Anda di halaman 1dari 23

WRAP UP SKENARIO 2

BENJOLAN DI LEHER
BLOK NEOPLASIA

Kelompok B.12

Ketua : Qatrunnada Nadhifah 1102015184


Sekretaris : Siti Aisyah 1102014250
Anggota : Perty Hasanah 1102014209
Sendri Segadi 1102014242
Muhammad Hidayat 1102015147
Muhammad Horman Latuconsina 1102015148
Septira Arindya Maharani 1102015218
Shelvi Rizki Amalia 1102015222
Siti Sarah Novianti Musthafa 1102015229
Suci Purnama 1102015230

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2017 - 2018
SKENARIO 2

BENJOLAN DI LEHER

Seorang laki-laki 30 tahun datang ke poliklinik RS Yarsi dengan keluhan timnul benjolan
di leher kanan. Teraba atau diketahui oleh pasien sejak 3 minggu sebelumnya. Awalnya benjolan
sebesar kacang tanah dan semakin membesar I minggu terakhir dengan ukuran sebesar telur
puyuh. Demam, sering keringat malam hari dan penurunan berat badan (dari 65 menjadi 50 kg)
dialami oleh pasien.tidak terdapat nyeri atau kesulitan menelan. Berdasarka pemeriksaan dokter,
disebut kemungkinan pembengkakan kelenjar getah bening dan perlu dilakukan tindakan biopsy.
Setelah di biopsy didapat hasil pemeriksaan Patologi dengan suatu keganasan dengan sel
dominan limfosit.
PERTANYAAN

1. kenapa benjolan timbul di leher?

2. apa yang menyebabkan ukuran benjolan semakin membesar?

3. apa diagnosis pada kasus ini?

4. kenapa pasien berkeringat pada malam hari?

5. kenapa terjadi demam?

6. pemeriksaan penunjang apa yang dapat dilakukan selain biopsy?

7. kenapa pasien mengalami penurunan berat badan?

8. bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

9. apa saja faktor pencetus dalam kasus ini?

10. mengapa dokter melakukan tindakan biopsy?

JAWABAN

1. karena limfoma Non Hodgkin banyak menyerang pada KGB. Dan KGB terbanyak terdapat
pada leher

2. karena adanya mutasi yang terus menerus pada sel

3. Limfoma Non Hodgkin karena adanya Trias Klasik ( penurunan BB, Keringat pada malam
hari dan demam)

4. karena metabolism tubuh meningkat pada malam hari

5. karena menyerang limfosit yang berperan dalam pertahanan tubuh

6. darah lengkap (LDH, asam urat), CT-Scan

7. karena sel tumor membutuhkan energy salah satunya adalah glukosa,

8. non farmakologi : kemoterapi, radioterapi, imunoterapi


9. Usia, Genetik, Virologi, Imun tubuh yg rendah, Lelaki > Perempuan

10. untuk mengetahui sel kanker menyerang jaringan yang mana dan merupakan Gold Standar
pemeriksaan kanker

HIPOTESIS

Faktor resiko Limfoma Non Hodgkin adalah usia, genetic, virology, imun tubuh yang rendah
dengan gejala benjolan di leher karena Limfoma Non Hodgkin banyak menyerang pada KGB
dan salah satunya banyak terdapat di leher lalu adanya benjolan yang semakin membesar karena
adanya mutasi sel yang terus menerus, adanya demam pada malam hari dan penurunan berat
badan. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi untuk
mengetahui pada jaringan mana sel kanker menyerang selain itu dapat juga dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan CT-Scan. Terapi yang dapat dilakukan adalah
Kemoterapi,Rdioterapi dan Imunoterapi
SASARAN BELAJAR

L.I. Memahami dan Menjelaskan Limfoma

1.1.Definisi Limfoma

1.2. Epidemiologi Limfoma

1.3. Klasifikasi Limfoma

1.4. Etiologi Limfoma

`` 1.5. Patofisiologi Limfoma

1.6. Manifestasi Klinis Limfoma

1.7. Diagnosis dan Diagnosi Banding Limfoma

1.8. Tatalaksana Limfoma

1.9. Komplikasi Limfoma

1.10. Prognosis Limfoma

1.11. Pencegahan Limfoma


LI. Memahami dan Menjelaskan Limfoma

1.1. Definisi

Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan jaringan limfoid.
Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Pada protokol ini hanya akan dibatasi pada limfoma non-
hodgkin.

1.2 Epidemiologi

Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, limfoma merupakan salah satu dari seluruh
penyakit kanker terbanyak di dunia pada tahun 2012. Presentase kasus baru dan kematian
(setelah dikontrol dengan variabel umur) akibat limfoma pada penduduk laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Baik penduduk laki-laki dan perempuan lebih banyak yang
terkena Limfoma Non Hodgkin, yaitu sebesar 6% pada penduduk laki-laki dan 4,1% pada
penduduk perempuan.

Pada Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 didapatkan prevalensi penderita limfoma di Indonesia
sebesar 0,06% atau diperkirakan sebanyak 14.905 orang. Pada tahun 2010-2012 proporsi
limfoma pada pasien laki-laki di RSK Dharmais lebih besar dibandingkan dengan pasien
perempuan.

Penyakit Hodgkin jarang dijumpai, hanya merupakan 1% dari seluruh kanker. Dilihat dari jenis
kelamin, penyakit hodgkin lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan laki-
laki:wanita 1,2:1. Di negara barat,penyakit Hodgkin lebih jarang dijumpai dibandingkan dnegan
limfoma non-Hodgkin, dengan perbandingan 5:2, tetapi di negara timur (Asia Tenggara,Papua
New Guinea, Cina dan Jepang) perbandingan ini menjadi lebih mencolok dengan rasio 9:1.
Faktor apa yang menyebabkan perbedaan ini masih belum diketahui dengan jelas.

Limfoma Non Hodgkin merupakan neoplasma ganas padat yang cukup sering dijumpai dengan
frekuensi 3% dari seluruh kanker. Di Indonesia frekuensi relatif LNH jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan Limfoma Hodgkin. Di negara barat limfoma dari sel B jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan limfoma dari sel T. Akan tetapi, di Jepang limfoma sel T didapatkan
frekuensi yang cukup tinggi.

1.3. Klasifikasi

Secara klinik dan patologik limfoma maligna dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:
1. Penyakit Hodgkin (Hodkin Disease-HD) disebut juga sebagai limfoma Hodgkin: khas
ditandai oleh adanya sel Reed Sternberg.
Klasifikasi histologis Limfoma Hodgkin berdasarkan WHO:
a) Predominan limfosit nodular (5% kasus)
Tidak terdapat sel Reed-Sternberg (RS), terdapat sel limfosit B bentuk predominan
b) Limfoma Hodgkin Klasik (95% kasus)
Sklerosis nodular Pita kolagen masuk dari kapsula
mengelilingi nodul jaringan abnormal.
Sel lakunar yang khas sering dijumpai.
Infiltrat seluler mungkin didominasi
oleh limfosit pre-dominan, sel
campuran, atau jarang mengandung
limfosit, sering terdapat eosinofilia.
Lymphocyte depleted (kurang limfosit) Mungkin ditemukan pola retikular
dengan dominasi sel Reed-Sternberg
dan sedikit limfosit atau pola fibrosis
difus yang kelenjar limfe digantikan
oleh jaringan ikat tidak beraturan yang
mengandung sedikit limfosit. Sel Reed-
Sternberg mungkin juga sedikit
dijumpai pada subtipe ini.
Lymphocyte rich (kaya limfosit) Sel Reed-Sternberg sedikit; banyak
ditemukan limfosit kecil dengan sedikit
eosinofil dan sel plasma; tipe nodular
dan difus.
Mixed cellularity (selularitas campuran) Sel Reed-Sternberg banyak dan jumlah
limfositnya sedang.
2. Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodkin lymphomas kadang histiosit yang
befrsifat nodular atau difus
Ini adalah sekelompok besar tumor limfoid klonal, sekitar 85% berasal dari sel B dan 15%
berasal dari sel T atau NK (natural killer). Limfoma jenis ini ditandai oleh pola penyebaran yang
ireguler dan cukup banyaknya pasien yang mengalami extranodus.

Subtipe spesifik limfoma non-Hodgkin


1. Limfoma non-Hodgkin derajat rendah
Relatif sedikit nyeri dan berespons baik terhadap kemoterapi tapi sulit disembuhkan.
a) Limfoma limfositik kecil
b) Limfoma limfoplasmasitoid
c) Limfoma zona marginal
d) Limfoma folikular
e) Limfoma sel mantel

2. Limfoma non-Hodgkin derajat tinggi


Bersifat agresif fan memerlukan terapi segera tetapi sering dapat disembuhkan.
a) Limfoma sel B besar difus/diffuse large B-cell lymphoma (DLBL)
b) Limfoma Burkitt
c) Limfoma primer pada SSP
d) Limfoma limfoblastik
3. Limfoma sel T
a) Limfoma non-Hodgkin sel T perifer, tidak dispesifikasi
b) Limfadenopati angioimunoblastik
c) Mikosis fungoides
d) Sindrom sezary
e) Leukemia/limfoma sel T pada dewasa
f) Limfoma sel T terkait enteropati
g) Limfoma sel besar anaplastik
h) Neoplasma histiositik dan sel dendritik

1.4. Etiologi

a) Abnormalitas kromosom
b) Aneuploidy terjadi pada Limfoma Hodgkin dan translokasi dan delesi terjadi pada Limfoma
Non Hodgkin
c) Infeksi yang disebabkan oleh:
1. Epstein-Barr virus
Pada limfoma Burkitt dan Hodgkin dan post transplant lymphoproliferative disorder
(karena terapi imunosupresif setelah transplantasi)
2. HIV-1
Limfoma sel B derajat tinggi, limfoma SSP primer, limfoma hodgkin
3. Human t-cell lymphotropic virus-1 (HTLV-1)
Leukemia, limfoma sel T pada dewasa
4. Human herpes virus-8 (HHV-8)
Limfoma efusi primer
5. Virus hepatitis B dan C
6. Etiologi lain yaitu Helicobacter pylori, Campylobacter jejuni, malaria
7. Faktor risiko terjadi limfoma non hodgkin pada pasien Hashimoto disease dan
limfoma pada pasien dengan penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis

Faktor-faktor risiko Limfoma meliputi:


1. Usia
Sebagian besar Limfoma Hodgkin terjadi pada orang yang berusia 15-30 tahun dan usia di
atas 55 tahun. Sedangkan risiko Limfoma Non-Hodgkin akan meningkat seiring usia,
khususnya pada orang berusia lanjut, yaitu usia di atas 60 tahun.
2. Faktor Genetik
Risiko untuk terkena limfoma akan meningkat pada orang yang memiliki anggota keluarga
inti yang menderita jenis kanker yang sama.
3. Pernah tertula Epstein Barr Virus (EBV)
Virus ini menyebabkan demam kelenjar. Orang yang pernah mengalami demam kelenjar
lebih berisiko mengalami Limfoma Hodgkin.
4. Sistem kekebalan tubuh yang lemah
Pada infeksi HIV atau menggunakan obat imunosupresan.
5. Jenis kelamin
Limfoma lebih banyak menyerang pria dibandingkan dnegan wanita.
6. Paparan kimia beracun
Paparan terhadap bahan kimia beracun (pestisida herbisida, pewarna rambut) juga dapat
memicu limfoma.

1.5. Patofisiologi

Berbeda dengan sel hematopoetik yang lain, limfosit kecil (matang/tua) bukanlah merupakan
sel tahap akhir dari perkembangannya, akan tetapi mereka dapat merupakan permulaan
limfopoiesis baru yang timbul sebagai reaksi terhadap rangsangan antigen yang tepat.
Seperti sel darah lainnya, sel limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-sel induk
multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk pada tahap awal bertransformasi menjadi
sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi menjadi dua jalur. Sebagian mengalami
pematangan dalam kelenjar thymus untuk menjadi limfosit T, dan sebagian lagi menuju
kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit
B.
Apabila ada rangsangan oleh antigen yang sesuai maka limfosit T maupun B akan
bertranformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi
respon imunitas selular, sedangkan limfosit B aktif akan menjadi imunoblas yang kemudian
menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi
gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses
transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat rangsangan imunogen). Hal yang perlu
diketahui adalah proses ini terjadi di dalam limfonodi, dimana sel limfosit tua yang berada di
luar “centrum germinativum” sedangkan immunoblast berada di tengah paling sentral
“sentrum germinativum”. Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain :
1. Ukurannya makin besar
2. Kromatin inti menjadi lebih halus
3. Protein permukaan sel mengalami perubahan
4. Nukleolinya terlihat
Hal mendasar lain yang perlu diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi sel kanker
seringkali tetap mempertahankan sifat “dasarnya”. Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap
memperthankan sifat mudah masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah,
sedangkan sel kanker dari imunoblas amat jarang masuk ke dalam aliran darah, namun
dengan tingkat mitosis yang tinggi.
1.6 Manifestasi Klinis

1. Penyakit Hodgkin
a) Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) yang tidak nyeri, asimetris, padat, diskret,
dan kenyal. Kelenjar limfe servikal/leher 60-70% pasien, aksila 10-15% pasien,
inguinal pada 6-12% pasien. Penyakit biasanya bersifat lokal, mula-mula di suatu
regio kemudian menyebar secara kontinuitatum di dalam sistem limfe.
b) Splenomegali ringan pada 50% pasien
c) Mediastinum terkena pada 10% saat diagnosis, gambaran pada tipe sklerosis nodular,
terutama pada wanita muda.
d) Kadang-kadang terdapat lesi di jaringan ekstranodal seperti kulit, tulang, saluran
cerna, paru, atau otak.
e) Gejala konstitusional dengan penyakit yang luas dapat dijumpai demam yang
kontinyu dan siklik, pruritus pada 25% pasien, nyeri setelah minum alkohol pada
sebagian pasien, penurunan BB, berkeringat malam hari, malaise, anoreksia dan
kaheksia.

2. Limfoma non-Hodgkin
a) Limfadenopati superfisial. pembesaran asimetrik tidak nyeri di satu atau lebih
kelenjar limfe perifer.
b) Gejala konstitusional. Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih
jarang dibandingkan dengan limfoma Hodgkin.
c) Keterlibatan orofaring. Pada 5-10% pasien penyakit timbul di struktur limfoid
orofaring (cincin Waldeyer) yang dapat menyebabkan keluhan sakit tenggorokan atau
nafas berbunyi atau terhambat.
d) Gejala yang disebabkan anemia. Infeksi karena neutropenia atau purpura dengan
trombositopenia dapat merupakan keluhan utama pda pasien dengan keterlibatan
sumsum tulang yang difus. Infeksi dapat terjadi karena neutropenia atau
berkurangnya imunitas seluler (mis. Herpes zoster)
e) Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering membesar dan kelenjar limfe
retroperitoneum atau mesenterium sering terkena.
f) Organ lain kulit, otak, testis, atau tiroid tidak jarang juga terkena.
1.7. Diagnosis
Anamnesis
Umum :
 Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum
 Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan
 Demam tinggi 38 derajat celcius 1 minggu tanpa sebab
 Keringat malam
 keluhan anemia
 Keluhan organ (misalnya lambung dan nasofaring)
 Penggunaan obat
Khusus :
 Penyakit autoimun (SLE, sjogren)
 Kelainan darah
 Penyakit infeksi
Pemeriksaan fisik
 Pembesaran KGB
 Kelainan atau pembesaran organ
 Performance status
Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
 Hematologi (darah perifer lengkap dan gambaran darah tepi)
 Urinalisis
 Kimia klinik (SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin,asam urat)
 Khusus : gamma GT, cholonesterase, LDH/fraksi, tes coombs,
immunoelektroforese, serum protein elektroforesis).
b. Biopsi
 Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representatif,
superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer/superfisial yang
representatif, maka tidak perlu biopsi intra abdominal atau intratorakal.
c. Aspirasi sumsum tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina iliaca
dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm.

d. Radiologi
e. Cairan tubuh
f. Konsultasi THT

Penentuan stadium

Berdasarkan Kesepakatan Ann arbor

Stadium Keterangan
I Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio
IE : jika hanya terkena 1 organ dekstra limfatik tidak difus/batas tegas
II Pembesaran 2 regio limfonodi atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma
atau keterlibatan lokal pada organ atau tempat ekstralimfatik dan
satu atau lebih daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang
sama (IIE). Rekomendasi lain: jumlah daerah nodus yang terlibat
ditunjukkan dengan tulisan di bawah garis(subscript) (misalnya II3)
II 2 : pembesaran 2 regio limfonodi dalam 1 sisi diafragma
II 3 : pembesaran 3 regio limfonodi dalam 1 sisi diafragma
II E : pembesaran 1 regio atau lebih limfonodi dalam 1 sisi diafragma dan 1
organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas
III Pembesaran limfonodi di 2 sisi diafragma yang juga dapat disertai
dengan keterlibatan lokal pada organ atau tempat ekstralimfatik
(IIIE) atau keduanya (IIIE+S)
IV Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus

Diagnosis Banding Limfoma Non-Hodgkin

 Limfoma Hodgkin

Penyakit Hodgkin adalah suatu jenis keganasan sistem kelenjar getah bening
dengan gambaran histologis yang khas. Ciri histologis yang dianggap khas adalah adanya
sel Reed-Sternberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan gambaran selular getah
bening yang khas.
Gejala utama adalah pembesaran kelenjar yang paling sering dan mudah dideteksi
adalah pembesaran kelenjar di daerah leher. Pada jenis-jenis tipe ganas (prognosis jelek)
dan pada penyakit yang sudah dalam stadium lanjut sering disertai gejala-gejala sistemik
yaitu: panas yang tidak jelas sebabnya, berkeringat malam dan penurunan berat badan
sebesar 10% selama 6 bulan. Kadang-kadang kelenjar terasa nyeri kalau penderita minum
alkohol. Hampir semua sistem dapat diserang penyakit ini, seperti traktus gastrointestinal,
traktus respiratorius, sistem saraf, sistem darah, dan lain-lain.
 Limfadenitis Tuberkulosa

Merupakan salah satu sebab pembesaran kelenjar limfe yang paling sering
ditemukan. Biasanya mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut dan tenggorok
(tonsil).
Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe bronchus disebabkan oleh tuberkulosis paru-
paru, sedangkan pembesaran kelenjar limfe mesenterium disebabkan oleh tuberkulosis
usus. Apabila kelenjar ileocecal terkena pada anak-anak sering timbul gejala-gejala
appendicitis acuta, yaitu nyeri tekan pada perut kanan bawah, ketegangan otot-otot perut,
demam, muntah-muntah dan lekositosis ringan.
Mula-mula kelenjar-kelenjar keras dan tidak saling melekat, tetapi kemudian
karena terdapat periadenitis, terjadi perlekatan-perlekatan.

 Mononukleosis Infeksiosa

Mononukleosis Infeksiosa adalah penyakit yang ditandai dengan demam, nyeri


tenggorokan dan pembesaran kelenjar getah bening, yang disebabkan oleh virus Epstein-
Barr, salah satu dari virus herpes. Setelah menyusup ke dalam sel-sel di hidung dan
tenggorokan, virus ini akan menyebar ke limfosit B (sel darah putih yang
bertanggungjawab terhadap pembentukan antibodi).
Infeksi virus Epstein-Barr sering terjadi dan bisa menyerang anak-anak, remaja
dan dewasa. Sekitar 50% anak-anak Amerika mengalami infeksi ini sebelum usia 5
tahun. Tetapi virus ini tidak terlalu menular. Remaja atau dewasa muda biasanya
mendapatkan infeksi ini melalui ciuman atau hubungan intim lainnya dengan orang yang
terinfeksi.

1.8. Tatalaksana
A. Tatalaksana pada Limfoma Hodgkin
Terapi spesifik terdiri atas :
1. Radioterapi
Pasien dengan penyakit stadium I dan IIA digunakan dosis 4.000 rad dan teknik radioterapi
voltase tinggi. Radioterapi juga berperan dalam mengobati massa tumor yang besar.
2. Kemoterapi
Kemoterapi siklis digunakan untuk penyakit stadium III dan stadium IV serta pada pasien
dengan stadium I dan II dengan ukuran tumor besar, gejala tipe B, atau mengalami kekambuhan
setelah terapi awal. Kombinasi adreomisin, bleomisin, vinblastin, dan dakarbazin (ABVD) paling
luas digunakan. Kombinasi mustragen, vinkristin, procarbazine, dan prednison umum dipakai.
Baisanya pasien diberi enam siklus kemoterapi atau empat setelah remisi komplit.

3. Terapi baru
Dilakukan transplantasi sumsum tulang atau sel induk, kemoterapi dosis tinggi.

Strategi pengobatan:
1. Penyakit Hodgkin derjat I dan IIA: obat pilihan adalah radioterapi
2. Derajat IIB terdiri atas:
a. Sebagian besar radioterapi
b. Kemoterapi dianjurkan untuk:
i. Penyakit Hodgkin derajat IIB dengan simptom B lengkap
ii. IIB dengan resiko tinggi (bulky disease dan tipe lymphocyte depleted atau mixed
cellularity).
3. Untuk penyakit Hodgkin derajat IIB dengan massa mediastinal besar (diameter >10cm)
diberikan terapi kombinasi radioterapi+kemoterapi.
4. Untuk penyakit Hodgkin derajat IIIA, yaitu:
a. IIIA1 (lesi pada abdomen atas): diberikan radioterapi dengan total nodal irradiation.
b. IIIA2 (lesi pada abdomen bawah): kemoterapi atau terapi kombinasi.
5. Untuk derajat IIIB dan IV
Kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi.

Pengobatan pada Limfoma Non Hodgkin dapat dilakukan melalui beberapa cara, sesuai
dengan diagnosis dari beberapa faktor seperti apakah pernah kambuh, stadium berapa, umur,
kondisi badan, kebutuhan dan keinginan pasien. Secara garis besar penyembuhan terjadi
sekitar 93%, membuat penyakit ini sebagai salah satu kanker yang paling dapat disembuhkan.

Berikut ini cara-cara pengobatan penyakit Limfoma : Kemoterapi, Terapi antibodi


monoklonal, Terapi Radiasi, Transplantasi, Pembedahan, Terapi eksperimental, atau
Penatalaksanaan gejala.

Obat-obat kemoterapi bertujuan untuk merusak dan membunuh semua sel limfoma di
seluruh tubuh. Sasarannya adalah semua sel yang membelah dengan cepat. Salah satu obat
kemoterapi yang paling sering diberikan adalah chlorambucil, dalam bentuk tablet yang
diberikan per oral. Radioterapi digunakan jika penyakitnya hanya pada satu atau dua daerah
tubuh. Kemoterapi dosis tinggi merupakan pilihan pengobatan selanjutnya yang berguna pada
sebagian pasien.

Antibodi monoklonal yang paling umum dipakai dalam pengobatan Limfoma non
Hodgkin adalah rituximab. Rituximab efektif dalam pengobatan beberapa tipe Limfoma non
Hodgkin yang paling umum. Rituximab umumnya diberikan dalam kombinasi dengan
kemoterapi, meskipun pada beberapa keadaan diberikan tunggal. Tujuan pengobatan ini
adalah untuk menghancurkan sel-sel limfoma non Hodgkin secara khusus dan tidak
mengganggu jenis-jenis sel lainnya.

Pengobatan dengan radiasi membunuh sel-sel di tubuh dengan merusak DNA, sehingga
sel tidak dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi. Karena radiasi dapat membunuh sel
normal bersama sel yang sakit, penting bahwa pemakaian radiasi sebagai terapi diarahkan
setepat mungkin pada sel yang menimbulkan penyakit sebagai upaya mengurangi efek
samping. Umumnya diberikan pada pasien yang hanya memiliki satu atau dua kelenjar getah
bening yang terserang. Di sini, berkas radiasi dipusatkan pada daerah yang terkena untuk
membunuh sel-sel yang sakit.

Transplantasi berguna untuk menghancurkan sumsum tulang. Selanjutnya digantikan


dengan sel-sel induk yang ditransplantasikan. Biasanya melibatkan pemakaian kemoterapi
dosis tinggi atau dengan radioterapi. Transplantasi dibagi dalam 2 kelompok :
 Alogenik (berbeda secara genetik), sel induk berasal dari orang lain donor. Donor
dapat berupa keluarga, idealnya saudara kembar
 Otologus (dari tubuh pasien sendiri), sel induk berasal dari pasien sendiri,
dikumpulkan sebelum kemoterapi dosis tinggi, kemudian akan ditransplantasikan
kembali pada mereka.

Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat
dilakukan adalah:
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
 Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu : COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
 Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal
dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja

2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma


 Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi
CHOP (Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin, Oncovin, Prednisone)
 Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan
paliasi.

3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)


DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
 Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
 Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
1. setelah siklus kemoterapi ke-empat
2. setelah siklus pengobatan lengkap
1.9. Komplikasi

Komplikasi limfoma Hodgkin yang tidak maligna adalah sterilitas, komplikasi usus, penyakit
arteri koronaria, dan komplikasi jantung paru lainnya akibat radiasi mediastinum atau
kemoterapi.

1.10. Prognosis

Prognosis untuk limfoma Hodgkin bergantung pada usia, stadium, dan histologi. International
Prognostic Score, indeks Hansclever bermanfaat untuk pasien dengan tahap lanjut. Skor ini
mencakup tujuh faktor dan masing-masing dari faktor tersebut berkaitan dengan penurunan 8%
angka bebas penyakit 5 tahun. Secara keseluruhan, 5% pasien dapat disembuhkan.

Prognosis Limfoma Non-Hodgkin dapat dibagi ke dalam 2 kelompok prognostik :


indolent lymphoma dan agresif lymphoma. NHL indolen memiliki prognosis yang
relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan
pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe
limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat
disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Risiko kambuh
lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis “divergen” baik pada kelompok
indolen maupun agresif.
International prognostic index (IPI) digunakan untuk memprediksi outcome pasien
dengan NLH agresfi difus yang mendapatkan kemoterapi regimen kombinasi yang
mengandung antrasiklin, namun dapat pula digunakan pada hampir semua subtipe
NLH. Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis, yaitu : usia, serum LDH, status
performans, stadium anatomis dan jumlah lokasi ekstra nodal. Skor yang didapat
antara 0-5.

Umur <60 tahun = 0


>60 tahun = 1
Tumor stage I/II = 0
III/IV = 1
LDH serum Normal = 0
Meningkat = 1
Status performans Tidak ada gejala = 0
Ada gejala = 1
Keterlibatan 1 tempat = 0
Ekstranodal > 1 tempat = 1

Risk IPI Score Complete Relapse-free Overall


Response 5-Year 5-Year
Rate Survival Survival
Low 0-1 87% 70% 73%
Low/ 2 67% 50% 51%
intermediat
e
High/ 3 55% 49% 43%
intermediat
e
High >4 44% 40% 26%

1.11. Pencegahan

- Menghindari makanan dari bahan-bahan yang menyebabkan kanker.

- Menjaga kesehatan tubuh.


DAFTAR PUSTAKA

Hoffbrand, a. v. dkk. 2005. Kapita selekta hematologi edisi 4. EGC : Jakarta

Kumar, vinay dkk. 2007. Buku ajar patologi edisi 7. EGC : Jakarta

Price, sylvia a. dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. EGC : Jakarta

Sudoyo, aru w. dkk. 2007. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Pusat penerbitan FKUI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai