagai sistem filsafat kurang terdengar resonansinya.
Namun, pancasila sebagai sistem filsafat bergema dalam wacana akademik, termasuk kritik dan
renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam pidato 1 Juni 2011.
Beberapa bentuk tantangan terhadap pancasila sebagai sistem filsafat muncul dalam bentuk-
bentuk sebagai berikut :

1. Kapitalisme yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan individual pemilik modal untuk
mengembangkan usahanya dalam rangka meraih keuntungan sebesar-besarnya
merupakan upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Salah satu bentuk tantangan
kapitalisme terhadap pancasila sebagai sistem filsafat ialah meletakkan kebebasan
individual secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif,
seperti monopoli, gaya hidup konsumerisme, dan lain-lain.

2. Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai reaksi atas perkembangan
kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal. Komunisme merupakan aliran yang
meyakini bahwa kepemilikan modal dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat
secara merata. Salah satu bentuk tantangan komunisme terhadap pancasila sebagai sistem
filsafat ialah dominasi negara yang berlebihan sehingga dapat menghilangkan peran
rakyat dalam kehidupan bernegara.

F. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat :

1. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai
prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, kebebasan selalu dihadapkan
pada tanggung jawab, dan tanggung jawab tertinggi adalah kepada Sang Pencipta.
2. Hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3 monodualis,
yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan
kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan) (Notonagoro).
3. Hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud
dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah
air formal, dan tanah air mental.
4. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah. Artinya, keputusan yang
diambil lebih didasarkan atas semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan
begitu saja pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
5. Hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan
komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada
warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau
dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga
negara (Notonagoro dalam Kaelan, 20013: 402).

Anda mungkin juga menyukai