Anda di halaman 1dari 19

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TANGERANG SELATAN

TINJAUAN KEBIJAKAN PENGGUNAAN KARTU KREDIT PEMERINTAH

Disusun oleh:
Septi Setiarti
NPM 1401180092

Dosen Pengampu: Dr. Agus Sunarya Sulaeman, Ak., MSi., CPMA, AAP, CA

KELAS 8-01
D-IV AKUNTANSI ALIH PROGRAM (TUGAS BELAJAR)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Pemerintah


Politeknik Keuangan Negara STAN
2019
ABSTRAK

Pemerintah berupaya untuk terus memperbaiki akuntabilitas dan transparansi sistem


pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, Kementerian Keuangan membuat inisiatif strategis Program
Reformasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yaitu pengelolaan likuiditas
keuangan negara dengan instrument keuangan modern. Guna merealisasikan program tersebut dan
perlunya modernisasi sistem pembayaran APBN secara non tunai untuk mendukung inklusi keuangan,
serta meminimalisasi uang tunai yang beredar, pemerintah menerapkan penggunaan kartu kredit
pemerintah sebagai alat pembayaran belanja negara khususnya terkait penggunaan uang persediaan.
Pemerintah mengawali penerapan penggunaan kartu kredit pemerintah dengan melakukan piloting
project penggunaan kartu kredit pemerintah dalam rangka penggunaan uang persediaan. Sebagai
tindak lanjut atas piloting project, memberlakukan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah di semua
Kementerian/Lembaga mulai 1 Juli 2019 dengan menetapkan kebijakan berupa Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 pada tanggal 31 Desember 2018. Kebijakan penggunaan kartu
kredit ini dipandang dapat meningkatkan akuntanbilitas dan transparansi pelaksanaan anggaran serta
mendukung manajemen kas yang efisien. Namun, di beberapa titik masih terdapat kendala teknis dalam
pelaksanaannya terutama terkait keterbatasan merchant dan pengenaan pajak. Selain itu, penggunaan
kartu kredit pemerintah juga berpotensi menimbulkan permasalahan berupa risiko fraud dan
penyalahgunaan.

A. Latar belakang
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berupaya untuk terus memperbaiki sistem
pengelolaan keuangan negara. Upaya perbaikan pengelolaan keuangan negara merupakan bentuk
pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Oleh karena itu, pemerintah terus berbenah agar dapat memenuhi prinsip transparansi dan
akuntabilitas dalam penyajian laporan keuangannya.
Dalam rangka mendukung pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien dan transparan,
Menteri Keuangan telah membuat inisiatif strategis Program Reformasi dan Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan yaitu pengelolaan likuiditas keuangan negara dengan instrumen
keuangan modern. Guna merealisasikan program tersebut dan perlunya modernisasi sistem pembayaran
APBN secara non tunai untuk mendukung inklusi keuangan, serta meminimalisasi uang tunai yang
beredar, pemerintah menerapkan penggunaan kartu kredit pemerintah sebagai alat pembayaran belanja
negara khususnya terkait penggunaan uang persediaan. Terobosan yang dilakukan Kementerian
Keuangan merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mewujudkan pelaksanaan anggaran yang
lebih mudah dan cepat, dengan tetap mengedepankan prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Sistem ini diyakini mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Menilik sejarah penggunaan kartu kredit di Indonesia, kartu kredit itu sendiri masuk pertama kali
sekitar tahun 1980-an. Dulu kartu kredit pertama diterbitkan bank Duta. Kartu kredit ini ditujukan
khusus bagi nasabahnya sendiri dan tidak bebas bagi kalangan umum. Dalam perkembangan
selanjutnya, pemakaian meluas di sektor pribadi. Sementara itu, di dunia internasional perkembangan
pemakaian kartu kredit sebagai alat pembayaran juga telah merambah sektor pemerintah. Penggunaan
kartu kredit di lingkungan pemerintahan sudah menjadi mekanisme pembayaran pengeluaran negara
dan sudah menjadi international best practices dalam manajemen kas negara-negara maju. Beberapa
negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Korea Selatan, Australia dan Brunei Darussalam telah
menerapkan penggunaan kartu kredit untuk operasional pemerintah kategori perjalanan dinas dan
belanja nominal kecil.
Pemerintah Indonesia mengawali penerapan penggunaan kartu kredit pemerintah dengan
melakukan piloting project penggunaan kartu kredit pemerintah dalam rangka penggunaan uang
persediaan yang dilaksanakan dalam enam tahap sejak tahun 2017 sampai dengan Desember 2018. Uji
coba dilakukan pada unit-unit vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
serta beberapa unit satuan kerja Kementerian/Lembaga. Sebagai tindak lanjut dari piloting project
tersebut Menteri Keuangan akan memberlakukan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah di semua
Kementerian/Lembaga mulai 1 Juli 2019 dengan menetapkan kebijakan berupa Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 pada tanggal 31 Desember 2018.
Penerapan penggunaan kartu kredit pemerintah secara resmi di seluruh Kementerian/Lembaga
ini tentunya telah melalui berbagai kajian dengan mengedepankan prinsip-prinsip keuangan negara
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Selain itu, berdasarkan
serangkaian uji coba yang telah dilakukan kurang lebih 1,5 tahun didapatkan simpulan bahwa
penggunaan kartu kredit pemerintah ini layak dan feasible untuk diterapkan secara luas pada seluruh
unit kerja kementerian atau lembaga pemerintah pusat. Karena itu lah, pemerintah dengan mantap
mengeluarkan kebijakan terkait penerapan penggunaan kartu kredit pemerintah untuk belanja negara
dalam hal ini uang persediaan di seluruh Kementerian/Lembaga secara resmi mulai 1 Juli 2019. Secara
legal, dalam kebijakan tersebut pelaksanaan pemakaian kartu kredit pemerintah resminya akan dimulai
pada tanggal 1 Juli 2019, meskipun kenyataannya unit-unit yang telah melakukan uji coba sudah secara
kontinu dan berkesinambungan telah menggunakan kartu kredit dalam transaksi operasionalnya.
Pemanfaatan kartu kredit pemerintah ini merupakan upaya Direktorat Jenderal Perbendaharaan
melakukan simplifikasi dan modernisasi dalam rangka memperbaiki, menyempurnakan, dan
menyederhanakan pelaksanaan anggaran. Adapun penerapan penggunaan kartu kredit pemerintah
sebagai alat pembayaran belanja negara bertujuan untuk meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam
transaksi keuangan negara, meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, mengurangi potensi fraud dari
transaksi secara tunai, dan mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan Uang Persediaan. Selain
bermanfaat di sisi pemerintah, penggunaan kartu kredit pemerintah juga akan berdampak positif
terhadap bisnis kartu kredit perbankan.
Meskipun memiliki berbagai impact positif, adanya kebijakan penggunaan kartu kredit
pemerintah sebagai alat pembayaran belanja negara menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Apalagi penggunaan kartu kredit pemerintah merupakan hal yang sangat baru di Indonesia karena
pertama kalinya diberlakukan, meskipun di negara-negara maju telah lebih dahulu diterapkan sistem
pembayaran ini. Adanya penerapan kebijakan ini kemungkinan akan mendapat tantangan utama dari
paradigma atau kebiasaan lama masyarakat. Selain itu, sebagian pihak menganggap kebijakan ini dapat
menimbulkan inefisiensi karena beban bunga yang harus dibayar pemerintah. Bahkan, pemakaian kartu
kredit pun tak lepas dari manipulasi dan ancaman atas keamanan kartu kredit itu sendiri. Lebih lanjut,
penggunaan kartu kredit juga akan menimbulkan kendala dalam pemotongan, pemungutan, penyetoran
pajak atas transaksi belanja pemerintah. Di sisi lain, penggunaan kartu kredit pemerintah merupakan
model baru pengelolaan keuangan negara yang dapat memberikan manfaat bagi pengguna kartu kredit
(satker kementerian/lembaga) maupun pemerintah dalam hal ini bendahara umum negara dalam
mengoptimalkan kas negara, serta bank penerbit kartu kredit.
Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas penerapan kartu kredit pemerintah
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara
Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, kendala-kendala maupun permasalahan yang
mungkin timbul, serta alternatif solusi atas kendala/permasalahan tersebut.
1. Rumusan Masalah
a. Apakah penggunaan kartu kredit pemerintah memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan
negara?
b. Apa saja kendala atau permasalahan yang mungkin timbul dalam penggunaan kartu kredit
pemerintah?
c. Bagaimana solusi atas kendala atau permasalahan yang mungkin timbul dalam penggunaan kartu
kredit pemerintah?
2. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui bagaimana mekanisme penggunaan kartu kredit pemerintah sebagai alat pembayaran
belanja negara dan apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara.
b. Mengetahui kendala atau permasalahan yang mungkin timbul dalam penerapan penggunaan kartu
kredit pemerintah.
c. Memberikan alternatif solusi untuk mengatasi kendala/permasalahan sebagaimana disebutkan
pada poin 2.
3. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan gambaran secara umum kepada pembaca
terkait dengan penggunaan kartu kredit pemerintah dalam rangka penggunaan uang persediaan. Selain
itu, dengan makalah ini penulis mencoba memberikan pendapat sebagai sumbangsih kepada pemerintah
sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan kebijakan penggunaan kartu kredit
pemerintah.

B. Literature Review
1. Definisi Kartu Kredit
Menurut Taswan (2003), kartu kredit adalah kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran
transaksi jual-beli barang dan jasa, kemudian pelunasan atas penggunaannya dapat dilakukan sekaligus
atau secara angsuran sejumlah minimum tertentu. Sejalan dengan itu, Rivai, dkk (2007) mendefinisikan
kartu kredit sebagai alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi termasuk transaksi
pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang
kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban
melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus
(charge card) ataupun secara angsuran. Selain mesti membayar bunga, jika terlambat membayar,
konsumen juga akan dikenai denda keterlambatan (late charge) (Siamat, 1995).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kartu kredit adalah suatu alat pembayaran
transaksi yang merupakan pengganti uang tunai dimana pembayaran dipenuhi lebih dulu oleh penerbit
kartu untuk kemudian dilakukan pelunasan oleh pemegang kartu pada waktu yang disepakati.

2. Manfaat dan Risiko Penggunaan Kartu Kredit


Kartu kredit menawarkan dua fungsi yang berbeda kepada konsumen yaitu sebagai alat
pembayaran dan sumber kredit (Canner dan Luckett (1992) dalam Abdelrahmamn, 2011). Peran kartu
kredit sebagai salah satu indikator tumbuhnya cashless society, merupakan sistem pembayaran yang
aman dan praktis. Jika kartu kredit digunakan secara bijak maka kartu kredit akan memberikan manfaat.
Ketika kartu kredit digunakan dengan cara yang salah maka kartu kredit akan mengakibatkan berbagai
masalah finansial bagi penggunanya (Gunawan dan Linawati, 2013). Risiko penggunaan kartu kredit
terutama terkait munculnya beban bunga apabila terjadi keterlambatan pembayaran tagihan dan
terjadinya risiko gagal bayar. Selain itu, di tengah berkembangnya dunia teknologi dewasa ini, risiko
kejahatan (fraud) terhadap transaksi pembayaran non tunai semakin membayangi. Berikut beberapa
risiko kejahatan terkait transaksi kartu kredit (Nugroho, 2017):
a. Double Swipe (Gesek Ganda)
Seluruh data kartu kredit tersimpan dalam pita magneticberwarna hitam yang berada di bagian
belakang kartu kredit. Data ini meliputi nama pemegang kartu, tanggal lahir, nomor kartu, masa
berlaku kartu, Card Verification Value (CVV) (tiga angka kode verifikasi di belakang kartu). Ketika
kartu kredita digesek di mesin kasir, maka mesin akan membaca data tersebut secara telanjang tanpa
dienkripsi terlebih dahulu. Praktik double swipe sendiri secara tegas telah dilarang oleh Bank
Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/40/PBI/2016 tanggal 8 November 2016
tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.
b. Skimming (Pencurian Data Melalui Alat Gesek)
Seperti yang sudah diulas, data kartu Anda akan tersimpan dalam pita magnetic berwarna hitam
yang berada di bagian belakang kartu. Pelaku kejahatan bermodal mesin gesek pembaca kartu
(skimmer) dengan sangat mudah akan memperoleh data di kartu Anda apabila kartu berpindah
tangan. Bagi pelaku kejahatan, data ini kemudian akan digunakan untuk membuat kartu baru ataupun
berbelanja secara on-line.
c. Lost and Stolen Card (Kartu Hilang dan Dicuri)
Ketika kartu hilang atau dicuri, terdapat risiko kartu digunakan tanpa izin oleh pihak lain dan serta
terdapat risiko terjadinya kejahatan.
Kartu kredit juga memberikan berbagai manfaat bagi penggunanya, diantaranya:
a. Praktis dan nyaman.
Sama dengan kartu debit, nasabah tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar untuk
berbelanja.
b. Lebih aman.
Apabila kartu kredit dicuri maka nasabah dapat langsung memblokir kartu sebelum uang nasabah
disalahgunakan.
c. Pinjaman jangka pendek.
Apabila nasabah tidak memiliki uang yang cukup dalam keadaan darurat, maka nasabah dapat
meminjam terlebih dahulu dengan cepat melalui kartu kredit sebatas kredit limit.
d. Pengeluaran terlacak.
Semua jenis transaksi akan tercantum dalam tagihan kartu kredit.
e. Mempermudah transaksi online.
Kartu kredit dapat membantu nasabah dalam transaksi online dengan mudah.

3. Kartu Kredit Pemerintah


Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018, Kartu
Kredit Pemerintah adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban
pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah, dan
Satker berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan
pelunasan secara sekaligus. Dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa kartu kredit pemerintah hanya
berfungsi sebagai alat pembayaran transaksi dan tidak mempunyai fasilitas untuk penarikan tunai.
Kartu Kredit Pemerintah merupakan Kartu Kredit Corporate (corporate card) yang diterbitkan
oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah. Artinya, kartu tersebut diterbitkan atas nama satker
sehingga pihak yang bertanggung jawab atas penggunaan kartu kredit tersebut adalah satker. Bank
Penerbit Kartu Kredit Pemerintah merupakan bank yang sama dengan tempat rekening Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu dibuka dan kantor pusat bank tersebut telah melakukan
kerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Adapun tujuan penggunaan kartu kredit pemerintah, yaitu untuk meminimalisasi penggunaan
uang tunai dalam transaksi keuangan negara, meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, mengurangi
potensi fraud dari transaksi secara non tunai, dan mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan
uang persediaan.
Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. fleksibel, yaitu kemudahan penggunaan (flexibility) kartu dengan jangkauan pemakaian yang lebih
luas dan transaksi dapat dilakukan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin
Electronic Data Capture (EDC)/media daring.
b. aman dalam bertransaksi dan menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara
tunai.
c. efektif dalam mengurangi UP yang menganggur (idle cash) dan biaya dana (cost of fund) Pemerintah
dari transaksi UP.
d. akuntabilitas pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan UP Kartu Kredit
Pemerintah.
Kartu Kredit Pemerintah terdiri atas kartu kredit untuk keperluan belanja barang operasional serta
belanja modal; dan kartu kredit untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan. Kartu Kredit
Pemerintah untuk keperluan belanja dapat digunakan untuk keperluan:
a. belanja barang operasional, antara lain belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan
makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya;
b. belanja barang non operasional, antara lain belanja bahan dan belanja barang non operasional
lainnya;
c. belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi;
d. belanja sewa;
e. belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan,
belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, dan belanja pemeliharaan gedung
dan bangunan lainnya;
f. belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, antara lain belanja pemeliharaan peralatan dan mesin,
belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus nonpertamina, belanja barang
persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin
lainnya;
g. belanja pemeliharaan lainnya, antara lain belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan
belanja pemeliharaan lainnya; dan/atau
h. belanja modal dengan nilai belanja paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Kartu Kredit Pemerintah untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan digunakan untuk
komponen pembayaran biaya transport, penginapan, dan/atau sewa kendaraan dalam kota. Adapun,
batas tertinggi dan estimasi penggunaan Kartu Kredit Pemerintah untuk keperluan belanja berpedoman
pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai standar biaya masukan.
Mulai 1 Juli 2019, penggunaan kartu kredit pemerintah diterapkan secara serentak di seluruh
Kementerian/Lembaga. Akan tetapi, ketentuan pembayaran dan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah
dikecualikan bagi Satker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tidak terdapat penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan Kartu Kredit
Pemerintah melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat
pernyataan dari KPA; dan
b. memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp
2.400.000.000,00 (dua miliar empat ratus juta rupiah).
4. Proporsi Uang Persediaan
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu
yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari
Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui
mekanisme pembayaran langsung. UP terdiri dari UP Tunai dan UP Kartu Kredit Pemerintah. Adapun
proporsi UP sebagai berikut:
a. UP Tunai sebesar 60% dari besaran UP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
negara; dan
b. UP Kartu Kredit Pemerintah sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran UP sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Perubahan proporsi UP Kartu Kredit Pemerintah yakni berupa kenaikan atau penurunan proporsi
UP Kartu Kredit Pemerintah, dapat dilakukan melalui persetujuan Kepala Kanwil DJPb apabila kondisi-
kondisi yang dipersyaratkan dipenuhi oleh satker terkait.

5. Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah


Pemakaian Kartu Kredit Pemerintah dilaksanakan secara transparan dan bertanggungjawab.
Pemerintah menunjuk administrator kartu kredit. Administrator kartu kredit adalah pegawai/pejabat
yang ditunjuk untuk melakukan administrasi penggunaan Kartu Kredit Pemerintah termasuk memantau
transaksi belanja pemegang kartu kredit pada setiap periode tagihan dengan sistem yang disediakan
bank penerbit. Apabila ditemukan ketidakwajaran, administrator dapat mengaktifkan dan
menonaktifkan kartu kredit.
Penggunaan kartu kredit pemerintah diawali dengan penandatanganan perjanjian kerja sama
antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan pihak bank penerbit kartu kredit yang merupakan
mitra kerjanya. Selanjutnya dilakukan penetapan/penunjukan pejabat/pegawai yang diusulkan
memegang kartu kredit berikut jenis kartu dan plafond kartu kredit. Satelah itu, satker mengajukan
permohonan penerbitan kartu kredit pemerintah. Setelah diterbitkan, pemegang kartu kredit dapat
menggunakannya sebagai sarana pembayaran transaksi belanja. Limit kartu kredit ini dapat sebesar nilai
uang persediaan namun hanya dapat digunakan untuk pembayaran belanja barang sampai dengan 50
juta rupiah.
Pada prinsipnya, kartu kredit pemerintah digunakan oleh dua kelompok, yaitu pegawai yang
tugasnya berbelanja kebutuhan sehari-hari perkantoran (dalam pemerintahan disebut Pejabat
Pengadaan); dan, pegawai yang melaksanakan pembayaran biaya perjalanan dinas, seperti pembayaran
tiket atau hotel. Tidak sembarangan, pemegang kartu kredit harus ditetapkan oleh Kepala Kantor atau
pejabat yang berwenang. Pemegang Kartu Kredit Pemerintah harus menyimpan semua bukti
pengeluaran atas penggunaan kartu kredit dan menyerahkannya kepada Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) sebagai dasar verifikasi, pembayaran tagihan serta pertanggungjawaban uang persediaan.
Pembayaran tagihan kartu kredit dilakukan dengan cara pendebitan rekening bendahara
pengeluaran secara elektronik (internet banking atau kartu debit). Proses pembayaran ini tentunya
diawali dengan proses pengujian tagihan oleh PPK dan penerbitan Surat Perintah Bayar (SPBy). PPK
melakukan pengujian tagihan dari pihak bank meliputi kebenaran perhitungan, kesesuaian bukti
pendukung dengan rincian tagihan yang dihasilkan dari sistem perbankan serta kesesuaian jenis belanja
yang dapat dibayarkan dengan kartu kredit. Daftar Pembayaran Tagihan Kartu Kredit Pemerintah yang
selanjutnya disebut DPT Kartu Kredit Pemerintah adalah daftar hasil verifikasi PPK yang memuat
informasi nama Pemegang kartu Kredit Pemerintah, nomor Kartu Kredit Pemerintah, jenis belanja
barang, rincian pengeluaran, pembebanan anggaran, dan jumlah tagihan yang harus dibayar kepada
Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah.
Lalu terkait pelaksanaan pembayaran dan penggunaan KKP ini, Kementerian Negara/Lembaga
dan Kementerian Keuangan c.q. DJPb melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan
pembayaran dengan KKP secara berjenjang dan berkala yakni secara triwulanan. Di pihak Kementerian
Keuangan sendiri terdapat empat pihak yang terlibat dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, yakni
Direktorat Pelaksanaan Anggaran, Kanwil DJPb, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, dan Kuasa
Pengguna Anggaran.
Berikut merupakan gambaran mengenai mekanisme penggunaan kartu kredit pemerintah:

Gambar 5.1. Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah


Sumber: Buku Pintar KKP Jilid 2

6. Penerapan Penggunaan Kartu Kredit di Negara Maju

a. Electronic Purchasing Card Solution (ePCS) di Inggris


ePCS adalah kartu pembelian, bukan merupakan kartu kredit. ePCS dulunya merupakan
Government Procurement Card (GPC). EPCS diterapakan pada 15 April 2013 Department for Work
and Pensions (DWP). ePCS merupakan solusi yang efisien untuk pembelian yang berisiko kecil dan
berharga rendah sehingga memungkinkan pemerintah untuk membeli dari pemasok tertentu, seperti
usaha kecil dan menengah (UKM).
Manfaat dari penggunaan ePCS bagi pemerintah Inggris antara lain Pemerintah mampu
mengakses data untuk membantu memantau pembelanjaan dan anggaran secara lebih efektif. Kemudian
mengurangi jumlah faktur, karena transaksi kartu dikonsolidasikan dan dibayar secara terpusat, tanpa
risiko biaya bunga. Dapat menghemat uang dan memberikan proses yang efisien. Pemerintah Inggris
dapat melakukan monitoring laporan pemegang kartu elektronik (mengurangi penggunaan kertas).
Manfaat ePCS bagi UKM di Inggis antara lain: pembayaran faktur yang cepat, karena tagihan
lebih cepat dilunasinya. Cash flow meningkat karena lancar dan cepatnya proses pembayaran.
Pengurangan utang macet dan pembayaran terlambat. Biaya administrasi berkurang.
Dalam rangka transparansi Department for Work and Pensions menerbitkan rincian semua
transaksi ePCS setiap dua bulan sekali dan dapat diakses secara publik Data yang disediakan termasuk
yang berikut: tanggal transaksi, nama pemasok, jumlah transaksi dan komentar tentang transaksi.

b. Payment Cards di Australia


Penggunaan kartu kredit pemerintah di Australia dilakukan dengan berpedoman pada Resource
Management Guide No. 416 (2016) dan berlaku untuk semua Non-corporate Commonwealth Entities
(NCEs). NCEs terdiri dari Department of State (K/L di bawah Presiden kalau di Indonesia),
Parliamentary Department (Lembaga Legislatif kalau di Indonesia) dan entitas yang terdaftar dalam
PGPA Act atau legislasi lainnya.
Sistem Payment Card yang diterapkan pemerintah Australia mencakup pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit, kartu debit, charge card, atau atau kartu lain yang diterbitkan, termasuk
virtual cards yang diautorisasi untuk digunakan dalam pembayaran kepada vendor atas barang atau jasa
yang diterima pada saat titik penjualan. Payment Card juga mencakup pembayaran berbasis kartu yang
telah dikenal luas seperti American Express, Diners Club, MasterCard dan VISA.
Berdasarkan kebijakan pemerintah Australia, metode pembayaran dengan menggunakan
payment card dilakukan untuk pembayaran kepada vendor dengan nilai pembayaran kurang dari
AUD10.000 (±Rp105 juta). NCEs harus memberikan kesempatan kepada supplier untuk menerima
pembayaran melalui payment card. Kemudian merchant services fee dapat dibebankan kepada NCEs
sepanjang itu wajar. Jika semua itu terpenuhi maka pembayaran dapat menggunakan payment card.
NCEs melakukan pembayaran via payment card kepada supplier dan jika memungkinkan dilakukan
pada titik penjualan. Lalu, supplier harus menyediakan tanda/ bukti pembayaran pajak.

C. Metode Penelitian
Penulisan makalah ini menggunakan metode kualitaif deskriptif berupa studi literatur. Penulis
mempelajari ketentuan tata cara penggunaan kartu kredit pemerintah di Indonesia, kemudian melakukan
kajian pustaka terhadap literatur yang relevan. Berdasarkan hal tersebut ditarik simpulan dan saran
untuk memberikan saran maupun perbaikan dalam pengembangan ketentuan mengenai penggunaan
kartu kredit pemerintah di Indonesia.

D. Finding and Result


Silalahi (2018) menyatakan bahwa penggunaan Uang Persediaan (UP) yang dikelola oleh
Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja (Satker) setiap tahun mengalami peningkatan. Nilai UP yang
tinggi tersebut mengakibatkan tingginya biaya dana (cost of fund) yang ditanggung pemerintah. Selain
itu, pada umumnya UP digunakan untuk pembayaran dalam bentuk tunai sehingga cenderung mudah
dimanipulasi dan kurang memperhatikan aspek keamanan. Untuk mempermudah transaksi belanja
pemerintah, meningkatkan akuntabilitas, dan mengurangi permasalahan pembayaran dengan melalui
UP, pemerintah memperkenalkan metode pembayaran baru yaitu dengan menggunakan Kartu Kredit
Pemerintah (KKP).
Penggunaan kartu kredit sebagai terobosan baru dalam mekanisme pembayaran APBN
ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara
Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah yang mulai berlaku secara resmi pada 1 Juli
2019 di seluruh Kementerian/Lembaga. Namun, pemerintah memberikan kelonggaran untuk satker
yang memenuhi kriteria untuk tidak menerapkan penggunaan kartu kredit pemerintah. Kriteria tersebut
yakni tidak terdapat vendor yang dapat menerima pembayaran melalui EDC dan pagu jenis belanja
satker melalui UP sampai dengan 2,4 miliar rupiah. Penggunaan kartu kredit ini terbatas pada belanja
yang menggunakan uang persediaan. Artinya, penggunaan kartu kredit pemerintah merupakan
pengganti UP.
1. Pro dan Kontra
Sejak uji coba dilakukan pada tahun 2017 sampai dengan terbitnya kebijakan yang menetapkan
penggunaan kartu kredit pemerintah secara resmi diberlakukan, masih terdapat pro dan kontra di
berbagai pihak. Pihak yang pro dengan penerapan kebijakan ini memandang bahwa terobosan yang
dilakukan Kementerian Keuangan berupa penggunaan kartu kredit pemerintah mendorong peningkatan
transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan anggaran serta dapat memberikan manfaat baik bagi
pemegang kartu kredit (pemerintah) maupun bagi pihak penerbit/bank.
Di sisi pemerintah, penggunaan kartu kredit ini membuat belanja operasional menjadi lebih
efisien karena pemerintah dapat memperoleh barang/jasa terlebih dahulu. Sementara itu, pelunasan
dilakukan kemudian sehingga kegiatan dapat berjalan lebih cepat dan lancar. Selain itu, menurut
Samora (2018), pada tataran makro-ekonomi, terbitnya kebijakan penggunaan kartu kredit ini dapat
mendorong tingkat inklusi keuangan di Indonesia. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan
2016 menunjukkan Indeks Inklusi Keuangan di Indonesia baru mencapai 67,82%. Artinya baru 67
orang dari 100 penduduk Indonesia memiliki akses terhadap produk dan jasa layanan keuangan formal.
Melalui implementasi kebijakan tersebut, para pelaku usaha yang memiliki hubungan kerja sama
dengan K/L dituntut untuk mulai membuka diri terhadap layanan jasa perbankan.
Dampak positif lainnya yakni implementasi transaksi nontunai melalui penggunaan kartu kredit
dipercaya sebagai salah satu solusi pencegahan korupsi dan kecurangan (fraud). Dengan pencatatan
transaksi mutasi kas yang sistematis dan lengkap antara si pembayar dan penerima, ruang bagi oknum
untuk melakukan penyalahgunaan juga akan semakin sempit. Pencatatan transaksi secara nontunai juga
akan semakin memudahkan lembaga penegak hukum seperti KPK, kejaksaan, kepolisian, dan PPATK
dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, penggunaan kartu kredit ini berpeluang besar dalam
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Lalu, di sisi bank penerbit kartu kredit, kebijakan Kartu Kredit Pemerintah merupakan angin
segar bagi bisnis kartu kredit perbankan karena dapat meningkatkan market share bank. Besarnya
potensi belanja pemerintah melalui penggunaan kartu kredit dapat meningkatkan cash flow bank
penerbit kartu kredit. Dengan demikian semakin besar transaksi kartu kredit, semakin besar pula fee
based income yang diperoleh bank. Bank Indonesia mencatat total nominal transaksi kartu kredit
sepanjang tahun 2017 mencapai Rp297,76 triliun atau tumbuh 5,96% dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain bagi pemerintah dan perbankan, Adhiputranto (2018) menyatakan bahwa pelaku usaha
pun dapat mengambil manfaat dari penggunaan kartu kredit, misalnya terhindar dari uang palsu, tidak
perlu menyiapkan uang kembalian, meminimalkan kecurangan karyawan karena semua transaksi
tercatat, dan mengurangi risiko kriminal karena tidak ada uang tunai yang harus disetor ke bank. Selain
itu, dengan menerima penggunaan kartu kredit, diharapkan dapat meningkatkan bonafiditas pelaku
usaha.
Meskipun menjanjikan sejumlah dampak yang positif, terdapat beberapa pihak yang kontra
dengan penerapan kebijakan kartu kredit pemerintah. Penggunaan kartu kredit pemerintah justru
dikhawatirkan akan menimbulkan inefisiensi anggaran karena adanya beban bunga yang harus dibayar
pemerintah ketika pembayaran tagihan melewati tanggal jatuh tempo. Selain itu adanya merchant yang
mengenakan biaya tambahan (surcharge) sampai dengan 3% juga dipandang akan menambah beban
anggaran.
Saptagraha (2019) menyatakan bahwa penerapan kartu kredit pemerintah juga menimbulkan
dilema karena adanya kendala terkait pemotongan, pemungutan dan penyetoran pajak atas transaksi
belanja. Adanya kendala terkait hal ini menyebabkan penggunaan kartu kredit menjadi tidak praktis.
Salah satunya ketika terjadi transaksi dengan rekanan yang melakukan pemusatan PPN. Sejalan dengan
hal tersebut, menurut Lesmana (2018) kendala penggunaan kartu kredit juga muncul ketika terjadi
transaksi dengan merchant yang tidak bersedia dipotong pajaknya.
Lebih lanjut, di era perkembangan teknologi dewasa ini, risiko kejahatan (fraud) terhadap
transaksi pembayaran non tunai semakin membayangi. Dengan demikian, risiko keamanan penggunaan
kartu kredit pemerintah juga terancam. Potensi pencurian data secara illegal oleh hacker/pihak lain
membuat keamanan traksaksi kartu kredit pemerintah menjadi menurun.

2. Pembahasan
Penggunaan kartu kredit pemerintah berpedoman pada prinsip-prinsip fleksibel, efektif, aman,
dan akuntabel. Hal ini sejalan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Negara, yaitu tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Sampai dengan saat ini, Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah membuat perjanjian kerja sama
dengan empat bank BUMN yang tergabung dalam Himbara yaitu BRI, BNI, Mandiri, dan BTN dalam
rangka penerbitan kartu kredit pemerintah. Setiap satker nantinya melakukan perjanjian kerja sama
dengan Bank Penerbit tempat rekening BP/BPP dibuka dengan syarat Kantor Pusat Bank Penerbit
tersebut telah melakukan perjanjian kerja sama terlebih dahulu dengan DJPb. Perjanjian kerja sama ini
telah terstandardisasi sehingga cukup memudahkan bagi semua satker. Setelah PKS ditandatangani,
satker dapat mengajukan permintaan penerbitan kartu kredit kepada bank. Jumlah kartu yang
diterbitkan disesuaikan dengan kebutuhan satuan kerja dan dianjurkan untuk diberikan secara selektif.
Limit kartu adalah sebesar Rp20 juta untuk kartu kredit perjalanan dinas dan Rp50 juta untuk kartu
kredit keperluan operasional. Nilai tersebut dapat ditambah hingga Rp200 juta atau lebih dengan
permintaan KPA kepada bank penerbit kartu. Dalam perjanjian kerja sama tersebut memuat pengaturan
biaya penggunaan kartu kredit pemerintah. Biaya terkait penggunaan kartu kredit pemerintah biaya
yang dibebankan pada APBN hanya biaya materai. Sementara itu, Bank Penerbit Kartu Kredit
Pemerintah membebaskan Satker dari biaya penggunaan Kartu Kredit Pemerintah yang meliputi:
a. biaya keanggotaan (membership fee);
b. biaya pembayaran tagihan melalui Teller, ATM , dan e-banking
c. biaya permintaan kenaikan batasan belanja (limit);
d. biaya penggantian kartu kredit karena hilang/ dicuri atau rusak;
e. biaya penggantian PIN;
f. biaya copy Billing Statement;
g. biaya pencetakan tambahan lembar tagihan;
h. biaya keterlambatan pembayaran;
i. biaya bunga atas tunggakan/ tagihan yang terlambat dibayarkan; dan
j. biaya penggunaan fasilitas airport lounge yang berkerja sama dengan Kartu Kredit
Pemerintah.

Dengan adanya pengaturan biaya ini, risiko fiskal berupa inefisiensi akibat pembebanan biaya
bunga kartu kredit dapat dihilangkan. Adapun keterlambatan pembayaran tagihan tidak mengakibatkan
timbulnya beban bunga tetapi mengakibatkan penumpukan pengeluaran yang akan mengganggu cash
management. Selain pengaturan biaya, dukungan keamanan juga telah disediakan oleh pihak
perbankan. Okki Rushartomo Pemimpin Divisi Bisnis Kartu BNI menyatakan bahwa perbankan
memastikan telah mempunyai sistem keamanan yang rigid dan baik dalam menanggulangi potensi
penyelewengan (fraud) penggunaan kartu kredit pemerintah. Langkah-langkah pengamanan
diantaranya sistem pemblokiran, konfirmasi transaksi, notifikasi transaksi dan chip pengaman untuk
menghindari penyalahgunaan kartu kredit. Keberadaan administrator kartu kredit juga mendukung
pencegahan penyalahgunaan kartu kredit. Administrator bertugas melakukan administrasi penggunaan
Kartu Kredit Pemerintah termasuk memantau transaksi belanja pemegang kartu kredit pada setiap
periode tagihan dengan sistem yang disediakan bank penerbit. Apabila ditemukan ketidakwajaran,
administrator dapat mengaktifkan dan menonaktifkan kartu kredit.

Proses pertanggungjawaban atas belanja yang telah dilakukan dengan menggunakan kartu kredit
pada prinsipnya sama dengan belanja biasa. Pengguna kartu kredit wajib mengumpulkan bukti transaksi
seperti struk belanja, kuitansi, rincian pembelian. Bukti transaksi tersebut kemudian bersama dengan
tagihan bulanan (billing) disampaikan oleh pemegang kartu kepada PPK untuk dilakukan verifikasi.
Verifikasi dilakukan dengan membandingkan tagihan bulanan dari bank dengan bukti transaksi.
Apabila sesuai maka dapat dilakukan proses pembayaran dengan penerbitan SPBy kepada bendahara.
Bendahara kemudian melakukan verifikasi atas pembebanan sebelum kemudian mentransfer dengan
menggunakan e-banking/CMS ke bank penerbit kartu. PPK berhak untuk menolak permintaan
pembayaran apabila terdapat transaksi yang bersifat pribadi atau tidak sesuai dengan ketentuan. Tagihan
yang ditolak tersebut menjadi tanggung jawab pengguna kartu.
Menurut Silalahi (2018), penerapan penggunaan kartu kredit secara luas pada seluruh satker
kementerian/lembaga diharapkan dapat menekan penggunaan UP secara signifikan. Jika sebelumnya
penggunaan UP dapat mencapai hingga Rp13 triliun, ke depannya diharapkan dapat dikurangi sehingga
menjadi sekitar Rp2 triliun sampai dengan Rp3 triliun sehingga terdapat pengurangan penggunaan UP
sekitar Rp10 triliun. Pengurangan jumlah UP yang berada di bendahara pengeluaran satker tersebut
diharapkan akan terjadi pengurangan cost of fund pemerintah hingga Rp600 miliar. Sejalan dengan hal
tersebut, Lesmana (2018) menyatakan bahwa implementasi Kartu Kredit Pemerintah dapat menunjang
likuiditas dan efisiensi kas negara. Selama ini ini uang negara yang berada di rekening kas bendahara
pengeluaran sangat besar. Data LKPP tahun 2013 -2016 rata-rata saldo kas bendahara pengeluaran (sisa
UP yang belum disetor) mencapai 300 milyar. Selama tahun anggaran berjalan UP yang dikuasi oleh
bendahara pengeluaran satker bisa mencapai 7-9 triliun. Uang yang berada di kas bendahara
pengeluaran tersebut tentunya bersifat idle. Jauh akan memberikan manfaat jika uang berada dikelola
oleh Bendahara Umum Negara. Uang tersebut dapat memberikan nilai tambah (advalue) melalui
penempatan-penempatan jangka pendek yang berisiko rendah.

a. Permasalahan/Kendala dan Upaya Perbaikan

Penggunaan kartu kredit dalam pelaksanaan anggaran diharapkan dapat mempercepat


pelaksanaan anggaran. Namun, terdapat beberapa kendala maupun permasalahan yang mungkin
berpotensi timbul dalam pelaksanaannya, diantaranya:

1. Keterbatasan merchant (Lesmana, 2018)


Kendala utama penggunaan kartu kredit untuk kota-kota kecil terutama di luar Pulau Jawa adalah
terbatasnya merchant (pihak ketiga/rekanan) yang menyediakan fasilitas pembayaran kartu
kredit.
2. Biaya tambahan merchant (surcharge)
Beberapa merchant masih mengenakan biaya atas pembayaran dengan kartu kredit. Biasanya
dikenakan biaya 2-3 persen dari jumlah pembelian dan hal ini tidak sesuai dengan maksud
penggunaan kartu kredit pemerintah yaitu efisiensi.
3. Pengenaan Pajak (Lesmana, 2018 dan Saptagraha, 2019)
Bendahara pengeluaran merupakan salah satu wajib pungut sekaligus wajib setor pajak atas
pembayaran dalam rangka penggunaan uang persediaan. Kendala penggunaan kartu kredit
pemerintah atas pembayaran yang sesuai ketentuan harus dipungut pajak adalah pihak
ketiga/rekanan/toko tidak bersedia membayar/memberikan uang untuk pajak yang harus disetor.
Selain itu, kendala teknis terkait pemotongan/pemungutan pajak muncul ketika adanya
pemusatan penerbitan faktur PPN (Saptagraha, 2019). Hal ini mengakibatkan pemungutan pajak
untuk setiap transaksi belanja dengan kartu kredit pemerintah menjadi lebih sulit. Karena
pemungutan PPN dan juga sekali pemungutan Pajak Penghasilannya (PPh) tidak dapat dilakukan
saat transaksi dilakukan tetapi harus menunggu terlebih dahulu konsolidasi pembukuan pajak
dari pusat vendor dimaksud. Di sisi lain, pencatatan pembukuan kartu kredit pemerintah di unit
kerja pemerintah mengharuskan pembayaran antara jumlah harga barang/jasa dan pajak yang
dipungut sudah dipisahkan.
4. Penggesekan ganda (double swipe)
Seluruh data kartu kredit tersimpan dalam pita magnetic berwarna hitam yang berada di bagian
belakang kartu kredit. Data ini meliputi nama pemegang kartu, tanggal lahir, nomor kartu, masa
berlaku kartu, Card Verification Value (CVV) (tiga angka kode verifikasi di belakang kartu).
Begitu kartu kredit Anda digesek di mesin kasir, maka mesin akan membaca data tersebut secara
telanjang tanpa dienkripsi terlebih dahulu.
5. Merchant/penyedia melayani penarikan uang tunai dengan menggunakan Kartu Kredit
Pemerintah (Gestun).
6. Pemegang Kartu Kredit Pemerintah mengalami perlakuan/ penagihan dari agen penagih utang
Kartu Kredit Pemerintah (debt collector).
7. Kartu kredit pemerintah hilang atau dicuri (lost and stolen card).
8. Pencurian data/informasi Kartu Kredit Pemerintah secara tidak sah/ilegal oleh peretas (hacker)
atau pihak lain.
9. Terjadinya penyalahgunaan kartu kredit pemerintah oleh pemegang kartu kredit.

b. Solusi atas permasalahan/kendala yang timbul dan upaya perbaikan


1. Melaksanakan sosialisasi kebijakan penggunaan kartu kredit pemerintah kepada para pelaku
usaha perlu dilakukan melalui sinergi antara Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Pajak. Pihak bank
penerbit kartu kredit juga perlu mengambil peran dalam menggalakkan penggunaan kartu
pemerintah, seperti meyakinkan para pelaku usaha tentang kepastian pembayaran dalam
penggunaan kartu kredit pemerintah untuk proses pengadaan barang jasa pemerintah termasuk
kebijakan perpajakan yang harus dipenuhi. Dengan demikian, jumlah merchant yang dapat
menerima pembayaran kartu kredit akan bertambah. Selain itu, agar pihak pelaku usaha paham
kewajiban perpajakan terutama ketika bertransaksi dengan bendahara pemerintah. Meskipun
PMK telah memberikan kelonggaran berupa dikecualikan dari penggunaan kartu kredit
pemerintah apabila tidak ada merchant yang dapat menerima pembayaran melalui EDC, upaya
ini tetap harus dilakukan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara.
2. Terkait kendala teknis pemotongan/pemungutan pajak apabila merchant bukan PKP, hal yang
dapat dilakukan adalah yang jumlah yang digesek di mesin EDC adalah transaksi yang sudah net.
Kemudian, PPN dan PPh akan diperhitungkan/dimasukkan dalam perhitungan SPP/SPM untuk
dimintakan pencairan dananya ke KPPN. Kemudian potongan pajak (PPN dan PPh) tersebut akan
disetorkan sendiri oleh pihak bendahara dengan menggunakan NPWP bendahara. Apabila
merchant/penjual merupakan PKP maka dimintakan faktur pajaknya dan meminta pihak
merchant/penjual mengintegrasikan harga barang dan jasa lalu langsung memisahkan pajak-
pajak yang harus dipungut.
3. Terkait adanya biaya tambahan dari merchant, satker dapat melakukan pengaduan kepada pihak
bank apabila dikenakan biaya 3% atau lebih karena sebenarnya hal ini merupakan pelanggaran
yang dilakukan oleh merchant. Seperti kita ketahui, BI telah merilis aturan larangan biaya
tambahan 3% atau lebih sejak 2009. Apabila biaya tambahan di bawah 3%, kebijakan
penggunaan kartu kredit di Indonesia dapat mengadopsi kebijakan yang diterapkan oleh
Australia. Australia menerapkan kebijakan dengan membebankan merchant fee ke Satker
sepanjang jumlah itu wajar. Jika tidak, pembayaran transaksi tidak diwajibkan menggunakan
payment card.
4. Untuk keamanan informasi dalam kartu kredit, selain pengamanan dari pihak bank, kepatuhan
terhadap standar dan peraturan serta penerapan prinsip kehati-hatian juga turut menunjang dalam
menjaga keamanan kartu kredit pemerintah.
5. Pencegahan penyalahgunaan kartu kredit dapat dilakukan dengan penandatanganan pakta
integritas yang dapat berupa surat pernyataan. Pemegang kartu kredit juga harus menandatangani
surat pernyataan untuk tidak menyalahgunakan kartu kredit dan bila terjadi penyalahgunaan
bersedia untuk dituntut ganti rugi.
6. Guna mendukung pengawasan penggunaan kartu kredit, pemerintah Indonesia dapat mengadopsi
dari pemerintah Inggris untuk dapat melengkapi fasilitas kartu kredit pemerintah dengan
kemampuan merekam setiap detil transaksi dan pembuatan laporan elektronik.
7. Mengoptimalkan fungsi administrator kartu kredit untuk menjaga agar penggunaan kartu kredit
sesuai dengan peraturan.

E. Simpulan dan Saran


1. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil simpulan sebagai berikut:
a. Kebijakan penggunaan kartu kredit pemerintah berpedoman pada prinsip dasar yaitu fleksibel
efektif, aman, dan akuntabel. Adapun prinsip dasar penggunaan kartu kredit pemerintah sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Keuangan Negara. Namun, masih terdapat prinsip yang belum dipenuhi yakni
keadilan dan kepatutan karena penggunaan kartu kredit tidak bisa dilakukan ke semua vendor
yang ada.
b. Penggunaan kartu kredit pemerintah diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
c. Kepatuhan terhadap standar dan peraturan penggunaan kartu kredit serta penerapan prinsip-
prinsip kehati-hatian sangat penting untuk mendukung keamanan kartu kredit.
d. Penggunaan kartu kredit pemerintah dapat mendukung manajemen kas yang efektif dan
efisien.
e. Masih terdapat beberapa kendala dalam penggunaan kartu kredit pemerintah seperti
keterbatasan merchant, kendala teknis pemotongan/pemungutan pajak dan adanya biaya
tambahan merchant.
f. Masih terdapat potensi permasalahan terkait penggunaan kartu kredit seperti penyalahgunaan
kartu kredit dan risiko kejahatan atas keamanan data dan informasi kartu kredit yang dapat
berakibat pada kerugian APBN.
2. Saran
a. Pemerintah seyogyanya menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi penggunaan kartu
kredit agar dapat melakukan upaya perbaikan terus menerus.
b. Satker perlu melakukan mitigasi risiko penggunaan kartu kredit dengan mengoptimalkan
fungsi administrator kartu kredit dan pengawasan internal untuk menjaga pelaksanaan
penggunaan kartu kredit sesuai prosedur.
c. Kebijakan pengetatan atau pengurangan jumlah uang persediaan di satker perlu terus
dikembangkan. Penggunaan kartu kredit pemerintah tentunya diharapkan dapat memudahkan
kebijakan pengurangan uang persediaan yang berada di rekening kas negara.
d. Perlunya penyempurnaan fasilitas kartu kredit yang mampu merekam detil transaksi dan
membuat laporan elektronik untuk tujuan pengawasan dan pertanggungjawaban yang lebih
reliabel.
e. Perlunya perluasan perjanjian kerja sama dengan Bank Penerbit Kartu Kredit selain Himbara
karena jika penggunaan kartu kredit pemerintah dapat mendongkrak bisnis perbankan, ada
baiknya diperluas ke Bank Pemerintah Daerah. Dengan demikian, dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

F. Daftar Pustaka

---.2018. Kartu Kredit Pemerintah: Definisi, Jenis, Keuntungan, dan Tata Cara Pembayaran dan
Penggunaan. Pengadaan (e-procurement). https://www.pengadaan.web.id/2019/02/kartu-kredit-
pemerintah.html (diakses pada 16 Juni 2019)

Adhiputranto, Purwadhi. 2018. Inovasi Kartu Kredit Pemerintah Era Disruption. Banjarmasin post, 20
Juni 2018. https://banjarmasin.tribunnews.com/2018/06/20/inovasi-kartu-kredit-pemerintah-era-
disruption (diakses pada 15 Juni 2019)

Australian Government, Dept of Finance. 2016. “Facilitating Supplier Payment Through Payment Card
(Resource Management Guide No. 416)”. https://www.finance.gov.au/resource-
management/spending/credit-card- policy/ (diakses tanggal 15 Juni 2019).
Crown Commercial Service. 2017. “Payment Cards: Pan-Government Policy”.
https://assets.publishing.service.gov.uk/government/publications/payment- cards-pan-
government-policy (diakses tanggal 15 Juni 2019).

Department for Work and Pensions. 2013. “ePCS explanatory notes)”.


https://www.gov.uk/government/publications/dwp-government-procurement- card-monthly-
payments-explanatory-notes/epurchasing-card-solution- formerly-called-government-procurement-
card (diakses tanggal 15 Juni 2019)

Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 2019. Buku Pintar KKP Jilid 2. Direktorat Jenderal
Perbendaharaan: Jakarta.

Lesmana, Budi. 2018. Kartu Kredit Pemerintah, Model Baru Pengelolaan Keuangan Negara
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/kartu-kredit-pemerintah-model-baru-
pengelolaan-keuangan-negara/ (diakses 15 Juni 2019)

Nugroho, Adhi. 2017. Bijak Bertransaksi Non Tunai dengan Mengenali Risiko Kejahatan Kartu.
https://www.kompasiana.com/nodiharahap/594d670d082fcd18ab395d32/bijak-bertransaksi-non-
tunai-dengan-mengenali-risiko-kejahatan-kartu?page=all (diakses 16 Juni 2019)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan
Kartu Kredit Pemerintah

Rachmadi, Tosan Yanuar. 2018. Analisis Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka
Penggunaan Uang Persediaan.

Rita, Maria Rio dan Kusumawati, Ratna. 2015. Pengaruh Variabel Sosio Demografi dan Karakteristik
Finansial Terhadap Sikap, Norma Subyektif dan Kontrol Perilaku Menggunakan Kartu Kredit
(Studi Pada Pegawai di UKSW Salatiga). https://jurnal.darmajaya.ac.id/
index.php/jmk/article/view/320 (diakses 16 Juni 2019)

Samora, Remon. 2018. Kartu Kredit di Tubuh Birokrasi, Mengapa Tidak?. Koran Sindo, 2 Maret 2018.
https://nasional.sindonews.com/read/1286250/18/kartu-kredit-di-tubuh-birokrasi-mengapa-tidak-
1519928437 (diakses pada 16 Juni 2019).

Saptagraha, Chitra Hari. 2019. Dilema Pajak Pada Kartu Kredit Pemerintah. Radartasikmalaya, 29 Maret
2019. https://www.radartasikmalaya.com/dilema-pajak-pada-kartu-kredit-pemerintah/ (diakses
pada 15 Juni 2019)

Silalahi, Andres Leiman. 2018. Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Untuk Pembayaran Belanja Negara
Melalui Uang Persediaan. Direktorat Jenderal Perbendaharaan: Jakarta.

Yusuf, Zainul Arifin. 2011. Perbandingan Kartu Kredit dan Kartu Kredit Berbasis Syariah di Indonesia.
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad/article/view/2525 (diakses 16 Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai