Anda di halaman 1dari 19

PENGENDALIAN SERANGGA HAMA SECARA KIMIAWI

INSEKTISIDA DAN PENGAPLIKASIANNYA

OLEH:
KELOMPOK 11

Dwi Sarastika Febriany 05011281520175


Puput Astari 05011381520076
Putri Indah Lestari 05011381520087
Fitria Nur Wanti 05011381520091

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
PENGENDALIAN SERANGGA HAMA SECARA KIMIAWI:
INSEKTISIDA DAN PENGAPLIKASIANNYA

Indonesia adalah salah satu negara berkembang serta sering disebut negara agraris
dikarenakan sebagian besar mata pencahariannya yaitu petani. Petani merupakan
sekumpulaan orang yang bekerja terbesar di Indonesia (Achmadi, 2008). Apabila
hasil pertaniannya diserang oleh hama, maka dapat menurunkan hasil pertanian dan
bahkan petani sama sekali tidak dapat menikmati hasil pertaniannya itu sendiri. Oleh
karena itu petani menggunakaan bahan kimia untuk mencegah dari serangan hama
tersebut yang berfungsi untuk memperpanjang kelangsungan hidup dalam bidang
pertanian. Bahan kimia yang sering digunakan oleh petani yaitu pestisida (Yudiarti,
2007).

Kata pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti
pembunuh. Jadi, secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama.
Sedangkan hama, bagi rumah tangga hama adalah meliputi semua hewan yang
mengganggu kesejahteran hidupnya.

A. SEJARAH

Pemakaian bahan kimia yang digunakan dalam membunuh serangga dikenal sejak
abad I sesudah Masehi, dengan adanya penggunaan racun arsen oleh Bangsa Yunani
dan Cina untuk membunuh hama. Penggunaan insektisida secara modern sudah
dikenal sejak tahun 1867, ketika Paris Green untuk pertama kalinya di AS untuk
memberantas kumbang kentang Colorado (Leptinotarsa decemplineata). Tahun 1939,
pestisida tersebut berupa senyawa-senyawa anorganik. Ketika insektisida sintetik
organik pertama ditemukan yaitu DDT di sekitar tahun 1940-an seakan-akan terjadi
revolusi pestisida karena sudah banyak ditemukan kelompok jenis pestisida baru dan
semakin banyak jumlah pestisida digunakan petani di seluruh muka bumi.
Peningkatan penggunaan pestisida sejak tahun 1950-an di seluruh dunia sangat
fantastis. Tetapi perkembangan ini tidak seterusnya demikian. Setelah tahun 1990
banyak jenis pestisida konvensial masa perlindungan patennya sudah habis, sehingga
siapapun yang mampu dapat memproduksikan jenis-jenis pestisida yang masih
diminati petani. Setelah tahun 2000 banyak jenis pestisida generik yang dijinkan
beredar dan diperdagangkan di seluruh dunia termasuk di Indonesia (Untung,
2006:229).

Kecenderungan demikian juga terjadi di Indonesia. Sejak pemerintah


melaksanakan program pembangunan nasional di sektor pertanian, penggunaan
pestisida meningkat sangat pesat. Dari 1970 sampai 1985 pestisida paling banyak
digunakan dalam program swasembada beras seperti BIMAS. Sebelum 1970
penggunaan pestisida untuk padi kurang dari 1000 ton tetapi pada tahun 1986
pestisida untuk padi sangat meningkat mencapai 18.000 ton. Peningkatan penggunaan
pestisida juga terjadi pada komoditas pertanian lainnya. Sebelum 1989 pemerintah
memberi subsidi harga sebesar 80% pada pestisida yang merupakan program BIMAS.
Pada tahun 1898 Pemerintah mencabut subsidi pestisida setelah itu menerapkan
konsep PHT untuk pengendalian hama-hama padi. Dampak pencabutan subsidi
mengakibatkan harga penggunaan insektisida pada pertanaman padi cenderung
menurun. Sejak 1995 terjadi peningkatan jumlah dan jenis pestisida generik yang
didaftarkan dan dipasarkan di Indonesia. Pada tahun 2003 jumlah formulasi pestisida
yang telah terdaftar di Indonesia melampui 1000 formulasi. Pada dekade akhir (1990-
2000) perkembangan penemuan pestisida kimia baru di tingkat global semakin
melambat. Meskipun pestisida kimia memiliki banyak keuntungan ekonomi bagi
petani dan masyarakat, tetapi risiko dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan
semakin dirasakan masyarakat luas (Untung, 2006:229).

B. JENIS PESTISIDA
Menurut Djojosumarto (2008), berdasarkan sasaran Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT), pestisida dikelompokkan menjadi beberapa jenis berikut:

1. Insektisida 4. Rodentisida 7. Bakterisida


2. Akarisida 5. Nematisida 8. Herbisida
3. Moluskisida 6. Fungisida 9. Albisida
10. Piskisida 12. Repelen 14. ZPT
11. Avisida 13. Atraktan 15. Plant activator

C. INSEKTISIDA
Insektisida digunakan untuk mengendalikan serangan berbagai jenis serangga.
Siklus hidup serangga menentukan efektifitas pengendalian hama yang secara
umumnya melakukan metamorfosis atau perubahan dari larva yang umumnya seperti
ulat, menjadi kepompong hingga menjadi serangga dewasa. Serangga inilah yang
menjadi perusak berbagai macam tanaman atau hasil tanamannya.

D. JENIS INSEKTISIDA
Insektisida dibagi menurut sifat dasar senyawa kimianya yaitu dalam Insektisida
Anorganik yang tidak mengandung unsur karbon dan Insektisida Organik yang
mengandung unsur karbon. Insektisida organik masih dapat dibagi menjadi
insektisida organik alami dan insektisida organik sintetik. Insektisida organik alami
merupakan insektisida yang terbuat dari tanaman (insektisida botanik) dan bahan
alami lainnya. Sedangkan insektisida sintetik merupakan hasil buatan pabrik dengan
melalui proses sintesis kimiawi. Insektisida modern pada umumnya merupakan
insektisida organik sintetik (Untung, 2006:236).
Pembagian menurut sifat kimia yang lebih tepat adalah menurut komposisi atau
susunan senyawa kimianya. Pembagian insektisida organik sintetik menurut susunan
kimia bahan aktif (senyawa yang memiliki sifat racun) terdiri dari 4 kelompok besar
yaitu Organoklorin (OC), Organophosphat (OP), Karbamat, dan Pirethroid Sintetik
(SP). Kecuali 4 kelompok besar tersebut masih ada beberapa kelompok insektisida
yang kurang banyak digunakan dalam praktek pengendalian hama (Untung,
2006:237).

1. ORGANOKLORIN
Organoklorin atau sering disebut Hidrokarbon Klor, Organik Klor, Insektisida
Klor merupakan kelompok insektisida sintetik yang pertama dan paling tua dan
dimulai dengan ditemukannya DDT oleh Paul Mueller (Swiss) pada tahun 1940-an.
Golongan insektisida ini terdiri atas karbon, klor, dan hidrogen.
Menurut Sudarmo (1995) dilihat dari struktur kimianya, insektisida
ORGANOKLORIN (OK) dapat dikelompokkan dalam 4 kelas bahan kimia, yaitu:

a) Difenilalifatik, seperti DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane)


Merupakan insektisida yang sangat ampuh untuk membunuh berbagai serangga
hama yang menyerang sayur-sayuran, palawija, dan juga tanaman perkebunan, serta
ampuh untuk membunuh nyamuk penyebab penyakit malaria. DDT harganya relatif
murah, maka banyak digunakan orang secara meluas. Namun pada 1973 diketahui
bahwa DDT sangat membahayakan bagi kehidupan & lingkungan karena
meninggalkan residu terlalu lama dan terakumulasi dalam jaringan melalui rantai
makanan, DDT juga tidak mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas atau
sinar ultraviolet (Sudarmo, 1995:34).

b) Derivat benzen, seperti HCH (Hexachlorocyclohexane)


HCH dulunya dikenal dengan nama benzene hexachloride (BHC), untuk pertama
kalinya ditemukan pada 1825. Karena sifatnya menyerupai DDT maka HCH
penggunaannya juga dilarang (Sudarmo, 1995:34).

c) Siklodien
Yang tergolong dalam siklodien adalah klordan, heptaklor, aldrin, endosulfan,
mirex, dieldrin, dan endrin, isodrin, alodan. Siklodien merupakan insektisida yang
persisten dan sangat stabil ditanah, sehingga melarang penggunaan siklodien antara
tahun 1975 dan 1980 (Sudarmo, 1995:35).

d) Polikloroterpene
Ada dua bahan dari Polikloroterpene, yaitu taxophene dan strobane. Taxophene
penggunaannya dikombinasikan dengan methyl parathion, yaitu senyawa dari
organophosphate (Sudarmo, 1995:35).
2. ORGANOPHOSPHATES (OP)
Golongan OP struktur kimianya dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas
syaraf. Organophosphates merupakan insektisida yang sangat beracun bagi
serangga dan bersifat sebagai racun kontak, racun perut, maupun fumigan
(Sudirmo,1995). OP dilingkungan kurang stabil lebih cepat terdegradasi menjadi
senyawa-senyawa kurang beracun berbeda dengan OK yang stabil baik di air, di
tanah, maupun dalam jaringan tanaman dan hewan. OP memiliki berbagai bentuk
alkohol yang melekat pada atom-atom P dan berbagai bentuk ester asam fosforik.
OP yang dikembangkan dari kombinasi ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok
derivat yaitu : Alifatik, Fenil, dan Heterosiklik.
a) Derivat Alifatik
Derivat alifatik meliputi insektisida-insektisida seperti TEPP (Tetraethyl
pyrophosphate) yang sangat toksik, tetapi tak stabil di dalam air dan cepat terurai.
Sedangkan malathion digunakan secara besar-besaran untuk mengendalikan lalat
buah, malathion dicampurkan dengan suatu protein dari molasses dan yeast kemudian
disemprotkan dengan menggunakan helikopter pada daerah yang terserang lalat buah.
Monocrotophos (Azodrin) mengandung nitrogen, merupakan insektisida sitemik
untuk tanaman, biasanya insektisida sitemik ditaruh dekat akar kemudian insektisida
akan diserap oleh tanaman ke bagian atas tanaman. Sehingga saat serangga
menghisap cairan tanaman serangga tersebut akan mati, namun untuk ulat biasanya
kurang terpengaruh.

b) Derivat Fenil
Stabilitas derivat ini lebih besar daripada derivat Alifatik sehingga residunya
dapat lebih lama di lingkungan. Insektisida OP yang termasuk derivat fenil adalah
Metil Parathion, Paration, Fention, Fonofos, Isofenfos, dan lain-lain. Isofenfos sering
digunakan sebagai insektisida tanah pada berbagai jenis tanaman, seperti pada
sayuran untuk membunuh lalat dan juga uret.
c) Derivat Heterosiklik
Insektisida diazinon merupakan yang pertama dikenal pada 1952 yang digunakan
dirumah, kebun, dan untuk tanaman hias. Azinphomestyl dikenalkan pada 1954 dan
digunakan pada pertanaman kapas. Dialifor digunakan untuk mengendalikan
serangga hama pada buah-buahan.

3. KARBAMAT
Cara karbamat mematikan serangga sama dengan golongan OP yaitu melalui
penghambatan aktivitas enzim kolinesterase pada sistem syaraf. Perbedaannya
dengan OP, pada karbamat penghambatan enzim kolinesterase-nya bersifat bolak-
balik (resersible) sedangkan pada OP tidak bolak balik. Insektisida tersebut cepat
terurai dan hilang daya racunnya dari tubuh binatang sehingga tidak terakumulasi
dalam jaringan lemak atau susu seperti OC. Beberapa karbamat memiliki toksisitas
rendah bagi mamalia tetapi ada yang sangat beracun. Contoh insektisida golongan
karbamat adalah Aldikarb, Mentiokarb, Metomil, Propoxur, dan lain-lain.
Metomil sangat efektif untuk mengendalikan ulat pada sayuran. Sedangkan
Mentiokarb, aminokarb sangat baik untuk membunuh bekicot, keong pada tanaman
perkebunan dan tanaman hias. Mentiokarb, aminokarb, dan promecarb efektif untuk
melawan serangga yang merusak buah dan daun. Mentiocarb juga sebagai zat
penolak untuk burung.

4. PIRETROID SINTETIK (PS)


Keunggulan Piretroid Sintetik adalah memiliki pengaruh knock down atau
kemampuan menjatuhkan serangga dengan cepat dan tingkat toksisitas rendah bagi
manusia dan mamalia. PS sering dikelompokkan menurut generasi pengembangan di
laboratorium. Sampai saat ini dikenal 4 generasi PS. Generasi pertamanya adalah
allethrin bersifat lebih stabil dan lebih persisten dibanding pyrethrum. Allethrin
cukup efektif digunakan untuk melawan lalat rumah dan nyamuk. Generasi kedua
adalah tetramethrin yang lebih manjur daripada allethrin. Generasi ketiga adalah
fenvalerate dan permithrin. Generasi PS ke empat lebih hemat dibandingkan generasi
PS ketiga. PS yang termasuk generasi keempat yaitu sipermetrin, dan flusitrinat.

Selain dari empat kelompok besar insektisida, dikenal dengan insektisida lain
seperti :
1. KLORONIKOTINIL
Kloronikotinil merupakan kelas baru insektisida sintetik. Kelompok insektisida
ini sampai sekarang hanya diwakili oleh satu bahan aktif yaitu imidakloprid yang
merupakan insektisida sistemik dan kontak dengan sasaran hama yang mempunyai
tipe mulut pencucuk dan pengisap seperti aphis, wereng, trips, dan kutu daun.
Imidakloprid efektif untuk mengendalikan rayap, serangga tanah dan beberapa jenis
kumbang. Kloronikotinil dapat dimanfaatkan untuk mentuk mengendalikan jenis
hama yang telah resisten terhadap kelompok/jenis insektisida tertentu.

2. PENGATUR PERTUMBUHAN SERANGGA (INSECT GROWTH REGULATORS)


IGR merupakan senyawa-senyawa kimia yang dapat mengubah atau
mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan serangga, pengaruh IGR
tersebut dapat terjadi pada waktu perkembangan embrionik, perkembangan larva
atau nimfa, metamorfosis, proses reproduksi, ataupun perilaku diapause (Sudirmo,
1995). Cara kerja IGR terhadap serangga sasaran adalah dengan cara mempengaruhi
sistem hormonal serangga yang khas, pada dasarnya IGR memiliki sifat selektivitas
fisiologi tingggi terhadap serangga sasaran sehingga sangat seusai dengan prinsip-
prinsip PHT. Berbeda dengan insektisida konvensional yang mempengaruhi sistem
syaraf, IGR bekerja lambat dan lembut sehingga serangga akan mati beberapa hari
setelah terkena IGR.

3. INSEKTISIDA KIMIA LAIN


Masih banyak kelompok insektisida lain yang kurang penting diluar yang telah
disebutkan sebelumnya seperti formamidin; tiosianat; dinitrofenol; organosulfur;
organotin dan antibiotik.
Insektisida juga dikelompokan menurut cara masuknya ke dalam tubuh serangga,
yaitu racun perut, racun kontak dan fumigant (Untung, 2006).
a. Racun Perut (stomach poison)
Insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makanan
(perut). Serangga terbunuh bila insektiaida tersebut termakan oleh serangga. Jenis-
jenis insektisida lama umumnya merupakan racun perut, sedangkan insektisida
modern sangat sedikit yang merupakan racun perut. Namun ada juga insektisida
modern yang aksinya pada serangga melalui perut yaitu kelompok insektisida
sistemik. Insektisida sistemik dapat diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan dalam
jaringan tanaman.
Serangga yang mencucuk tanaman dan kemudian mengisap cairan tanaman yang
sudah mengandung insektisida akan mati. Insektisida sistemik dapat dimasukkan
dalam kelompok racun perut karena memiliki sifat racun perut. Biasanya insektisida
sistemik tidak dimasukkan dalam racun kontak. Contoh insektisida racun perut adalah
tembaha arsenat, nikotin, paration.

b. Racun Kontak (contact poison)


Insektisida memasuki tubuh serangga bila serangga mengadakan kontak dengan
insektisida atau serangga berjalan diatas permukaan tanaman yang telah mengandung
insektisida. Insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui dinding tubuh.
Insektisida modern umumnya merupakan racun kontak. Namun apabila permukaan
tanaman yang sudah mengandung insektisida dimakan serangga, racun tersebut juga
memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan. Meskipun suatu jenis
insektisida dapat memasuki tubuh serangga melalui beberapa jalan namun untuk
insektisida kontak jalan masuk utamanya tetap melalui dindijg tubuh. Contoh
insektisida racun kontak adalah BHC dan DDT.
c. Fumigan
Fumigan merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke
dalam tubuh serangga melalui sistem pernafasan serangga atau sistem trachea yang
kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Karena sifatnya yang mudah menguap
fumigan biasanya digunakan untuk mengendalikan hama yang berada di dalam tanah.
Contoh fumigan adalah hidrogen sianida HCN, fosfin dan metil bromida.

• Cara Insektisida Membunuh Serangga Hama


1. Fisis
Memblokade proses metabolisme, bukan dengan reaksi biokemis atau
neurologis, tetapi dengan cara mekanis. Penggunaan boric acid, silica gel dan
aerosilica gel dapat membunuh serangga karena proses dehidrasi yaitu penyerapan air
dari tubuh serangga. Sehingga, serangga akan kehilangan kandungan air, selanjutnya
mengering dan akhirnya mati.

2. Merusak enzim
Merusak garam – garamnya, semua asam kuat dan beberapa logam berat
termasuk cadmium dan timah hitam akan berpengaruh merusak semua enzim dalam
sistem kehidupan serangga.

3. Merusak Syaraf
Jenis-jenis insektisida yang merusak syaraf adalah methyl bromide, ethylene
dibromide, hydrogen cyanide, dan chloropicrin. Insektisida ini bersifat fisis
ketimbang biokemis.
Golongan organochlorine dan chlorinated, pyrethroid bersifat mempengaruhi
akson pada sel syaraf neuron yang berfungsi dalam transmisi impuls syaraf dari sel
satu ke sel syaraf yang lain.

4. Menghambat Metabolisme
Insektisida yang menghambat transport elektron mitokondria contohnya
rotenone, HCN, dinetrophenols dan organotins. Sedangkan golongan lain yang
menghambat metabolisme namun dengan cara yang berbeda adalah komponen
fluorine dan arsenical.

5. Meracun Otot
Insektisida yang meracun otot yaitu karena berhubungan terhadap jaringan otot
adalah ryania yang mengandung alkaloid dan ryanodine. Kemudian sabadil layang
mengandung alkaloid, cepadine dan veratridine.

• Pestisida Yang Banyak Digunakan Dalam Pertanian


Terdapat 2 macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam bidang
pertanian :
1. Insektisida hidrokarbon khlorin (IHK = Chlorinated Hydrocarbon)
2. Insektisida fosfat organik (IFO = Organo Phosphatase insectisida)
Yang paling sering digunakan adalah IFO. Jenis-jenis IFO adalah malathion
(Tolly) Parathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain-lain. Terdapat 2 macam IFO
yaitu IFO Murni dan golongan karbamat. Salah satu contoh golongan karbamat
adalah Baygon.

E. APLIKASI INSEKTISIDA
1. Memilih Insektisida
Keefektifan dan keefisienan dalam pembasmian hama dan penyakit pada
tanaman harus diawali dengan indentifikasi jenis hama dan penyakit yang menyerang
tanaman itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara memperhatikan gejala-gejala dan
bagian tanaman yang terserang. Setelah itu, dapat dilakukan pemilihan bentuk atau
formulasi insektisida. Dilihat dari bahaya pelayangannya di udara apakah cairan,
butiran, tepung atau bentuk lainnya. Apabila semua persyaratan sudah
dipertimbangkan dan merek yang cocok sudah ditemukan, disarankan untuk memilih
kemasan yang habis dalam sekali pakai. Menimbang dari bahaya keracunan
insektisida itu selama tersimpan.
2. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam aplikasi insektisida tergantung formulasi yang
digunakan. Untuk insektisida berbentuk butiran (granula) tidak membutuhkan alat
khusus cukup ember dan sarung tangan. Untuk yang cairan atau tepung yang
dilarutkan memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkannya. Sedangkan untuk
tepung hembus menggunakan alat penghembus. Dan yang berbentuk fumigan
diaplikasikan dengan alat penyuntik. Penyemprotan (spraying) merupakan metode
aplikasi yang paling banyak digunakan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia
(Djojosumarto, 2008). Yang terpenting adalah tubuh kita harus tertutup rapat agar
tidak terkena langsung dengan pestisida, karena dapat menyebabkan keracunan.
a) Alat penyemprot
Banyak jenis alat penyemprot yang dapat digunakan, yaitu:
 Penyemprot gendong, alat ini terdiri atas beberapa bagian utama, yaitu tangki,
pompa, selang, laras dan kepala penyembur. Ada 2 bentuk tangka yang biasa
dijumpai, yaitu pipih dan bulat. Tangki dapat menampung kisaran 3-12 liter
cairan semprot. Penyemprot ini terdiri atas 2 jenis, yaitu otomatis dan
semiotomatis.
 Pengabut bermotor tipe gendong, dalam mengoperasikan alat ini diperlukan
bantuan motor penggerak. Digolongkan menjadi 2, yaitu yang menggunakan
sistem pompa dan sistem tekanan udara. Terdiri atas beberapa komponen yaitu
tangki, pengabut dan penghembus, motor penggerak, selang, pipa dan kepala
penghembus.
 Mesin penyemprot tekanan tinggi
 Jenis penyemprot lainnya.
Gambar 1. Mist blower Gambar 2. Penyemprot semiotomatis
(Sumber:www.pabriksprayer.com)

Gambar 3. Soil Injector (Sumber: http://brintek.blogspot.co.id)


Gambar 4. Mesin Penyemprot Pestisida (Sumber: https://id.aliexpress.com)

b) Perlengkapan Pelindung
Menurut Agung (2013) sebaiknya petani memakai alat pelindung diri yang
wajib dikenakan untuk meminimalkan masuknya pestisida lewat jalur pernapasan,
inhalasi dan pencernaan, oleh karena itu pemakaian masker, topi, sarung tangan, baju
lengan panjang dan celana panjang sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko
masuknya pestisida dalam tubuh yang dapat mempengaruhi tingkat cholinesterase.
Rustia (2009) menerangkan bahwa petani penyemprot pestisida juga perlu
melakukan tindakan seperti dibawah ini dalam penggunaan pestisida yaitu:
a. Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label. Jangan menyemprot
pestisida selama 10 hari sebelum tanaman dipanen.
b. Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapat terserap melalui
luka
c. Gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan kaki, sarung tangan,
sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut, topeng muka.
d. Jangan mencium pestisida, karena pestisida sangat berbahaya apabila tercium
e. Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di
tempat terbuka. Gunakan selalu alat-alat yang bersih dan alat khusus.
f. Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan. Jangan
berlebih atau kurang
g. Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali
dianjurkan
h. Jangan menyemprot atau menabur pestisida pada waktu akan turun hujan, cuaca
panas, angin kencang dan arah semprotan atau sebaran berlawanan arah angin dan
makan/minum serta merokok. Bila tidak enak badan berhentilah bekerja dan istirahat
secukupnya
i. Wadah bekas pestisida harus dirusak atau dibenamkan, dibakar supaya tidak
digunakan oleh orang lain untuk tempat makanan maupun minuman
j. Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan dengan pestisida
k. Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian
pula pakaian-pakaian, dan mandilah dengan air sabun sebersih mungkin dan cuci
tangan dengan sabun sebelum makan/minum dan merokok. Jangan mencemari kolam
dengan pestisida.

Gambar 5. Perlengkapan Pelindung (Sumber: http://www.pabriksprayer.com)

Karena itu penggunaan alat pelindung diri yang lengkap sangatlah dianjurkan
bagi penyemprot pestisida. Penggunaan APD oleh aplikator atau penyemprot
pestisida akan menurunkan risiko terpajan pestisida, berdasarkan Permenkes No. 258/
MENKES/PER/III/1992 tentang Persyaratan Penggunaan Pestisida, untuk
perlengkapan pelindung yang minimal harus digunakan berdasarkan jenis pekerjaan
dan klasifikasi pestisida khusus penyemprotan di luar gedung dengan klasifikasi
pestisida yaitu:
1. Pestisidia yang sangat berbahaya sekali: sepatu boot, baju terusan lengan panjang
dan celana lengan panjang, topi, pelindung muka, masker, dan sarung tangan.
2. Pestisida yang sangat berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan
celana lengan panjang, topi, masker.
3. Pestisida yang berbahaya; sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan celana
panjang, topi, masker.
4. Pestisida yang cukup berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan
celana panjang, topi.

Menurut Djojosumarto (2008), terdapat langkah-langkah dalam mengaplikasikan


insektisida, yaitu:
1. Menggunakan Insektisida Secara Efektif
Supaya penggunaan insektisida bisa efektif dan efisien, maka salah satu
strateginya kita harus mengetahui cara menentukan dosis penyemprotan dan
kecepatan jalannya. Biasanya dosis, konsentrasi, dan volume semprot yang tepat akan
tertera di label kemasan pestisida yang merupakan dari hasil penelitian. Dosis
pestisida adalah jumlah volume atau bobot pestisida yang harus disemprotkan secara
merata pada luasan tertentu. Konsentrasi atau kepekatan campuran pestisida adalah
jumlah pestisida (dalam satuan volume atau bobot) yang harus dicampurkan ke dalam
sejumlah air (dalam satuan volume). Pengguna sebaiknya menggunakan gelas ukur
atau timbangan agar takaran dapat sesuai.

2. Cara dan Waktu Aplikasi Pestisida yang Tepat


Setiap jenis OPT memiliki puncak aktivitas pada waktu tertentu. Maka kita
harus mengetahui terlebih dahulu kapan serangga menyerang tanaman. Secara umum,
disarankan waktu yang baik untuk penyemprootan pestisida adalah pagi hari (jam
07.00-10.00) dan sore hari (jam 15.00-18.00). Perhatikan juga kondisi lingkungan
seperti angin, hujan, suhu udara, dan sebagainya. Misal saja saat angin kencang,
sebaiknya penyemprotan dihentikan karena banyak butiran semprot akan terbang
terbawa angin.
Aplikasi insektisida mulanya dilaksanakan secara berkala, misalnya seminggu
sekali. Namun, cara ini mempunyai banyak kelemahan yaitu pemborosan biaya,
pencemaran lingkungan yang berat, peluang terbunuhnya musuh alami. Oleh sebab
itu, saat ini pengaplikasian insektisida dilakukan saat hama diambang kendali atau
ambang ekonomi. Ambang kendali diketahui berdasarkan pengamatan yang teratur
pada tanaman contoh. Penetapan ambang ekonomi dari kerusakan yang ditimbulkan
oleh hama dan penyakit tanaman, untuk jenis tenaman tertentu yang disebabkan oleh
OPT tertentu, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Novizan, 2002) :
a) Spesifik
Nilai ambang ekonomi yang dibuat hanya untuk satu jenis OPT tertentu yang
merusak jenis tanaman tertentu.
b) Mudah Terukur
Parameter yang digunakan harus kuantitatif dan bukan kualitatif sehingga mudah
diukur dan memudahkan pengamatan di lapangan.
c) Mempertimbangkan OPT dan Tanaman
Nilai ambang ekonomi yang dibuat harus pula mempertimbangkan kecepatan
perkembang-biakan jenis OPT dan nilai ekonomis tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2008. Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung
Diri (APD) Serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Suka Julu Kecamatan
Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/view/7489/5726. Diakses pada
Kamis, 19 Januari 2017 pukul 15.30 WIB

Agung. 2013. Faktor Risiko Dalam Penggunaan Pestisida Terhadap Keluhan


Kesehatan Pada Petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2014.
http://www.journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/view/1554/pdf_9.
Diakses pada Jum’at, 20 Januari 2017 pukul 16.03 WIB

Djojosumarto, Panut. 2008. Panduan Lengkap: Pestisida dan aplikasinya. PT.


Agromedia Pustaka: Jakarta Selatan

Ekha, Isvasta. 1988. Dilema Pestisida Tragedi Revolusi Hijau. Yogyakarta: Kanisius

Laba, Wayan. 2010. Analisis Empiris Penggunaan Insektisida Menuju Pertanian


Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Vol. 3

Natawijaya, Hidayat. 1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Bandung: Trigenda


Kaya

Novizan. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman (Umum). Jakarta:


Agromedia Pustaka

Rustia. 2009. Faktor Risiko Dalam Penggunaan Pestisida Terhadap Keluhan


Kesehatan Pada Petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2014.
http://www.journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/view/1554/pdf_9.
Diakses pada Jum’at, 20 Januari 2017 pukul 16.03 WIB

Sudarmo, Subiyakto. 1995. Pestisida. Yogyakarta: Kanisius

Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Yogyakarta:


Gajahmada University Press

Wudianto, Rini. 1988. Petunjuk Penggunaan Pestisida. PT. Penebar Swadaya: Depok
Yudiarti. 2007. Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri
(APD) Serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Suka Julu Kecamatan Barus
Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/view/7489/5726. Diakses pada
Kamis, 19 Januari 2017 pukul 15.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai