I. PENDAHULUAN
Tikus sawah (Rattus argentiventer : Robb & Kloss) merupakan salah satu
hama utama pertanaman padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal
panen. Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap
musim tanam dengan kerusakan mencapai 15-20% tiap tahunnya (Anonim, 2011).
telah dilakukan, baik secara kultur teknis, fisik mekanik, maupun secara kimia.
merupakan alternatif yang paling umum dilakukan karena hasilnya dapat segera
terlihat dan mudah diaplikasikan pada areal yang luas. Namun penggunaan bahan
kimia secara terus menerus untuk mengendalikan berbagai hama dan penyakit
2011).
yang lainnya. Penggunaan bahan-bahan yang disukai atau tidak disukai oleh tikus
yang dikenal dengan istilah preferensi merupakan salah satu cara pengendalian
tikus yang relatif lebih aman, karena secara umum bahan tersebut tidak meracuni,
berkembang sangat baik. Penggunaan bahan yang tidak disukai tikus dapat
bahan yang tidak disukai oleh tikus dapat menyebabkan kematian dan
Beberapa jenis tumbuhan yang memiliki bau khas, antara lain Bangle
bangle memiliki tingkat preferensi yang rendah jika dibandingkan dengan jenis
bahan preferensi sereh dan kemangi, serta efektif untuk dijadikan sebagai bahan
sangat efektif dijadikan sebagai bahan yang tidak disukai oleh tikus. Menurut
warga, di sekitar sawah dekat pohon mengkudu yang semula terdapat banyak
matang dan buahnya berguguran, sehingga diduga bahwa aroma buah mengkudu
semak, dan tepi rawa. Pada tempat itu pula sering kita jumpai tanaman talas
kimpul. Di pinggir sungai dekat kebun jagung warga Desa Kupa, Kecamatan
Mallusetasi, Kabupaten Barru juga banyak tumbuh talas kimpul. Pada kebun yang
dekat dari tempat tumbuhnya talas kimpul tidak ditemukan lubang ataupun jejak
tikus sedangkan kebun yang jauh dari tempat tumbuhnya talas kimpul terdapat
lubang dan sisa makanan tikus. Hal ini bisa disebabkan karena keberadaan talas
kimpul berpengaruh terhadap keberadaan tikus. Tetapi apakah talas kimpul yang
3
banyak itu juga merupakan habitat ular (predator tikus), sehingga tempat tersebut
tidak memberikan perlindungan yang aman dari bahaya predator? Atau apakah
talas kimpul mengeluarkan bau yang tidak disukai tikus yang dapat mengganggu
kurang sehingga informasi yang didapat masih sedikit. Berdasarkan hal tersebut
yang telah diuraikan sebelumnya maka penelitian dalam bentuk percobaan akan
sawah (Rattus argentiventer Robb and Kloss) yang berkaitan dengan pemanfaatan
Bioekologi
dunia sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Tikus sawah mudah ditemukan
di perkotaan dan pedesaan di seluruh penjuru Asia Tenggara. Hewan pengerat itu
menyukai persawahan, ladang, dan padang rumput tempat tikus itu memperoleh
makanannya berupa bulir padi, jagung, atau rumput. Tikus sawah membuat sarang
di lubang-lubang, di bawah batu, atau di dalam sisa-sisa kayu. Tikus sawah itu
adalah jenis hama pengganggu pertanian utama dan sulit dikendalikan karena
sebelumnya.
Tikus menyerang padi pada malam hari, pada siang hari tikus bersembunyi
di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian tikus bermigrasi
dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan
(run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan. Tikus betina
mengalami masa bunting sekitar 21-23 hari dan mampu beranak rata-rata
mengandung zat tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan
antara lain tanaman, semak belukar, rumpun bambu, pematang sawah yang
kelompok serangga maupun arthropoda lainnya, dapat berhasil dengan baik jika
bioekologi hama tersebut diketahui dengan baik pula. Hal yang sama juga berlaku
Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik. Hal ini
pada saat mencium bau pakan, tikus lain, atau musuhnya (predator). Penciuman
tikus yang baik ini juga bermanfaat untuk mencium urine dan sekresi genitalia.
Dengan kemampuan ini tikus dapat menandai wilayah pergerakan tikus lainnya,
tikus betina yang sedang estrus (berahi) (Priyambodo, 2003) dan mendeteksi
anaknya yang keluar dari sarang berdasarkan air seni yang dikeluarkan oleh
untuk menarik atau mengusir tikus dari suatu tempat. Salah satu contoh, untuk
menarik tikus jantan dapat digunakan bahan kimia (attractant). Bahan kimia ini
dapat dibuat dari senyawa kimia sintetis yang mirip dengan senyawa yang
tikus yang tidak dapat membedakan bahaya atau bukan, bahkan tikus-tikus
bahaya, misalnya bau tubuh kucing, atau bau tidak menyenangkan, seperti bau
agar tikus yang dikembangbiakkan di laboratorium tidak memiliki salah satu jenis
basi dan tak peduli dengan kehadiran kucing. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dalam kondisi normal salah satu jenis reseptor berfungsi aktif mengasosiasikan
kucing dilatih dengan cara menyajikan bau dan memberikannya kejutan listrik
penelitian ini menunjukkan bahwa pada tikus normal, salah satu jenis reseptor
tikus tersebut berbagai alternatif pengendalian telah dilakukan, baik secara kultur
bahwa pengendalian hama tikus secara kimiawi merupakan alternatif yang paling
dapat dimengerti karena dengan penggunaan bahan kimia yang beracun, hasilnya
dapat segera terlihat dan dapat diaplikasikan secara mudah untuk areal yang luas.
berbagai hama dan penyakit telah menimbulkan berbagai masalah baru, terutama
bagi lingkungan (Sunarjo, 1992). Cara pengendalian lain yang dapat dilakukan
tanaman padi bunting dan bermalai padi pada areal meliputi satu WKPP (200 ha)
dengan selisih waktu tanam antar hamparan kurang dari satu bulan. Pengendalian
Sanitasi habitat dilakukan selama musim tanam padi, yaitu dengan cara
membersihkan gulma dan semak-semak pada habitat utama tikus antara lain
tanggul irigasi, jalan sawah, batas perkampungan, pematang, parit, dan saluran
irigasi. Selain itu, dilakukan minimalisasi ukuran pematang (tinggi dan lebar
dilakukan tidak mendapat hasil yang optimal. Pengendalian secara mekanis yaitu
Pengemposan lubang tikus yang aktif dianjurkan untuk dilakukan selama masa
8
reproduksi pada tanaman, yaitu pada saat umpan beracun menjadi tidak efektif.
Pengemposan dihentikan apabila tikus tidak lagi hidup di lubang yakni pada saat
Pengemposan sarang tikus hanya berpengaruh sebagian saja karena hanya tikus
yang masih tinggal disarangnya saja yang mati. Pengemposan tidak hanya akan
terhadap tikus yang paling tua digunakan. Dalam aplikasinya, metode ini
merupakan cara yang efektif, aman, dan ekonomis karena perangkap dapat
empat jenis yaitu live-trap (perangkap hidup), snap-trap (perangkap yang dapat
musuh alami tikus. Musuh alami tikus yang paling dikenal adalah kucing, anjing,
ular, dan burung hantu. Predator ini sangat membantu usaha menjaga tetap
rendahnya tingkat populasi tikus. Sayangnya predator berkembang biak jauh lebih
lambat dibandingkan tikus. Oleh karena itu predator tidak dapat mengurangi
populasi tikus yang tinggi dalam jumlah besar. Predator akan membantu petani
menjaga populasi tikus agar tetap rendah. Predator juga mungkin memakan tikus
yang keracunan, oleh karena itu diperlukan perhatian besar untuk memusnahkan
9
Rodentisida merupakan bahan kimia yang apabila masuk ke dalam tubuh tikus
mati. Rodentisida dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida kronis dan akut.
gejala keracunan pada hewan sasaran akan terlihat dalam waktu yang cukup lama
yaitu 24 jam atau lebih. Rodentisida akut merupakan racun yang bekerja dengan
rodentisida kronis. Gejala keracunan hewan sasaran akan terlihat dalam waktu
yang relatif singkat yaitu kurang dari 24 jam bahkan dalam waktu beberapa jam
Alternatif pengendalian
yang lainnya. Penggunaan bahan-bahan yang tidak disukai oleh tikus atau yang
tikus yang relatif lebih aman, karena secara umum bahan tersebut tidak meracuni,
tumbuhan yang memiliki bau yang menyengat antara lain bangle, talas kimpul,
dan mengkudu. Karena ketiga jenis tanaman ini banyak terdapat di Indonesia dan
tumbuh di daerah Asia tropika, dari India sampai Indonesia. Di Jawa, bangle
mendapat sinar matahari, mulai dari dataran rendah sampai 1.300 m dpl. Bangle
sampai jorong atau tidak beraturan dengan tebal 2-5 mm. Permukaan luar tidak
rata, berkerut, berwarna coklat muda kekuningan, bila dibelah berwarna kuning
muda sampai kuning kecoklatan. Rasanya tidak enak, pedas dan pahit. Bangle
2012).
sesquiterpen, asam organik, damar pahit, pati, lemak, gom albuminoit, gula,
Gambar 1. Bangle
lebih dan merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Talas mempunyai
beberapa nama umum yaitu Taro, Old cocoyam, ‘Dash(e)en’ dan ‘Eddo (e)’. Di
beberapa negara dikenal dengan nama lain, seperti: Abalong (Philipina), Taioba
(Brazil), Arvi (India), Keladi (Malaya), Satoimo (Japan), Tayoba (Spanyol) dan
Yu-tao (China). Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara,
tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m dpl., baik liar maupun
Tanaman talas mengandung asam perusi (asam biru atau HCN). Sistem
perakaran serabut, liar dan pendek. Umbi dapat mencapai 4 kg atau lebih,
berwarna hijau. Bunganya terdiri atas tongkol, seludang dan tangkai. Bunga
jantan dan bunga betina terpisah, yang betina berada di bawah, bunga jantan di
bagian atasnya, dan pada puncaknya terdapat bunga mandul (Anonim, 2009).
tanaman obat yang dalam beberapa tahun terakhir banyak peminatnya. Mengkudu
adalah tanaman tropis dan liar, mengkudu dapat tumbuh di tepi pantai hingga
ketinggian 1500 m dpl (di atas permukaan laut), baik di lahan subur maupun
Malaysia, Indonesia, Taiwan, Filipina, Vietnam, India, Afrika, dan Hindia Barat
(Solomon, 1999).
13
buahnya bervariasi, pada umumnya mengandung banyak biji, dalam satu buah
terdapat >300 biji, namun ada juga tipe mengkudu yang memiliki sedikit biji.
Bijinya dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji, sehingga daya simpannya
asam kaprat yang merupakan golongan asam lemak. Asam kaproat dan kaprat
dalam buah mengkudu menyebabkan bau busuk dan tajam menyengat, terutama
pada buah matang. Untuk menetralisir bau tidak sedap tersebut dapat ditambahkan
aroma (essence), asam sitrat, dan madu, atau dicampur dengan teh dan gula. Cara
madu ke dalam larutan sari buah, kemudian sari buah ditempatkan dalam gelas
atau botol dan disimpan 2−4 hari sampai terjadi proses fermentasi sehingga
Gambar 3. Mengkudu
14
Persiapan Penelitian
ditangkap dengan cara memakai perangkap bubu. Tikus yang telah tertangkap
20 cm³. Tikus betina dan tikus jantan ditimbang masing-masing 1 ekor dan
diambil besar yang sama. Tikus betina diambil dengan berat sekitar 80-90 gram
(stadia dewasa) dan tikus jantan diambil dengan berat sekitar 90-100 gram (stadia
ekor tikus betina dan 13 ekor tikus jantan, kemudian dibawa ke rumah kaca untuk
masuk wadah tikus dengan posisi terbalik. Selama proses adaptasi, tikus diberi
pakan berupa beras dan air minum. Jumlah pakan dan air minum yang diberikan
pada saat proses adaptasi tidak diukur. Proses adaptasi dilakukan selama 7 hari,
potong secara terpisah. Setelah itu diblender dan dimasukkan air sebanyak 50 ml
dan disaring dengan menggunakan kain kaos. Pada proses ini, tangan dilapisi
dengan kantong plastik untuk menghindari rasa gatal yang ditimbulkan oleh bahan
preferensi. Setelah itu dicampur air dengan perbandingan 1:2 pada mangkok
yang sejuk. Jumlah ekstrak yang dihasilkan dari 5 kg bahan ekstrak berbeda,
percobaan dan digunakan sebagai tempat tikus percobaan (kotak A). Dinding,
bagian atas, dan alas kotak A terbuat dari kawat ram, sedangkan rangka kotak
bagian atas kotak untuk menghindari lepasnya tikus dari ruang perlakuan.
B, C, D, dan E). Dinding dan bagian atas kotak terbuat dari kawat ram sedangkan
bagian alas kotak terbuat dari papan kayu setebal ± 1,5 cm. Masing-masing kotak
atas kotak. Keempat kotak ini digunakan sebagai kotak perlakuan dan diletakkan
sepanjang 100 cm sebanyak 4 buah pada kotak A. Pipa itu digunakan sebagai
penutup pada setiap kotak perlakuan terdiri dari 2 jenis, yaitu plastik bagian atas
berwarna bening dan plastik bagian pinggir berwarna hitam. Plastik bening
masuk pada kotak perlakuan. Pemasangan plastik pada kotak perlakuan bertujuan
untuk menghindari cekaman (stress) tikus dan mencegah terjadinya bias bau yang
(Gambar 5).
17
Keterangan:
Keterangan:
Pelaksanaan Percobaan
2 faktor yaitu perlakuan ekstrak dan perlakuan hari. Perlakuan ekstrak terdiri dari
taraf : (1) Kontrol, (2) ekstrak rimpang bangle, (3) ekstrak umbi talas kimpul, (4)
ekstrak buah mengkudu dan perlakuan hari terdiri dari 4 taraf : hari I, hari II, hari
III, dan hari IV. Percobaan dilakukan dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK)
tikus betina dan tikus jantan. Setiap kotak perlakuan berisi beras sebanyak 90
gram dan air minum sebanyak 50 ml pada wadah bekas kaleng susu krim yang
telah dipotong setinggi ± 1,5 cm, kemudian diletakkan di bagian sudut depan dan
bagian sudut belakang kotak perlakuan. Jumlah ini diperkirakan cukup untuk
dimasukkan ekstrak sebanyak 1 ml dalam bentuk resapan pada kertas saring, dan
pada kotak A. Pengamatan dilakukan selama 11 jam, yaitu pada pukul 18.30
19
sampai dengan 05.30, hal tersebut disesuaikan dengan sifat tikus yang bersifat
nokturnal atau aktif mencari makan di malam hari. Pengamatan jumlah konsumsi
pakan tikus dilakukan setiap hari selama 4 hari, dan setiap pagi setelah
ohaus. Setelah pengamatan, dilakukan penggantian pakan dan air minum dalam
juga dilakukan setiap hari untuk menghilangkan kotoran tikus dan jejak informasi
dan waktu pengamatan) berbeda nyata terhadap jumlah konsumsi tikus, baik pada
kontrol. Data pengamatan secara lengkap dan analisis ragamnya dapat dilihat pada
perlakuan ekstrak dan waktu pengamatan hanya berbeda nyata pada percobaan
dengan perlakuan kontrol. Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi oleh tikus dapat
Tabel 1. Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi tikus (gram) pada percobaan
dengan perlakuan kontrol hasil pengaruh interaksi ekstrak yang berbeda
pada lama pengamatan (hari) yang sama.
Hari
Ekstrak
1 2 3 4
a a a
Kontrol 65,32 67,52 59,82 52,85 a
Bangle 41,4 b 44,52 b 37,07 b 38,75 b
Mengkudu 9,6 c 8,8 c 14,57 c 13,92 c
Talas 6,22 c 5,25 c 9,5 d 14,72 c
BNJ = 4,92
Keterangan: Angka-angka pada pengaruh ekstrak yang berbeda yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada Taraf Uji BNJ (0,05).
dengan kontrol berarti pengaruh ekstrak berbeda pada waktu pengamatan yang
berbeda dan sebaliknya pengaruh waktu pengamatan berbeda pada ekstrak yang
berbeda. Uji beda rata-rata dengan BNJ menunjukkan bahwa pada waktu yang
21
sama perlakuan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak umbi talas tidak berbeda
nyata pada waktu pengamatan hari 1, 2, dan 4. Rata-rata konsumsi pada kedua
ekstrak itu berbeda nyata pada pengamatan hari 3. Pada semua pengamatan rata-
rata konsumsi pada kedua ekstrak itu jauh lebih rendah dan berbeda nyata baik
dengan perlakuan kontrol maupun dengan ekstrak rimpang bangle. Pada semua
bangle. Hal ini disebabkan karena bangle memiliki kandungan minyak atsiri
sineol, pinen, damar, pati, lemak, gom, mineral, resin, dan albuminoid yang dapat
menghasilkan bau yang khas. Tetapi karena kebiasaan tikus mencium aroma ini,
bisa menjadi penyebab tikus terus mengkonsumsi pakan dan tidak terlalu merasa
terganggu dengan bau ekstrak rimpang bangle. Sedangkan jumlah konsumsi tikus
rendah pada perlakuan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak umbi talas karena
umbi talas dan buah mengkudu mempunyai bau yang sangat menyengat yang
tidak disukai tikus. Umbi talas merupakan tumbuhan gulma yang memiliki bau
tajam, rasa pahit dan gatal. Bau dan rasa gatal dari umbi talas sukar hilang, dan
untuk menghilangkannya harus dicuci dengan sabun secara berkali-kali. Bau dan
rasa gatal ini dihasilkan oleh kristal kalsium oksalat dan saponin memiliki rasa
pahit yang tidak disukai tikus (Anonim, 2011). Winarti, 2005 menyatakan bahwa
mengkudu mengandung asam kaproat dan asam kaprat yang merupakan golongan
asam lemak dalam buah mengkudu yang menyebabkan bau busuk yang
menyengat, terutama pada buah matang. Asam kaproat dan kaprat itu dapat
dicurigai tikus sebagai bahan yang berbahaya bagi tubuh tikus. Tetapi pada
terhadap tikus. Hal ini didukung oleh pendapat Winarti, 2005 yang menyatakan
bahwa efek alergi dan toksisitas dari mengkudu menunjukkan bahwa pada tikus
Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi oleh tikus pada percobaan dengan
perlakuan kontrol hasil pengaruh lama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata berat pakan yang konsumsi tikus (gram) pada percobaan
dengan perlakuan kontrol hasil pengaruh interaksi lama pengamatan
(hari) yang berbeda pada ekstrak yang sama.
Ekstrak
Hari
Kontrol Bangle Mengkudu Talas
1 65,32 a 41,4 a 9,6 a 6,22 a
2 67,52 a 44,52 a 8,8 a 5,25 a
3 59,82 b 37,07 b 14,57 b 9,5 b
4 52,85 c 38,75 b 13,92 b 14,72 c
BNJ = 4,92
Keterangan: Angka-angka pada pengaruh hari yang berbeda yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada Taraf Uji BNJ (0,05).
menunjukkan bahwa pada ekstrak yang sama hari 1 dan 2 tidak berbeda nyata
pada semua perlakuan. Pada hari 3 dan 4 tidak berbeda nyata pada perlakuan
ekstrak rimpang bangle dan perlakuan ekstrak buah mengkudu, tetapi rata-rata
konsumsi pada kedua waktu itu berbeda nyata perlakuan kontrol dan perlakuan
ekstrak umbi talas. Pada perlakuan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak umbi talas
jumlah konsumsi pakan. Hal ini menunjukkan bahwa tikus setiap harinya mulai
sedikit demi sedikit mengkonsumsi pakan pada perlakuan ekstrak buah mengkudu
23
dan perlakuan ekstrak umbi talas, sehingga perilaku mengkonsumsi pakan pada
perlakuan kontrol dan perlakuan ekstrak rimpang bangle berkurang setiap hari.
Dalam proses pengenalan dan pengambilan pakan yang disediakan manusia, tikus
pakan itu untuk melihat reaksi yang terjadi di dalam tubuhnya. Jika setelah
beberapa saat tidak ada reaksi yang membahayakan bagi dirinya, maka tikus akan
memakan dalam jumlah yang lebih banyak, demikian seterusnya sampai pakan
Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi tikus jantan dan betina pada
Tabel 3. Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi tikus jantan dan betina (gram)
pada percobaan dengan perlakuan kontrol berdasarkan Uji BNJ (0,05).
Berat Pakan yang Dikonsumsi Berat Pakan yang Dikonsumsi
Perlakuan
oleh Tikus Jantan (gram) hari ke- oleh Tikus Betina (gram) hari ke-
1 2 3 4 1 2 3 4
Kontrol 67,5a 69,6 a 59,05 a 53,8 a 63,15 65,45 a
a
60,6 a 51,9a
Bangle 48,95 b 42,4 b 40,05 b 36,55b 33,85b 46,65 b 34,1 b 40,95b
Talas 5,15c 4,65 c 10,85 d 19,25c 7,3 c 6,55c 7,85 d 10,2c
Mengkudu 9,5c 9,05 c 15,55 c 18,75c 9,7 c 7,3c 13,45 c 9,1 c
BNJ = 4,92
Keterangan: Angka-angka pada pengaruh ekstrak yang berbeda terhadap tikus
jantan dan tikus betina yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada Taraf Uji BNJ (0,05).
menunjukkan bahwa pada ekstrak yang sama perlakuan kontrol berbeda nyata
pada semua perlakuan ekstrak baik pada tikus jantan maupun pada tikus betina.
Perlakuan ekstrak bangle berbeda nyata pada semua perlakuan ekstrak dan juga
24
mengalami penurunan tingkat konsumsi setiap harinya pada tikus jantan. Hal ini
menunjukkan bahwa tikus jantan setiap harinya mulai sedikit demi sedikit
berkurang setiap hari. Dalam proses pengenalan dan pengambilan pakan yang
terlebih dahulu sebagian pakan itu untuk melihat reaksi yang terjadi di dalam
tubuhnya. Jika setelah beberapa saat tidak ada reaksi yang membahayakan bagi
dirinya, maka tikus akan memakan dalam jumlah yang lebih banyak, demikian
seterusnya sampai pakan tersebut habis (Anonim b, 2012). Pada perlakuan ekstrak
mengkudu dan ekstrak talas berbeda nyata pada hari ketiga baik pada tikus jantan
maupun pada tikus betina. Tingkat konsumsi pakan paling rendah yaitu pada
perlakuan ekstrak talas hari kedua pada tikus jantan sebesar 4,65 gram, tetapi
tingkat konsumsi pakan paling tinggi yaitu pada ekstrak bangle hari pertama pada
tikus jantan yaitu sebesar 48,95 gram dibandingkan dengan perlakuan ekstrak
talas dan mengkudu. Hal ini menunjukkan bahwa tikus jantan lebih aktif mencari
makanan. Sedangkan tikus betina lebih banyak berdiam dalam kotak percobaan
menyatakan bahwa setiap hari tikus jantan mampu menimbun 5-8 kg persediaan
makanan di dalam liangnya. Hal ini dilakukan untuk menghindar dari pemangsa
seperti ular sawah, ular tikus, dan burung elang serta burung hantu sebagai
predator. Tikus jantan mampu merusak tanaman budidaya dalam waktu yang
singkat dan menimbulkan kehilangan hasil dalam jumlah yang besar. Kerusakan
25
tanaman padi di Indonesia yang disebabkan oleh tikus jantan dapat mencapai 20%
setiap tahunnya.
Pada percobaan tanpa perlakuan kontrol dapat dilihat bahwa tikus sering
mengkonsumsi pakan yang berada pada perlakuan ekstrak rimpang bangle, dan
jarang mengkonsumsi pakan pada perlakuan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak
umbi talas. Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi tikus pada percobaan tanpa
perlakuan kontrol hasil pengaruh perlakuan ekstrak dapat dilihat pada Gambar 7.
60 55,9 b
Berat konsumsi pakan (gram)/hari
50
40
30 22,28 a
Rata-rata jumlah
16,01 a konsumsi
20
BNJ = 6,48
10
0
Bangle Mengkudu Talas
Ekstrak
Gambar 7. Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi tikus (gram) pada percobaan
tanpa perlakuan kontrol hasil pengaruh perlakuan ekstrak.
tikus pada perlakuan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak umbi talas tidak berbeda
nyata. Tetapi kedua ekstrak itu berbeda nyata dengan perlakuan ekstrak rimpang
bangle. Hal ini menunjukkan bahwa bahan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak
umbi talas yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang
selama percobaan dilakukan. Hal ini terjadi karena tikus mulai mencurigai
lingkungan yang berbeda pada kotak perlakuan yang diberi bau ekstrak buah
mengkudu dan ekstrak umbi talas sehingga tikus lebih sering untuk
mengkonsumsi pakan yang berada dalam kotak perlakuan ekstrak rimpang bangle
yang aman baginya sehingga pada akhirnya tikus menjadi terbiasa melalui jalur
yang menuju kotak perlakuan ekstrak rimpang bangle. Hal ini terjadi karena sifat
tikus yang mudah curiga terhadap benda-benda yang baru ditemuinya atau lazim
disebut dengan istilah neo-phobia. Hal tersebut termasuk juga terhadap suasana
lingkungan yang berubah. Fenomena ini sesuai dengan pendapat Liem (1979)
yang menyebutkan bahwa setiap perubahan yang terjadi pada lingkungannya akan
Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi tikus (gram) pada percobaan tanpa
perlakuan kontrol hasil pengaruh perlakuan hari dapat dilihat pada Gambar 8.
98
98,8 bc
Berat konsumsi pakan (gram) 10 ekor tikus/ hari
97
96
95,07 abc
95
94
92,62 abc
93 92,23 a Rata-rata jumlah konsumsi
92 BNJ = 6,48
91
90
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4
Waktu pengamatan (hari)
Gambar 8. Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi tikus (gram) pada percobaan
tanpa perlakuan kontrol hasil pengaruh perlakuan hari.
27
bahwa jumlah pakan yang dikonsumsi tikus semakin meningkat dari awal
pengamatan hari 1 dan 4 berbeda nyata dengan rata-rata jumlah pakan yang
konsumsi dimuat pada Gambar 8. Tetapi kedua waktu pengamatan itu tidak
berbeda nyata dengan waktu pengamatan hari 2 dan 3. Hal ini menunjukkan
konsumsi yang tidak jauh berbeda setiap harinya dan memiliki kebutuhan pakan
yang sama setiap harinya. Tikus juga berusaha mengkonsumsi pakan pada
perlakuan ekstrak karena tidak ada pilihan lain yang lebih aman. Sehingga jumlah
menyatakan bahwa kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih
sebanyak 10% dari bobot tubuhnya, jika pakan tersebut berupa pakan kering.
Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah mengandung
banyak air.
28
Kesimpulan
Tingkat konsumsi tikus terhadap pakan yang diberi ekstrak paling tinggi
yaitu pada perlakuan ekstrak bangle sebanyak 44,52 gram, sedangkan tingkat
konsumsi pakan terendah pada ekstrak talas sebanyak 5,25 gram. Berat konsumsi
dengan kontrol. Pakan yang diperlakukan dengan ekstrak talas dan mengkudu
relatif kurang disukai dibanding dengan yang diperlakukan dengan ekstrak bangle.
Saran
ekstrak tumbuhan yang memiliki kandungan nutrisi, rasa, atau bau yang tidak
DAFTAR PUSTAKA
Liem, JS. 1979. Prinsip Dasar Pengendalian Hama Tikus. Fakultas Pertanian.
Universitas Padjadjaran. Bandung. Hlm. 11-12
30
Lampiran 1a. Berat konsumsi pakan (gram) tikus akibat perlakuan ekstrak dan
lama pengamatan (hari) dengan perlakuan kontrol.
Ulangan
Perlakuan Hari Total
1 2 3 4
1 70,7 58,5 64,3 67,8 261,3
2 79,8 66,2 59,4 64,7 270,1
Kontrol
3 63,7 59,8 54,4 61,4 239,3
4 60,4 57,7 47,2 46,1 211,4
1 51,1 36,3 46,8 31,4 165,6
2 46,5 47,4 38,3 45,9 178,1
Bangle
3 40,4 33,4 39,7 34,8 148,3
4 32,3 42,4 40,8 39,5 155
1 2,7 3,8 7,6 10,8 24,9
2 1,3 8,4 6,6 4,7 21
Talas
3 12,2 10,1 9,5 6,2 38
4 21,2 12,5 17,3 7,9 58,9
1 6,6 11,7 12,4 7,7 38,4
2 9,1 6,3 11,5 8,3 35,2
Mengkudu
3 17,9 13,5 13,2 13,7 58,3
4 29,1 6,6 8,4 11,6 55,7
Tabel 1b. Sidik ragam pengaruh bahan ekstrak dan lama pengamatan terhadap
berat konsumsi pakan tikus dengan perlakuan kontrol.
Ftabel
SK db JK KT Fhit
0,01 0,05
Ulangan 3 261,07 87,02 3,2305* 4,25 2,81
Perlakuan 15 30889,67 2059,31 76,45** 2,46 1,89
Ekstrak 3 29925,31 9975,10 370,29** 4,25 2,81
Waktu 3 413,83 137,94 5,12** 4,25 2,8
Interaksi 9 550,53 61,17 2,27* 2,83 2,09
Acak 45 1212,21 26,94
Total 63 32362,95
Lampiran 2a. Berat konsumsi pakan (gram) tikus akibat perlakuan ekstrak pada
lama pengamatan (hari) tanpa perlakuan kontrol.
Ulangan
Perlakuan Hari Total
1 2 3 4
1 59,7 47,2 56,4 61,7 225
2 62,1 52,3 61,7 54,5 230,6
Bangle
3 60,2 50,8 50 56,4 217,4
4 57,4 61,4 53,2 49,5 221,5
1 2,4 13,2 8,8 12,6 37
2 17,2 20,6 9,4 10,8 58
Talas
3 21,7 17,9 17,7 9,5 66,8
4 29,3 24,9 15,3 24,9 94,4
1 46,2 37,8 13,9 9,4 107,3
2 21,7 23,5 18,6 18,1 81,9
Mengkudu
3 23,6 28,5 23,6 20,4 96,1
4 22,7 16,2 18,8 13,6 71,3
Tabel 2b. Sidik ragam pengaruh bahan ekstrak dan lama pengamatan terhadap
berat konsumsi pakan tikus tanpa perlakuan kontrol.
Ftabel
SK db JK KT Fhit
0,01 0,05
Ulangan 3 389,21 129,74 3,13* 4,44 2,89
Perlakuan 11 15360,83 1396,44 33,74** 2,83 2,09
Ekstrak 2 14725,90 7362,95 177,88** 5,31 3,28
Waktu 3 444,84 148,28 3,58* 4,44 2,89
Interaksi 6 190,08 31,68 0,76 tn 3,40 2,39
Acak 33 1365,93 41,39
Total 47 17115,97
LAMPIRAN GAMBAR