Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rizka Angelya

Nim : 05011381520124

Kelas : Agribisnis B Palembang

Tugas : Agribisnis Multi Komoditi dan


Ekosistem

ANALISIS USAHATANI KOMODITI MELON

A. Analisis Usahatani melon

Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui jumlah biaya produksi,


penerimaan dan pendapatan yang diperoleh petani dalam menjalankan usahataninya.
1. Biaya usahatani adalah seluruh korbanan ekonomis yang dikeluarkan untuk
memperoleh produk tertentu. Berikut merupakan contoh hasil analisa terhadap
usahatani melon di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi :
Tabel 1 Biaya dan keuntungan usahatani melon
No Uraian Pengeluaran (Rp) Penerimaan (Rp)
1. Biaya tetap:
- Sewa lahan 4.000.000
- Iuran irigasi 200.000
2. Biaya tidak tetap:
- Benih 4.500.000
- Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP) 3.600.000
- Pupuk organik 700.000
- Pupuk an organik 1.887.500
- Pestisida 2.250.000
- Ajir bambu 3.000.000
3. Biaya tenaga kerja:
- Pengolahan tanah 4 .000.000
- Pembibitan 600.000
- Tanam 960.000
- Pemupukan 1.100.000
- Pemasangan ajir 1.200.000
- Pengikatan batang 1.400.000
- Pemangkasan 1.200.000
- Pengikatan buah 1.000.000
- Penyemprotan 1.700.000
- Penyiraman 1.400.000
- Panen 1.300.000
Jumlah biaya: 35.997.500
4. Penerimaan: 32.000 kg x Rp. 1.900 = 60.800.000
5. Keuntungan usahatani per musim tanam:
Rp. 60.800.000 – Rp. 35.997.500 = 24.802.500
2. Penerimaan usahatani
Penerimaan usahatani merupakan nilai jumlah produk yang dihasilkan dalam
usahatani yaitu perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produk.
Adapun jumlah produksi rata-rata mencapai 32.000 kg/ha dengan harga Rp.
1.900/kg sehingga penerimaan usahatani melon setelah dikonversi per hektar
sebesar Rp. 60.800.000,-
3. Pendapatan usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya
usahatani. Jumlah penerimaan usahatani melon per hektar rata-rata adalah Rp.
60.800.000 – Rp.35.997.500 = Rp. 24.802.500,- per musim.
4. Analisis kelayakan usahatani
Analisis kelayakan usahatani ditentukan berdasarkan besar kecilnya selisih antara
pendapatan yang diperoleh dibandingkan biaya yang dikeluarkan selama usahatani
dilakukan. Semakin besar pendapatan dibandingkan biaya, maka suatu usahatani
dianggap layak dan sebaliknya. Untuk menghitung kelayakan usahatani digunakan
Return of Cost Ratio (R/C Rasio), apabila nilai R/C Rasio lebih dari 1 maka
usahatani dianggap layak dan apabila nilainya kurang dari 1 maka usahatani
dianggap tidak layak. Berdasarkan hasil analisa R/C Rasio terhadap usahatani melon
diperoleh nilai sebesar 1,68 sehingga usahatani melon di Kecamatan Muncar
Kabupaten Banyuwangi dianggap layak untuk diusahakan dalam artian setiap Rp.
100,- biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan Rp. 168,-.
5. Analisis saluran pemasaran
Saluran pemasaran pada usahatani melon yang dilakukan ada 2 (dua) macam yaitu:
a. Saluran pemasaran I
Petani  Tengkulak  Pedagang Pengumpul  Pedagang Besar  Konsumen.
Sebagian besar petani responden (88,09%) di tempat penelitian menggunakan
saluran pemasaran model I karena petani tidak mau menanggung resiko usaha
karena buah melon termasuk buah yang tidak tahan lama disimpan, disamping
itu petani belum menguasai pasar. Harga yang diterima petani pada saluran
pemasaran I ini sebesar Rp. 1.900,-/Kg.
b. Saluran pemasaran II
Petani  Pedagang Besar  Konsumen.
Sebagian kecil petani responden (11,91%) menggunakan saluran pemsaran model II
karena petani sudah menguasai pasar dan petani mendapatkan harga yang jauh lebih
besar yaitu sebesar Rp. 2.800,-/kg buah melon, namun petani harus menanggung
resiko pemasaran berupa kerusakan buah, resiko biaya transportasi, resiko
pembayaran, disamping itu petani masih harus melakukan kegiatan panen dan pasca
panen antara lain pemanenan, penimbangan, sortasi, grading, pengepakan dan
pengangkutan.

B. Pengertian jenis-jenis lahan dan jenis tanaman yang bisa ditanam di lahan
tersebut
1. Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah
sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air
dari pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah.
Sebagian besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah
gambut dan tanah sulfat masam. Lahan ini termasuk lahan yang pada musim
penghujan (bulan desember-mei) permukaan air pada sawah akan naik
sehingga tidak dapat di tanami padi. Pada musim kemarau (bulan juli-
september) air permukaan akan surut yang mana pada saat itu tanaman padi
sawah baru dapat ditanam (pada lokasi yang berair). Dari luas lahan di
Indonesia yang keseluruhannya berjumlah 162.4 juta ha, sekitar 39.4 juta ha
berupa lahan rawa pasang surut (24.2 %) dan sekitar 123 juta ha adalah lahan
kering (75 %).
Contoh beberapa komoditas pertanian yang prospektif yang dapat
dikembangkan di lahan pasang surut yaitu :
Tanaman pangan (padi dan palawija) dan tanaman hortikultura (sayur-sayuran
dan buah-buahan). Pada tanaman padi ditanam pada bagian sawah atau
tabukan,. Untuk palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau
dan umbi-umbian bisa dikembangkan pada bagian surjan. Pada lahan dengan
tipe luapan C dan D dengan penataan lahan sistem tegalan, tanaman palawija
dapat dikembangkan khususnya pada pertanaman musim kemarau. Pada
tanaman sayuran yang bisa dikembangkan di lahan rawa pasang surut adalah
tomat, cabai, timun, kacang panjang, pare, terong, buncis dan kubis.
2. Lahan Rawa Lebak
Rawa lebak adalah suatu wilayah dataran yang cekung yang dibatasi oleh satu
atau dua tanggul sungai atau antara dataran tinggi dengan tanggul sungai.
Bentang lahan pada rawa lebak seperti pada sebuah mengkuk dengan bagian
tengah yang cekung. Pada saat tergenang, bagian cekungan di tengah memiliki
kedalaman yang paling dalam dan semakin ke tepi akan semakin dangkal. Pada
musim hujan genangan akan mencapai 4-7 meter dan kering pada musim
kemarau. Akan tetapi, pada teangah rawa yang berbentuk cekungan, genangan
masih akan tetap ada walaupun mungkin tidak lebih dari 1 meter.
Contoh beberapa komoditas pertanian yang prospektif yang dapat
dikembangkan di lahan rawa lebak yaitu :
Pertanian sawah, palawija, dan beberapa komoditas perkebunan. Untuk
komoditas padi yaitu Padi yang termasuk jenis padi surung seperti alabio,
tepus, nagara, termasuk padi yang di kenal dengan nama hiyang.
Pada komoditas palawija menggunakan sistem surjan. Komoditas palawija,
buah, dan atau sayur ditanam di bagian yang tinggi (tembokan). Pada bagian
ledokan (yang tergenang air) ditanamai dengan padi. Pada musim kemarau,
lebak dangkal dan lebak tengahan menjadi kering sehingga ditanami sayuran,
palawija, dan buah-buahan. Buah yang ditanam pada ledokan ini adalah jenis
buah yang semusim seperti semangka, ataupun melon. Untuk tanaman
perkebunan, lahan rawa lebak mulai dimanfaatkan untuk pertanian perkebunan
seperti kelapa sawit ataupun karet.
3. Lahan Irigasi
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena
tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan
dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun, irigasi juga biasa
dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti
ini di Indonesia biasa disebut menyiram.
Contoh beberapa komoditas pertanian yang prospektif yang dapat
dikembangkan di lahan Irigasi yaitu :
Cabai, jahe , kacang tanah dan jagung.
4. Lahan Basah
Lahan basah atau dalam bahasa Inggris disebut wetland adalah wilayah-
wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap)
atau musiman. Wilayah lahan basah itu sebagian atau seluruhnya kadang-
kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal atau tergenang. Digolongkan
ke dalam lahan basah ini di antaranya, adalah rawa-rawa termasuk juga rawa
bakau, payau, dan gambut. Dimana air yang menggenangi lahan basah dapat
tergolong ke dalam air tawar, payau juga air asin. Lahan basah ini merupakan
wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi
dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Kawasan lahan basah yang
merupakan lahan yang subur, sehingga sering dibuka, dikeringkan dan
dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian. Lahan basah dicirikan oleh muka air
tanah yang relatif dangkal, dan juga dekat dengan permukaan tanah, pada
waktu yang cukup lama sepanjang tahun untuk menumbuhkan hidrofita, yaitu
tumbuh-tumbuhan yang khusus tumbuh di wilayah basah.
Contoh beberapa komoditas pertanian yang prospektif yang dapat
dikembangkan di lahan basah yaitu :
Dengan alternative tumpangsari, dengan berbagai macam aktivitas pertanian
(multikultur) pada tempat dan waktu yang sama. Misalnya mina padi, jadi
sambil menanam padi petani juga menabur benih ikan di lahan tersebut.
5. Lahan Kering
lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air
secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan atau
menunggu hujan. Lahan ini mempunyai kondisi agro-ekosistem yang beragam,
pada umumnya berlerang dan dengan kondisi kemantapan lahan yang labil
(peka terhadap erosi) terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan
kaidah konservasi tanah. pertanian lahan kering pertanian yang mengandalkan
musim hujan karena hanya air hujan sebagai pasokan kebutuhan air bagi
tanaman. Pada umumnya lahan kering berada pada ketinggin 500 - 1500 m
diatas permukaan laut. Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam
tiga jenis penggunaan lahan, yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan),
lahan kering berbasis sayuran (dataran tinggi) dan pekarangan.
Contoh beberapa komoditas pertanian yang prospektif yang dapat
dikembangkan di lahan kering yaitu :
Tanaman palawijaya, terong, kacang-kacangan , umbi-umbian dan holtikultura

Anda mungkin juga menyukai