Kelompok Jeans :
Manusia Berbicara
Manusia, seperti yang dijelaskan diatas, merupakan mahluk yang dapat berpikir,
sehingga umumnya manusia akan berbicara secara sadar dan bebas. Manusia yang
berbicara harusnya dapat terbuka terhadap dunia dan hadir pada orang – orang lain. Hal
ini berarti pembicaraan manusia itu menunjukkan bahwa ia sebagai seorang manusia
hadir di dalam dunia dan tampil di tengah orang – orang lain yang mendiami dunia
tersebut. Selain itu, dengan berbicara, manusia menunjukkan dirinya sebagai sesuatu
yang hidup. Dimana dengan berbicara mereka telah menempatkan diri mereka dibawah
pengaruh budaya dari mereka yang mengajarkan bahasa. Yang mana hal ini juga berarti
berada di dalam suatu tradisi kebudayaan, menerima suatu cara tertentu untuk
mengamati dunia dan merasakannya. Selanjutnya, dengan berbicara, itu
mengindikasikan bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu dan memiliki sebuah
afektivitas. Karena dengan berbicara, tentunya seorang manusia membicarakan sesuatu
yang ia ketahui dan sesuatu yang ia sukai. Dengan berbicara pula, manusia dapat
dianggap memiliki badan dan roh. Badan yang disebutkan disini adalah badan fisik dari
manusia itu sendiri yang dilengkapi dengan anggota tubuhnya dan organ tubuh yang
lengkap dan berfungsi. Dan roh yang disebutkan disi adalah sesuatu yang membuat
badan tersebut menjiwai segala sesuatu yang ia bicarakan dan isyaratkan.
Pada akhirnya, berbicara dan mengisyaratkan sesuatu bukan hanya ekspresi kita
untuk mengemukakan atau menunjukkan suatu hal, tapi juga menunjukkan bahwa kita
adalah seorang manusia.
Manusia sebagai Makhluk Hidup
4. Realitas Jiwa
Zaman sekarang, kehidupan dapat dibuat di laboratium. Hal ini
membuktikan pendapat beberapa orang bahwa makhluk hidup hanya tersusun
dari unsur-unsur inderawi dan fisik. Terhadap itu, terdapat perbedaan besar
antara membuat jaringan yang hidup karena operasi vital elementer, dan
membuat suatu makhluk hidup otonom yang bertindak dari dan untuk dirinya
sendiri.
Badan hidup tidak dapat bersifat objektif semata-mata, tidak dapat
direduksikan kepada apa yang bisa diobservasikan. Namun, harus memiliki sifat
subjektif dan mempunyai interioritas. Menurut Dr. Jean Lhermine, “Meskipun
otak bisa dibandingkan dengan sebuah mesin yang terdiri dari semua alat
elektronik yang paling sempurna dan dari sakelar-sakelar yang paling teratur,
namun masih memerlukan suatu ‘operator’.”
Oleh karena itu, meskipun jiwa tidak dapat dilihat ataupun
diverifikasikan dengan pancaindera, jiwa dianggap sebagai suatu senyata badan
karena seringkali dituntut agar makhluk hidup dapat dimengerti sebagaimana
adanya.
5. Karakter Spesifik Badan Manusia
Badan manusiawi bukan hanya suatu objek atau subjektivitas semata-
mata, namun didefinisikan sebagai hubungan erat antara dunia dan
partisipasinya dengan jiwa dan keakuan. Badan tidak hanya berada di luar
intimitas kita secara total, tetapi juga tidak sama secara sempurna dengan
keakuan kita yang paling dalam.
Seperti semua badan, badan manusia menduduki suatu tempat di dunia,
mempunyai bentuk material yang dapat dihitung dan diukur, dan terikat pada
perubahan dan waktu. Ciri khas yang membedakan badan manusia dengan
badan hewan adalah posisi tegak dan tangan, yang disebut sebagai alat dari
segala alat oleh Aristoteles. Manusia juga dilengkapi dengan suatu sistem saraf
dan sebuah otak yang jauh lebih kompleks dan memiliki susunan asimetris, jadi
diferensial.
Walaupun badan manusia tidak bisa direduksikan kepada eksterioritas
dan objektivitas, badan bukanlah apa yang terdapat dalam interioritas manusia
yang paling dalam. Juga bukan yang paling radikal dalam subyektivitas
manusia.
Kesimpulan: Makhluk Hidup Mengatasi Batas-batas “Kebertubuhannya”
Makhluk yang bertubuh, dikarakterisasikan melalui dispersi, kepasifan, dan
keterbatasan. Akan tetapi, makhluk hidup menguasai, sampai batas tertentu,
ketiga ketidaksempurnaan tersebut.
Makhluk hidup yang selalu berusaha untuk mempertahankan
kesatuannya menyebabkan dia menjadi suatu individu. Dalam banyak hal,
makhluk hidup dikuasai oleh kepasifan. Salah satu contohnya adalah makhluk
hidup tidak memilih, namun menerima eksistensinya. Walaupun begitu, manusia
sebagai makhluk hidup secara esensial adalah sesuatu yang menyempurnakan
dirinya sendiri (otoperfektif).
Strategi Kebudayaan
Ada tiga tahapan dalam bagan ini, yaitu: tahap mitis, tahap ontologis dan
tahap fungsionil. Yang dimaksud tahap mitis ialah sikap manusia yang
merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya, yaitu
kekuatan dewa-dewa seperti dalam mitologi-mitologi yang dinamakan bangsa
primitif.
Tahap kedua adalah tahap ontologis yaitu sikap manusia yang tidak lagi
dalam kepungan kekuasaan mitis, melainkan yang secara bebas ingin meneliti
segala hal. Manusia mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dulu
dirasakan sebagai kepungan. Ontologi berkembang dalam lingkungan
kebudayaan kuno yang sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan.
Tahap ketiga atau fungsionil adalah sikap dan pikiran yang makin
nampak dalam manusia modern. Tidak begitu terpesona oleh lingkungannya
(sikap mitis) dan tidak lagi mengambil jarak terhadap obyek penelitiannya
(sikap ontologis).
SUMBER :
Reader Manusia Masyarakat Indonesia bab I-III oleh Louis Leahy dan C.A van Peursen.