OLEH:
KELOMPOK 11
2017
PENGENDALIAN SERANGGA HAMA SECARA KIMIAWI:
INSEKTISIDA DAN PENGAPLIKASIANNYA
Indonesia adalah salah satu negara berkembang serta sering disebut negara agraris
dikarenakan sebagian besar mata pencahariannya yaitu petani. Petani merupakan
sekumpulaan orang yang bekerja terbesar di Indonesia (Achmadi, 2008). Apabila
hasil pertaniannya diserang oleh hama, maka dapat menurunkan hasil pertanian dan
bahkan petani sama sekali tidak dapat menikmati hasil pertaniannya itu sendiri. Oleh
karena itu petani menggunakaan bahan kimia untuk mencegah dari serangan hama
tersebut yang berfungsi untuk memperpanjang kelangsungan hidup dalam bidang
pertanian. Bahan kimia yang sering digunakan oleh petani yaitu pestisida (Yudiarti,
2007).
Kata pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti
pembunuh. Jadi, secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama.
Sedangkan hama, bagi rumah tangga hama adalah meliputi semua hewan yang
mengganggu kesejahteran hidupnya.
A. SEJARAH
Pemakaian bahan kimia yang digunakan dalam membunuh serangga dikenal sejak
abad I sesudah Masehi, dengan adanya penggunaan racun arsen oleh Bangsa Yunani
dan Cina untuk membunuh hama. Penggunaan insektisida secara modern sudah
dikenal sejak tahun 1867, ketika Paris Green untuk pertama kalinya di AS untuk
memberantas kumbang kentang Colorado (Leptinotarsa decemplineata). Tahun 1939,
pestisida tersebut berupa senyawa-senyawa anorganik. Ketika insektisida sintetik
organik pertama ditemukan yaitu DDT di sekitar tahun 1940-an seakan-akan terjadi
revolusi pestisida karena sudah banyak ditemukan kelompok jenis pestisida baru dan
semakin banyak jumlah pestisida digunakan petani di seluruh muka bumi.
Peningkatan penggunaan pestisida sejak tahun 1950-an di seluruh dunia sangat
fantastis. Tetapi perkembangan ini tidak seterusnya demikian. Setelah tahun 1990
banyak jenis pestisida konvensial masa perlindungan patennya sudah habis, sehingga
siapapun yang mampu dapat memproduksikan jenis-jenis pestisida yang masih
diminati petani. Setelah tahun 2000 banyak jenis pestisida generik yang dijinkan
beredar dan diperdagangkan di seluruh dunia termasuk di Indonesia (Untung,
2006:229).
B. JENIS PESTISIDA
Menurut Djojosumarto (2008), berdasarkan sasaran Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT), pestisida dikelompokkan menjadi beberapa jenis berikut:
C. INSEKTISIDA
Insektisida digunakan untuk mengendalikan serangan berbagai jenis serangga.
Siklus hidup serangga menentukan efektifitas pengendalian hama yang secara
umumnya melakukan metamorfosis atau perubahan dari larva yang umumnya seperti
ulat, menjadi kepompong hingga menjadi serangga dewasa. Serangga inilah yang
menjadi perusak berbagai macam tanaman atau hasil tanamannya.
D. JENIS INSEKTISIDA
Insektisida dibagi menurut sifat dasar senyawa kimianya yaitu dalam Insektisida
Anorganik yang tidak mengandung unsur karbon dan Insektisida Organik yang
mengandung unsur karbon. Insektisida organik masih dapat dibagi menjadi
insektisida organik alami dan insektisida organik sintetik. Insektisida organik alami
merupakan insektisida yang terbuat dari tanaman (insektisida botanik) dan bahan
alami lainnya. Sedangkan insektisida sintetik merupakan hasil buatan pabrik dengan
melalui proses sintesis kimiawi. Insektisida modern pada umumnya merupakan
insektisida organik sintetik (Untung, 2006:236).
Pembagian menurut sifat kimia yang lebih tepat adalah menurut komposisi atau
susunan senyawa kimianya. Pembagian insektisida organik sintetik menurut susunan
kimia bahan aktif (senyawa yang memiliki sifat racun) terdiri dari 4 kelompok besar
yaitu Organoklorin (OC), Organophosphat (OP), Karbamat, dan Pirethroid Sintetik
(SP). Kecuali 4 kelompok besar tersebut masih ada beberapa kelompok insektisida
yang kurang banyak digunakan dalam praktek pengendalian hama (Untung,
2006:237).
1. ORGANOKLORIN
Organoklorin atau sering disebut Hidrokarbon Klor, Organik Klor, Insektisida
Klor merupakan kelompok insektisida sintetik yang pertama dan paling tua dan
dimulai dengan ditemukannya DDT oleh Paul Mueller (Swiss) pada tahun 1940-an.
Golongan insektisida ini terdiri atas karbon, klor, dan hidrogen.
Menurut Sudarmo (1995) dilihat dari struktur kimianya, insektisida
ORGANOKLORIN (OK) dapat dikelompokkan dalam 4 kelas bahan kimia, yaitu:
c) Siklodien
Yang tergolong dalam siklodien adalah klordan, heptaklor, aldrin, endosulfan,
mirex, dieldrin, dan endrin, isodrin, alodan. Siklodien merupakan insektisida yang
persisten dan sangat stabil ditanah, sehingga melarang penggunaan siklodien antara
tahun 1975 dan 1980 (Sudarmo, 1995:35).
d) Polikloroterpene
Ada dua bahan dari Polikloroterpene, yaitu taxophene dan strobane. Taxophene
penggunaannya dikombinasikan dengan methyl parathion, yaitu senyawa dari
organophosphate (Sudarmo, 1995:35).
2. ORGANOPHOSPHATES (OP)
Golongan OP struktur kimianya dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas
syaraf. Organophosphates merupakan insektisida yang sangat beracun bagi
serangga dan bersifat sebagai racun kontak, racun perut, maupun fumigan
(Sudirmo,1995). OP dilingkungan kurang stabil lebih cepat terdegradasi menjadi
senyawa-senyawa kurang beracun berbeda dengan OK yang stabil baik di air, di
tanah, maupun dalam jaringan tanaman dan hewan. OP memiliki berbagai bentuk
alkohol yang melekat pada atom-atom P dan berbagai bentuk ester asam fosforik.
OP yang dikembangkan dari kombinasi ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok
derivat yaitu : Alifatik, Fenil, dan Heterosiklik.
a) Derivat Alifatik
Derivat alifatik meliputi insektisida-insektisida seperti TEPP (Tetraethyl
pyrophosphate) yang sangat toksik, tetapi tak stabil di dalam air dan cepat terurai.
Sedangkan malathion digunakan secara besar-besaran untuk mengendalikan lalat
buah, malathion dicampurkan dengan suatu protein dari molasses dan yeast kemudian
disemprotkan dengan menggunakan helikopter pada daerah yang terserang lalat buah.
Monocrotophos (Azodrin) mengandung nitrogen, merupakan insektisida sitemik
untuk tanaman, biasanya insektisida sitemik ditaruh dekat akar kemudian insektisida
akan diserap oleh tanaman ke bagian atas tanaman. Sehingga saat serangga
menghisap cairan tanaman serangga tersebut akan mati, namun untuk ulat biasanya
kurang terpengaruh.
b) Derivat Fenil
Stabilitas derivat ini lebih besar daripada derivat Alifatik sehingga residunya
dapat lebih lama di lingkungan. Insektisida OP yang termasuk derivat fenil adalah
Metil Parathion, Paration, Fention, Fonofos, Isofenfos, dan lain-lain. Isofenfos sering
digunakan sebagai insektisida tanah pada berbagai jenis tanaman, seperti pada
sayuran untuk membunuh lalat dan juga uret.
c) Derivat Heterosiklik
Insektisida diazinon merupakan yang pertama dikenal pada 1952 yang digunakan
dirumah, kebun, dan untuk tanaman hias. Azinphomestyl dikenalkan pada 1954 dan
digunakan pada pertanaman kapas. Dialifor digunakan untuk mengendalikan
serangga hama pada buah-buahan.
3. KARBAMAT
Cara karbamat mematikan serangga sama dengan golongan OP yaitu melalui
penghambatan aktivitas enzim kolinesterase pada sistem syaraf. Perbedaannya
dengan OP, pada karbamat penghambatan enzim kolinesterase-nya bersifat bolak-
balik (resersible) sedangkan pada OP tidak bolak balik. Insektisida tersebut cepat
terurai dan hilang daya racunnya dari tubuh binatang sehingga tidak terakumulasi
dalam jaringan lemak atau susu seperti OC. Beberapa karbamat memiliki toksisitas
rendah bagi mamalia tetapi ada yang sangat beracun. Contoh insektisida golongan
karbamat adalah Aldikarb, Mentiokarb, Metomil, Propoxur, dan lain-lain.
Metomil sangat efektif untuk mengendalikan ulat pada sayuran. Sedangkan
Mentiokarb, aminokarb sangat baik untuk membunuh bekicot, keong pada tanaman
perkebunan dan tanaman hias. Mentiokarb, aminokarb, dan promecarb efektif untuk
melawan serangga yang merusak buah dan daun. Mentiocarb juga sebagai zat
penolak untuk burung.
Selain dari empat kelompok besar insektisida, dikenal dengan insektisida lain
seperti :
1. KLORONIKOTINIL
Kloronikotinil merupakan kelas baru insektisida sintetik. Kelompok insektisida
ini sampai sekarang hanya diwakili oleh satu bahan aktif yaitu imidakloprid yang
merupakan insektisida sistemik dan kontak dengan sasaran hama yang mempunyai
tipe mulut pencucuk dan pengisap seperti aphis, wereng, trips, dan kutu daun.
Imidakloprid efektif untuk mengendalikan rayap, serangga tanah dan beberapa jenis
kumbang. Kloronikotinil dapat dimanfaatkan untuk mentuk mengendalikan jenis
hama yang telah resisten terhadap kelompok/jenis insektisida tertentu.
2. Merusak enzim
Merusak garam – garamnya, semua asam kuat dan beberapa logam berat
termasuk cadmium dan timah hitam akan berpengaruh merusak semua enzim dalam
sistem kehidupan serangga.
3. Merusak Syaraf
Jenis-jenis insektisida yang merusak syaraf adalah methyl bromide, ethylene
dibromide, hydrogen cyanide, dan chloropicrin. Insektisida ini bersifat fisis
ketimbang biokemis.
Golongan organochlorine dan chlorinated, pyrethroid bersifat mempengaruhi
akson pada sel syaraf neuron yang berfungsi dalam transmisi impuls syaraf dari sel
satu ke sel syaraf yang lain.
4. Menghambat Metabolisme
Insektisida yang menghambat transport elektron mitokondria contohnya
rotenone, HCN, dinetrophenols dan organotins. Sedangkan golongan lain yang
menghambat metabolisme namun dengan cara yang berbeda adalah komponen
fluorine dan arsenical.
5. Meracun Otot
Insektisida yang meracun otot yaitu karena berhubungan terhadap jaringan otot
adalah ryania yang mengandung alkaloid dan ryanodine. Kemudian sabadil layang
mengandung alkaloid, cepadine dan veratridine.
E. APLIKASI INSEKTISIDA
1. Memilih Insektisida
Keefektifan dan keefisienan dalam pembasmian hama dan penyakit pada
tanaman harus diawali dengan indentifikasi jenis hama dan penyakit yang menyerang
tanaman itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara memperhatikan gejala-gejala dan
bagian tanaman yang terserang. Setelah itu, dapat dilakukan pemilihan bentuk atau
formulasi insektisida. Dilihat dari bahaya pelayangannya di udara apakah cairan,
butiran, tepung atau bentuk lainnya. Apabila semua persyaratan sudah
dipertimbangkan dan merek yang cocok sudah ditemukan, disarankan untuk memilih
kemasan yang habis dalam sekali pakai. Menimbang dari bahaya keracunan
insektisida itu selama tersimpan.
2. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam aplikasi insektisida tergantung formulasi yang
digunakan. Untuk insektisida berbentuk butiran (granula) tidak membutuhkan alat
khusus cukup ember dan sarung tangan. Untuk yang cairan atau tepung yang
dilarutkan memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkannya. Sedangkan untuk
tepung hembus menggunakan alat penghembus. Dan yang berbentuk fumigan
diaplikasikan dengan alat penyuntik. Penyemprotan (spraying) merupakan metode
aplikasi yang paling banyak digunakan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia
(Djojosumarto, 2008). Yang terpenting adalah tubuh kita harus tertutup rapat agar
tidak terkena langsung dengan pestisida, karena dapat menyebabkan keracunan.
a) Alat penyemprot
Banyak jenis alat penyemprot yang dapat digunakan, yaitu:
Penyemprot gendong, alat ini terdiri atas beberapa bagian utama, yaitu tangki,
pompa, selang, laras dan kepala penyembur. Ada 2 bentuk tangka yang biasa
dijumpai, yaitu pipih dan bulat. Tangki dapat menampung kisaran 3-12 liter
cairan semprot. Penyemprot ini terdiri atas 2 jenis, yaitu otomatis dan
semiotomatis.
Pengabut bermotor tipe gendong, dalam mengoperasikan alat ini diperlukan
bantuan motor penggerak. Digolongkan menjadi 2, yaitu yang menggunakan
sistem pompa dan sistem tekanan udara. Terdiri atas beberapa komponen yaitu
tangki, pengabut dan penghembus, motor penggerak, selang, pipa dan kepala
penghembus.
Mesin penyemprot tekanan tinggi
Jenis penyemprot lainnya.
Gambar 1. Mist blower Gambar 2. Penyemprot semiotomatis
(Sumber:www.pabriksprayer.com)
b) Perlengkapan Pelindung
Menurut Agung (2013) sebaiknya petani memakai alat pelindung diri yang
wajib dikenakan untuk meminimalkan masuknya pestisida lewat jalur pernapasan,
inhalasi dan pencernaan, oleh karena itu pemakaian masker, topi, sarung tangan, baju
lengan panjang dan celana panjang sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko
masuknya pestisida dalam tubuh yang dapat mempengaruhi tingkat cholinesterase.
Rustia (2009) menerangkan bahwa petani penyemprot pestisida juga perlu
melakukan tindakan seperti dibawah ini dalam penggunaan pestisida yaitu:
a. Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label. Jangan menyemprot
pestisida selama 10 hari sebelum tanaman dipanen.
b. Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapat terserap melalui
luka
c. Gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan kaki, sarung tangan,
sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut, topeng muka.
d. Jangan mencium pestisida, karena pestisida sangat berbahaya apabila tercium
e. Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di
tempat terbuka. Gunakan selalu alat-alat yang bersih dan alat khusus.
f. Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan. Jangan
berlebih atau kurang
g. Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali
dianjurkan
h. Jangan menyemprot atau menabur pestisida pada waktu akan turun hujan, cuaca
panas, angin kencang dan arah semprotan atau sebaran berlawanan arah angin dan
makan/minum serta merokok. Bila tidak enak badan berhentilah bekerja dan istirahat
secukupnya
i. Wadah bekas pestisida harus dirusak atau dibenamkan, dibakar supaya tidak
digunakan oleh orang lain untuk tempat makanan maupun minuman
j. Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan dengan pestisida
k. Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian
pula pakaian-pakaian, dan mandilah dengan air sabun sebersih mungkin dan cuci
tangan dengan sabun sebelum makan/minum dan merokok. Jangan mencemari kolam
dengan pestisida.
Karena itu penggunaan alat pelindung diri yang lengkap sangatlah dianjurkan
bagi penyemprot pestisida. Penggunaan APD oleh aplikator atau penyemprot
pestisida akan menurunkan risiko terpajan pestisida, berdasarkan Permenkes No. 258/
MENKES/PER/III/1992 tentang Persyaratan Penggunaan Pestisida, untuk
perlengkapan pelindung yang minimal harus digunakan berdasarkan jenis pekerjaan
dan klasifikasi pestisida khusus penyemprotan di luar gedung dengan klasifikasi
pestisida yaitu:
1. Pestisidia yang sangat berbahaya sekali: sepatu boot, baju terusan lengan panjang
dan celana lengan panjang, topi, pelindung muka, masker, dan sarung tangan.
2. Pestisida yang sangat berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan
celana lengan panjang, topi, masker.
3. Pestisida yang berbahaya; sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan celana
panjang, topi, masker.
4. Pestisida yang cukup berbahaya: sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan
celana panjang, topi.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 2008. Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung
Diri (APD) Serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Suka Julu Kecamatan
Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/view/7489/5726. Diakses pada
Kamis, 19 Januari 2017 pukul 15.30 WIB
Ekha, Isvasta. 1988. Dilema Pestisida Tragedi Revolusi Hijau. Yogyakarta: Kanisius
Wudianto, Rini. 1988. Petunjuk Penggunaan Pestisida. PT. Penebar Swadaya: Depok
Yudiarti. 2007. Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri
(APD) Serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Suka Julu Kecamatan Barus
Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/view/7489/5726. Diakses pada
Kamis, 19 Januari 2017 pukul 15.30 WIB